You are on page 1of 29

Laporan Kasus

Hamil Bekas Sectio Caesaria

Oleh:
Sub Kelompok D
Anggota:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Januar Antoni, S.ked


Keyshia Nur Yazid, S.ked
Janeva Septiana S., S.ked
David Wijaya, S.ked
Tri Indah Soraya, S.ked
M. Ricky Meirizkian, S.ked
Nur Eqbariah Baharuden, S.ked
Kristian Sudana Hartanto, S.ked
Pembimbing:
dr. Amir Fauzi, SpOG(K)

DEPARTEMEN OBSTETRIK DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT DR.MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus
Judul

Presentasi Bokong
Oleh:
Sub Kelompok D
Anggota:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Januar Antoni, S.ked


Keyshia Nur Yazid, S.ked
Janeva Septiana S., S.ked
David Wijaya, S.ked
Tri Indah Soraya, S.ked
M. Ricky Meirizkian, S.ked
Nur Eqbariah Baharuden, S.ked
Kristian Sudana Hartanto, S.ked

Telah dinilai dan dinyatakan diterima sebagai salah satu syarat untuk mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Obstetrik dan Ginekologi RSMH
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Palembang,

Mei 2015

dr.Amir Fauzi, SpOG(K)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT


karena atas segala rahmat dan kharuni-Nya lah telaah ilmiahl ini dapat
diselesaikan oleh penulis.
Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya dan
penghargaan kepada yang terhormat dr. Amir Fauzi, SpOG(K )yang telah ikhlas
meluangkan waktu untuk memberikan masukan, bimbingan dan perbaikan selama
penulisan telaah ilmiah ini.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan
saran atas segala kekurangan dan ketidaksempurnaan telaah ilmiah ini. Semoga
bermanfaat.

Palembang,

April 2015

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR

ii

DAFTAR ISI iii


BAB I.

STATUS PASIEN

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA

13

2.1.

13

Seksio Sesarea
2.1.1. Definisi 13
2.1.2. Jenis

14

2.1.3. Indikasi 14
2.1.4. Kontraindikasi 15

2.2.

2.1.5. Prosedur

15

2.1.6. Komplikasi

18

Persalinan Pervaginam dengan Bekas Seksio Sesarea..

20
2.2.1

Definisi

20

2.2.2

Insiden 20

2.2.3

Diagnosis

2.2.4

Syarat 21

2.2.5

Kontraindikasi 23

2.2.6

Faktor Faktor Yang Mempengaruhi VBAC

2.2.7

Komplikasi

BAB III.

ANALISA KASUS

27

BAB IV.

KESIMPULAN

29

DAFTAR PUSTAKA

21

24

26

30

BAB I

STATUS PASIEN

A. Anamnesis Umum
I.

II.

Identifikasi
Nama
Usia
Pekerjaan
Pendidikan
Bangsa
Agama
Alamat
MRS
No. Med Rek
Nama Suami
Usia
Pekerjaan
Pendidikan
Bangsa
Agaama

: Ny. DA
: 35 tahun
:IRT
:SLTA
:Sumatera
:Islam
: Dalam kota
: 21 April 2015 pukul 14:00
: 888201
: Tn NF
: 35 Tahun
: Swasta
: SLTA
: Sumatera
: Islam

Riwayat Reproduksi
Menarche
Siklus haid
Lama haid
Banyak haid
HPHT
Taksiran Tanggal Persalinan
Usia Kehamilan

: 13 tahun
: 28 hari, teratur
: 5-7 hari
: 2 kali ganti pembalut
: 05 Agustus 2014
: 12 Mei 2015
: 37 minggu

III.

Riwayat Pernikahan

: 1 kali selama 5 tahun

IV.

Riwayat Sosial Ekonomi

: Sedang

V.

Riwayat Gizi

: Sedang

VI.

Riwayat Kontrasepsi

:Tidak ada

VII.

Riwayat Obstetri
:
1. 2010, aterm, SC, laki-laki, BB 3300 gram, sehat
2. Hamil ini

VIII.

Riwayat Penyakit Sistemik


Tidak ada

IX.

Riwayat Kehamilan dahulu


Hamil pertama dengan placenta previa totalis

X.

Riwayat Persalinan
Dikirim oleh
His mulai sejak
Darah lendir sejak
Rasa mengejan sejak
Ketuban pecah sejak

B. Anamnesis Khusus
Keluhan Utama

: Bidan
: 7 jam SMRS
: 7 jam SMRS
::-

: Mau melahirkan dengan bekas operasi

melahirkan
Keluhan Tambahan
:Riwayat Perjalanan Penyakit:
7 jam SMRS, os mengeluh perut mules yang menjalar ke pinggang yang
semakin lama semakin sering dan kuat (+). Riwayat keluar darah lendir(+),
riwayat keluar air-air (-). Riwayat operasi melahirkan 1 kali di RS Bari
karena tempuni menutupi jalan lahir. Os berobat ke bidan dan dirujuk ke
RS Bari, tetapi tempat penuh lalu dirujuk ke RSMH. Os mengaku hamil
cukup bulan dan gerakan janin masih dirasakan.

C. PemeriksaanFisik
I.

II.

Status Generalis:
KU
Kesadaran
Tekanan Darah
Nadi
Suhu
RR
TB
BB

: Sedang
: Compos Mentis
:110/70
:92 x/menit
:36,7 C
:22 x/menit
:146 cm
:52 kg

Status spesifik
Kepala

: normocephali, konjungtiva pucat -/6

Leher
Thorax

: JVP 5-2 cmH2O


: cor: iktus kordis tak terlihat, tak teraba,
perkusi jantung dbn, BJ I dan II reguler

III.

Abdomen
Ekstremitas

HR 88x per menit, murmur -, gallop


Paru: inspeksi simetris
Palpasi: stem fremitus
Perkusi: sonor
Auskultasi Vesikular (+)
: terlihat parut bekas SC
: edema pretibia(-)

Status Obstetri
1. Pemeriksaan Luar
Leopold I

:
: FUT 3 JBPX (31cm), teraba bokong di

fundus,
Leopold II
Leopold III
Leopold IV
HIS
DJJ
TBJ

: memanjang, puki
: teraba kepala
:penurunan 3/5
: 3x / 10/ 35
: 145x/menit
: 2790 gr

2. Pemeriksaan Dalam
Portio
Posisi
Pendataran
Pembukaan
Ketuban
Terbawah
Penurunan
Penunjuk

: Livid, lunak
: Anterior
:100%
:6 cm
:+
: kepala
:H2
:UUK kiri lintang

D. Hasil Laboratorium
Jenis Pemeriksaan
Hemoglobin (Hb)
Eritrosit (RBC)

Hasil
10.4
3.57

Rujukan
11.7-15.5
4.20-4.87

Satuan
g/dL
106/mm3
7

Leukosit (WBC)
Hematokrit
Trombosit (PLT)

26.0
31
316

103/mm3
%
103/L

4.5-11.00
38-44
150-450

E. Diagnosis
G2P1A0, hamil 37 minggu inpartu kala I fase aktif dengan bekas SC 1x
(a.i plasenta previa totalis) JTH presentasi kepala
F. Tatalaksana
- Observasi TVI, His, DJJ
- IVFD RL gtt xx/min
- Kosongkan kandung kemih
- R/ Partus Pervaginam
- Cek lab DR, CM
- Evaluasi partograf WHO modifikasi
G. Prognosis
Dubia
Dubia

LAPORAN PERSALINAN
21/04/2015

PUKUL 15:50 WIB


Parturien ingin mengedan kuat, pada pemeriksaan dalam didapatkan
portio tidak teraba, pembukaan lengkap, terbawah kepala, Hodge III+ ,
UUK kiri depan.

Diagnosis: G2P1A0 hamil 37 minggu inpartu kala II dengan bekas SC 1x


(a.i placenta previa) janin tunggal hidup presentasi kepala.
Tatalaksana: Episiotomi mediolateral
Pimpin persalinan pervaginam

PUKUL 16:00 WIB


Lahir neonatus hidup laki laki, berat badan 2600 gram, PB 44cm, A/S 8/9,
FT AGA dilakukan manajemen aktif kala III:
-Injeksi oxytocin 10 IU IM
-Peregangan tali pusat terkendali
-Masase fundus uteri.

PUKUL 16:05 WIB


Plasenta lahir lengkap BP 460 gr, ukuran 17X18cm, PTP 48cm, dilakukan
eksplorasi jalan lahir tidak didapatkan perluasan luka episiotomi. Luka
episiotomi dijahit dengan cat gut 2.0 secara jelujur. Perdarahan aktif (-),
KU ibu post partum baik.

`FOLLOW UP
21/4/2015 PUKUL 18:00 WIB
S:

Habis melahirkan

O:

Status Present
KU: Sedang, TD: 110/70 mmHg, T: 36,5C , Kesadaran: Compos
Mentis, Nadi: 82x/men, RR: 18x/men
Status Obstetri

PL: FUT 2 jari bawah pusat , kontraksi baik, perdarahan (-), lokia
(+), rubra, vulva tenang, luka episiotomi tenang.
A:

P2A0 post partum spontan, neonatus hidup laki laki BB 2600gr, PB


44cm, A/S 8/9 FT AGA

P:

Observasi TVI, perdarahan


Diet biasa TKTP
Mobilisasi dini
ASI on demand
Vulva hygiene (Pagi, sore)
Cek lab post partum DR
Obat: Cefadroxil 2x500mg
Asam Mefenamat 3x500mg
Neurodex 2x1 tab
Pindah bangsal.

22/04/2015 PUKUL 6:00 WIB


S:

Habis melahirkan

O:

Status Present
KU: Sedang, TD: 110/70 mmHg, T: 36,5C , Kesadaran: Compos
Mentis, Nadi: 82x/men, RR: 18x/men
Status Obstetri
PL: FUT 2 jari bawah pusat , kontraksi baik, perdarahan (-), lokia
(+), rubra, vulva tenang, luka episiotomi tenang.

A:

P2A0 post partum spontan, neonatus hidup laki laki BB 2600gr, PB


44cm, A/S 8/9 FT AGA

P:

Observasi TVI, perdarahan


Diet biasa TKTP
ASI on demand
Vulva hygiene (Pagi, sore)
10

Cek lab post partum DR


Obat: Cefadroxil 2x500mg
Asam Mefenamat 3x500mg
Neurodex 2x1 tab
Konseling kontrasepsi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Seksio Sesarea


2.1.1 Definisi

11

Seksio sesarea merupakam salah satu tindakan operasi obstetrik


yang bertujuan untuk mengeluarkan janin melalui suatu jalan yang dibuat
pada dinding perut dan uterus.
Seksio sesarea merupakan persalinan buatan di mana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim
dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram.
Luka sayat perut dapat transversal (Pfannenstiel) maupun vertikal
(mediana) sedangkan di uterus dapat transversal (SC transperitonealis
profunda) maupun insisi vertikal (Sc klasik/corporal).
Asal terminology sesaria tidak jelas. Salah satu penjelasannya
adalah menurut legenda, Julius Caesar dilahirkan melalui cara ini, dengan
hasil prosedur ini diketahui sebagai operasi sesar.

Namun beberapa

kenyataan melemahkan penjelasan ini.


Sejak tahun 1965 sampai 1988, kejadian persalinan sesar
meningkat secara progresif dari hanya 4,5% menjadi hampir 25%.
Sebagian besar peningkatan ini terjadi pada tahun 1970an dan awal
1980an. Antara tahun 1989 dan 1996 kejadian persalinan sesar setiap
tahunnya menurun di Amerika. Hal ini berkaitan dengan peningkatan
vaginal birth after cesarean (VBAC). Namun sejak tahun 1996, jumlah
kejadian sesar meningkat setiap tahun, dan pada tahun 2002 menjadi
26,1%, angka kejadian tertinggi yang pernah dicatat di Amerika.
Beberapa penjelasan mengenai terjadinya kenaikan adalah karena:
1. Adanya pengurangan paritas
2. Wanita cenderung mempunyai anak pada usia lebih tua.
3. Pemantauan janin secara elektronik memungkinkan meningkatnya
peluang untk mendeteksi gawat janin
4. Bayi dengan presentasi bokong lebih sering dilahirkan dengan seksio
sesarea
5. Persalinan forcep yang semakin jarang dilakukan
6. Seksio sesarea berulang secara bermakna turut meningkatkan total
jumlah persalinan sesarea.
7. Peningkatan keprihatinan mengenai masalah malpratek
2.1.2

Jenis
a. Seksio sesarea klasik : pembedahan secara sanger

12

b. Seksio sesarea secara transperitoneal profunda (supracervicalis =


lower segmen cesarean section).
c. Seksio sesarea diikuti dengan histerektomi (caesarian histerectomy
= sectio histerectomy).
d. Seksio sesarea ekstra peritoneal
e. Seksio sesaria vagina
2.1.3

Indikasi
Indikasi ibu
a. Riwayat sesar
b. Panggul sempit absolut
c. Tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
d. Stenosis serviks atau vagina
e. Plasenta previa
f. Disproporsi kepala panggul
g. Ruptur uteri membakat.
Indikasi janin
a. Distosia persalinan
b. Presentasi bokong
c. Kelainan letak
d. Gawat janin.

2.1.4

Kontraindikasi
Pada umumnya seksio sesarea tidak dilakukan pada:
a. Janin mati
b. syok, anemia berat yang belum teratasi
c. kelainan kongenital berat

2.1.5

Prosedur
1. Teknik seksio sesarea klasik (corporal)
a. Mula-mula dilakukan disinfeksi pada dinding perut dan
lapangan operasi dipersempit dengan doek steril.
b. Pada dinding perut diibuat insisi mediana mulai dari atas
simfisis sepanjang 12 cm sampai di bawah umbilikus lapis
demi lapis sehingga kavum peritoneal terbuka
c. Dalam rongga perut sekitar rahim dilingkari dengan kasa
laparotomi
d. Dibuat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen atas
rahim, kemudian diperlebar secara sagital dengan gunting
e. Setelah kavum uteri terbuka selaput ketuban dipecahkan. Janin
dilahirkan dengan meluksir kepala dan mendorong fundus

13

uteri. Setelah janin lahor seluruhnya, tali pusat dijepit dan


dipotong di antara kedua klem/ penjepit.
f. Plasenta dilahirkan secara manual. Disuntikkan 10 IU oksitosin
secara IM
g. Luka insisi segmen atas rahim dijahit kembali
Lapisan I : Endometrium bersama miometrium dijahit secara
jelujur dengan benang cat gut, khromik
Lapisan II : Hanya miometrium saja dijahit secara simpul
(berhubung otot segmen ats rahim sangat tebal) dengan cat gut
khromik
Lapisan III: perimetrium saja dijahit secara simpul dengan
benang cat gut biasa
h. Setelah dinding rahim selesai dijahit, kedua adnexa
dieksplorasi
i. Rongga perut dibersihkan dari sisa-sisa darah dan akhirnya
luka dinding perut dijahit

Teknik seksio sesarea klasik (corporal) diindikasi pada:


a. Bila terjadi kesukaran dalam memisahkan kandung kencing
untuk mencapai segmen bawah rahim, misalnya karena ada
perlekata-perlekatan akibat pembedahan akibat seksio
sesarea yang lalu atau ada tumor-umor di daerah segmen
baeah rahim.
b. Janin besar dalam letak lintang
c. Plasenta previa dengan insersi plasenta di dinding depan
segmen bawah rahim.
d. Seksio sesarea yang diikuti dengan sterilisasi.
e. Terdapat pembuluh darah besar sehingga diperkirakan akan
terjadi robekan di segmen bawah rahim dan perdarahan
f. Kepala bayi telah masuk pintu atas panggul
g. Grandemultipara yang diikuti dengan histerektomi.

14

2. Teknik seksio sesarea transperitoneal profunda


a. Mula-mula dilakukan disinfeksi pada dinding perut dan
lapangan operasi dipersempit dengan doek steril.
b. Pada dinding perut diibuat insisi mediana mulai dari atas
simfisis sepanjang 12 cm sampai di bawah umbilikus
lapis demi lapis sehingga kavum peritoneal terbuka
c. Dalam rongga perut sekitar rahim dilingkari dengan kasa
laparotomi
d. Dibuat bladder flap dengan menggunting peritoneum
kandung kencing (plika vesikouterina) di depan segmen
bawah rahim secara melintang. Plika vesikouterina ini
disisihkan secara tumpul ke arah samping dan bawah, dan
kandung kencing yang telah disisihkan ke arah bawah dan
samping dilindungi dengan spekulum kandung kencing.
e. Dibuat insisi pada segmen bawah rahim 1 cm di bawah
irisan plika vesikouterina tadi secara tajam dngan pisau
bedah 2 cm, kemudian diperlebar melintang secara
tumpul dengan kedua jari telunjuk operator. Arah insisi pada
segmen bawah rahim dapat melintang (transversal) sesuai
cara Kerr, atau membujur secara sagital menurut cara
Kronig.
f. Setelah kavum uteri terbuka selaput ketuban dipecahkan .
Janin dilahirkan dengan meluksir kepala dan mendorong
fundus uteri. Setelah janin lahor seluruhnya, tali pusat
dijepit dan dipotong di antara kedua klem/ penjepit.
Plasenta dilahirkan secara manual. Disuntikkan 10 IU
oksitosin secara IM
g. Luka dinding rahim dijahit kembali
Lapisan I
: dijahit jeluhur
Lapisan II
: dijahit jelujur hanya pada miometrium saja
Lapisan III
: dijahit jelujur pada plika vesikouterina
h. Setelah dinding rahim selesai dijahit, kedua adnexa
dieksplorasi
i. Rongga perut dibersihkan dari sisa-sisa darah dan akhirnya
luka dinding perut dijahit.
15

2.1.6

Komplikasi
Setiap tindakan operasi SC memiliki tingkat kesulitan yang

berbeda. Misalnya pada operasi kasus persalinan macet dengan kedudukan


kepala janin pada akhir jalan lahir, sering terjadi cedera pada rahim bagian
bawah atau cedera pada kandung kemih (robek). Dapat juga pada kasus
operasi sebelumnya di mana dapat ditemukan perlengketan organ dalam
panggul sering menyulitkan saat mengeluarkan bayi dan dapat pula
menyebabkan cedera pada kandung kemih dan usus.
Walaupun jarang namun fatal akibatnya adalah komplikasi emboli
air ketuban yang dapat terjadi selama tindakan operasi, yaitu masuknya
cairan ketuban ke dalam pembuluh darah terbuka yang disebut embolus.
Jika embolus mencapai pembuluh darah jantung maka akan timbul
gangguan pada jantung dan paru, di mana dapat terjadi henti jantung dan
henti nafas tiba-tiba, dan akibatnya adalah kematian mendadak dari ibu.
Komplikasi lain yang dapat terjadi sesaat setelah operasi SC adalah
infeksi, yang disebut morbiditas pasca operasi. Kurang lebih 90% dari
mobiditas pasca operasi disebabkan oleh infeksi (endometritis, infeksi
salurah kemih, usus dan luka operasi).
Tanda-tanda infeksi antara lain :
1

Demam tinggi

Nyeri perut

Nyeri bila buang air kecil

Kadang-kadang disertai lokia berbau

Luka operasi bernanah

Luka operasi terbuka dan sepsis.

Bila mencapai keadaan sepsis, resiko kematian ibu akan tinggi sekali.
Keadaan yang memudahkan terjadinya komplikasi :

16

Persalinan dengan ketuban pecah lama.

Ibu menderita anemia

Sangat gemuk

Hipertensi

Gizi buruk

Sudah menderita infeksi saat persalinan

Penyakit lain yang diderita ibu, misalnya Diabetes Mellitus

Komplikasi pada ibu :


a

Emboli air ketuban

Infeksi nifas

Perdarahan

Ruptur uteri

Cedera kandung kemih, cedera pembuluh darah, cedera usus

Komplikasi pada janin :


a

Depresi susuan saraf pusat janin akibat penggunaan obat-obat anastesi

b Cedera pada bayi sampai kematian bayi.

2.2 Persalinan Pervaginam dengan Bekas Seksio Sesarea Vaginal Birth


After Caesarean Section (VBAC)
2.2.1 Definisi
Persalinan pervaginam dengan bekas seksio sesarea atau Vaginal Birth
After Cesarean-section (VBAC) adalah proses melahirkan normal setelah
pernah melakukan seksio sesarea.

17

Seksio sesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan janin


dengan pembedahan dinding perut (laparatomi) dan dinding uterus
(histerotomi). Definisi ini tidak termasuk pengangkatan fetus dari dalam
rongga abdomen pada kasus-kasus ruptura uteri atau pada kasus kehamilan
abdominal. Dewasa ini tindakan ini jauh lebih aman dari pada dahulu
berhubung sudah tersedia obat antibiotika, transfusi darah, teknik operasi
yang lebih sempurna dan anastesi yang sudah baik.
Sekarang ini ada kecenderungan untuk melakukan seksio sesarea
tanpa dasar yang cukup kuat. Perlu diingat bahwa seorang ibu yang telah
mengalami seksio sesarea merupakan seseorang yang mempunyai parut
dalam uterus dan tiap kehamilan serta persalinan berikutnya memerlukan
pengawasan yang lebih cermat.
Pada pasien dengan riwayat persalinan sesar sebelumnya dan
memerlukan induksi persalinan untuk kehamilan selanjutnya, kepada
mereka ditawarkan dua pilihan: seksio sesar ulangan atau induksi
persalinan. Adanya kerugian dan keuntungan pada kedua cara persalinan
tersebut. Perhatian yang lebih besar dihubungkan dengan induksi
persalinan dengan adanya parut uterus. Kemungkinan meningkatkan risiko
terjadinya ruptura parut uterus, yang dapat mengancam kehidupan ibu dan
bayinya.

2.2.1

Insiden
Di Amerika pada tahun 1990 angka kejadian persalinan pervaginam

bekas seksio sesarea adalah 19,5%, di Norwegia 56,2% dan di Swedia


32,9%. Tahun 1996 persalinan pervaginam bekas seksio sesarea di USA
adalah sebesar 28% .
2.2.2

Diagnosis
VBAC dapat didiagnosis melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik

yaitu dengan adanya parut di luka perut.


2.2.3

Syarat

18

American College of Obstetricians and Gynecologist (ACOG) pada


tahun 1999 dan 2004 memberikan rekomendasi untuk persalinan
pervaginal pada bekas seksio sesarea. Menurut Cunningham FG (2001)
kriteria seleksinya sebagai berikut:
a. Riwayat 1 atau 2 kali seksio sesarea dengan insisi segmen bawah
rahim
b. Secara klinis panggul adekuat atau imbang fetopelvik baik
c. Tidak ada bekas ruptur uteri atau bekas operasi lain pada uterus
d. Tersedianya tenaga yang mampu untuk melaksanakan monitoring,
persalinan dan seksio sesarea emergensi
e. Sarana dan personil anestesi siap untuk menangani seksio sesarea
darurat.
Menurut Cunningham FG (2001) kriteria yang masih kontroversi
adalah:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Parut uterus yang tidak diketahui


Parut uterus pada segmen bawah rahim vertikal
Kehamilan kembar
Letak sungsang
Kehamilan lewat waktu
Taksiran berat janin lebih dari 4000 gram.

Sementara berdasarkan POGI, dilakukan peprsalinan pervaginam jika:


a. Imbang fetopelvik baik
b. Perjalana persalinan normal
Untuk memprediksi keberhasilan penanganan persalinan pervaginal
bekas Sc dibuat sistem skoring sebagai berikut:
Skor VBAC menurut Flamm dan Geiger (1997)
N

Karakteristik

Sko

o
1
2

r
Usia < 40 tahun
Riwayat persalinan pervaginal
- Sebelum dan sesudah

2
4
19

seksio sesaria
Persalinan pervaginal

sesudah seksio sesaria


Persalinan pervaginal

sebelum seksio sesarea


- Tidak ada
Alasan lain seksio sesaria

terdahulu selain DKP


Pendataran dan penipisan

2
1
0

serviks saat tiba di RS dalam


keadaan inpartu:
Pendataran
>75%

25-75%

<25%

Dilatasi serviks >4 cm

Interpretasi
Skor
0-2
3
4
5
6
7
8-10
Total

Angka keberhasilan
42-49 %
59-60%
64-67%
77-79%
88-89%
93%
95-99%
74-75%

Skor VBAC menurut Weinstein Factor


No.

Tidak

20

Ya

1. Bishop Score 4

2. Riwayat persalinan pervaginal sebelum seksio sesarea

3. Indikasi seksio sesarea yang lalu

Malpresentasi,Preeklampsi/Eklampsi, Kembar

HAP, PRM, Persalinan Prematur

Fetal Distres, CPD, Prolapsus tali pusat

Makrosemia, IUGR

2.2.4 Kontraindikasi
a. Bekas seksio sesaria klasik
b. Bekas seksio sesaria dengan insisi T
c. Bekas ruptur uteri
d. Bekas komplikasi operasi seksio sesaria dengan laseraasi servik
yang luas
e. Bekas sayatan uterus lainnya di fundus uteri contohnya
f.
g.
h.
i.

miomektomi
Disproporsi sepalopelvik yang jelas
Pasien menolak persalinan pervaginal
Panggula sempit
Ada komplikasi medis dan obstetrik yang merupakan
kontraindikasi persalinan pervaginal.

Berdasarkan POGI seksio primer dilakukan jika:


a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.

2.2.5

Plasenta previa
Vasa previa
CPD/FPD
Panggul patologik
Presentasi abnormal
Kelainan letak
Postterm dengan skor pelvik rendah
2 kali seksio
Penyembuhan luka operasi yang lalu buruk
Operasi yang lalu korporal atau klasik

Faktor-faktor yang Mempengaruhi VBAC


a. Teknik operasi sebelumnya

21

Pasien bekas seksio sesarea dengan insisi segmen bawah


rahim transversal merupakan salah satu syarat dalam melakukan
VBAC, dimana pasien dengan tipe insisi ini mempunyai resiko
ruptur yang lebih rendah dari pada tipe insisi lainnya. Bekas seksio
sesaria klasik, insisi T pada uterus dan komplikasi yang terjadi
pada seksio sesarea yang lalu misalnya laserasi serviks yang luas
merupakan kontraindikasi melakukan VBAC.

b. Jumlah seksio sesarea sebelumnya


VBAC tidak dilakukan pada pasien dengan insisi korporal
sebelumnya maupun pada kasus yang pernah seksio sesarea dua
kali berurutan atau lebih, sebab pada kasus tersebut diatas seksio
sesarea elektif adalah lebih baik dibandingkan persalinan
pervaginal.
c

Penyembuhan luka pada seksio sesarea sebelumnya


Insisi uterus dengan potongan vertikal yang dikenal dengan
seksio sesarea klasik dilakukan pada otot uterus. Luka pada uterus
dengan cara ini mungkin tidak dapat pulih seperti semula dan dapat
terbuka lagi sepanjang kehamilan atau persalinan berikutnya.

Indikasi operasi pada seksio sesarea yang lalu


Hubungan indikasi seksio sesarea lalu dengan keberhasilan
penanganan VBAC
Indikasi seksio yang lalu
Letak sungsang
Fetal distress
Solusio plasenta
Plasenta previa
Gagal induksi
Disfungsi persalinan

Keberhasilan VBAC (%)


80.5
80.7
100
100
79.6
63.4

Usia Maternal

22

Dari penelitian didapatkan wanita yang berumur lebih dari 35


tahun mempunyai angka seksio sesarea yang lebih tinggi.
f

Usia kehamilan saat seksio sesarea sebelumnya


Pada usia kehamilan <37 minggu dan belum inpartu misalnya pada

plasenta previa dimana segmen bawah rahim belum terbentuk sempurna


kemungkinan insisi uterus tidak pada segmen bawah rahim dan dapat
mengenai bagian korpus uteri yang mana keadaannya sama dengan insisi
pada seksio sesarea klasik.
g

Riwayat persalinan pervaginal


Pasien dengan bekas seksio sesarea yang pernah menjalani

persalinan pervaginal memiliki angka keberhasilan persalinan pervaginal


yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien tanpa persalinan pervaginal.

Keadaan serviks pada saat partus


Penipisan serviks serta dilatasi serviks memperbesar keberhasilan

VBAC. Induksi persalinan dengan misoprostol akan meningkatkan resiko


ruptur uteri pada maternal dengan bekas seksio sesarea.
2.2.6 Komplikasi
Menurut Landon komplikasi terhadap maternal, antara lain:
a. Ruptur uteri,
Tanda-tanda ruptur uteri adalah sebagai berikut :

Nyeri akut abdomen

Sensasi popping (seperti akan pecah)

Teraba bagian-bagian janin diluar uterus pada pemeriksaan


Leopold

Deselerasi dan bradikardi pada denyut jantung bayi

Presenting parutnya tinggi pada pemeriksaan pervaginal

23

Perdarahan pervaginal

b. Gangguan sistem tromboembolik,


c. Endometritis,
d. Kematian maternal dan gangguan-gangguan lain.1

BAB III
ANALISA KASUS
Dari anamnesis Ny DA, 35 tahun, didapatkan pasien hamil 37
minggu, perut mules menjalar ke pinggang hilang timbul makin lama makin
sering dan kuat, riwayat keluar darah lendir (+) 7 jam SMRS, keluar air (-),
pernah seksio sesarea 1x pada tahun 2010 karena tembuni menutupi jalan
lahir. Ini adalah kehamilan yang ke-2 , sebelumnya tidak pernah keguguran.
Pemeriksaan luar menunjukkan parut bekas seksio sesarea masih
utuh dan tidak ada nyeri tekan abdomen.Tinggu fundus uteri 3 jari di bawah
processus xyphoideus (31cm), denyut jantung janin 145x/mnt teratur, letak
janin memanjang, punggung kiri, terbawah kepala, penurunan 3/5, his 3x
dalam 10 menit selama 45 detik, taksiran berat janin 2790 gram.
Pemeriksaan dalam menunjukkan portio dengan konsistensi lunak, anterior,
pendataran 100%, pembukaan 6 cm, ketuban (+) jernih, bau (-), bagian
terbawah kepala, penurunan Hodge II, penunjuk ubun-ubun kecil kiri
lintang.
Dari anamnesis dan pemeriksaan obstetrik di atas dapat disimpulkan
bahwa diagnosis pada kasus ini adalah G2P1A0 hamil aterm dengan bekas
seksio sesarea 1x (a.i. plasenta previa totalis) inpartu kala I fase aktif janin
tunggal hidup presentasi kepala.
Ada banyak faktor yang dihubungkan dengan tingkat keberhasilan
persalinan pervaginam pada bekas seksio sesaria. Bekas seksio sesarea klasik,
insisi T pada uterus, dan komplikasi yang terjadi pada seksio sesarea yang lalu
misalnya laserasi serviks yang luas merupakan kontraindikasi melakukan
persalinan pervaginam. Seksio sesaria klasik atau insisi T pada uterus

24

menimbulkan luka parut pada uterus yang memanjang sehingga kemampuan


kontraksi otot uterus

berkurang terutama di bagian fundus uteri. Apabila

kontraksi yang paling kuat di fundus uteri sebagai pacemaker kontraksi menurun,
maka kemampuan segmen bawah rahim saja tidak adekuat untuk melakukan
persalinan pervaginam.Selain itu, pasien dengan insisi SC klasik lebih berisiko
untuk mengalami ruptur uteri. Pada pasien ini, riwayat SC sebelumnya adalah
sectio sesaria transperitoneal profunda (SSTP) sehingga pasien ini memenuhi
kualifikasi untuk melakukan persalinan pevaginam pada kehamilan berikutnya.
Usia pasien pada kasus ini adalah 35 tahun. Pada usia >30 tahun, insiden
ruptura uteri pada persalinan pervaginam setelah seksio sesaria lebih tinggi
(1,4%) jika dibanding pada usia < 30 tahun (0,5%).
Pasien belum pernah melahirkan pervaginam, padahal pasien dengan
bekas seksio sesarea yang pernah menjalani persalinan pervaginam memiliki
angka keberhasilan persalinan pervaginam yang lebih tinggi dibandingkan
dengan pasien tanpa persalinan pervaginam.
Indikasi seksio sesaria sebelumnya pada kasus ini adalah dikarenakan
plasenta previa totalis. Hal ini memperbesar kemungkinan berhasil rencana
persalinan pervaginam, jika dibandingkan seksio sesaria yang lalu atas indikasi
lainnya seperti letak sungsang, fetal distress, dan disfungsi persalinan.
Jarak sectio sesaria sebelumnya dengan sekarang adalah 5 tahun. Jarak ini
dipandang sudah baik. Jarak antara waktu persalinan seksio sesarea yang lalu
dengan taksiran partus kehamilan sekarang sekurang-kurangnya 18 bulan untuk
memastikan kekuatan uterus pada kehamilan sekarang.
Risiko ruptura uteri meningkat dengan meningkatnya jumlah seksio
sesarea sebelumnya. Pasien dengan seksio sesarea lebih dari satu kali mempunyai
resiko yang lebih tinggi untuk terjadinya ruptura uteri. Pasien ini baru satu kali
menjalani SC sehingga memenuhi kriteria untuk melakukan persalinan
pervaginam.

25

Keadaan kematangan serviks juga mempengaruhi keberhasilan persalinan


pervaginam pada pasien dengan riwayat SC. Pasien ini datang dalam keadaan
inpartu dengan pembukaan 6cm dan pendataran serviks 100% sehingga pasien ini
memenuhi kriteria untuk melakukan persalinan pervaginam.
Penatalaksanaan pada kasus ini:
-

Observasi TVI, His, DJJ


IVFD RL gtt xx/min
Kosongkan kandung kemih
R/ Partus Pervaginam
Cek lab DR, CM
Evaluasi partograf WHO modifikasi
Jenis persalinan untuk kasus ini adalah persalinan pervaginam.

Berikut alasan dipilih persalinan pervaginam:


a. Hasil scoring VBAC FLAMM-GEIGER didapatkan skor 6 yang
mengindikasikan keberhasilan VBAC sebesar 88-89%.
b. Pasien ini memenuhi kriteria seleksi VBAC
Dari American College of Obstetricians and Gynecologist (ACOG)
(2004), kriteria seleksi VBAC adalag sebagai berikut.
1. Riwayat 1 atau 2 kali seksio sesarea dengan insisi segmen bawah
rahim.
2. Secara klinis panggul adekuat atau imbang fetopelvik baik
3. Tidak ada bekas ruptur uteri atau bekas operasi lain pada uterus
4. Tersedianya tenaga yang mampu untuk melaksanakan monitoring,
persalinan dan seksio sesarea emergensi.
5. Sarana dan personil anastesi siap untuk menangani seksio sesarea
darurat1,3,5
Dari POGI (Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia)
(2006):
1. Imbang feto pelvik baik
2. Perjalanan persalinan normal
3. Tidak ditemukan kontraindikasi untuk VBAC.

26

4. Beberapa faktor ibu mendukung keberhasilan VBAC, seperti usia <35


tahun, riwayat seksio sesarea hanya 1x dengan indikasi plasenta previa,
riwayat persalinan pervaginal, dan keadaan serviks saat partus baik.

27

BAB IV
KESIMPULAN
1.

Diagnosis pada kasus ini sudah tepat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


fisik, pemeriksaaan luar, pemeriksaan dalam, dan pemeriksaaan penunjang.

2.

Penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat yaitu persalinan pervaginam


karena pasien memenuhi semua kriteria untuk melakukan persalinan
pervaginam dengan riwayat SC dengan angka keberhasilan 88-89%
berdasarkan skor VBAC.

28

DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan, Ed. IV, cetakan III. Jakarta: PT. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2011.
Smith GC, Pell JP, Dobbie R. Interpregnancy Interval and risk of Preterm birth
and neonatal death: Retrospective co-hort study. Bmj. 2003;327:9.
Saifuddin, A.B. ,Rachimhadi, T., Wiknjosastro,G.H. Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo.

Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

2010.
Cunningham, F.G., Mac.Donald, P.C., Gant, N.F., Distosia karena kelainan pada
presentasi, posisi atau perkembangan janin , Obstetri Williams (18th ed),
Suyono, J., Hartono, A., ( Alih Bahasa ), Jakarta : EGC, 1995.
Benson,R.C., Current Obstetric and Gynecologic Diagnostic and treatment, 3rd
ed, Lange Medical Publication, Maruzen Asia, Singapore,1980.
National Collaborating Centre for Womens and Childrens

Health

Commissionedbythe National Institute for Clinical Excellence. Antenatal


care : routine care for thehealthy pregnant woman. Antenatal_Care.Pdf;
2003

October. Available

from

:http://www.guideline.gov/summary/summary.aspx?
Wiknjosastro H; Persalinan sungsang; dalam; Ilmu bedah kebidanan; Yayasan
BinaPustaka; Jakarta ;2002;12:194-12.
Hofmeyr GJ, Kulier R. Cephalic version by postural management for breech
presentation (Review). The Cochrane Library. Issue 4. USA. Oxford; 2000.
Smith C, Crowter C, Wilkinson C, Pridmore B, Robinson J. Knee-chest postural
management for breech at term: A randomized controlled trial. Birth
1999;26(2):71-5.

29

You might also like