You are on page 1of 18

No. ID dan Nama Peserta : dr.

Emy Novita sari


No. ID dan Nama Wahana : RSUD KAJEN
Topik : Kasus Medis
Tanggal (kasus) : 13 Juli 2015
Presenter : dr. Emy Novita Sari
Nama Pasien :Ny. S
No. RM : 18.45.38
Tanggal Presentasi :
Pendamping : dr. Imam,dr.Siti Hanah
Tempat Presentasi : RSUD KAJEN
Obyektif Presentasi :
Keilmuan
Ketrampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik

Manajemen

Masalah

Istimewa

Neonatus Bayi Anak


Remaja
Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : Wanita, usia 56 tahun,batuk darah sejak 1,5 jam SMRS.
Tujuan : menegakkan diagnosis dan menetapkan manajemen pasien TB PARU dengan
Penurunan Kesadaran
Bahan
Tinjauan Pustaka Riset
Kasus Audit
bahasan :
Cara
Diskusi
Presentasi dan
E-mail Pos
membahas :
diskusi
Data pasien :
Nama : Ny. S
No CM :
18.45.38
Nama klinik : RSUD KAJEN
Telp :
Terdaftar sejak
:
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis/ Gambaran klinis :
TB PARU dengan Penurunan Kesadaran /Pasien datang ke IGD RSUD
KAJEN diantar oleh keluarga dengan keluhan batuk darah sejak 1,5 jam
SMRS
2. Riwayat Pengobatan :
Pasien belum pernah mendapatkan pengobatan untuk keluhan yang sekarang
3. Riwayat kesehatan/penyakit :
Sebelumnya pasien pernah mendapatkan pengobatan rutin untuk keluhan batuk kronis
selama 6 bulan 10 tahun yang lalu
4. Riwayat keluarga :
Riwayat penyakit serupa (-), DM (-), HT (-), Jantung (-)
5. Riwayat pekerjaan :
Pasien adalah ibu rumah tangga
6. Lain-lain
PEMERIKSAAN FISIK :
Vital signs

Kesadaran

: CMC/ GCS: E1M4V2

Tekanan Darah : 150/90 mmHg

Frekuensi Nadi : 126 x/menit

Frekuensi Nafas : 32 x /menit

Suhu

: 36o C

SpO2

:71 %

Pucat (-), ikterik (-)

Mata : CA -/-, SI -/ Mulut : Tidak hiperemisSisa darah pada sudut bibir (+)
Leher : limfonodi TB (-) Kaku Kuduk : (-)
Thoraks :
Inspeksi
Palpasi

: simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)


: P/ taktil fremitus kanan = kiri
C/ictus cordis di SIC V 2 jari medial LMCS
: P/ Sonor di seluruh lapang paru
C/ batas jantung-paru dbn
: P/ vesikuler +/+, Rhonki +/+ Wheezing -/C/ S1-2reguler, ST (-)

Perkusi
Auskultasi
Abdomen
I

: Datar

Au : BU (+) normal
Per : Timpani
Pa : Nyeri tekan (-)
Ekstremitas
Edema -/-/-/-

, akral dingin -/-/-/-

TERAPI (jam)
Saat Pasien di IGD:

O2 10 lpm sungkup
Inf.RL 20 tpm
Inj. Asam Traneksamat 500 mg

Daftar Pustaka :
1. Aditama TY, Kamso S, Basri C, Surya A. Pedoman nasional penanggulangan tuberculosis.
Edisi ke-2. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia: 2008.
2. Amin Z, Asril B. Tuberculosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4.
Jakarta : Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia: 2006.
3. Amin Zulkifli. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Edisi ke-4.Jakarta : Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia: 2006.


4. Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi Kedelapan. Jakarta.2002.
5. Nurhidayah I, Lukman M, Rakhmawati W. Hubungan antara karakteristik lingkungan
rumah dengan kejadian tuberculosis. Bandung: Universitas Padjajaran: 2007
Hasil pembelajaran :
1. Diagnosis : TB Paru dengan Penurunan Kesadaran
2. Tata laksana pasien TB paru dengan Penurunan Kesadaran serta kegawatan yang
timbul akibat penyakit tersebut
SUBJEKTIF :

Pasien datang ke IGD RSUD KAJEN diantar oleh keluarga dengan keluhan
nyeri pada panggul kanan post terjatuh pada saat KLL tunggal 1 jam
SMRS. Mual (-) Muntah (-)
OBJEKTIF:

Dari hasil pemeriksaaan pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran menurun (GCS


E1M4V1), sisa darah di sudut mulut dan rhonki pada kedua lapang paru.
ASSESSMENT :

Gejala klinis yang penting dari TB yang sering digunakan untuk menegakan
diagnosa klinik adalah batuk kronik yang terus menerus selama tiga minggu yang
disertai keluarnya sputum dan berkurangnya berat badan. Diagnosa pasti TB Paru adalah
ditemukannya BTA pada pemeriksaan hapusan sputum secara mikroskopis. Untuk itu
setiap pasien yang dicurigai TB Paru dengan gejala di atas, harus dilakukan pemeriksaan
sputum Selain itu dapat terjadi hemoptoe.
Pada pasien ini dari hasil pemeriksaaan didapat keluhan utama pasien batuk darah
1,5 jam SMRS dengan riwayat batuk lama 1bulan, disertai penurunan berat badan
yang signifikan. Menurut keluarga, pasien sering mengeluh badan terasa panas dingin.
Pasien mempunyai riwayat pengobatan rutin 6 bulan 10 tahun yang lalu. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran menurun (GCS E1M4V1), sisa darah di sudut
mulut dan rhonki pada kedua lapang paru.

PLAN:

Diagnosis
TB Paru dengan penurunan kesadaran
Pengobatan
Instruksi rawat inap (ICU)
Hasil konsul dengan dr.spesialis interna:
Inf NaCl 15 tpm
Inf Levofloxacin 1x500mg (skin test)
O2 10 lpm sungkup
j/ As.Traneksamat 3x1gram
j/Vit K 3x1 ap
j/Piracetam 2x3gr
j/Citicolin 2x500 mg
j/Ranitidine 3x1 ap
NGT
DC
PRO ICU
Lab DL,GDS,LFT lengkap,Ur/Cr, BGA, elektrolit lengkap,PAP TB
Ro Thorax
Hasil Konsul dr spesialis anestesi:
Jika Hb<8, transfuse whole blood 2 kolf
Pendidikan
Edukasi mengenai penyakit bertujuan untuk memotivasi pasien dan keluarga menjalani
rawat inap, menjelaskan tentang kondisi pasien yang dihubungkan dengan penyakit
beserta kemungkinan komplikasi.

Follow Up

KASUS MEDIS
TB PAru dengan Penurunan Kesadaran

Disusun oleh :
dr.Emy Novita Sari
Dokter Internship RSUD KAJEN

Pendamping :
Dr. Imam
Dr.Siti Hanah

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAJEN
PEKALONGAN JAWA TENGAH
2015

BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO

Pada hari

2015 telah dipresentasikan kasus portofolio oleh :

Nama

: dr. Emy Novita Sari

Judul/topik

: TB Paru dengan Penurunan Kesadaran

Nama Pendamping

: Dr. Imam
Dr.Siti Hanah

Nama wahana

: RSUD KAJEN

Daftar peserta yang hadir :


No.

Nama peserta presentasi

Keterangan

Tanda tangan

1.
2.
3.
4.
5.

dr.Emy Novita Sari

Presentan
Dokter internship
Dokter internship
Dokter internship
Dokter internship

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan sesungguhnya.


Dokter Pendamping

Presentan

dr.Imam,dr.Siti Hanah

dr. Emy Novita Sari

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Tuberkulosis

Tuberkulosis ( TB ) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh


Mycobacterium tuberculosis (MTB). Kuman batang aerobik dan tahan asam ini,
merupakan organisme patogen maupun saprofit. Sebagian besar infeksi TB menyebar
lewat udara, melalui terhirupnya nukleus droplet yang berisikan organisme basil
tuberkel dari seseorang yang terinfeksi (Price dan Wilson, 2004).
2.2 Patogenesis Tuberkulosis
MTB dibedakan dari sebagian besar bakteri dan mikobakteria lainnya karena
bersifat patogen dan dapat berkembang biak dalam sel fagosit hewan dan manusia.
Pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis relatif lambat dibandingkan mikobakteria
lainnya. Mikobakteria tidak menghasilkan endotoksin maupun eksotoksin. Bagian
selubung Mycobacterium tuberculosis mempunyai sifat pertahanan khusus terhadap
proses mikobakterisidal sel hospes, Dinding sel yang kaya lipid akan melindungi
mikobakteria dari proses fagolisosom (Handayani, 2002).
Organisme dalam droplet sebesar 1-5 m terhirup dan mencapai alveoli .
Organisme yang virulen akan menetap dan berkembang biak serta berinteraksi dengan
manusia sehingga menimbulkan penyakit. Basil yang tidak virulen yang disuntikan
(misalnya BCG) hanya dapat hidup dalam beberapa bulan atau beberapa tahun pada
manusia normal. Resistensi dan hipersensitivitas sangat mempengaruhi perjalanan
penyakit.(Brooks, et. al. 2001)
Jalan masuk awal bagi basil tuberkel ke dalam paru atau tempat lainnya pada
individu yang sebelumnya sehat menimbulkan respon peradangan nonspesifik yang
jarang diperhatikan dan biasanya disertai dengan sedikit atau tanpa sama sekali gejala.
Basil kemudian ditelan oleh makrofag dan diangkut ke kelanjar limfe regional, lalu
basil tuberkel mencapai aliran darah dan terjadi diseminata yang luas. Kebanyakan lesi
tuberkulosis diseminata menyembuh sebagaimana lesi paru primer, walaupun tetap ada

fokus potensial untuk reaktivasi selanjutnya. Diseminasi dapat menyebabkan


tuberkulosis meningeal atau miliaris, yaitu penyakit dengan potensial terjadinya
morbiditas dan mortalitas terutama pada bayi dan anak kecil (Handayani, 2002)
Selama 2 hingga 8 minggu setelah infeksi primer, saat basilus berkembang biak di
lingkungan intraselulernya, timbul hipersensitivitas pada pejamu yang terinfeksi.
Limfosit yang aktif secara imunologik memasuki daerah infeksi, disitu limfosit
menguraikan faktor kemotaktik, interleukin, dan limfokin. Sebagai responnya, monosit
masuk ke daerah tersebut dan mengalami perubahan bentuk menjadi makrofag dan
selanjutnya menjadi sel histiosit yang khusus, yang tersususun menjadi granuloma,
Mikobakteria dapat bertahan di dalam makrofag selama bertahun-tahun walaupun
terjadi peningkatan pembentukan lisozim dalam sel ini namun multiplikasi dan
penyebarannya selanjutnya biasanya terbatas. Kemudian terjadi penyembuhan,
seringkali dengan kalsifikasi granuloma yang lambat dan kadang-kadang meninggalkan
lesi sisa yang tampak pada foto rontgen. Kombinasi lesi paru perifer terkalsifikasi dan
kelenjar limfe hilus yang terkalsifikasi dikenal sebagai kompleks gohn (Brooks, et. al,
2001)
2.3 Diagnosa Tuberkulosis paru
Diagnosis pasti penyakit TB ditegakan berdasarkan keluhan klinis, gejala-gejala
fisik, sampai pemeriksaan radiologis. Gejala klinis yang penting dari TB yang sering
digunakan untuk menegakan diagnosa klinik adalah batuk kronik yang terus menerus
selama tiga minggu yang disertai keluarnya sputum dan berkurangnya berat badan.
Diagnosa pasti TB Paru adalah ditemukannya BTA pada pemeriksaan hapusan sputum
secara mikroskopis. Untuk itu setiap pasien yang dicurigai TB Paru dengan gejala di
atas, harus dilakukan pemeriksaan sputum (Idris, 2004). Diagnosis yang berdasarkan
pada pemeriksaan radiologis (foto rontgen) tuberkel sebesar kedelai di daerah basal

atau apex paru-paru. Bila berlangsung proses penyembuhan, gambaran yang dapat
dikenali adalah fibrosis dan pengecilan volume paru, fokus kalsifikasi, tuberkuloma
(granuloma terlokasi yang sering mengalami kalsifikasi, dan kalsifikasi pleura (Patel,
2007)

2.4 Tujuan Pengobatan paru


Tujuan pengobatan adalah untuk menyembuhkan penderita, mencegah kematian,
mencegah relaps, menurunkan penularan ke orang lain dan mencegah terjadinya
resistensi terhadap OAT (Alsagaff, et. al, 2004)
2.5 Gejala
A. Gejala
Gejala umum / nonspesifik tuberkulosis anak adalah:
1. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan
dengan penanganan gizi
2. Anoreksia dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik secara adekuat
(failure to thrive)
3. Demam lama dan berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria,
atau infeksi saluran napas akut), dapat disertai keringat malam
4. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya
multipel
5. Batuk lama lebih dari 30 hari,bisa disertai hemoptoe (batuk darah). Setiap
proses yang terjadi pada paru akan mengakibatkan hipervaskularisasi dari
cabang-cabang arteri bronkialis yang berperanan untuk memberikan nutrisi
pada jaringan paru bila terjadi kegagalan arteri pulmonalis dalam
melaksanakan fungsinya untuk pertukaran gas. Terdapatnya aneurisma
Rasmussen pada kaverna tuberkulosis yang merupakan asal dari
perdarahan pada hemoptoe masih diragukan. Teori terjadinya perdarahan
akibat pecahnya aneurisma dari Ramussen ini telah lama dianut, akan
tetapi beberapa laporan autopsi membuktikan bahwa terdapatnya
hipervaskularisasi bronkus yang merupakan percabangan dari arteri
bronkialis lebih banyak merupakan asal dari perdarahan pada hemoptoe
6. Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare

Gejala spesifik sesuai organ yang terkena: TB kulit/ skrofuloderma; TB tulang dan
sendi (gibbus, pincang); TB otak dan saraf/ meningitis dengan gejala iritabel,
kuduk kaku, muntah, dan kesadaran menurun; TB mata (konjungtivitis
fliktenularis, tuberkel koroid), dll (Kapita Selekta, 2000).
2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian TB Paru
1. Genetic
Factor genetic kurang berpengaruh terhadap kejadian tuberculosis
2. Upaya penanggulangan TB
a) Penanggulangan TB dilaksanakan dengan menggunakan strategi DOTS
b) Penguatan strategi DOTS dan pengembangannya ditujukan terhadap peningkatan mutu
pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan dan pengobatan sehingga mampu memutuskan
rantai penularan dan mencegah terjadinya MDR-TB.
c) Penanggulangan TB dilaksanakan melalui promosi, penggaalangan kerjasama dan kemitraan
dengan program terkait, sektor pemerintah, non pemerintah dan swasta dalam wujud Gerakan
Terpadu Nasional Penanggulangan TB (Gerdunas TB).
d) Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk penanggulangan TB diberikan kepada pasien secara
cuma cuma dan dijamin ketersediaannya.
e) Ketersediaan sumber daya manusia yang kompeten dalam jumlah yang memadai untuk
meningkatkan dan mempertahankan kinerja program.
f) Pasien TB tidak dijauhkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya.
3. Perilaku yang berpengaruh terhadap kejadian Tuberculosis
Kebiasaan membersihkan rumah dan pekarangan
Hygiene perseorangan
Penderita TB Paru yang kurang tahu tentang cara penularan, bahaya dan cara
pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku sebagai orang sakit dan
akhirnya berakibat menjadi sumber penular bagi orang disekelilingnya.
Kebiasaan Merokok
Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko untuk
mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronchitis kronik dan

kanker kandung kemih.Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terkena TB


paru sebanyak 2,2 kali.
4. Lingkungan rumah yang berpengaruh terhadap kejadian Tuberculosis
Pada umumnya, lingkungan rumah yang buruk (tidak memenuhi syarat
kesehatan) akan berpengaruh pada penyebaran penyakit menular termasuk penyakit
TB. Berikut ini akan diuraikan mengenai lingkungan fisik dan sosial rumah yang
a)

berpengaruh terhadap kejadian TB.


Kelembaban Udara
Kelembaban udara adalah prosentase jumlah kandungan air dalam udara. Secara
umum penilaian kelembaban dalam rumah dengan menggunakan hygrometer.
Menurut indicator pengawasan perumahan , kelembaban udara yang memenuhi syarat
kesehatan dalam rumah adalah 40-60% dan kelembaban udara yang tidak memenuhi
syarat kesehatan adalah < 40% atau > 60%.
Rumah yang tidak memiliki kelembaban yang memenuhi syarat kesehatan akan
membawa pengaruh bagi penghuninya. Rumah yang lembab merupakan media yang
baik bagi pertumbuhan mikroorganisme, antara lain bakteri, spiroket, ricketsia, adan
virus. Mikroorganisme tersebut dapat masuk kedalam tubuh melalui udara. Selain itu
kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan membran mukosa hidung menjadi kering
sehingga kurang efektif dalam menghadang mikroorganisme.
Bakteri mycobacterium tuberculosa seperti halnya bakteri lain,akan tumbuh
dengan subur pada lingkungan dengan kelembaban tinggi karena air membentuk lebih
dari 80% volume sel bakteri dan merupakan hal yang esensial untuk pertumbuhan dan
kelangsungan hidup sel bakteri. Selain itu kelembaban udara yang meningkat
merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri pathogen termasuk bakteri

b)

tuberculosis.
Ventilasi Rumah
Ventilasi adalah usaha untuk memenuhi kondisi atmosfer yang menyenangkan
dan menyehatkan manusia. Berdasarkan kejadiannya, maka ventilasi dapat dibagi
kedalam dua jenis, yaitu:
i.
Ventilasi alam
Ventilasi alam ini mengandalkan pergerakan udara bebas (angin), temperatur udara
dan kelembabannya. Selain melalui jendela, pintu dan lubang angin, maka
ventilasipun dapat diperoleh dari pergerakan udara sebagai hasil sifat porous dinding
ruangan, atap dan lantai.
ii.
Ventilasi buatan

Pada suatu waktu, diperlukan juga ventilasi buatan dengan menggunakan alat mekanis
maupun elektrik. Alat-alat tersebut diantaranya adalah kipas angin, exhauster, dan AC
(air conditioner).
Persyaratan ventilasi yang baik adalah sebagai berikut :
a. Luas lubang ventilasi tetap minimal 5% dari luas lantai ruangan, sedangkan luas
lubang ventilasi isidentil ( dapat dibuka dan ditutup) minimal 5% dari luas lantai.
Jumlah keduanya menjadi 10% dari luas lantai ruangan.
b. Udara yang masuk harus bersih, tidak dicemari asap dari sampah atau pabrik,
knalpot kendaraan,debu dan lain-lain.
c. Aliran udara diusahakan cross ventilation dengan menempatkan lubang ventilasi
berhadapan antar dua dinding. Aliran udara ini jangan sampai terhalang barangbarang besar misalnya lemari, dinding, sekat dan lain-lain.
Secara umum penilaian ventilasi rumah dengan cara membandingkan antara luas
ventilasi dengan luas lantai rumah dengan menggunakan Role meter. Menurut
indikator pengawasan rumah, luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah
10% luas lantai rumah dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan
adalah < 10% luas lantai rumah.
Rumah dengan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan
membawa pengaruh bagi penghuninya. Salah satu fungsi ventilasi adalah menjaga
aliran udara dirumah tersebut tetap segar. Luas ventilasi rumah yang <10% dari luas
lantai akan mengakibatkan berkurangnya konsenterasi oksigen dan bertambahnya
konsenterasi karbondioksida yang bersifat racun bagi penghuninya. Disamping itu,
tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan peningkatan kelembaban ruangan karena
terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ruangan
yang tinggi akan menjadi media yang baik untuk tumbuh dan berkembangnya bakteribakteri pathogen termasuk kuman tuberculosis.
Selain itu, fungsi kedua ventilasi adalah untuk membebaskan udara ruangan dari
bakteri-bakteri, terutama bakteri pathogen seperti tubekulosis, karena disitu selalu
terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu
mengalir.
Luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengakibatkan
terhalangnya proses pertukaran aliran udara dan sinar matahari yang masuk kedalam
rumah, akibatnya kuman tuberculosis yang ada didalam rumah tidak dapat keluar dan
c)

ikut terhisap bersama udara pernafasan.


Suhu Rumah

Suhu adalah panas atau dinginnya udara yang dinyatakan denggan satuan derajat
tertentu. Suhu udara dibedakan menjadi : 1). Suhu kering (umumnya 24-34 0C); 2).
Suhu basah (umumnya 20-250C).
Secara umum, penilaian suhu rumah dengan menggunakan thermometer ruangan.
Berdasarkan indikator pengawasan perumahan, suhu rumah yang memenuhi syarat
kesehatan adalah antara 20-250C, dan suhu rumah yang tidak memenuhi syarat
kesehatan adalah < 200C atau > 250C.
Suhu dalam rumah akan membawa pengaruh bagi penghuninya. Suhu berperan
penting dalam metabolisme tubuh, konsumsi oksigen dan tekanan darah. Suhu rumah
yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan meningkatlan kehilangan panas tubuh
dan tubuh akan berusaha menyeimbangkan dengan suhu lingkungan melalui proses
evaporasi. Kehilangan panas tubuh ini akan menurunkan vitalitas tubuh dan
merupakan predisposisi untuk terkena infeksi terutama infeksi saluran nafas oleh agen
yang menular.
Bakteri mycobacterium tuberculosa memiliki rentang suhu yang disukai, tetapi di
dalam rentang ini terdapat suatu suhu optimum saat mereka tumbuh pesat.
Mycobacterium tuberculosa merupakan bakteri mesolifik yang tumbuh subur dalam
d)

rentang 25-400C,akan tetapi akan tumbuh secara optimal pada suhu 31-370C.
Pencahayaan Rumah
Pencahayaan alami ruangan rumah adalah penerangan yang bersumber dari sinar
matahari, yaitu semua jalan yang memungkinkan untuk masuknya cahaya matahari
alamiah, misalnya melalui jendela atau genting kaca. Cahaya alamiah yakni matahari.
Cahaya ini sangat penting, karena dapat membunuh bakteri-bakteri pathogen didalam
rumah, misalnya kuman TBC. Oleh karena itu, rumah yang cukup sehat seyogyanya
harus mempunyai jalan masuk yang cukup (jendela), luasnya sekurang-kurangnya 1520%.perlu diperhatikan agar sinar matahari dapat langsung kedalam ruangan, tidak
terhalang oleh bangunan lain. Fungsi jendela disini selain sebagai ventilasi, juga
sebagai jalan masuk cahaya.
Cahaya matahari mempunyai sifat membunuh bakteri, teruatama kuman
mycobacterium tuberculosa. Kuman tuberkulosa hanya dapat mati oleh sinar matahari
langsung. Oleh sebab itu, rumah dengan standar pencahayaan yang buruk sangat
berpengaruh terhadap kejadian tuberculosis. Kuman tuberculosis dapat bertahan hidup
pada tempat yang sejuk, lembab dan gelap tanpa sinar matahari sampai
bertahun;tahun lamanya, dan mati bila terkena sinar matahari, sabun, lisol, karbol,dan
panas api. Kuman mycobacterium tuberculosa akan mati dalam waktu 2 jam oleh
sinar matahari, oleh tincture iodii selama 5 menit dan juga oleh ethanol 80% dalam

waktu 2-10 menit serta mati oleh fenol 5% dalam waktu 24 jam. Rumah yang tidak
masuk sinar matahari mempunyai resiko menderita tuberculosis 3-7 kali lebih besar
e)

dibandingkan denagn rumah yang dimasuki sinar matahari.


Kepadatan Penghuni Rumah
Kepadatan penghuni adalah perbandingan antara luas lantai rumah dengan jumlah
anggota keluarga dalam satu rumah tinggal. Persyaratan kepadatan hunian untuk
seluruh perumahan dinyatakan dalam m2 per orang. Luas minimum per orang sangat
relative, tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia.
Untuk perumahan sederhana, minimum 10 m2/ orang. Untuk kamar tidur
diperlukan minimum 3 m2/ orang. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni > 2 oarang,
kecuali untuk suami istri dan anak dibawah dua tahun. Apabila ada anggota keluarga
yang menjadi penderita penyakit tuberculosis sebaiknya tidak tidur dengan anggota
keluarga lainnya.
Secara umum penilaian kepadatan penghuni dengan menggunakan ketentuan
standar minimum, yaitu kepadatan penghuni yang memenuhi syarat kesehatan
diperoleh dari hasil bagi antara luas lantai dengan jumlah penghuni 10 m2/ orang.
Kepadatan penghuni dalam satu rumah tinggal akan memeberikan pengaruh bagi
penghuninya. Luas rumah yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan
menyebabkan perjubelan (overcrowded). Hal ini tidak sehat karena disamping
menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen, juga bila salah satu anggota keluarga
terkena penyakit infeksi, terutama tuberculosis akan mudah menular kepada anggota
keluarga yang lain. Menurut penelitian, didapatkan data bahwa : 1) rumah tangga
yang penderita mempunyai kebiasaan tidur dengan balita mempunyai resiko terkena
TB 2,8 kali lebih besar disbanding dengan yang tidur terpisah; 2) tingkat penularan
TB di lingkungan keluarga penderita cukup tinggi, dimana seorang penderita rata-rata
dapat menularkan kepada 2-3 orang didalam rumahnya; 3) besar resiko terjadinya
penularan untuk rumah tangga dengan penderita lebih dari 1 orang adalah 4 kali lebih
besar disbanding rumah tangga dengan hanya 1 orang penderita (Nurhidayah dkk,
2007).

2.7 Diagnosis
2.7.1

Pemeriksaan BTA dan Foto Rontgen


Diagnosis TBC pada orang dewasa ditegakkan jika ditemukannya BTA pada
pemeriksaan dahak secara mikroskopis.

Hasil pemeriksaan dikatakan positif apabila sedikitnya 2 dari 3 spesimen SPS


BTA hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan
pemeriksaan lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS diulang.
-

Bila hasil rontgen mendukung TBC maka penderita didiagnosis sebagai


penderita TBC BTA positif.

Bila hasil rontgen tidak mendukung TBC, maka pemeriksaan dahak SPS
diulang.
Apabila fasilitas memungkinkan, maka dapat dilakukan pemeriksaan lain

misalnya biakan.
Bila ketiga spesimen hasilnya negatif, diberikan antibiotik spektrum luas
( misalnya: Kotrimoksasaol atau Amoksisilin) selama 1-2 minggu. Bila tidak
ada perubahan, namun gejala klinis tetap mencurigakan TBC ulangi
pemeriksaan dahak SPS.
-

Bila hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita TBC BTA positif.

Bila hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada untuk
menegakkan diagnosis TBC.

Bila hasil rontgen mendukung TBC didiagnosis sebagai penderita TBC


BTA negatif Rontgen Positif.

Bila hasil rontgen tidak mendukung TBC, maka penderita tersebut bukan
penderita TBC.

2.8 Penularan Terhadap Penyakit


Menurut Amin, dkk ( 2006) Proses terjadinya infeksi oleh M. Tuberculosis biasanya
secara inhalasi sehingga TB Paru merupakan manifestasi klinis yang paling sering disbanding
organ lainnya. Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandung
droplet nuclei, khususnya yang didapat dari pasien TB Paru dengan batuk berdarah atau
berdahak yang mengandung basil tahan asam (BTA).

Penyebab Tuberculosis adalah Mycobacterium Tuberculosis sejenis kuman berbentuk


batang dengan ukuran panjang 1 4 /um dan tebal 0,3 0,6 /um sebagian dinding kuman
terdiri atas asam lemak atau lipid kemudian peptidoglikan dan arabinomanan. Lipid inilah
yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam ( asam alcohol ) sehingga disebut bakteri
tahan asam dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan
hidup pada udara kering maupun dalam keaadaan dingin ( dapat tahan bertahun tahun dalam
lemari es ). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini
kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberculosis dan menjadi aktif lagi.
Di dalam jaringan kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni dalam sitoplasma makrofag
yang semula memfagositasi kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid. Sifat
kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan
yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paruparu lebih tinggi dari bagian lain sehingga bagian apikal ini merupakan predileksi tempat
penyakit TB.

2.8 Penatalaksanaan

Regimen dasar pengobatan TB adalah kombinasi INH dan RIF selama 6 bulan
dengan PZA pada 2 bulan pertama. Pada TB berat dan ekstrapulmonal biasanya
pengobatan dimulai dengan kombinasi 4-5 obat selama 2 bulan (ditambah EMB
dan streptomisin), dilanjutkan dengan INH dan RIF selama 4-10 bulan sesuai

perkembangan klinis.
Pada meningitis TB, perikarditis, TB milier, dan efusi pleura diberikan
kortikosteroid, yaitu prednison 1-2 mg/ kgBB/ hari selama 2 minggu, diturunkan
perlahan (tapering off) sampai 2-6 minggu (Kapita Selekta, 2000).

DAFTAR PUSTAKA

1. Aditama TY, Kamso S, Basri C, Surya A. Pedoman nasional penanggulangan


tuberculosis. Edisi ke-2. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia: 2008.
2. Amin Z, Asril B. Tuberculosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke4. Jakarta : Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia: 2006.
3. Amin Zulkifli. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi ke-4.Jakarta : Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia: 2006.
4. Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi Kedelapan. Jakarta.2002.
5. Nurhidayah I, Lukman M, Rakhmawati W. Hubungan antara karakteristik lingkungan
rumah dengan kejadian tuberculosis. Bandung: Universitas Padjajaran: 2007.
6. Mansjoer A., dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Kedua. Jakarta.
FKUI: 2000.

You might also like