Professional Documents
Culture Documents
Manajemen
Masalah
Istimewa
Diskusi
membahas :
Data pasien :
Presentasi dan
Pos
diskusi
Nama : Tn. M
No CM :
Telp :
10.93.59
Terdaftar sejak
:
PEMERIKSAAN FISIK :
KU : Sedang, Compos mentis
Vital signs
Kesadaran
Suhu
: 36o C
SpO2
:99 %
Mata : CA -/-, SI -/ Mulut : faring tidak hiperemis, tonsil T0=T0, tidak hiperemis, permukaan halus,
detritus tidak ada, muara kripte tidak melebar.
Leher : limfonodi ttb
Thoraks :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
C/ S1-2reguler, ST (-)
Abdomen
I
: Datar
Au : BU (+) Normal
Per : Timpani
Inf.RL 20 tpm
Inj. Ketorolac 1A (skin test)
Rontgen Pelvis : Fraktur Inkomplit Os.Spina Iliaca
Daftar Pustaka :
1. Fraktur pelvis. http://www.scribd.com/doc/52302577/24/Fraktur-tulang-panggul
2. Sulistyanto R. Fraktur Pelvis. 2010. Diakses dari : http://fraktur%20pelvis/frakturpelvis.html
3. Jong Wim de. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Penerbit EGC. 2004: 874-6
4. Advanced Trauma Life Support. Seven edition. American college of surgeons. 2004;
252-253
Hasil pembelajaran :
1. Diagnosis : Fraktur Spina Iliaca (Pelvis)
2. Tata laksana pasien Fraktur Spina Iliaca beserta kemungkinan timbulnya kegawatan
SUBJEKTIF :
Pasien datang ke IGD RSUD KAJEN diantar oleh keluarga dengan keluhan
nyeri pada panggul kanan post terjatuh pada saat KLL tunggal 1 jam
SMRS. Mual (-) Muntah (-)
OBJEKTIF:
Dari hasil pemeriksaaan didapat nyeri pada panggul kanan terutama saat bergerak. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan oedem di daerah SIAS kanan dan keterbatasan gerak tungkai
yaitu <45 disertai nyeri tekan daerah SIAS. Tidak ada meatal bleeding, oedem scrotum
maupun hematuri pada saat BAK. Pada pemeriksaan rontgen os pelvis didapatkan kesan
fraktur inkomplit os pelvis 2/3 ke arah SIAS.
ASSESSMENT :
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan nyeri subjektif dan objektif, dan pergerakan
abnormal pada gelang panggul. Untuk itu, pelvis ditekan ke belakang dan ke medial secara
hati-hati pada kedua spina iliaka anterior superior, ke medial pada kedua trokanter mayor, ke
belakang pada simpisis pubis, dan ke medial pada kedua krista iliaka. Apabila pemeriksaan ini
menyebabkan nyeri, patut dicurigai adanya patah tulang panggul. Dari hasil pemeriksaaan
didapat keluhan utama pasien adalah nyeri pada panggul kanan terutama saat bergerak setelah
terjatuh beberapa saat sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan oedem di daerah SIAS
kanan dan keterbatasan gerak tungkai yaitu <45 disertai nyeri tekan daerah SIAS
Kemudian dicari gangguan kencing seperti retensi urin atau perdarahan melalui uretra,
Tidak ada meatal bleeding, oedem scrotum maupun hematuri pada saat BAK.
Pada pemeriksaan rontgen os pelvis didapatkan kesan fraktur inkomplit os spina iliaca
PLAN:
Diagnosis
Fraktur Spina Iliaca (Pelvis)
Pengobatan
Pendidikan
Edukasi mengenai penyakit bertujuan untuk memotivasi pasien menjalani rawat inap
agar dikonsulkan kepada pihak yang lebih berkompeten (SpB) untuk rencana
dilakukan observasi terhadap kemungkinan timbulnya komplikasi dari fraktur pelvis.
Follow Up :
24/06/2015
KU:Baik/CM
O:Td=130/90mmhg
N= 80x/menit
T:36,5
A: Fraktur Spina Iliaca (H2)
P:Blpl
KASUS BEDAH
FRAKTUR SPINA ILIACA (PELVIS)
Disusun oleh :
dr.Emy Novita Sari
Dokter Internship RSUD KAJEN
Pendamping :
Dr. Imam
Dr.Siti Hanah
Nama
Judul/topik
Nama Pendamping
: Dr. Imam
Dr.Siti Hanah
Nama wahana
: RSUD KAJEN
1.
Keterangan
Tanda tangan
Presentan
2.
Dokter internship
3.
Dokter internship
4.
Dokter internship
5.
Dokter internship
Presentan
dr.Imam,dr.Siti Hanah
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1
Definisi
Patah tulang panggul adalah gangguan struktur tulang dari pelvis. Pada orang
tua, penyebab
paling
umum
adalah
jatuh
dari
posisi
berdiri.
Namun,
fraktur
yang berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas terbesar melibatkan pasukan yang
signifikan misalnya dari kecelakaan kendaraan bermotor atau jatuh dari ketinggian. 2
II.2
Etiologi
Dengan makin meningkatnya kecelakaan lalu lintas mengakibatkan dislokasi
sendi panggul sering ditemukan. Dislokasi panggul merupakan suatu trauma hebat. Patah
tulang pelvis harus dicurigai apabila ada riwayat trauma yang menekan tubuh bagian bawah
atau apabila terdapat luka serut, memar, atau hematom di daerah pinggang, sacrum, pubis
atau perineum. 2
II.3
Epidemiologi
Dua pertiga dari fraktur panggul terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Sepuluh persen
diantaranya di sertai trauma pada alat-alat dalam rongga panggul seperti uretra,bulibuli,rektum serta pembuluh darah dengan angka mortalitas sekitar 10 %. 2
II.4
Anatomi Pelvis
Pelvis merupakan struktur mirip-cincin yang terbentuk dari tiga tulang: sacrum dan
dua tulang innominata, yang masing-masing terdiri dari ilium, ischium dan pubis. Tulangtulang innominata menyatu dengan sacrum di bagian posterior pada dua persendian
sacroiliaca; di bagian anterior, tulang-tulang ini bersatu pada simfisis pubis. Simfisis
bertindak sebagai penopang sepanjang memikul beban berat badan untuk mempertahankan
struktur cincin pelvis.1
Tiga tulang dan tiga persendian tersebut menjadikan cincin pelvis stabil oleh struktur
ligamentosa, yang terkuat dan paling penting adalah ligamentum-ligamentum sacroiliaca
posterior. Ligamentum-ligamentum ini terbuat dari serat oblik pendek yang melintang dari
tonjolan posterior sacrum sampai ke spina iliaca posterior superior (SIPS) dan spina iliaca
posterior inferior (SIPI) seperti halnya serat longitudinal yang lebih panjang melintang dari
sacrum lateral sampai ke spina iliaca posterior superior (SIPS) dan bergabung dengan
ligamentum sacrotuberale. Ligamentum sacroiliaca anterior jauh kurang kuat dibandingkan
dengan ligamentum sacroiliaca posterior. Ligamentum sacrotuberale adalah sebuah jalinan
kuat yang melintang dari sacrum posterolateral dan aspek dorsal spina iliaca posterior sampai
ke tuber ischiadicum. Ligamentum ini, bersama dengan ligamentum sacroiliaca posterior,
memberikan stabilitas vertikal pada pelvis. Ligamentum sacrospinosum melintang dari batas
lateral sacrum dan coccygeus sampai ke ligamentum sacrotuberale dan masuk ke spina
ischiadica. Ligamentum iliolumbale melintang dari processus transversus lumbalis keempat
dan kelima sampai ke crista iliaca posterior; ligamentum lumbosacrale melintang dari
processus transversus lumbalis ke lima sampai ke ala ossis sacri (gambar 1).1
Gambar 1. Pandangan posterior (A) dan anterior (B) dari ligamentum pelvis.
Arteri iliaca communis terbagi, menjadi arteri iliaca externa, yang terdapat pada
pelvis anterior diatas pinggiran pelvis. Arteri iliaca interna terletak diatas pinggiran pelvis.
Arteri tersebut mengalir ke anterior dan dalam dekat dengan sendi sacroliliaca. Cabang
posterior arteri iliaca interna termasuk arteri iliolumbalis, arteri glutea superior dan arteri
sacralis lateralis. Arteri glutea superior berjalan ke sekeliling menuju bentuk panggul lebih
besar, yang terletak secara langsung diatas tulang. Cabang anterior arteri iliaca interna
termasuk arteri obturatoria, arteri umbilicalis, arteri vesicalis, arteri pudenda, arteri glutea
inferior, arteri rectalis dan arteri hemoroidalis. Arteri pudenda dan obturatoria secara
anatomis berhubungan dengan rami pubis dan dapat cedera dengan fraktur atau perlukaan
pada struktur ini. Arteri-arteri ini dan juga vena-vena yang menyertainya seluruhnya dapat
cedera selama adanya disrupsi pelvis (gambar 2). Pemahaman tentang anatomi pelvis akan
membantu ahli bedah ortopedi untuk mengenali pola fraktur mana yang lebih mungkin
menyebabkan kerusakan langsung terhadap pembuluh darah mayor dan mengakibatkan
perdarahan retroperitoneal signifikan. 1
II.5
Mekanisme Trauma
Mekanisme trauma pada cincin panggul terdiri atas: 3
posterior ligamen sakro iliaka mengalami robekan parsial atau dapat disertai fraktur
bagian belakang ilium.
II.6
c. Fraktur-tekanan
Fraktur pada rami pubis cukup sering ditemukan dan sering dirasakan yidak nyeri.
Pada pasien osteoporosis dan osteomalasia yang berat. Yang lebih sulit didiagnosis adalah
fraktur-tekanan disekitar sendi sacroiliaca. Ini adalah penyebab nyeri sacroiliaca yang tak
lazim pada orangtua yang menderita osteoporosis.
Tile membagi fraktur pelvis ke dalam cidera yang stabil, cidera yang secara rotasi tak
stabil dan cidera yang secara rotasi dan vertikal tak stabil.
Tipe A/stabil; ini temasuk avulsi dan fraktur pada cincin pelvis dengan sedikit atau
tanpa pergeseran.
o A1 : fraktur panggul tidak mengenai cincin
o A2 : stabil, terdapat pergeseran cincin yang minimal dari fraktur
Tipe B yaitu secara rotasi tidak stabil tapi secara vertikal stabil. Daya rotasi luar yang
mengena pada satu sisi pelvis dapat merusak dan membuka simfisis biasa disebut
fraktur open book atau daya rotasi internal yaitu tekanan lateral yang dapat
menyebabkan fraktur pada rami iskiopubik pada salah satu atau kedua sisi juga
II.7
Gambaran Klinik
Fraktur panggul sering merupakan bagian dari salah satu trauma multipel yangdapat
Tanpa fraktur
dipaksa keluar ke belakang asetabulum melalui suatu trauma yang dihantarkan pada diafisis
femur dimana sendi pinggul dalama posisi fleksi atau semi fleksi. Trauma biasanya terjadi
karena kecelakaan lalu lintas dimana lutut penumpang dalam keadaan fleksi dan menabrak
dengan keras yang berada dibagian depan lutut. Kelainan ini juga dapat terjadi sewaktu
mengendarai motor. 50% dislokasi disertai fraktur pada pinggir asetabulum dengan fragmen
kecil atau besar. Penderita biasanya datang setelah suatu trauma yang hebat disertai nyeri dan
deformitas pada daerah sendi panggul. Sendi panggul teraba menonjol ke belakang dalam
posisi adduksi, fleksi dan rotasi interna .terdapat pemendekan anggota gerak bawah. Dengan
pemeriksaan rontgen akan diketahui jenis dislokasi dan apakahdislokasi disertai fraktur atau
tidak.3
2. Dislokasi anterior
Obturator
Iliaka
Pubik
femur terdorong ke dinding medial asetabulum pada rongga panggul. Disini kapsul tetap
utuh. Fraktur asetabulum terjadi karena dorongan yang kuat dari lateral atau jatuh
dariketinggian pada satu sisi atau suatu tekanan yang melalui femur dimana keadaan abduksi.
Didapatkan perdarahan dan pembengkakan di daerah tungkai bagian proksimal tetapi posisi
tetap normal. Nyeri tekan pada daerah trokanter. Gerakan sendi panggul sangat terbatas.
Dengan pemeriksaan radiologis didapatkan adanya pergeseran dari kaput femur menembus
panggul. 3
Pada cidera tipe A pasien tidak mengalami syok berat tetapi merasa nyeri bila
berusaha berjalan. Terdapat nyeri tekan local tetapi jarang terdapat kerusakan pada viscera
pelvis. Foto polos pelvis dapat mempelihatkan fraktur.
Pada cidera tipe B dan C pasien mengalami syok berat, sangat nyeri dan tidak dapat
berdiri, tidak dapat kencing. Mungkin terdapat darah di meatus eksternus. Nyeri tekan dapt
bersifat local tapi sering meluas, dan usaha menggerakkan satu atau kedua ossis ilii akan
sangat nyeri. Salah satu kaki mungkin mengalamai anastetik sebagian karena mengalami
cidera saraf skiatika. Cidera ini sangat hebat sehingga membawa resiko tinggi terjadinya
kerusakan visceral, perdarahan di dalam perut dan retroperitoneal, syok, sepsis dan ARDS.
Angka kematian juga cukup tinggi.(Apley, 1995).3
Anamnesis :
a. Keadaan dan waktu trauma
b. Miksi terakhir
c. Waktu dan jumlah makan dan minum yang terakhir
d. Bila penderita wanita apakah sedang hamil atau menstruasi
e. Trauma lainnya seperti trauma pada kepala
Pemeriksaan Klinik :
a. Keadaan umum
Denyut nadi, tekanan darah dan respirasi
Lakukan survey kemungkinan trauma lainnya
b. Lokal
II.8
Pemeriksaan nyeri :
o Tekanan dari samping cincin panggul
o Tarikan pada cincin panggul
Inspeksi perineum untuk mengetahui asanya Perdarahan, pembengkakan dan
deformitas
Tentukan derajat ketidakstabilan cincin panggul dengan palpasi pada ramus dan
simfisis pubis
Pemeriksaan colok dubur
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan nyeri subjektif dan objektif, dan pergerakan
abnormal pada gelang panggul. Untuk itu, pelvis ditekan ke belakang dan ke medial secara
hati-hati pada kedua spina iliaka anterior superior, ke medial pada kedua trokanter mayor, ke
belakang pada simpisis pubis, dan ke medial pada kedua krista iliaka. Apabila pemeriksaan
ini menyebabkan nyeri, patut dicurigai adanya patah tulang panggul.4
Kemudian dicari adanya gangguan kencing seperti retensi urin atau perdarahan
melalui uretra, serta dilakukan pemeriksaan colok dubur untuk melakukan penilaian pada
sakrum, atau tulang pubis dari dalam.
Sinar X dapat memperlihatkan fraktur pada rami pubis, fraktur ipsilateral atau kontra
lateral pada elemen posterior, pemisahan simfisis, kerusakan pada sendi sacroiliaca atau
kombinasi. CT-scan merupakan cara terbaik untuk memperlihatkan sifat cidera. 4
II.10 Manajemen Penanganan Fraktur Pelvis
II.10.1 Identifikasi dan Pengelolaan Fraktur Pelvis 5
a. Identifikasi mekanisme trauma yang menyebabkan kemungkinan fraktur pelvis
misalnya terlempar dari sepeda motor, crush injury, pejalan kaki ditabrak kendaraan,
tabrakan sepeda motor.
b. Periksa daerah pelvis adanya ekhimosis, perianal atau hematoma scrotal, darah di
meatus uretra.
c. Periksa tungkai akan adanya perbedaan panjang atau asimetri rotasi panggul.
d. Lakukan pemeriksaan rectum, posis dan mobilitas kelenjar prostat, teraba fraktur, atau
adanya darah pada kotoran.
e. Lakukan pemeriksaan vagina, raba fraktur, ukuran dan konsistensi uterus , adanya
darah. Perlu diingat bahwa penderita mungkin hamil.
f. Jika dijumpai kelainan pada B sampai E, jika mekanisme trauma menunjang
terjadinya fraktur pelvis, lakukan pemeriksaan ronsen pelvis AP (mekanisme trauma
dapat menjelaskan tipe fraktur).
g. Jika B sampai E normal, lakukan palpasi tulang pelvis untuk menemukan tempat
nyeri.
h. Tentukan stabilitas pelvis dengan hati-hati melakukan tekanan anterior-posterior dan
lateral-medial pada SIAS. Pemeriksaan mobilitas aksial dengan melakukan dorongan
dan tarikan tungkai secara hati-hati, tentukan stabilitas kranial-kaudal.
i. Perhatian pemasangan kateter urine, jika tidak ada kontraindikasi, atau lakukan
pemeriksan retrograde uretrogram jika terdapat kecurigaan trauma uretra.
j. Penilaian foto ronsen pelvis, perhatian kasus pada fraktur yang sering disertai
kehilangan darah banyak, misalnya fraktur yang meningkatkan volume pelvis.
1. Cocokan identitas penderita pada film
2. Periksa foto secara sistemik ;
a. Lebar simpisis pubis-pemisahan lebih dari 1 cm menunjukkan ada trauma
b.
c.
d.
e.
f.
3. Ingat,
pelvis posterior
Integritas ramus superior dan inferior pubis bilateral
Integritas asetabulum, kapsul dan kolum femur
Simetri ileum dan lebarnya sendi sakroiliaka
Simetri foramen sacrum dengan evaluasi linea arkuata
Fraktur prosessus transversus L5
karena tulang pelvis berbentuk lingkaran jarang kerusakan hanya pada satu
tempat saja.
4. Ingat, fraktur yang meningkatkan volume pelvis, misalnya vertical shear dan
fraktur open-book, sering disertai Perdarahan banyak.
k. Teknik mengurangi Perdarahan
1. Cegah manipulasi berlebihan atau berulang-ulang
2. Tungkai bawah di rotasi ke dalam untuk menutup fraktur open-book. Pasang
bantalan pada tonjolan tulang dan ikat kedua tungkai yang dilakukan rotasi.
Tindakan ini akan mengurangi pergeseran simpisis, mengurangi volume
pelvis, bermanfaat untuk tindakan sementara menunggu pengobatan definitif.
3. Pasang dan kembangkan PASG. Alat ini bermanfaat untuk membawa/transport
4.
5.
6.
7.
8.
penderita.
Pasang external fixator pelvis (konsultasi orthopedi segera)
Pasang traksi skeletal (konsultasi orthopedi segera)
Embolisasi pembuluh darah pelvis melalui angiografi
Lakukan segera konsultasi bedah/ orthopedi untuk menentukan prioritas
Letakkan bantal pasir di bawah bokong kiri-kanan jika tidak terdapat trauma
tulang belakang atau cara menutup pelvis yang lain tidak tersedia.
9. Pasang pelvic binder
10. Mengatur untul transfer ke fasilitas terapi definitive jika tidak mampu
melakukannya.
II.10.2 Metode Penatalaksanaan1
Gambar 4. Ilustrasi yang mendemonstrasikan aplikasi alat kompresi melingkar pelvis (pengikat
pelvis) yang tepat, dengan gesper tambahan (tanda panah) untuk mengontrol tekanan
Rotasi eksterna ekstremitas inferior umumnya terlihat pada orang dengan fraktur
pelvis disposisi, dan gaya yang beraksi melalui sendi panggul mungkin berkontribusi pada
deformitas pelvis. Koreksi rotasi eksternal ekstremitas bawah dapat dicapai dengan membalut
lutut atau kaki bersama-sama, dan hal ini dapat memperbaiki reduksi pelvis yang dapat
dicapai dengan kompresi melingkar.
c. Fiksasi Eksternal
Fiksasi Eksternal Anterior Standar
Beberapa studi telah melaporkan keuntungan fiksasi eksternal pelvis emergensi pada
resusitasi pasien yang tidak stabil secara hemodinamik dengan fraktur pelvis tidak stabil.
Efek menguntungkan fiksasi eksternal pada fraktur pelvis bisa muncul dari beberapa faktor.
Imobilisasi dapat membatasi pergeseran pelvis selama pergerakan dan perpindahan pasien,
menurunkan kemungkinan disrupsi bekuan darah. Pada beberapa pola (misal, APC II),
reduksi volume pelvis mungkin dicapai dengan aplikasi fiksator eksternal. Studi
eksperimental telah menunjukkan bahwa reduksi cedera pelvis open book mengarah pada
peningkatan tekanan retroperitoneal, yang bisa membantu tamponade perdarahan vena.
Penambahan fraktur disposisi dapat meringankan jalur hemostasis untuk mengontrol
perdarahan dari permukaan tulang kasar.
C-Clamp
Fiksasi pelvis eksternal standar tidak menyediakan stabilisasi pelvis posterior yang
adekuat. Hal ini membatasi efektivitas pada pola fraktur yang melibatkan disrupsi posterior
signifikan atau dalam kasus-kasus dimana ala ossis ilium mengalami fraktur. C-clamp yang
diaplikasikan secara posterior telah dikembangkan untuk menutupi kekurangan ini. Clamp
memberikan aplikasi gaya tekan posterior tepat melewati persendian sacroiliaca. Kehatihatian yag besar harus dilatih untuk mencegah cedera iatrogenik selama aplikasi; prosedur
umumnya harus dilakukan dibawah tuntunan fluoroskopi. Penerapan C-clamp pada regio
trochanter femur menawarkan sebuah alternatif bagi fiksasi eksternal anterior standar untuk
fiksasi sementara cedera APC.1
d. Angiografi
e. Balutan Pelvis
II.10.3Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan dianggap cukup penting sebagai usaha yang dilakukan untuk menilai
dan mengontrol lokasi perdarahan. Dua bor besar (16-gauge) kanula intravena harus
dibangun secara sentral atau di ekstremitas atas sepanjang penilaian awal. Larutan kristaloid
2 L harus diberikan dalam 20 menit, atau lebih cepat pada pasien yang berada dalam
kondisi syok. Jika respon tekanan darah yang cukup dapat diperoleh, infus kristaloid dapat
dilanjutkan sampai darah tipe-khusus atau keseluruhan cocok bisa tersedia. Darah tipekhusus, yang di crossmatch untuk tipe ABO dan Rh, biasanya dapat disediakan dalam 10
menit; namun, darah seperti itu dapat berisi inkompatibilitas dengan antibodi minor lainnya.
Darah yang secara keseluruhan memiliki tipe dan crossmatch membawa resiko lebih sedikit
bagi reaksi transfusi, namun juga butuh waktu paling banyak untuk bisa didapatkan (rata-rata
60 menit). Ketika respon infus kristaloid hanya sementara ataupun tekanan darah gagal
merespon, 2 liter tambahan cairan kristaloid dapat diberikan, dan darah tipe-khusus atau
darah donor-universal non crossmatch (yaitu, kelompok O negatif) diberikan dengan segera.
Kurangnya respon mengindikasikan bahwa kemungkinan terjadi kehilangan darah yang
sedang berlangsung, dan angiografi dan/atau kontrol perdarahan dengan pembedahan
mungkin dibutuhkan. 1
II.10.4 Evaluasi Status Resusitasi
Titik akhir resusitasi ditentukan berdasarkan kombinasi data laboratorium dan tandatanda fisiologis. Pembacaan tingkat hemoglobin diketahui tidak akurat selama fase akut
resusitasi. Titik akhir resusitasi yang umumnya dipertimbangkan termasuk tekanan darah
normal, menurunnya denyut jantung, urin output yang cukup ( 30 mL/jam), dan tekanan
vena sentral (CVP) normal. Namun, bahkan setelah normalisasi parameter-parameter ini,
oksigenasi jaringan yang tidak memadai bisa menetap. Pengukuran laboratorium tambahan
yang dapat digunakan untuk mengevaluasi oksigenasi jaringan termasuk defisit basa,
bikarbonat dan laktat. Semua ini menilai glikolisis anaerobik. Istilah defisit basa dan
kelebihan basa digunakan bergantian, satu-satunya perbedaan untuk menjadi defisit basa
diperlihatkan sebagai nomor positif dan kelebihan basa diperlihatkan sebagai nomor negatif.
Defisit basa normal adalah 0-3 mmol/L; angka ini secara rutin diukur melalui analisa gas
darah arteri (AGDA). Defisit basa menetap menandakan resusitasi yang tidak mencukupi. 1
II.11
Komplikasi 2
a. Nyeri sacroiliaca sering ditemukan setelah fraktur pelvis tak stabil dan kadang
memerlukan artrodesis pada sendi sacroiliaca. Cidera saraf skiatika biasanya sembuh
tetapi kadang memerlukan eksplorasi. Cidera uretra berat bisa menimbulkan striktur
uretra, inkontinensia dan impotensi (Apley, 1995)
b. Ruptur uretra posterior paling sering disebabkan oleh fraktur tulang pelvis. Fraktur
yang mengenai ramus atau simfisis pubis dan menimbulkan kerusakan pada cincin
pelvis dapat menyebabkan robekan uretra pars prostate-membranacea. Fraktur pelvis
dan robekan pembuluh darah yang berada di kavum pelvis menyebabkan hematom
yang luas di kavum retzius sehingga jika ligamentum pubo-prostatikum ikut robek,
prostat beserta buli-buli akan terangkat ke cranial. (Purnomo, 2007)
Ruptur uretra anterior , cidera dari luar yang sering menyebabkan kerusakan uretra
anterior adalah straddle injury (cidera selangkangan) yaitu uretra terjepit diantara
tulang pelvis dan benda tumpul. Jenis kerusakan uretra yang terjadi berupa kontusio
dinding uretra, rupture parsial, atau rupture total dinding uretra. Pada kontusio uretra
pasien mengeluh adanya perdarahan per-uretram atau hematuria. Jika terdapat
robekan pada korpus spongiosum, terlihat adanya hematom pada penis atau butterfly
hematom. Pada keadaan ini seringkali pasien tidak dapat miksi. (Purnomo, 2007)
c. Fraktur Acetabulum
Terjadi apabila kaput femoris terdorong ke dalam pelvis. Fraktur ini menggabungkan
antara kerumitan fraktur pelvis dengan kerusakan sendi. Ada 4 tipe fraktur acetabulum
yaitu fraktur kolumna anterior, fraktur kolumna posterior, fraktur melintang, dan
fraktur kompleks. Gambaran klinis agak tersamarkan krena mungkin terdapat cidera
lain yang lebih jelas/mengalihkan perhatian dari cidera pelvis yang lebih mendesak.
Pemeriksaan foto sinar-X perlu dilakukan (Apley, 1995)
d. Cidera pada sacrum dan koksigis
Pukulan dari belakang atau jatuh pada tulang ekor dapat mematahkan sacrum dan
koksigis. Terjadi memar yang luas dan nyeri tekan muncul bila scrum atau koksigis
dipalpasi dari belakang atau melalui rectum. Sensasi dapat hilang pada distribusi saraf
sakralis. Sinar-X dapat memperlihatkan ; 1) fraktur yang melintang pada sacrum dapat
disertai fragmen bawah yang terdorong ke depan, 2) fraktur koksigis kadang disertai
fragmen bagian bawah yang menyudut ke depan, 3) suatu penampilan normal kalau
cidera hanya berupa strain pada sendi sacrokoksigeal.