You are on page 1of 15

Borang Portofolio Kasus Interna

Topik :
Tanggal (kasus) :
Presenter :
Tanggal Presentasi :
Pendamping :
Tempat Presentasi :
Objektif Presentasi :
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi :
Tujuan :
Bahan
Tinjauan Pustaka Riset
Kasus
Audit
Bahasan :
Cara
Diskusi
Presentasi dan Diskusi
E-mail
Pos
Membahas :
Data Pasien :
No. Registrasi : Nama Klinik :
Telp :
Terdaftar sejak :
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis :
2. Riwayat Pengobatan :
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit:
4. Riwayat Keluarga :
5. Riwayat Pekerjaan :
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik :
7. Riwayat Imunisasi :
8. Lain-lain :Daftar Pustaka :
1.
Hasil Pembelajaran :
1.
2.
3.
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
1. Subjektif :

KeluhanUtama: SesakNafassejak 1 minggu SMRS

Sesak dirasakan setelah melakukan aktivitas dan menghilang dengan isthirahat

Batuk tidak berdahak, riwayat batu berdarah (+)

Nafsumakanberkurangsemenjak sakit.
1

Mualada, muntahtidakada..

Udem tungkai minimal yang tidak diketahui pasien kapan munculnya

2. Objektif :

PemeriksaanFisik

Keadaanumum : tampaksakitringan

Kesadaran

TekananDarah : 190/100 mmHg

Nadi

: CM

: 80x/menit

FrekuensiNafas : 42 x/ menit

Suhu

: 36,50 C

Status Internus
Kepala : Normochepali
Mata

: Konjungtivaanemis, skleratidakikterik

Thoraks
o Paru
Inspeksi

: Gerakannafascepat, simetriskiridankanan

Palpasi

: Fremitus kirisamadengankanan

Perkusi

: Sonor di kedualapangparu

Auskultasi : Rhonki+/+, wheezing -/o Jantung


Inspeksi: Iktusjantungtidakterlihat
Palpasi

:Iktusjantungteraba dilineamidclaviculasinistraICS V

Perkusi

: Batas jantung normal

Auskultasi : Murmur (-), Gallop (-)


Abdomen

Inspeksi

: Datar

Palpasi

: Hepar Lien tidakterabamembesar, Nyeritekan abdomen (-)

Perkusi

: Timpani

Auskultasi : Bisingusus (+) normal


Ekstremitas : CRT < 2 detik, Udem (-)

Laboratorium:
Tanggal 17 Desember 2013

Hb : 14 gr/dl
Leukosit: 7.050/mm3
Trombosit: 167.000/mm3
Hematokrit : 41%
LED: 20 mm/jam
MCV : 90 fL
MCH : 30 pg
MCHC
:34 mg/dl
GDS
: 100 mg/dl
Ureum
: 26 mg/dl
Creatinin
: 6,5 mg/dl
SGOT
: 50 mg/dl
SGPT
: 83 mg/dl

3. Assesment(penalaran klinis) :

Definisi
Gagaljantungatau
Heart
failure
adalahSindromklinis
yang
terjadipadapasienkarenadidapatkansuatukelainanstrukturataufungsijantung,
sehinggamenimbulkangejalaklinis
(dispnea,
kelelahan,
edema
&lainnya)
yang
mengakibatkanpasienseringrawatinap, kualitashidup yang buruk, danharapanhiduppendek
Patogenesis
Pompa yang tidak adekuat dari jantung merupakan dasar terjadinya gagal jantung. Sebagai
reaksi dari hal tersebut, awalnya dinding jantung merentang untuk menahan lebih banyak
darah karena hal ini, maka otot jantung menebal untuk memompa lebih kuat. Sementara itu
ginjal menyebabkan tubuh menahan cairan dan sodium. Ini menambah jumlah darah yang
beredar melalui jantung dan pembuluh darah. Hal ini menyebabkan kenaikkan yang progresif
pada tekanan pengisian sistemik rata-rata dimana tekanan atrium kanan meningkat sampai
akhirnya jantung mengalami peregangan yang berlebihan atau menjadi sangat edema
sehingga tidak mampu memompa darah yang sedang sekalipun. Tubuh kemudian mencoba
3

untuk berkompensasi dengan melepaskan hormon yang membuat jantung bekerja lebih keras.
Dengan berlalunya waktu, mekanisme pengganti ini gagal dan gejala-gejala gagal jantung
mulai timbul. Seperti gelang karet yang direntang berlebihan, maka kemampuan jantung
untuk merentang dan mengerut kembali akan berkurang. Otot jantung menjadi terentang
secara berlebihan dan tidak dapat memompa darah secara efisien.
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup keadaan-keadaan yang
meningkatkan beban awal, beban akhir, atau menurunkan kontraktilitas miokardium.
Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi aorta dan cacat septum
ventrikel, sedangkan stenosis aorta dan hipertensi sistemik akan meningkatkan beban akhir.
Kontraktilitas miokardium dapat menurun karena infark miokardium dan kardiomiopati.
Selain dari ketiga mekanisme fisiologis tersebut, ada faktor-faktor fisiologis lain yang dapat
juga mengakibatkan jantung gagal bekerja sebagai pompa, seperti stenosis katup
atrioventrikularis dapat
mengganggu
pengisian ventrikel, perikarditis konstriktif dan
tamponade jantung dapat mengganggu pengisian ventrikel dan ejeksi ventrikel, sehingga
menyebabkan gagal jantung. Diperkirakan bahwa abnormalitas penghantaran kalsium di
dalam sarkomer atau dalam sintesisnya atau fungsi dari protein kontraktil merupakan
penyebab gangguan kontraktilitas miokardium yang dapat mengakibatkan gagal jantung.
Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada 3 mekanisme primer terjadi yaitu: meningkatnya
aktivitas adrenergik simpatis, meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem reninangiotensin-aldosteron dan hipertrofi ventrikel.
Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung.
Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada awal
perjalanan gagal jantung. Namun, dengan berlanjutnya gagal jantung kompensasi menjadi
kurang efektif. Sekresi neurohormonal sebagai respon terhadap gagal jantung antara lain :
1. Norepinephrine menyebabkan vasokontriksi, meningkatkan denyut jantung, dan toksisitas
miosit
2. Angiotensin II menyebabkan vasokontriksi, stimulasi aldosteron, dan mengaktifkan saraf
simpatis
3. Aldosteron menyebabkan retensi air dan sodium
4. Endothelin menyebabkan vasokontriksi dan toksisitas miosit
5. Vasopresin menyebabkan vasokontriktor dan resorbsi air
6. TNF merupakan toksisitas langsung miosit
7. ANP menyebabkan vasodilatasi, ekresi sodium, dan efek antiproliferatif pada miosit
8. Interleukin-1 dan interleukin-6 bersifat toksis terhadap miosit.
Gangguan kontraktilitas miokardium ventrikel kiri yang menurun pada gagal jantung
akan mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel, sehingga volume residu ventrikel
4

menjadi meningkat akibat berkurangnya stroke volume yang diejeksikan oleh ventrikel kiri
tersebut. Dengan meningkatnya EDV (End Diastolic Volume), maka terjadi pula peningkatan
LVEDP (Left Ventricle End Diastolic Pressure), yang mana derajat peningkatannya
bergantung pada kelenturan ventrikel. Oleh karena selama diastole atrium dan ventrikel
berhubungan langsung, maka peningkatan LVEDP akan meningkatkan LAP (Left Atrium
Pressure), sehingga tekanan kapiler dan vena paru-paru juga akan meningkat. Jika
tekanan hidrostatik di kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik vaskular, maka akan terjadi
transudasi cairan ke interstitial dan bila cairan tersebut merembes ke dalam alveoli, terjadilah
edema paru-paru. Peningkatan tekanan vena paru yang kronis dapat meningkatkan tekanan
arteri paru yang disebut dengan hipertensi pulmoner, yang mana hipertensi pulmoner akan
meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Bila proses yang terjadi pada jantung
kiri juga terjadi pada jantung kanan, akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema.
Manifestasi Klinis
Gambaran klinis gagal jantung secara umum :
Dispnea, atau perasaan sulit bernafas adalah manifestasi yang paling umum dari gagal
jantung. Dispnea disebabkan oleh peningkatan kerja pernafasan akibat kongesti vaskular
paru-paru yang mengurangi kelenturan paru-paru. Meningkatnya tahanan aliran udara juga
menimbulkan dispnea. Dispnea saat beraktivitas menunjukkan gejala awal dari gagal jantung
kiri.
Ortopnea, atau dispnea pada posisi berbaring, terutama disebabkan oleh redistribusi aliran
darah dari bagian-bagian tubuh yang di bawah ke arah sirkulasi sentral. Reabsorpsi dari
cairan interstitial dari ekstremitas bawah juga akan menyebabkan kongesti vaskular paru-paru
lebih lanjut.
Paroksismal Nokturnal Dispneu (PND) atau mendadak terbangun karena dispnea, dipicu
oleh perkembangan edema paru-paru interstitial. PND merupakan manifestasi yang lebih
spesifik dari gagal jantung kiri daripada dispnea atau ortopnea.
Asma kardial adalah mengi akibat bronkospasme dan terjadi pada waktu malam atau karena
aktivitas fisik.
Batuk non produktif juga dapat terjadi sekunder dari kongesti paru-paru, terutama pada
posisi berbaring. Terjadinya ronki akibat transudasi cairan paru-paru adalah ciri khas dari
gagal jantung, ronki pada awalnya terdengar di bagian bawah paru-paru sesuai pengaruh
gaya gravitasi.
Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronkial sekunder dari distensi vena.
Distensi atrium atau vena pulmonalis dapat menyebabkan kompresi esophagus dan disfagia
atau kesulitan menelan.

Diagnosis
Kriteria diagnosis gagaljantungmenurut Framingham Heart Study :
Kriteria mayor :
a. Paroksismalnokturnaldispneu
b. Ronkiparu
c. Edema akutparu
d. Kardiomegali
e. Gallop S3
f. Distensi vena leher
g. Reflukshepatojugular
h. Peningkatantekanan vena jugularis

Kriteria minor :
a. Edema ekstremitas
b. Batukmalamhari
c. Hepatomegali
d. Dispneadeffort
e. Efusi pleura
f. Takikardi (120x/menit)
g. Kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal
Kriteria mayor danminor :Penurunanberatbadan 4,5 kg dalam 5 haripengobatan.
Diagnosis gagaljantungditegakkandenganduakriteria mayor atausatukriteria mayor dan 2
kriteria minor

PemeriksaanPenunjang
Dalam membantu penegakan diagnosis gagal jantung dapat dilakukan pemeriksaan berikut
ini:
1. EKG
EKG sangat penting dalam menentukan irama jantung, tetapi EKG tidak dapat
digunakan untuk mengukur anatomi LVH tetapi hanya merefleksikan perubahan
elektrik (atrial dan ventrikular aritmia) sebagai faktor sekunder dalam mengamati
perubahan anatomi. Hasil pemeriksaan EKG tidak spesifik menunjukkan adanya
gagal jantung.
2. Foto thorax
Foto thorax dapat membantu dalam mendiagnosis gagal jantung. Kardiomegali
biasanya ditunjukkan dengan adanya peningkatan cardiothoracic ratio / CTR (lebih
besar dari 0,5) pada tampilan posterior anterior. Pada pemeriksaan ini tidak dapat
menentukan gagal jantung pada disfungsi sistolik karena ukuran biasa terlihat normal.
Selain itu, pada pemeriksaan foto toraks didapatkan adanya kongesti vena paru-paru,
berkembang menjadi edema interstitial atau alveolar pada gagal jantung yang lebih
berat, redistribusi vaskular pada lobus atas paru-paru, dan kardiomegali. Pada gagal
jantung akut sering tidak terdapat kardiomegali.
3. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratoriumdidapatkan perubahan yang khas pada kimia darah,
seperti adanya hiponatremia, sedangkan kadar kalium dapat normal atau menurun
sekunder terhadap terapi diuretik. Hiperkalemia dapat terjadi pada tahap lanjut dari
gagal jantung karena gangguan ginjal. Kadar nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin
dapat meningkat sekunder terhadap perubahan laju filtrasi glomerulus. Urin menjadi
lebih pekat dengan berat jenis yang tinggi dan kadar natriumnya berkurang. Kelainan
pada fungsi hati dapat mengakibatkan pemanjangan masa protrombin yang ringan.
Dapat

pula

terjadi

peningkatan

bilirubin

dan

enzim-enzim

hati,

aspartat

aminotransferase (AST) dan fosfatase alkali serum, terutama pada gagal jantung yang
akut. Kadar kalium dan natrium merupakan prediktor mortalitas.

Penatalaksanaan

Non farmakologi :
a. Anjuran Umum
-

Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan, diet rendah


garam

Sesuaikan kemampuan fisik dengan kegiatan sehari-hari.

b. Tindakan Umum
-

Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung ringan dan 1 g
pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1,5
liter pada gagal jantung ringan).

Hentikan rokok, tirah baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi
akut.

Farmakologi
- Diuretik : untuk mencapai tekanan vena jugularis normal dan menghilangkan edema,
permulaan dapat digunakan loop diuretic (furosemid) atau tiazid. Bila respon tidak
cukup baik, dosis dapat dinaikan, berikan diuretic intravena atau kombinasi loop
diuretic dengan tiazid. Diuretic hemat kalium, spironolakton dengan dosis 25-50
mg/hari dapat mengurangi mortalitas pada pasien dengan gagal jantung sedang sampai
berat (klas fungsional IV) yang disebabkan gagal jantung sistolik.
- Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan aktivasi neurohormonal, dan pada gagal
jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri. Pemberian dimulai dengan
dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu sampai dosis yang efektif.
- Penyekat beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE. Pemberian mulai dengan
dosis kecil, kemudian dititrasi selama beberapa minggu dengan kontrol ketat sindrom
gagal jantung. Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada gagal jantung klas
fungsional II dan III. Penyekat beta yang digunakan carvedilol, bisoprolol atau
metoprolol. Biasa digunakan bersama-sama dengan penghambat ACE dan diuretic.
- Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila ada kontraindikasi penggunaan

penghambat ACE.
- Kombinasi hidralazin dengan ISDN memberi hasil yang baik pada pasien yang
intoleran dengan penghambat ACE dapat dipertimbangkan.
- Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal jantung disfungsi sistolik
ventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi atrial, digunakan bersama-sama
diuretic, penghambat ACE, penyekat beta.
- Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk pencegahan emboli
serebral pada penderita dengan fibrilasi atrial dengan fungsi ventrikel yang buruk.
Antikoagulan perlu diberikan pada fibrilasi atrial kronis maupun dengan riwayat
emboli, thrombosis dan transient ischemis attack, thrombus intrakardiak dan
aneurisma ventrikel.
- Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang asimptomatik atau aritmia
ventrikel yang tidak menetap.
- Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan kalsium antagonis untuk
mengobati angina atau hipertensi pada gagal jantung.
Prognosis
Prognosis gagal jantung yang tidak mendapat terapi tidak diketahui. Sedangkan
prognosis pada penderita gagal jantung yang mendapat terapi yaitu:

Kelas NYHA I
Kelas NYHA II
Kelas NYHA III
Kelas NYHA IV

: mortalitas 5 tahun 10-20%


: mortalitas 5 tahun 10-20%
: mortalitas 5 tahun 50-70%
: mortalitas 5 tahun 70-90%

Ada beberapa faktor yang menentukan prognosis, yaitu :

Waktu timbulnya gagal jantung

Timbul serangan akut atau menahun

Derajat beratnya gagal jantung

Penyebab primer

Kelainan atau besarnya jantung yang menetap

Keadaan paru

Cepatnya pertolongan pertama

Respons dan lamanya pemberian digitalisasi

Seringnya gagal jantung kambuh

4. Plan :

DIAGNOSIS KERJA
CHF
TB Paru
TERAPI
-

IVFD RL20 tts/mnt

Inj Ondansentron amp / 12 jam

In Ranitidin amp / 12 jam

Amlodipin 1x10mg

OAT Paket I

Follow up, Tanggal 17Desember 2013 (Hari Rawat I) :


S/

Mual (+) muntah (-)

O/

Rhonki +/+ , Udem -/- TD : 120/100mmHg

A/

TB Paru

P/

IVFD RL20 tts/mnt


Inj Ondansentron amp / 12 jam
In Ranitidin amp / 12 jam
Amlodipin 1x10mg
OAT Paket I

Follow up, Tanggal 18Desember 2013 (Hari Rawat II) :


S/

Batuk (+), Sesak bertambah, Nyeri dada (+), Demam (+)

O/

Rhonki +/+ , Udem -/- , S1-S2 irreguler TD : 130/80 mmHg

A/

TB Paru

P/

IVFD RL20 tts/mnt


Inj Ondansentron amp / 12 jam
10

In Ranitidin amp / 12 jam


Amlodipin 1x10mg
OAT Paket I
EKG : Hasil normal
Follow up, Tanggal 19Desember 2013 (Hari Rawat III) :
S/

Sesak (+), Batuk (+), Jalan ke WC sesak, Tidak bisa tidur

O/

Rhonki +/+ , Udem -/- TD : 100/70 mmHg

A/

TB Paru
Dispnoe ec susp CHF

P/

IVFD RL20 tts/mnt


Inj Ondansentron amp / 12 jam
In Ranitidin amp / 12 jam
Amlodipin 1x10mg
OAT Paket I

Follow up, Tanggal 20Desember 2013 (Hari Rawat IV) :


S/

Sesak (+), Batuk (+), Jalan ke WC sesak, Tidak bisa tidur

O/

Rhonki +/+ , Udem -/- TD : 100/70 mmHg

A/

TB Paru
Dispnoe ec susp CHF

P/

IVFD RL20 tts/mnt


Inj Ondansentron amp / 12 jam
In Ranitidin amp / 12 jam
Amlodipin 1x10mg
OAT Paket I

Follow up, Tanggal 21Desember 2013 (Hari Rawat V) :


S/

Sesak (+), Batuk (+), Jalan ke WC sesak, Tidak bisa tidur

O/

Rhonki +/+ , Udem -/- TD : 100/80 mmHg

A/

TB Paru
Dispnoe ec susp CHF

P/

IVFD RL20 tts/mnt


Inj Ondansentron amp / 12 jam
In Ranitidin amp / 12 jam
Amlodipin 1x10mg
OAT Paket I
11

Follow up, Tanggal 23Desember 2013 (Hari RawatVII) :


S/

Sesak (+), Batuk (+)

O/

Rhonki +/+ , Wheezing +/+, Udem -/- TD : 90/70 mmHg

A/

TB Paru
Dispnoe ec susp CHF

P/

IVFD RL20 tts/mnt


Oksigen 2-4 lt/menit
Inj Ondansentron amp / 12 jam
In Ranitidin amp / 12 jam
Amlodipin 1x10mg tab
Codein 2x10mg tab
B complek 3x1 tab
OAT Paket I

Follow up, Tanggal 24Desember 2013 (Hari RawatVIII) :


S/

Sesak (+), Batuk (+), Jalan ke WC sesak, Tidak bisa tidur

O/

Rhonki +/+ , Udem -/- TD : 90/60 mmHg

A/

TB Paru
Dispnoe ec susp CHF

P/

IVFD RL20 tts/mnt


Inj Ondansentron amp / 12 jam
In Ranitidin amp / 12 jam
Amlodipin 1x10mg
OAT Paket I

Follow up, Tanggal 27Desember 2013 (Hari RawatXI) :


S/

Sesak (+), Batuk (+), Demam (+), Bengkak kaki (+)

O/

Rhonki +/+ , Udem tungkai +/+


S1-S2 Irreguler, Gallop (+), TD : 90/60 mmHg

A/

TB Paru

CHF
P/

IVFD RL12 tts/mnt


Inj Cetriakson 1gr/24 jam
Inj Ranitidin amp / 12 jam
Inj Furosemid amp / 12 jam

12

Amlodipin 1x10mg STOP


Digoxin 2x1/2 tab
B complek 3x1 tab
OAT Paket I
Pasang DC
Follow up, Tanggal 28Desember 2013 (Hari RawatXII) :
S/

Sesak (+), Batuk (+), Demam (-), Bengkak kaki (+)

O/

Konjungtiva anemis, Sklera ikterik TD : 120/60 mmHg

Rhonki +/+ , Udem tungkai +/+


S1-S2 Irreguler, Gallop (+)
Abd : Nyeri tekan epigastrium dan kuadran kanan dan kiri atas
A/

TB Paru
CHF
Ikterus ec Drug-Induced hepatitis

P/

IVFD RL12 tts/mnt


Inj Cetriakson 1gr/24 jam
Inj Ranitidin amp / 12 jam
Inj Furosemid amp / 12 jam
Digoxin 2x1/2 tab
B complek 3x1 tab
KSR 3x1 tab
OAT Paket I STOP
Cek SGOT/SGPT

Follow up, Tanggal 30Desember 2013 (Hari RawatXIV) :


S/

Sesak (+), Batuk (+), Demam (-), Bengkak kaki (+) berkurang

O/

Konjungtiva anemis, Sklera ikterik TD : 100/80 mmHg


Rhonki +/+ , Udem tungkai +/+
S1-S2 Irreguler, Gallop (+)
Abd : Nyeri tekan epigastrium dan kuadran kiri atas
Lab : SGOT/SGPT : 432/255 mg/dl
Ur/Cr : 157/1,59 mg/dl
Albumin : 2,5 mg/dl

A/

TB Paru
13

CHF
Ikterus ec Drug-Induced hepatitis
P/

IVFD RL12 tts/mnt


Inj Cetriakson 1gr/12 jam
Inj Ranitidin amp / 12 jam
Inj Furosemid amp / 12 jam
Digoxin 2x1/2 tab
B complek 3x1 tab
KSR 3x1 tab
USG Abdomen

Follow up, Tanggal 31Desember 2013 (Hari Rawat XV) :


S/

Sesak (+), Batuk (+), Bengkak kaki (+), Makan hanya 3 suap

O/

Konjungtiva anemis, Sklera ikterik TD : 100/60 mmHg


Rhonki +/+ , Udem tungkai -/S1-S2 Irreguler, Gallop (+)
Abd : Nyeri tekan epigastrium dan kuadran kiri atas
USG Abdomen : Ascites, Sludge GB, Efusi Pleura dextra

A/

TB Paru
CHF
Ikterus ec Drug-Induced hepatitis

P/

IVFD RL12 tts/mnt


Inj Cetriakson 1gr/12 jam
Inj Ranitidin amp / 12 jam
Inj Furosemid amp / 12 jam
Digoxin 2x1/2 tab
B complek 3x1 tab
KSR 3x1 tab
Pendidikan :
Kepadapasiendankeluarganyadijelaskanpenyebabtimbulnyapenyakit
yang
dideritanyadanmenjelaskan perjalanan penyakit nantinya serta komplikasi yang akan
timbul kemudian harinya
Kegiatan

Periode

Hasil yang Diharapkan

14

Kepatuhan minum OAT dan efek


samping obat

3 harisekali

Segera diketahui efek


samping obat dan kelalaian
minum obat

Nasihat

Setiap kali visite

Kualitas hiduppasien
membaik, penyakit
membaik

Laboratorium

3 hari sekali

Kadar SGOT/SGPT
menurun sehingga OAT
dapat diberikan kembali

15

You might also like