You are on page 1of 80

BLOK 4.

1
KARDIOVASKULAR II
KELOMPOK 3

Shelvie Astina
1523012056
Andrean Christian
1523013005
Ovie Kurnio Candra
1523013010
Jessy Teressa Yang
1523013032
Faustine Emanuela
1523013033

Kadek Wisnu Segara K


1523013039
Vincentius Diamantino S
1523013044
Gisela Tania Irwanto
1523013057
Patricia Jeanette Sulo
1523013060
Devina Robbyanti
1523013089

SKENARIO PEMICU
Seorang laki-laki datang ke rumah sakit dengan keluhan
kaki bengkak. Akhir-akhir ini penderita juga mengeluh
sesak napas.

Kata Kunci
Laki-laki
Kaki bengkak
Sesak nafas akhir-akhir ini

DAFTAR PEMBAHASAN
Apa definisi, ciri, jenis, dan patofisiologi dari edema?
Apa definisi, ciri, jenis, dan patofisiologi dari sesak
napas?
Apa definsi, ciri, dan patofisiologi dari gagal jantung?
Bagaimana manifestasi klinis dari gagal jantung pada
kasus ini?
Apa makna klinis dari pemeriksaan penunjang dan
pemeriksaan fisik?
Apa saja DD pada kasus ini?
Apa saja komplikasi yang dapat terjadi?
Bagaimana tata laksana dari DU?
Bagaimana prognosis dari pasien tersebut?

STATUS MEDIK
Identitas Pasien :
Usia
: 54 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pedagang di pasar
Berat badan : 78 kg
Tinggi badan : 166 cm

Keluhan Utama :
Kaki bengkak

Keluhan Lain :
Sesak nafas

ANAMNESIS
Riwayat kaki bengkak: Didapat sejak 1 bulan yang
lalu, bengkat terdapat pada kedua tungkai, tidak
ada rsa nyeri. Kaki membengkak lebih parah pada
siang hari dan membaik pada malam hari. 4 bulan
terakhir ini terdapat nyeri pada kaki bila
mengangkat beban (keranjang kecil).
Riwayat keluhan sesak nafas: Merasa ngosngosan sejak 4 bulan terakhir, bila membawa
beban (keranjang kecil) memperparah sesak
nafas, membaik bila beristirahat dan memperburuk
bila beraktivitas. Kadang-kadang menyebabkan
terbangun di malam hari karena sesak.

ANAMNESIS (2)
Riwayat dahulu: Tidak pernah memeriksa
cholesterol, Riwayat keluarga tidak diketahui,
Diabetes Melitus di sangkal. Pernah masuk
rumah sakit karena penyakit jantung karena
dirasakan dada yang nyeri.

PEMERIKSAAN FISIK
Vital Sign
Tekanan darah : 130/70mmHg
Suhu
: 36,7
Denyut nadi
: 125x/menit
Frekuensi napas : 32x/menit
Akral
: hangat

PEMERIKSAAN FISIK (2)


Inspeksi Umum
Keadaan umum tampak sesak
GCS: 4,5,6 (komposmentis).
Tampak ada edema kaki di bagian
extremitas inferior.

PEMERIKSAAN FISIK (3)


Inspeksi kepala leher

Anemis (-)
Cyanosis (-)
Icterus (-)
Dispneu (+)

PEMERIKSAAN FISIK (4)


Palpasi
Kepala leher
- JVP meningkat 10 cm H20.
Abdomen
- Hepatomegali (hepar 2cm di bawah arcus costae).

PEMERIKSAAN FISIK (5)


Auskultasi
Thorax
- S1, S2 tunggal
- Gallop (+)

Abdomen
- Meteorismus (-)

PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Laboratorium
Darah lengkap : Normal
Urine
: Normal

Radiologi
X- ray
: Cardiomegali dan didapati
perselubungan di kedua lapangan paru.
EKG :

Heart Rate: sinus takikardi (115x/mnt)


Tampak infark miokard lama di bagian anterior.

EDEMA

Dalam
keadaan
normal,
kapiler
bersifat
homeostatis karena tekanan hisdrostatik vascular
sebanding dengan tekanan osmotic plasma sehingga
hanya sedikit cairan yang berada dalam ruang
interstitium, namun cairan itu diserap kembali oleh
pembuluh limfatik dan disalurkan kembali melalui
ductuc thoraxicus. Bila tekanan hidrostatik lebih tinggi
dari tekanan osmotic maka akanmengganggu
keseimbangan ini, sehingga terjadi penimbunan
cairan di ruang interstitial dan menyebabkan edema
pada jaringan atau rongga tubuh. Edema paling
sering dapat dilihatpada extrimitas bawah atau atas,
dan pada perut.

Edema juga dapat bersifat noninflamatory bila disebabkan karena efek dari
obat (anti hipertensi, NSIAD, Steroid, dll),
kehamilan atau penyakit yang mendasari
(gagal jantung, penyakit ginjal atau sirosis
hati) yang bersifat rendah protein yang
disebut transudate.Tandadan gejala edema
meliputi:
(1) Pembengkakan pada jaringan dibawah kulit.
(2) Kulit mengkilat dan terdapat pitting edema.
(3) Terdapat asites (bila edema perut).

SESAK NAPAS

Dispnea
atau
sesak
napas
adalah
ketidakmampuan organ respirasi untuk melakukan
ventilasi
untuk
memenuhi
kebutuhan
udara.Seseorang yang mengalami dispnea sering
mengeluh nafasnya pendek atau merasa
tercekik.Dispnea merupakan gejala utama dari
penyakit kardiopulmonal. Sesak napas tidak selalu
menunjukan adanya penyakit. Orang normal juga
akan mengalami sesak napas apabila melakukan
kegiatan fisik pada tingkat yang berbeda-beda.

Tingkat

Derajat

Kriteria

Normal

Tidak ada kesulitan bernapas kecuali dengan aktivitas berat

Ringan

Terdapat kesulitan bernapas, napas pendek-pendek ketika terburu-buru


atau ketika berjalan menuju puncak landai

Sedang

Berjalan lebih lambat daripada kebanyakan orang berusia sama karena


sulit bernapas atau harus berhenti berjalan untuk bernapas

Berat

Berhentit berjalan setelah 90 meter (100 yard) untuk bernapas atau


setelah berjalan beberapa menit

Sangat berat Terlalu sulit untuk bernapas bila meninggalkan rumah atau sulit bernapas
ketika memakai baju atau membuka baju

Beberapa variasi gejala umum dispnea antara lain


ortopnea dan dispnea nokturna paroksismal.
Ortopnea adalah napas pendek yang terjadi pada
posisi berbaring dan biasanya diperjelas dengan
penambahan jumlah bantal atau penambahan elevasi
sudut untuk mencegah perasaan tersebut. Penyebab
tersering ortopnea adalah gagal jantung kongestif akibat
peningkatan volume darah di vaskularisasi sentral pada
posisi berbaring.
Dispnea nokturna paroksismal menyatakan timbulnya
dispnea pada malam hari dan memerlukan posisi duduk
untuk bernapas. Waktu timbulnya terlambat karena
mobilisasi cairan edema perifer dan penambahan jumlah
volume intravaskular pusat. Pada pasien ini tergolong
menderita paroxymal nocturnal dyspnea (PND).

GAGAL JANTUNG

Disfungsi kardiovaskular disebabkan oleh satu atau lebih


dari 5 mekanisme utama di bawah ini:
Kegagalan memompa, terjadi akibat kontraksi otot jantung
yang lemah atau inadekuat atau karena relaksasi otot jantung
yang tidak cukup untuk terjadinya pengisian ventrikel.
Obstruksi aliran, terdapat lesi yang mencegah terbukanya
katup atau menyebabkan peningkatan tekanan kamar jantung,
misalnya stenosis aorta, hipertensi sistemik, atau koarktasio
aorta.
Regurgitasi, meningkatkan aliran balik beban kerja kamar
jantung, misalnya ventrikel kiri pada regurgitasi aorta atau
atrium serta pada regurgitasi mitral.
Gangguan konduksi , menyebabkan kontraksi miokardium
yang tidak selaras dan tidak efisien.
Diskontinuitas
sistem
sirkulasi,
mekanisme
ini
memungkinkan darah lolos, misalnya luka tembak yang
menembus aorta.

Beberapa keadaan tersebut dapat menyebabkan


overload volume atau tekanan atau disfungsi regional
pada jantung yang akan meningkatkan beban kerja
jantung dan menyebabkan hipertrofi otot jantung dan
atau dilatasi kamar jantung.
Terjadinya hipertrofi dan atau dilatasi disebabkan karena
peningkatan kerja mekanik akibat overload tekanan
atau volume, atau sinyal trofik (misal hipertiroidisme
melalui stimulasi reseptor -adrenergik) meningkatkan
sintesis protein, jumlah protein di setiap sel, jumlah
sarkomer, mitokondria, dimensi, dan massa miosit, yang
pada akhirnya ukuran jantung. Perubahan molekular,
selular, dan struktural pada jantung yang muncul
sebagai respons terhadap cedera dan menyebabkan
perubahan pada ukuran, bentuk, dan fungsi yang
disebut remodelling ventricle (left ventricular atau LV
remodeling).

Terjadinya remodelling ventricle merupakan bagian dari


mekanisme kompensasi tubuh untuk memelihara tekanan
arteri dan perfusi organ vital jika terdapat beban
hemodinamik
berlebih
atau
gangguan kontraktilitas
miokardium, melalui mekanisme sebagai berikut :
1. Mekanisme Frank-Starling, dengan meningkatkan dilatasi preload
(meningkatkan cross-bridge dalam sarkomer) sehingga memperkuat
kontraktilitas.
2. Perubahan struktural miokardium, dengan peningkatan massa otot
(hipertrofi) dengan atau tanpa dilatasi kamar jantung sehingga massa
jaringan kontraktil meningkat.
3. Aktivasi sistem neurohumoral, terutama pelepasan norepinefrin
meningkatkan frekuensi denyut jantung, kontraktilitas miokardium,
dan resistensi vaskular; aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron;
dan pelepasan atrial natriuretic peptide (ANP).

Terkadang
kegagalan
terjadi
karena
ketidakmampuan kamar jantung untuk relaksasi,
membesar, dan terisi dengan cukup selama
diastol untuk mengakomodasi volume darah
ventrikel yang adekuat (disfungsi diastolik), yang
dapat muncul pada hipertrofi ventrikel kiri yang
masif, fibrosis miokardium, deposisi amiloid, dan
perikarditis konstriktif. Apapun yang mendasari,
gagal jantung kongestif dikarakteristikkan dengan
adanya penurunan curah jantung (forward
failure) atau aliran balik darah ke sistem vena
(backward failure) atau keduanya.

Gagal jantung kiri lebih sering disebabkan oleh


penyakit jantung iskemik, hipertensi, penyakit katup
mitral dan aorta, serta penyakit miokardial noniskemik. Efek morfologis dan klinis gagal jantung
kiri terutama merupakan akibat dari aliran balik
darah ke sirkulasi paru yang progresif dan akibat
dari berkurangnya aliran dan tekanan darah perifer.
Gagal jantung kanan yang terjadi tanpa didahului
gagal jantung kiri muncul pada beberapa penyakit
(cor pulmonale). Biasanya gagal jantung kanan
merupakan konsekuensi sekunder gagal jantung
kiri akibat peningkatan tekanan sirkulasi paru pada
kegagalan jantung kiri.

Makna klinis dari


pemeriksaan fisik dan
penunjang

Pemeriksaan
Umum

Normal
GCS : 456
Tidak menahan nyeri/sulit bernapas
BMI : 18.5-25

Pasien
GCS : 456
Sesak napas
BMI : Over Weight (30,5)

Fisik
1. Vital sign
Suhu tubuh

Tekanan darah

Denyut nadi

Frekuensi napas

Akral

2. Kepala-Leher
Inspeksi

Lesi
Anemis
Sianosis
Icterus
Edema
Palpasi

JVP
3. Thorax
Inspeksi

Dispneu
Auskultasi

Wheezing
Ronki
Cardiac mur-mur
Gallop
4. Abdomen
Palpasi

Ukuran Organ
Auskultasi
meteorismus

5. Ekstremitas
Inspeksi

Edema

36.5oC-37.5 oC
120/80 mmHg
60-100x/menit
15-20x/menit
Hangat

o
o
o
o
o

Negative
Negative
Negative
Negative
Negative

Negative
Negative
Negative
Negative
Negative

6-8 cm H2O

10 cm H2O

Negative

Positive

o
o
o
o

Negative
Negative
Negative
Negative

o
o
o
o

Negative
Negative
Negative
Positive

Normal

Hepatomegali

Negative

Negative

Negative

Positive

36.7 oC
130/70 mmHg
125x/menit
32x/menit
Hangat

Takikardi dan peningkatan tekanan darah


merupakan bentuk kompensasi tubuh.
Hepatomegaly merupakan salah satu
menifestasi klinis dari edema perifer. Selain
itu pasien merasa sesak napas seterlah
aktivitas ringan. Hal ini menunjukkan bahwa
pasien menempati kelas II pada klasifikasi
New Your Heart Association .

MANIFESTASI KLINIS GAGAL


JANTUNG

Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung


umur, berat gagal jantung, etiologi penyakit jantung, ruangruang jantung yang terlibat, dan apakah kedua ventrikel
mengalami kegagalan serta derajat ganguan penampilan
jantung. Pada penderita gagal jantung kongestif , hampir
selalu ditemukan Dyspnea, Orthopnea (kesulitan bernapas
apabila terbaring terlentang), Paroxysmal nocturnal
dyspnea (orthopnea yang terjadi pada malam hari) ,
Kelelahan, Cepat lelah karena curah jantungnya yang
berkurang, Oliguria (jumlah urine atau air seni yang keluar
kurang dari normal), Nokturia ( buang air kecil yang luar
biasa sering di malam hari), Asites, Heptomegali. Dapat
juga terjadi peningkatan JVP akibat kompensasi dari
system vena yang tidak dapat memasuki atrium kanan.
Pada auskutasi dapat ditemukan takicardi, bunyi gallop
(s3) dan ronki paru.

DIAGNOSIS

Berdasarkan gejala, anamhesis, dan pemeriksaan


fisik, terdapat beberapa penyakit yang berkaitan
dengan keadaan pasien tersebut, yaitu :
A. Kardiomiopati hipertrofi
B. Cor Pulmonale
C. Gagal Jantung Kongestif

DIAGNOSIS BANDING

KARDIOMIOPATI
HIPERTROFI

Kardiomiopati hipertrofik adalah kondisi yang ditandai


dengan adanya suatu penebalan yang tidak disertai dilatasi
dari ventrike kiri dan tanpa adanya suatu kondisi kelainan
jantung lain ataupun kelainan sistemik lain yang mungkin
menyebabkan kondisi penebalan ventrikel kiri seperti
stanosis aorta, hipertensi sistemik maupun perubahan
fisiologik athletes heart. Komplikasi yang mungkin timbul
antara lain adalah aritmia yang beresiko terjadi kematian
mendadak, atrial fibrilasi dengan resiko stroke, dan gagal
jantung terkait obstruksi dari aliran keluar vetrikel kiri atau
gagal jantung akibat disfungsi sistolik pada pasien tanpa
obstruksi dari aliran keluar ventrikel kiri. Pasien dengan
kardiomiopati hipertrofik dapat mengeluhkan adanya
angina, dispneu, palpitasi, intoleransi terhadap latihan fisik
dan sinkop. Tetapi pada kebanyakan orang, kalianan ini
dapat tetap asimptomatik dan presentasi klinis dapat
berubah suatu sudden cardiac death.

Pemeriksaan fisik pada pasien dengan


kardiomiopati hipertrofik sering normal namun
pada pasien yang juga disertai dengan obstruksi
aliran keluar ventrikel kiri ada beberapa gejala
yang ditemukan seperti pulsasi arteri yang cepat
naik dan turun (jerky pulse) adanya murmur
sistolik pada batas sternum kiri yang menjalar ke
batas kanan sternum bagian atas dan apeks.
Intensitas dari murmur meningkat dengan
maneuver yang dapat menurunkan preload dan
afterload dari ventrikel seperti berdiri dari posisi
jongkok dan maneuver valsava.

COR PULMONALE

Cor Pulmonale didefinisikan sebagai perubahan


struktur dan fungsi ventrikel kanan yang
disebabkan oleh gangguan pada system
pernafasan. Hipertensi pulmonal adalah gambaran
umun yang terjadi antara paru-paru dan jantung
yang dapat mentebabkan Cor pulmonale. Penyakit
ini dapat berpotensi sebagai pencetus penyakit
cardiopulmonary yang lain. Meskipun Cor
pulmonale biasanya bersifat kronis dan lambat,
namun ada 2 kondisi yang dapat menyebabkan
terjadinya Cor Pulmonale akut, yaitu Pulmonary
Embolism (paling sering) dan Acute Respiratory
Distress Syndrrome (ARDS).

Gejala awal yang dapat ditimbulkan adalah dyspnea,


tacypneu, kelelahan dan pusing selama menjalani aktivitas,
perasaan berdebar dan tacycardi juga dapat terjadi.
Semakin lama gejala yang ditimbukan sebamik berat,
bahkan saat beristirahat gejala dapat muncul. Pada
stadium lanjut, kongesti hati pasif sekunder kegagalan
ventrikel kanan yang parah dapat menyebabkan anoreksia,
kuadran kanan atas perut tidak nyaman, dan jaundice.
Selain itu, sinkop juga dapat dilihat pada kasus yang berat,
mencerminkan ketidakmampuan untuk meningkatkan
curah jantung selama latihan dengan penurunan berikutnya
dalam tekanan arteri sistemik. Komplikasi berikutnya
adalah terjadinya angina, batuk, pembengkakan pada
extremitas inferior dengan pemeriksaan pitting edema.

Tanda-tanda fisik yang mendasari cor


pulmonale atau hipertensi paru adalah hipertrofi
ventrikel kanan (RVH), dan gagal jantung kanan.
Peningkatan diameter dada karena pernapasan
bekerja dengan retraksi dinding dada, vena leher
mengalami penonjolan, dan dapat juga terjadi
sianosis. Pada auskultasi paru-paru bising dan
ronki dapat didengar sebagai tanda-tanda penyakit
paru-paru. Pada auskultasi jantung juga dapat
ditemukan bunyi murmur dan buyi S3 atau S4.

DIAGNOSIS UTAMA

GAGAL JANTUNG
KONGESTIF

DEFINISI
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan
patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung, sehingga
jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya
hanya ada kalau disertai peningkatan volume diastolik
secara abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif yang
sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan
sisi kanan (Mansjoer, 2001). Tanda-tanda kardinal dari
gagal jantung ialah dispnea, fatigue yang menyebabkan
pembatasan toleransi aktivitas dan retensi cairan yang
berujung pada kongesti paru dan edema perifer. Gejala ini
mempengaruhi kapasitas dan kualitas dari pasien gagal
jantung.

ETIOLOGI
Penyakit Jantung Koroner
Seseorang dengan penyakit jantung koroner (PJK) rentan untuk
menderita penyakit gagal jantung, terutama penyakit jantung koroner
dengan hipertrofi ventrikel kiri.
Hipertensi
Hipertensi menyebabkan gagal jantung kongestif melalui mekanisme
disfungsi sistolik dan diastolik dari ventrikel kiri. Hipertrofi ventrikel kiri
menjadi predisposisi terjadinya infark miokard, aritmia atrium dan
ventrikel yang nantinya akan berujung pada gagal jantung kongestif.
Hipertrophic Cardiomiopathy
Hipertrophic
cardiomiopathy
merupakan
salah
satu
jenis
cardiomiopathy yang bersifat herediter autosomal dominan.
Karakteristik dari jenis ini ialah abnormalitas pada serabut otot
miokardium. Tidak hanya miokardium tetapi juga menyebabkan
hipertrofi septum. Sehingga terjadi obstruksi aliran darah ke aorta
(aortic outflow). Kondisi ini menyebabkan komplians ventrikel kiri yang
buruk, peningkatan tekanan diastolik disertai aritmia atrium dan
ventrikel.

ETIOLOGI (2)
Kelainan Katup Jantung
Dari beberapa kasus kelainan katup jantung, yang paling
sering menyebabkan gagal jantung kongestif ialah
Regurgitasi Mitral. Regurgitasi mitral meningkatkan preload
sehingga terjadi peningkatan volume di jantung.
Peningkatan volume jantung memaksa jantung untuk
berkontraksi lebih kuat agar darah tersebut dapat
didistribusi ke seluruh tubuh.
Aritmia
Artial Fibrilasi secara independen menjadi pencetus
gagal jantung tanpa perlu adanya faktor concomitant
lainnya seperti PJK atau hipertensi.. Aritmia tidak hanya
sebagai penyebab gagal jantung tetapi juga memperparah
prognosis dengan meningkatkan morbiditas dan mortalitas.

ETIOLOGI (3)
Alkohol dan Obat-obatan
Alkohol memiliki efek toksik terhadap jantung yang
menyebabkan atrial fibrilasi ataupun gagal jantung akut.
Konsumsi alkohol dalam jangka panjang menyebabkan
dilated cardiomiopathy. Sementara itu beberapa obat yang
memiliki efek toksik terhadap miokardium diantaranya ialah
agen kemoterapi seperti doxorubicin dan zidovudine yang
merupakan antiviral.
Lain-lain
Merokok, Diabetes Melitus, dan Obesitas merupakan faktor
resiko yang kuat dan independen untuk menyebabkan
penyakit gagal jantung kongestif pada laki-laki maupun
wanita.

PATOGENESIS
Gagal Jantung Kongestif diawali dengan gangguan otot
jantung yang tidak bisa berkontraksi secara normal seperti
infark miokard, gangguan tekanan hemodinamik, overload
volume, ataupun kasus herediter seperti cardiomiopathy.
Kondisi-kondisi
tersebut
menyebabkan
penurunan
kapasitas pompa jantung. Namun, pada awal penyakit,
pasien masih menunjukkan asimptomatis ataupun gejala
simptomatis yang minimal. Hal ini disebabkan oleh
mekanisme kompensasi tubuh yang disebabkan oleh
cardiac injury ataupun disfungsi ventrikel kiri.

PATOGENESIS (2)
Perubahan neurohormonal, adrenergic dan sitokin
menyebabkan remodelling ventrikel kiri. Remodelling
ventrikel kiri berupa
(1) hipertrofi miosit;
(2) perubahan substansi kontraktil miosit;
(3) penurunan jumlah miosit akibat nekrosis, apoptosis dan
kematian sel autophagia;
(4) desentisasi -adrenergik;
(5) kelainan metabolisme miokardium;
(6) perubahan struktur matriks ekstraseluler miosit.

PATOGENESIS (3)
Remodelling ventrikel kiri dapat diartikan sebagai
peruahan massa, volume, bentuk, dan komposisi jantung.
Remodelling ventrikel kiri merubah bentuk jantung menjadi
lebih sferis sehingga beban mekanik jantung semakin
meningkat. Dilatasi pada ventrikel kiri juga mengurangi
jumlah afterload yang mengurangi stroke volume. Pada
remodelling ventrikel kiri juga mengalami peningkatan enddiastolic wall stress yang menyebabkan
(1) Hipoperfusi
ke
subendokardium
yang
akan
memperparah fungsi ventrikel kiri;
(2) peningkatan stress oksidatif dan radikal bebas yang
mengaktivasi hipertrofi ventrikel.

PATOGENESIS (4)
Perubahan struktur jantung akibat
remodelling ini yang berperan dalam
penurunan cardiac output, dilatasi ventrikel
kiri dan overload hemodinamik. Keselruhan
hal diatas berkontribusi dalam progresivitas
penyakit jantung.

KRITERIA DIAGNOSIS
Studi Framingham, diagnosis gagal jantung kongestif
1 atau dua kriteria mayor + dua kriteria minor
Kriteria Mayor
Dispnea/orthopnea Nocturnal
Parkosismal
Distensi vena leher Ronki
Kardiomegali
Edema pulmonary akut
Gallop-S3
Peningkatan tekanan vena
(>16 cmH20) Waktu sirkulasi >
25 detik
Reflex hepatojugularis

Kriteria Minor
Edema pretibial
Batuk malam
Dispnea saat aktivitas
Hepatomegali
Efusi pleura
Kapasitas vital paru menurun
1/3 dari maksimal
Takikardia (>120 kali/menit)

KLASIFIKASI
New York Heart Association membagi klasifikasi Gagal Jantung Kongestif
berdasarkan tingkat keparahan dan keterbatasan aktivitas fisik :
Kelas 1

Kelas 2

Kelas 3

Kelas 4

Tidak ada

keterbatasan

dalam

aktivitas fisik. Aktivitasfisik tidak

menyebabkan sesak nafas, fatigue, atau palpitasi.


Sedikit mengalami keterbatasan dalam aktivitas fisik.Merasa nyaman saat
beristirahat tetapi saat melakukan aktivitas fisik mulai merasakan sedikit
sesak, fatigue, dan palpitasi
Mengalami keterbatasan dalam aktivitas fisik. Merasanyaman saat
istirahat namun ketika melakukan aktivitas fisik yang sedikit saja sudah
merasa sesak, fatigue, dan palpitasi.
Tidak bisa melakukan aktivitas fisik. Saat istirahat gejalabisa muncul dan
jika melakukan aktivitas fisik maka gejala akan meningkat.

PERBANDINGAN DIAGNOSIS
BANDING DENGAN
DIAGNOSIS UTAMA

Congestive Heart
Failure

Hypertrophy
Cardiomiopathy

Cor Pulmonale

Edema dependen

Dipsneu

Dipsneu

Hepatomegali

Nyeri dada

Tacypneu

JVP meningkat

Palpitasi

Lelah dan pusing

Asites

Pusing

Anoreksia

Anoreksia

Sinkop

Jaundice

Cardio mur-mur

Abdomen kuadran
kanan atas tidak
nyaman

Mual
Nokturia

Sianosis

Lemah

Cardio mur-mur

*Keterangan : warna merah tidak ditemukan pada pasien.

Pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen dari ketiga


penyakit tersebut didapati cardiomegaly. Pada Cor
Pulmonale pada foto rontgen akan nampak selubung pada
paru-paru dan terlihat adanya perbesaran cabang pada
hilus sehingga kami mengeliminasi Cor Pulmonale.
Sedangkan
pada
Hypertrophy
Cardiomiopathy,
pembesaran otot jantung biasanya terdapat pada septum
ventrikel,
karena
kami
tidak
memiliki
data
echocardiography maka kami juga mengeliminasi
Hypertrophy Cardiomiopathy. Sehingga Congestive Heart
Failure adalah penyakit yang paling cocok dengan
manifestasi klinis pasien, begitu pula dengan hasil
pemeriksaan penunjang yang mendukung Congestive
Heart Failure sebagai diagnosis utama.

TATA LAKSANA

RENCANA TERAPI

TERAPI FARMAKOLOGIS
Furosemide (Lasix)
Furosemide termasuk golongan loop diuretic yang bekerja dengan
menghambat reabsorpsi NaCl dan KCL pada pars asendens tebal
ansa henle. Secara farmakokinetika, loop diuretic cepat diserap. Obat
golongan ini dieliminasi oleh ginjal melalui filtrasi glomerulus dan
sekresi tubulus. Lama kerja furosemide 2-3 jam. Dapat diberikan
secara oral/IV. Waktu paruhnya bergantung pada fungsi ginjal.
Berkurangnya sekresi loop diuretic dapat terjadi karena pemberian
obat-obat seperti NSAID/Probenesid.
Pemakaian berkepanjangan dapat menyebabkan hipomagnesia
signifikan pada sebagian pasien. Dengan mengurangi reabsorpsi NaCl
maka volume plasma dalam tubuh menurun sehingga dapat
mengurangi preload dan afterload jantung. Dengan menurunnya
volume plasma juga mengurangi transudate sehingga dapat
mengurangi edema.

TERAPI FARMAKOLOGIS (2)


Karvedilol
Karvedilol merupakan -blocker yang secara kompetitif
menghambat reseptor 1. Secara farmakokinetik,
karvedilol memiliki waktu paruh 7-10 jam. Karvedilol
dimetabolisasi secara ekstensif di hati. Karena
metabolisme karvedilol dipengaruhi oleh polimorfisme
dalam aktivitas CYP2D6 dan oleh obat-obat yang
menghambat aktivitas enzim ini. Secara farmako dinamika,
dengan menghambat reseptor 1 yang terutama terdapat
pada jantung maka karvedilol dapat memperlambat
kecepatan jantung. Dengan melambatnya kecepatan
jantung maka O2 demand jantung juga berkurang.

TERAPI BEDAH
(TRANSPLANTASI
JANTUNG)
Transplantasi dilakukan pada pasien dengan CHF yang
berat. Indikasi umum transplantasi jantung meliputi fungsi
jantung yang semakin memburuk dan prognosa kehidupan
pasien kurang dari 1 tahun untuk dapat bertahan hidup.
Indikasi spesifik transplantasi jantung adalah CHF dengan
terapi konvensional yang gagal/tidak membaik, usia pasien
lebih muda dari 65 tahun, kemampuan untuk memenuhi
pengobatan lebih lanjut.

RENCANA EDUKASI

1. Aktivitas fisik harus disesuaikan dengan tingkat


gejala. Pada pasien ini sudah termasuk kelas
CII
maka
pasien
harus
mengurangi
kebiasaannya sehari-hari.
2. Pada pasien ini tergolong gemuk dikarenakan
BMI > 24.9 yang berarti pasien perlu melakukan
diet dengan mengurangi makan.
3. Nutrisi yang adekuat diperlukan bagi pasien,
kekurangan nutrisi pada pasien dapat
menyebabkan malnutrisi dan memperparah
edema.
4. Penjelasan mengenai kepatuhan obat yang
harus diminum secara teratur.

RENCANA PREVENTIF

1. Larangan pasien untuk merokok. Akibat


merokok dapat mengakibatkan berbagai macam
komplikasi seperti hipertensi, meningkatnya
denyut jantung, dll.
2. Larangan pasien mengkonsumsi alkohol. Akibat
dari konsumsi alkohol dapat mengubah
keseimbangan cairan, memperburuk hipertensi,
serta mempresipitasi arittmia.
3. Larangan pasien mengkonsumsi makananmakanan berlemak dan berkolestrol tinggi.
Kolestrol tinggi dapat menyebabkan emboli.

RENCANA PROMOTIF

Memberitahu keluarga pasien dan masyarakat


sekitar mengenai faktor resiko apa saja yang
dapat menimbulkan gagal jantung. Menganjurkan
pasien untuk melakukan aktivitas-aktivitas dan
gaya hidup yang sehat. Rencana promotif ini
dilakukan agar pasien membiasakan diri dengan
gaya hidup yang sehat dan supaya orang lain juga
tidak menderita suatu penyakit.

RENCANA REHABILITATIF

FASE 1 (IN HOSPITAL


STATE)
Pasien dikunjungi oleh tim rehabilitasi jantung lalu pasien
diberikan penjelasan mengenai penyakit yang diderita,
proses penyembuhan, dan semangat serta motivasi.
Pasien baru dipertemukan dengan pasien lama yang
sudah menjalani pengobatan gagal jantung dimana pasien
lama tersebut menceritakan pengalaman pengobatannya
dan perasaannya. Setelah itu pasien mulai diajak
melakukan latihan dan gerakan ringan sambil diamati
kondisinya.

FASE 2 (SUPERVISED
EXERCISE)
Fase 2 ini dimulai saat pasien sudah sembuh dari rumah
sakit dan setelah 2-6 minggu istirahat di rumah. Tim
rehabilitasi jantung membuat jadwal latihan untuk pasien.
Dilakukan counseling dan edukasi untuk
mencegah/mengurangi faktor resiko yang dapat
memperparah keadaan pasien. Fase 2 ini dilakukan
selama 3-6 bulan.

FASE 3 (MAINTENANCED
PHASE)
Tim rehabilitasi membuat program latihan untuk dilakukan
pasien seumur hidupnya. Program latihan biasanya
disusun 3 kali dalam seminggu. Aktivitasnya disesuaikan
dengan aktivitas dimana pasien menikmati aktivitas
tersebut. Tujuan utama dari fase 3 ini adalah usaha
promotif untuk membuat kebiasaan hidup yang sehat

PROGNOSIS
Bila pasien tertangani dengan baik, prognosis
yang dihasilkan juga baik. Hal itu harus didukung
dengan keberhasilan terapi farmakologis dan
terapi rehabititative pasien. Kepatuhan pasien
dalam menjalani terapi juga memperbaik
prognosis pasien.

KESIMPULAN

Pada kasus ini, pasien sebelumnya mengalamai serangan


jantung 5 tahun lalu yang menjadi factor resiko dari penyaki
yang dialami sekarang. Dimulai dari 5 tahun lalu, dimana
serangan jantung sebelumnya dapat menyebabkan
cardiomegaly pada pasien. Cardiomegaly (ventrikel kiri)
menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen di otot
jantung. Bila pasokan oksigen ke jantung tidak dapat
memenuhi kebutuhan maka terjadi gagal jantung pada
ventrikel kiri, sehingga pada auskultasi jantung didapat
suara Gallop (s3) , akibat gagal jantung tersebut cardiac
output turun maka aliran darah menuju ventrikel kiri juga
terhalangi end systolic volume yang mengakibatkan
tertimbunnya darah pada atrium kanan yang menyebabkan
hipertrofi atrium kanan (tidak terlalu terlihat).

Penimbunan darah pada atrium kanan berefek pada


bendungan di vena pulmonalis sehingga terjadi edema
paru dan pasien mengeluhkan Dispnea, sehingga pada
pemeriksaan auskultasi paru didapat suara ronki dan pada
pemeriksaan X-ray Thorax didapat daerah yang
berselubung akibat terjadi efusi pleura. Pasien juga
mengeluhkan sesak nafas pada malam hari (dispnea
nokturna paroksismal) yang dikarenakan cairan pada paru
tertimbun pada posisi horizontal tubuh ketika tidur, dan
membaik dengan menegakkan posisi tidur. Sesak nafas
juga memberat bila pasien beraktifias dikarenakan
kebutuhan akan oksigen meningkat.

Akibat timbunan pada paru-paru dalam jangka waktu lama


maka bendungan dapat juga terjadi pada arteri pulmonalis
yang dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel kanan karena
ventrikel kanan tidak bisa memompa dengan maksimal
(after load naik), maka darah juga naik menuju atrium
kanan dan juga vena cava sehingga pada pemeriksaan
fisik didapatkan kenaikan Jugular Venous Pressure (JVP)
sebanyak 10cm H2O dan bendungan pada vena cava
inferior mengakibatkan terjadinya hepatomegaly (karena
edema) dan edema pada tungkai. Pasie juga mengeluhkan
kaki yang membengkak terutama pada siang hari, hal itu
dikarenakan adanya efek gravitasi yang menarik edema ke
bawah. Edema yang terjadi pada pasien dikarenakan
osmotic pressure yang menurun karena cairan tidak bisa
masuk ke pembulu darah dan tertimbun rongga tubuh.

Kelompok kami mendiagnosa pasien dengan Gagal


Jantung Kongestif (CHF)
karena berdasarkan studi
Framingham(untuk mendiagnosa CHF) didapat 4 kriteria
mayor dan 5 kriteria minor pada pasien dimana dari kriteria
tersebut didapatkan gejala spesifik yang hanya dialami
oleh pasien CHF yaitu dispnea nokturna paroksismal.
Kelompok kami tidak memilih Cardiomyopati Hipertrofi
karena tidak ditemukannya suara murmur pada auskultasi
jantung. Kelompok kami juga tidak memilih Cor Pulmonale
sebagai diagnosis utama karena pada anemnesa pasien
tidak ditemukan adanya Penyakit Paru Kronis (PPOK) dan
ditunjang dari hasil foto thorax yang memperlihatkan tidak
adanya infeksi paru kronis.

Tata Laksana pada pasien pertama adalah pemberian


oksigen ketika MRS untuk meringankan sesak nafas
pasien,
berikutnya
kelompok
kami
menyarankan
pemberian terapi farmakologis berupa Loop Diuretic
(Furozemide (Lasix)) dan -Bloker (Carvediol). Bila
pemberian terapi farmakologi tidak memberikan hasil yang
membaik atau bahkan memperburuk keadaan pasien,
kelompok kami menyarankan operasi transplantasi jantung.
Namun melihat pekerjaan pasien dan beban biaya yang
akan ditanggung serta ada tidaknya donor jantung,
kelompok kami menyarankan untuk mendiskusikan terapi
ini ke keluarga pasien beserta kemungkinan-kemungkinan
yang dapat terjadi.

Kelompok kami memberikan rencana rehabilitasi jantung


bila terapi farmakologis memberikan hasil yang baik,
rehabilitasi tersebut meliputi 3 fase yang bertujuan
meningkatkan rasa percaya diri pasien, mencegah agar
tidak terjadi serangan berulang, serta agar pasien dapat
kembali menjalai kehidupannya se-normal mungkin.
Rencana edukasi dan promotif juga dilauka pada pasien
dan keluarga pasien.

THANKYOU

You might also like