Professional Documents
Culture Documents
keseluruhan Gereja dalam arti hanya mereka yang berada dalam persekutuan penuh
dengan Gereja Katolik (Roma). Lagi-lagi, beberapa orang Katolik menganggap bahwa
sebuah konsili ekumenis harus melibatkan Gereja-gereja Timur, dalam pengertian
selengkap-lengkapnya. Seperti yang sering dikatakan oleh Paus Yohanes Paulus II, Gereja
perlu bernapas dengan kedua paru-parunya (namun beliau tidak merujuk kepada
gereja-gereja Ritus Timur yang berada dalam persekutuan penuh dengan Roma).
Pertemuan-pertemuan yang lebih bersifat setempat disebut sinode, namun perbedaan
antara sinode dengan konsili tidak begitu jelas dan tajam. Namun demikian, kedua
Gereja ini, dan banyak Gereja Protestan, memang mengakui keabsahan Ketujuh Konsili
Ekumenis, kecuali Konsili Quinisext yang ditolak oleh Katolik namun dianggap sebagai
bagian dari Konsili ke-6 oleh Ortodoks.
Kata Yunani sinode () berasal dari kata sun (bersama-sama) dan hodos
(jalan), jadi sinode berarti berkumpulnya bersama-sama sejumlah orang yang memiliki
suatu kesamaan, dalam hal ini para uskup Kristen.
Kisah para Rasul mencatat Sidang Yerusalem, yang membahas ketegangan antara
mempertahankan praktik-praktik Yahudi dalam komunitas Kristen perdana dan orangorang Kristen baru yang berasal dari latar belakang non-Yahudi. Meskipun keputusankeputusannya diterima oleh semua orang Kristen dan tampaknya sesuai denagn
sejumlah definisi di kemudian hari tentang konsili ekumenis, tak satu Gereja Kristen pun
yang mencantumkannya dalam kategori konsili ekumenis mereka.
Konsili Efesus diselenggarakan di Efesus, Asia Kecil pada tahun 431 oleh Kaisar
Theodosius II, cucu Theodosius I. Diperkirakan ada 200 uskup yang hadir.
Penyelenggaraannya berlangsung dalam suasana panas karena silang pendapat dan
tuding-menuding antar peserta. Konsili ini merupakan Konsili Ekumenis Ke-3 dan
terutama berkaitan dengan bidaah Nestorianisme.
Nestorianisme menitikberatkan hakikat manusiawi Yesus dengan mengecilkan hakikat
ilahi-Nya. Konsili ini menolak dan menyatakan sesat ajaran Patriark Nestorius. Nestorius
mengajarkan bahwa Maria, bunda Yesus melahirkan seorang manusia, Yesus, bukan
Allah, Logos (Sang Sabda, Putera Allah). Logos hanya berdiam dalam Kristus,
sebagaimana dalam sebuah bait (Oleh karena itu, Kristus hanyalah Theophoros, kata
dari Bahasa Yunani untuk Pembawa Allah. Konsekuensinya, Maria harus disebut
Christotokos, kata Yunani untuk Bunda Kristus dan bukan Theotokos, kata Yunani untuk
Bunda Allah. Karena itulah nama tersebut menjadi suatu kontroversi Kristologis. Ada
pula nilai sejarahnya mengingat bahwa Efesus adalah kota dari Dewi Artemis, lihat juga
kis. 19:28.
Konsili ini menyatakan bahwa Yesus adalah satu pribadi, bukan dua orang yang
terpisah: sepenuhnya Allah dan sepenuhnya manusia, memiliki tubuh dan jiwa yang
rasional. Perawan Maria adalah Theotokos karena dia bukan melahirkan seorang
manusia melainkan melahirkan Allah sebagai seorang manusia. Persatuan kedua hakikat
Kristus terjadi sedemikian rupa sehingga yang satu tidak mengganggu yang lainnya.
Konsili ini juga menyatakan bahwa naskah Pengakuan Iman Nicea tahun 381 sudah
lengkap dan melarang segala bentuk perubahan (penambahan maupun penghapusan)
atasnya. Selain itu, Konsili juga mengutuk Pelagianisme
Dihasilkan 8 kanon :
Kanon 1 mengumumkan bagi seorang bidaah bernama Selestius (so Scholion),
anathema.
Konsili Quinisext (= Kelima dan Keenam) atau Konsili di Trullo, (692); umumnya sebuah
konsili administrative yang mengangkat sejumlah kanon lokal ke dalam status ekumenis
dan menetapkan prinsip-prinsip disiplin para pejabat gerejawi. Konsili ini tidak dianggap
sebagai Konsili yang lengkap karena tidak menentukan masalah-masalah doktrin. Konsili
ini diterima oleh Gereja Ortodoks Timur sebagai bagian dari Konsili Ekumenis VI, tetapi
hal itu ditolak oleh Katolik Roma.
Konsili Nicea Kedua, (787); pemulihan penghormatan terhadap ikon-ikon dan mengakhiri
ikonoklasme pertama (Ditolak oleh banyak denominasi Protestan, yang sebaliknya lebih
memilih Konsili Konstantinopel 754, yang mengutuk penghormatan terhadap ikon-ikon.)
Konsili Lateran Pertama, (1123); membahas salah satu masalah yang mendesak pada
masa itu, persoalan hak-hak dari Gereja Katolik dan hak-hak Kaisar Romawi Suci
sehubungan dengan pengangkatan uskup.
Dua konsili berikutnya dianggap ekumenis oleh sebagian pihak di kalangan Gereja
Ortodoks tetapi tidak oleh orang Kristen Ortodoks Timur lainnya, yang sebaliknya
menganggap mereka sebagai konsili lokal yang penting . Namun mereka diakui secara
universal oleh semua Gereja Ortodok meskipun ekumenisitasnya tidak diakui.
Konsili Lateran Ketiga, (1179); membatasi mereka yang berhak memilih paus hanya para
kardinal, mengutuk simoni, melarang pengangkatan siapapun menjadi uskup sebelum
berusia 30 tahun.
Konsili Lyons Pertama, (1245); mengesahkan topi merah untuk para kardinal, dan pajak
untuk Tanah Suci
Konsili Pisa, (1409) tidak diberikan nomor urut karena tidak dihimpunkan oleh seorang
paus; konsili ini berusaha membatalkan skisma kepausan yang telah menciptakan
Kepausan Avignon.
Konsili Siena, (14231424) dicabut dari daftar karena belakangan dicap sesat;
merupakan puncak konsiliarisme, menekankan kepemimpinan para uskup yang
berkumpul dalam Konsili.
Konsili Basel, Ferrara dan Firenze, (14311445); rekonsiliasi dengan Gereja Ortodoks,
namun tidak diterima pada tahun-tahun berikutnya oleh orang-orang Kristen Timur.
Dalam Konsili ini, juga dicapai kesatuan-kesatuan lain dengan berbagai Gereja Timur.
Konsili Vatikan Pertama, 1870; memperjelas doktrin infalibilitas kepausan; ditolak oleh
Gereja Katolik Lama
Konsili Vatikan Kedua, (19621965); pembaruan terhadap liturgi Roma sesuai dengan
norma yang murni dari para Bapak Gereja , dekrit-dekrit pastoral tentang hakikat
Gereja dan hubungannya dengan dunia modern, pemulihan teologi tentang komuni,
peningkatan studi Kitab Suci dan Alkitab, kemajuan ekumenis menuju rekonsilias dengan
Gereja-gereja lain.
Baik Gereja Katolik Roma maupun Gereja Ortodoks Timur mengakui tujuh Konsili pada
tahun-tahun permulaan Gereja, tetapi Gereja Katolik juga mengakui empat belas konsili
yang dihimpunkan pada tahun-tahun kemudian oleh Paus, yang otoritasnya ditolak oleh
Gereja Ortodoks Timur karena mereka menganggap Roma saat ini berada di dalam
skisma. Status dari konsili-konsili ini di hadapan rekonsiliasi Katolik-Ortodoks akan
tergantung pada apakah orang menerima eklesiologi Katolik Roma (keutamaan paus)
atau eklesiologi Ortodoks (kerekanan dari otosefalus atau pimpinan Gereja-gereja).
Dalam kasus yang pertama, Konsili-konsili yang lainnya akan mendapatkan status
ekumenis. Dalam kasus yang belakangan, mereka akan dianggap sebagai sinode-sinode
lokal yang tidak memiliki otoritas di antara Gereja-gereja otosefalus yang lainnya.
Tujuh konsili pertama dihimpunkan oleh kaisar (mula-mula oleh Kaisar Roma Kristen dan
belakangan yang disebut Kaisar Bizantium, yaitu Kaisar-kaisar Romawi yang beribu kota
di Timur). Kebanyakan sejarahwan sepakat bahwa kaisar-kaisar menghimpunkan Konsili
untuk memaksa para uskup Kristen untuk memecahkan masalah-masalah yang
memecah-belah dan untuk mencapai konsensus. Mereka berharap bahwa
mempertahankan kesatuan di dalam Gereja akan menolong mempertahankan kesatuan
wilayah Kekaisaran. Hubungan antara Kepausan dengan keabsahan Konsili-konsili ini
merupakan dasar dari banyak pertikaian antara Gereja Katolik Roma dan Gereja
Ortodoks Timur dan bagi para sejarahwan.
Sejauh menyangkut sejumlah Gereja Ortodoks Timur, sejak Konsili Ekumenis Ketujuh
tidak ada lagi sinode atau konsili dengan cakupan yang sama dengan Konsili Ekumenis
manapun. Rapat-rapat lokal dari para pejabat hierarkhi dinamai pan-Ortodoks, tetapi
semua ini pada umumnya hanyalah sekadar rapat-rapat para pejabat hierarkhi lokal dari
yurisdiksi Ortodoks Timur manapun yang menjadi bagian dari masalah lokal yang
spesifik. Dari sudut pandangan ini, tidak ada Konsili yang sepenuhnya pan-Ortodoks
(Ekumenis) sejak 787. Malangnya, penggunaan istilah pan-Ortodoks membingungkan
bagi mereka yang bukan menjadi bagian dari Gereja Ortodoks Timur, dan hal ini
membawa kepada kesan-kesan yang keliru bahwa semua ini adalah Konsili Ekumenis
ersatz dan bukan semata-mata konsili lokal yang kepadanya para pejabat hierarkhi
Ortodoks yang ada di dekatnya, apapun juga yurisdiksinya, diundang.
Yang lainnya, termasuk teolog abad ke-20 Metropolitan Hierotheos (Vlachos) dari
Nafpaktos, Rm. John S. Romanides, dan Rm. George Metallinos (kesemuanya berulangulang merujuk kepada Konsili Ekumenis Kedelapan dan Kesembilan), Rm. George
Dragas, dan Ensiklik Para Patriarkh Timur 1848 (yang merujuk secara eksplisit kepada
Konsili Ekumenis Kedelapan dan yang ditandatangani oleh para Patriarkh dari
Konstantinopel, Yerusalem, Antiokhia, dan Alexandria serta Sinode-sinode Suci dari
ketiga patriarkh yang pertama), menganggap sinode-sinode lainnya di luar Konsili
Ekumenis Ketujuh sebagai konsili yang ekumenis. mereka yang menganggap konsili-
Protestanisme
Gereja Asiria
Gereja Asiria di Timur hanya menerima Konsili Nicea Pertama dan Konsili Konstantinopel
Pertama.
Mormonisme
Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir menolak Konsili Ekumenis pada
abad-abad pertama karena apa yang mereka anggap sebagai upaya manusia yang sesat
tanpa bantuan ilahi untuk memutuskan masalah-masalah doktrin seolah-olah doktrin
harus diturunkan melalui perdebatan demokratis atau politik ketimbang melalui
pewahyuan. Penghimpunan Konsili seperti itu bahkan dianggap sebagai cukup bukti
bahwa Gereja Kristen yang asli telah jatuh ke dalam kemurtadan dan tidak lagi secara
langsung dipimpin oleh otoritas ilahi. Mereka menganggap penghimpunan Konsili seperti
itu, misalnya, oleh seorang Kaisar Roma, yang belum dibaptiskan (apalagi tidak
ditahbiskan) sebagai sebuah tindakan yang absurd dan menegaskan bahwa kaisar-kaisar
itu menggunakan Konsili untuk menunjukkan pengaruh mereka dalam membentuk dan
melembagakan agama Kristen sesuai dengan selera mereka.
Gereja-gereja Nontrinitarian
Konsili yang pertama dan konsili-konsili yang berikutnya tidak diakui oleh Gereja-gereja
nontrinitarian: Arian, Unitarian, Saksi-Saksi Yehuwa dll.
Dalam beberapa puluh tahun terakhir banyak teolog Katolik Roma dan bahkan sejumlah
Paus telah berbicara tentang ketujuh Konsili pertama sebagai ekumenis dalam
pengertian lengkap dan selayaknya, mendapatkan penerimaan oleh Gereja Timur
maupun Barat. Lebih dari itu, Paus Yohanes Paulus II, dalam ensikliknya Ut Unum Sint
(Agar mereka kiranya menjadi satu), mengundang orang-orang Kristen lainnya untuk
membicarakan bagaimana keutamaan Uskup Roma selayaknya diterapkan sejak
sekarang. Beliau berkata bahwa masa depan mungkin dapat menjadi pembimbing yang
lebih baik daripada masa lalu. Dalam CARAini, Uskup Roma memungkinkan
pengembangan sebuah eklesiologi yang akan lebih dapat diterima oleh Timur dan Barat,
yang akan memungkinkan rekonsiliasi antara Gereja Katolik Roma dan Gereja-gereja
Ortodoks dan akan memberikan pemahaman bersama tentang wibawa Konsili yang
disebut ekumenis.
Saling ekskomunikasi pada 1054 antara Paus Roma dan Patriarkh Konstantinopel
dibatalkan pada 1965 oleh para pengganti mereka pada masa itu. Sementara Gerejagereja ini kini berusaha menciptakan rekonsiliasi, pemulihan persekutuan yang penuh
pun akan membutuhkan waktu.
Demikian pula pada 11 November 1994 dalam pertemuan antara Mar Dinkha IV,
Patriarkh Babilonia, Selucia-Ctesiphon dan seluruh wilayah Timur (Chicago, Illinois),
pemimpin Asiria atau Gereja Nestorian, dan Paus Yohanes Paulus II dari Gereja Katolik
Roma di Vatikan, ditandatanganilah sebuah Pernyataan Kristologis Bersama,
menjembatani sebuah skisma yang berasal dari Konsili Ekumenis Ketiga di Efesus.
Pemisahan dari Gereja Koptik dari Gereja Katolik yang esa, kudus dan apostolik setelah
Konsili Ekumenis Keempat di Khalsedon dibahas dalam sebuah Deklarasi Bersama
antara Paus Paulus VI dan Paus dari Alexandria Shenouda III di Vatikan pada 10 Mei
1973 dan dalam sebuah Pernyataan Persetujuan yang disiapkan oleh Komisi Bersama
untuk Dialog Teologis antara Gereja Ortodoks dan Gereja-gereja Ortodoks Oriental di
Biara Anba Bishoy di Wadi El-Natroun, Mesir pada 24 Juni 1989.