You are on page 1of 22

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan

keperawatan

di Indonesia

telah

mengalami

perubahan yang sangat pesat menuju perkembangan keperawatan sebagai


profesi. Proses ini merupakan suatu perubahan yang sangat mendasar dan
konsepsional, yang mencakup seluruh aspek keperawatan baik aspek
pelayanan atau aspek-aspek pendidikan, pengembangan dan pemanfaatan
ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kehidupan keprofesian dalam
keperawatan.
Dalam

menjalankan

profesinya

sebagai

tenaga

perawat

professional senantiasa memperhatikan etika keperawatan yang mencakup


tanggung jawab perawat terhadap klien (individu, keluarga, dan
masyarakat). Selain itu, dalam memberikan pelayanan keperawatan yang
berkualitas tentunya mengacu pada standar praktek keperawatan yang
merupakan komitmen profesi keperawatan dalam melindungi masyarakat
terhadap praktek yang dilakukan oleh anggota profesi dalam hal ini
perawat.
Dalam menjalankan tugas keprofesiannya, perawat bisa saja
melakukan kesalahan yang dapat merugikan klien sebagai penerima
asuhan keperawatan, bahkan bisa mengakibatkan kecacatan dan lebih
parahnya mengakibatkan kematian, terutama bila pemberian asuhan
keperawatan tidak sesuai dengan standar praktek keperawatan. Kejadian
ini di kenal dengan malpraktek.
Di dalam setiap profesi termasuk profesi tenaga kesehatan berlaku
norma etika dan norma hukum. Oleh sebab itu apabila timbul dugaan
adanya kesalahan praktek sudah seharusnya diukur atau dilihat dari sudut
1 | Page

pandang kedua norma tersebut. Kesalahan dari sudut pandang etika


disebut ethical malpractice dan dari sudut pandang hukum disebut
yuridical malpractice. Hal ini perlu dipahami mengingat dalam profesi
tenaga perawatan berlaku norma etika dan norma hukum, sehingga apabila
ada kesalahan praktek perlu dilihat domain apa yang dilanggar.
Karena antara etika dan hukum ada perbedaan-perbedaan yang
mendasar menyangkut substansi, otoritas, tujuan dan sanksi, maka ukuran
normatif yang dipakai untuk menentukan adanya ethical malpractice atau
yuridical malpractice dengan sendirinya juga berbeda. Yang jelas tidak
setiap ethical malpractice merupakan yuridical malpractice akan tetapi
semua bentuk yuridical malpractice pasti merupakan ethical malpractice.
Untuk menghindari terjadinya malpraktek ini, perlu diadakan
kajian-kajian etika dan hukum yang menyangkut malpraktek khususnya
dalam bidang keperawatan sehingga sebagai perawat nantinya dalam
menjalankan praktek keperawatan senantiasa memperhatikan kedua aspek
tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka
permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah dugaan
malpraktek dalam pelanggaran etika dan disiplin hukum.
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui peran
tenaga kesehatan khususnya perawat dalam menanggani dugaan
malpraktek dalam pelanggaran etika dan disiplin hukum.
BAB II
PEMBAHASAN
2 | Page

A. Dugaan Malpraktek
Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan
tidak selalu berkonotasi yuridis. Malpraktek secara harfiah mal
mempunyai arti salah, sedangkan praktek mempunyai arti pelaksanaan
atau tindakan, sehingga malpraktek berarti pelaksanaan atau tindakan yang
salah.
Definisi malpraktek profesi kesehatan adalah kelalaian dari seorang
dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu
pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim
dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran
dilingkungan yang sama.
Dalam memberikan pelayanan wajib bagi pemberi jasa untuk
menginformasikan kepada konsumen secara lengkap dan komprehensif
semaksimal mungkin.Namun, penyalahartian malpraktek biasanya terjadi
karena ketidaksamaan persepsi tentang malpraktek.
Guwandi (1994) mendefinisikan malpraktik sebagai kelalaian dari
seorang dokter atau perawat untuk menerapkan tingkat keterampilan dan
pengetahuannya di dalam memberikan pelayanah pengobatan dan
perawatan terhadap seorang pasien yang lazim diterapkan dalam
mengobati dan merawat orang sakit atau terluka di lingkungan wilayah
yang sama.
Ellis dan Hartley (1998) mengungkapkan bahwa malpraktik
merupakan batasan yang spesifik dari kelalaian (negligence) yang
ditujukan pada seseorang yang telah terlatih atau berpendidikan yang
menunjukkan kinerjanya sesuai bidang tugas/pekerjaannya.Malpraktik
dalam keperawatan adalah suatu batasan yang digunakan untuk
menggambarkan kelalaian perawat dalam melakukan kewajibannya.
Ada dua istilah yang sering dibicarakan secara bersamaan dalam
kaitannya dengan malpraktik yaitu kelalaian dan malpratik itu sendiri.
Kelalaian adalah melakukan sesuatu dibawah standar yang ditetapkan oleh
aturan/hukum guna melindungi orang lain yang bertentangan dengan
3 | Page

tindakan-tindakan yang tidak beralasan dan berisiko melakukan kesalahan


(Keeton, 1984 dalam Leahy dan Kizilay, 1998).
Menurut Hanafiah dan Amir (1999) kelalaian adalah sikap yang
kurang hati-hati, yaitu tidak melakukan sesuatu yang seharusnya seseorang
lakukan dengan sikap hati-hati dan wajar, atau sebaliknya melakukan
sesuatu yang dengan sikap hati-hati tetapi tidak dilakukannya dalam situasi
tersebut.
Guwandi (1994) mengatakan bahwa kelalaian adalah kegagalan
untuk bersikap hati-hati yang pada umumnya wajar dilakukan seseorang
dengan hati-hati dalam keadaan tersebut. Dari pengertian di atas, dapat
diartikan bahwa kelalaian lebih bersifat ketidaksengajaan, kurang teliti,
kurang hati-hati, acuh tak acuh, sembrono, tidak peduli terhadap
kepentingan orang lain, tetapi akibat, yang ditimbulkan bukanlah
tujuannya.
Malpraktik tidak sama dengan kelalaian. Malpraktik.sangat spesifik
dan terkait dengan status profesional dan pemberi pelayanan dan standar
pelayanan profesional. Malpraktik adalah kegagalan seorang profesional
(misalnya, dokter dan perawat) untuk melakukan praktik sesuai dengan
standar profesi yang berlaku bagi seseorang yang memiliki keterampilan
dan pendidikan (Vestal, K.W, 1995).
Kelalaian memang termasuk dalam arti malpraktik, tetapi di dalam
malpraktik tidak selalu harus ada unsure kelalaian. Malpraktik lebih luas
daripada negligence karena selain mencakup arti kelalaian, istilah
malpraktik pun mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan dengan
sengaja (criminalmalpractice) dan melanggar undang-undang.Di dalam
arti kesengajaan tersirat adanya motif (guilty mind) sehingga tuntutannya
dapat bersifat perdata atau pidana.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan malpraktik adalah
1. Melakukan suatu yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang
tenaga kesehatan.

4 | Page

2. Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan


kewajibannya (negligence) ; dan
3. Melanggar suatu ketentuan menurut

atau

berdasarkan

peraturan

perundang-undangan.
B. Malpraktik Dalam Keperawatan.
Banyak kemungkinan yang dapat memicu perawat melakukan
kelalaian atau malpraktik. Perawat dan masyarakat pada umumnya tidak
dapat membedakan antara kelalaian dan malpraktik. Walaupun secara
nyata jelas perbedaannya sebagaimana telah diuraikan terdahulu.
Malpraktik lebih spesifik dan terkait dengan status profesional seseorang
misalnya perawat, dokter atau penasehat hukum.
Menurut Vestal, K.W. (1995) mengatakan bahwa untuk mengatakan
secara pasti malpraktik, apabila penggugat dapat menunjukkan dibawah ini
:
1. Duty Pada saat terjadinya cedera, terkait dengan kewajibanya yaitu
kewajiban untuk mempergunakan segala ilmu dan kepandaiannya untuk
menyembuhkan atau setidak-tidaknya meringankan beban penderitaan
pasiennya

berdasarkan

menunjukkan

bahwa

stadar
melakukan

profesi.

Hubungan

kewajiban

perawat-klien

berdasarkan

standar

keperawatan.
2. Breach of the duty--- pelanggaran terjadi sehubungan dengan
kewajibannya artinya menyimpang dari apa yang seharusnya dilakukan
menurut standar profesinya.Pelanggaran yang terjadi terhadap pasien
(misalnya kegagalan dalam memenuhi standar keperawatan yang
ditetapkan sebagai kebijakan rumah sakit.
3. Injury Seseorang mengalami injury atau kerusakan (damage) yang
dapat dituntut secara hukum (misalnya pasien mengalami cedera sebagai
akibat pelanggaran. Keluhan nyeri, atau adanya penderitaan atau stress
emosi dapat dipertimbangkan sebagai akibat cedera hanya jika terkait
dengan cedera fisik).
4. Proximate

causedpelanggaran

terhadap

kewajibannya

menyebabkan/terkait dengan injury yang dialami (misalnya cedera yang


5 | Page

terjadi secara langsung berhubungan dengan pelanggaran terhadap


kewajiban perawat terhadap pasien).
Sebagai penggugat, harus mampu menunjukkan bukti pada setiap
elemen dari keempat elemen di atas. Jika semua elemen itu dapat
dibuktikan hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi malpraktik, dan
perawat berada pada tuntutan malpraktik. Terhadap tuntutan malpraktik,
pelanggaran dapat bersifat :
1. Pelanggaran etika profesi. Terhadap pelanggaran ini sepenuhnya oleh
organisasi profesi (Majelis Kode Etik Keperawatan) sebagaimana
tercantum pada pasal 26 dan 27 Anggaran Dasar PPNI. Sebagaimana
halnya doter, maka perawat pun merupakan tenaga kesehatan yang
preofesional yang menghadapi banyak masalah moral/etik sepanjang
melaksanakan praktik profesional. Beberapa masalah etik yang sering
terjadi pada tenaga keperawatan antara lain moral unpreparedness, moral
blindness, amoralism, dan moral fanatism. Untuk menangani masalah etika
yang terjadi pada tenaga keperawatan dilakukan organisasi profesi
keperawatan (PPNI) melalui Majelis Kode Etik Keperawatan.
2. Sanksi administratif. Berdasarkan Keppres No.56 tahun 1995 dibentuk
Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) dalam rangka pemberian
perlindungan yang seimbang dan objetif kepada tenaga kesehatan dan
masyarakat penerima pelayanan kesehatan. MDTK bertugas meneliti dan
menentukan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan
standar profesi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan
pelayanan kesehatan. Berdasarkan hasil pemeriksaan MDTK akan
dilaporkan kepada pejabat kesehatan berwenang untuk mengambil
tindakan disiplin terhadap tenaga kesehatan dengan memperhatikan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tindakan sebagaimana yang
dimaksud tidak mengurangi ketentuan pada : pasal 54 ayat (1) dan ayat
(2) UU No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan, yaitu :(1). Terhadap tenaga

6 | Page

kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan


profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
(2). Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga
Kesehatan.
Keanggotaan MDTK terdiri dari unsur Sarjana Hukum, ahli kesehatan
yang diwakili organisasi profesi di bidang kesehatan, ahli agama, ahli
psikologi, dan ahli sosiologi. Organisasi ini berada baik di tingkat pusat,
juga ditingkat Propinsi. Sejauh ini di Sulawesi Selatan belum terbentuk
MDTK.
3.

Pelanggaran hukum. Pelanggaran dapat bersifat perdata maupun

pidana. Pelanggaran yang bersifat perdata sebagaimana pada UU No.23


tahun 1992 pada pasal 55 ayat (1) dan ayat (2) berbunyi:
(1) Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesdalahan atau kelalaian
yang dilakukan tenaga kesehatan.
(2). Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hal yang berhubungan dengan ganti rugi dapat bersifat negosiasi atau
diselesaikan melalui pengadilan. Pelanggaran yang bersifat pidana
sebagaimana pada UU No.23 tahun 1992 pada Bab X (Ketentuan Pidana)
berupa pidana penjara dan atau pidana denda, atau sebagimana pada
pasal 61 dan 62 UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
berbunyi :
Pasal 61 : Penentuan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha
dan/atau pengurusnya.
Pasal 62 :
(1). Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8, pasal 8, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 17 ayat (1)
huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan
7 | Page

penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak
Rp.2.000.000.000.00 (dua miliar rupiah).
(2). Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda
banyak Rp. 500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah).
(3). Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat,
cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.
a. Bidang pekerjaan perawat yang berisiko melakukan kesalahan :
Caffee (1991) dalam Vestal, K.W. (1995) mengidentifikasi 3 area
dimana perawat berisiko melakukan kesalahan yaitu Pada tahap
pengkajian keperawatan (assessment errors), Perencanaan keperawatan
(planning errors), dan tindakan intervensi keperawatan (intervention
errors). Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Assessment errors, termasuk kegagalan mengumpulkan data/informasi
tentang pasien secara adekuat, atau kegagalan mengidentifikasi
informasi

yang

laboratorium,

diperlukan

tanda-tanda

seperti

vital,

data

atau

hasil

keluhan

pemeriksaan
pasien

yang

membutuhkan tindakan segera. Kegagalan dalam pengumpulan data


akan

berdampak

keperawatan

dan

pada
lebih

kesalahan/ketidaktepatan

ketidaktepatan
lanjut
dalam

akan

menetapkan
mengakibatkan

tindakan.Untuk

diagnosa
dalam

menghindari

kesalahan ini, perawat seharusnya dapat mengumpulkan data dasar


secara komprehensif dan mendasar.
Planning errors, termasuk :

2.

a) Kegagalan mencatat masalah pasien dan kelalaian menuliskan dalan


rencana keperawatan.
b) Kegagalan mengkomunikasikan secara efektif rencana keperawatan
yang telah dibuat (misalnya menggunakan bahasa dalam rencana
keperawatan dimana perawat yang lain tidak memahami dengan pasti).

8 | Page

c) Kegagalan memberikan asuhan keperawatan secara berkelanjutan


yang disebabkan kurangnya informasi yang diperoleh dari rencana
keperawatan.
d) Kegagalan memberikan instruksi yang dapat dimengerti oleh pasien.
Untuk mencegah kesalahan tersebut diatas, jangan hanya megirangiradalam membuat rencana keperawatan tanpa dipertimbangkan
dengan sebaik-baiknya. Seharusnya dalam menulisan harus dengan
pertimbangan yang jelas dengan berdasarkan masalah pasien. Bila
dianggap perlu, lakukan modifikasi rencana berdasarkan data baru
yang terkumpul. Rencana harus realistik, berdasarkan standar yang
telah ditetapkan termasuk pertimbangan yang diberikan oleh pasien.
Komunikasikan secara jelas baik secara lisan maupun dengan tulisan.
Bekerja berdasarkan rencana dan dilakukan secara hati-hati instruksi
yang ada. Setiap pendapatnya perlu divalidasi dengan teliti.
3.

Intervention errors, termasuk kegagalan menginterpretasikan dan


melaksanakan tindakan kolaborasi, kegagalan melakukan asuhan
keperawatan

secara

hati-hati,

kegagalan

mengikuti/mencatat

order/perintah dari dokter atau dari supervisor. Kesalahan pada


tindakan keperawatan yang sering terjadi adalah kesalahan dalam
membaca perintah/order, mengidentifikasi pasien sebelum dilakukan
tindakan/prosedur,

memberikan

obat,

dan

terapi

pembatasan

(restrictive therapy). Dari seluruh kegiatan ini yang paling berbahaya


nampaknya pada tindakan pemberian obat, oleh karena itu perlunya
komunikasi baik diantara anggota tim kesehatan maupun terhadap
pasien dan keluarganya.Untuk menghindari kesalahan ini, sebaiknya
rumah sakit tetap melaksanakan program pendidikan berkelanjutan
(Continuing Nursing Education).
C. Pelanggaran Etik Dan Disiplin Hukum
Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3
kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yakni Criminal malpractice,
Civil malpractice dan Administrative malpractice.
9 | Page

a. Criminal malpractice
Perbuatan

seseorang

dapat

dimasukkan

dalam

kategori

criminal

malpractice manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana


yakni :
1)

Perbuatan tersebut (positive act maupun negative act) merupakan

perbuatan tercela.
2) Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mensrea) yang berupa
kesengajaan (intensional), kecerobohan (reklessness) atau kealpaan
(negligence).
Criminal malpractice yang bersifat sengaja (intensional) misalnya
melakukan euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka rahasia jabatan (pasal
332 KUHP), membuat surat keterangan palsu (pasal 263 KUHP),
melakukan aborsi tanpa indikasi medis pasal 299 KUHP).
Criminal malpractice yang bersifat ceroboh (recklessness) misalnya
melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien informed consent.
Criminal malpractice yang bersifat lalai (negligence) misalnya
kurang hati-hati mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien,
ketinggalan klem dalam perut pasien saat melakukan operasi. Pertanggung
jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat
individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang
lain atau kepada rumah sakit/sarana kesehatan.
b. Civil malpractice
Seorang

tenaga

kesehatan

akan

disebut

melakukan

civil

malpractice apabila tidak melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan


prestasinya sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji). Tindakan
tenaga kesehatan yang dapat dikategorikan civil malpractice antara lain:
1) Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.
2) Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi
terlambat melakukannya.
3) Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi
tidak sempurna.

10 | P a g e

4) Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya


dilakukan.
Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual
atau korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle of
vicarius liability. Dengan prinsip ini maka rumah sakit/sarana kesehatan
dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan karyawannya
(tenaga kesehatan) selama tenaga kesehatan tersebut dalam rangka
melaksanakan tugas kewajibannya.
Dalam kasus atau gugatan adanya civil malpractice pembuktianya dapat
dilakukan dengan dua cara yakni :
1.

Cara langsung
Oleh Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolok ukur

adanya 4 D yakni :
a. Duty (kewajiban)
Dalam hubungan perjanjian tenaga perawatan dengan pasien, tenaga
perawatan haruslah bertindak berdasarkan
1) Adanya indikasi medis
2)
Bertindak secara hati-hati dan teliti
3)
Bekerja sesuai standar profesi
4)
Sudah ada informed consent.
b. Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban)
Jika seorang tenaga perawatan melakukan asuhan keperawatan
menyimpang dari apa yang seharusnya atau tidak melakukan apa yang
seharusnya dilakukan menurut standard profesinya, maka tenaga
perawatan tersebut dapat dipersalahkan.
c. Direct Causation (penyebab langsung)
d. Damage (kerugian)
Tenaga perawatan untuk dapat dipersalahkan haruslah ada
hubungan kausal (langsung) antara penyebab (causal) dan kerugian
(damage) yang diderita oleh karenanya dan tidak ada peristiwa atau
tindakan sela diantaranya., dan hal ini haruslah dibuktikan dengan jelas.
Hasil(outcome) negatif tidak dapat sebagai dasar menyalahkan tenaga
perawatan. Sebagai adagium dalam ilmu pengetahuan hukum, maka
11 | P a g e

pembuktiannya adanya kesalahan dibebankan/harus diberikan oleh si


penggugat (pasien).
2. Cara tidak langsung
Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi
pasien, yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya
sebagai hasil layanan perawatan (doktrin res ipsa loquitur). Doktrin res
ipsa loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi
kriteria:
a. Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila tenaga perawatan tidak lalai
b. Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab tenaga
perawatan
c. Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain
tidak ada contributory negligence. Misalnya ada kasus saat tenaga
perawatan akan mengganti/memperbaiki kedudukan jarum infus pasien
bayi, saat menggunting perban ikut terpotong jari pasien tersebut.
Dalam hal ini jari yang putus dapat dijadikan fakta yang secara tidak
langsung dapat membuktikan kesalahan tenaga perawatan, karena:
1) Jari bayi tidak akan terpotong apabila tidak ada kelalaian tenaga
perawatan.
2) Membetulkan jarum infus adalah merupakan/berada pada tanggung
jawab perawat.
3) Pasien/bayi tidak mungkin dapat memberi andil akan kejadian
c.

tersebut.
Administrative malpractice
Tenaga perawatan dikatakan telah melakukan administrative
malpractice manakala tenaga perawatan tersebut telah melanggar hukum
administrasi.Perlu diketahui bahwa dalam melakukan police power,
pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai ketentuan di
bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga perawatan
untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin Kerja, Surat Ijin Praktek), batas
kewenangan serta kewajiban tenaga perawatan.Apabila aturan tersebut
dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan
melanggar hukum administrasi.

12 | P a g e

D. Upaya Pencegahan dan Menghadapi Tuntutan Malpraktek


1. Upaya pencegahan malpraktek dalam pelayanan kesehatan Dengan
adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga perawatan
karena adanya mal praktek diharapkan para perawat dalam menjalankan
tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni:
a) Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya,
karena perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan
b)
c)
d)
e)

perjanjian akan berhasil (resultaat verbintenis).


sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.
Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis
Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior
Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan

segala kebutuhannya.
f) Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan
masyarakat sekitarnya.
2. Upaya menghadapi tuntutan hukum Apabila upaya kesehatan yang
dilakukan kepada pasien tidak memuaskan sehingga perawat menghadapi
tuntutan hukum, maka tenaga perawatan seharusnya bersifat pasif dan
pasien atau keluarganya yang aktif membuktikan kelalaian perawat.
Apabila tuduhan kepada perawat merupakan criminal malpractice, maka
tenaga perawatan dapat melakukan :
a) Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/
menyangkal bahwa tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak
menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada, misalnya

perawat

mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi


merupakan risiko medik (risk of treatment), atau mengajukan alasan
bahwa dirinya tidak mempunyai sikap batin (mensrea) sebagaimana
disyaratkan dalam perumusan delik yang dituduhkan.
b) Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan

dengan

mengajukan atau menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yakni


dengan menyangkal tuntutan dengan cara menolak unsur-unsur
pertanggung jawaban atau melakukan pembelaan untuk membebaskan
diri dari pertanggung jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang
13 | P a g e

dilakukan adalah pengaruh daya paksa. Berbicara mengenai


pembelaan, ada baiknya perawat menggunakan jasa penasehat hukum,
sehingga yang sifatnya teknis pembelaan diserahkan kepadanya. Pada
perkara perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana perawat
digugat membayar ganti rugi sejumlah uang, yang dilakukan adalah
mementahkan dalil-dalil penggugat, karena dalam peradilan perdata,
pihak yang mendalilkan harus membuktikan di pengadilan, dengan
perkataan lain pasien atau pengacaranya harus membuktikan dalil
sebagai dasar gugatan bahwa tergugat (perawat) bertanggung jawab
atas derita (damage) yang dialami penggugat. Untuk membuktikan
adanya

civil

malpractice

tidaklah

mudah,

utamanya

tidak

diketemukannya fakta yang dapat berbicara sendiri (res ipsa loquitur),


apalagi untuk membuktikan adanya tindakan menterlantarkan
kewajiban (dereliction of duty) dan adanya hubungan langsung antara
menterlantarkan kewajiban dengan adanya rusaknya kesehatan
(damage), sedangkan yang harus membuktikan adalah orang-orang
awam dibidang kesehatan dan hal inilah yang menguntungkan tenaga
perawatan.
E. Perbuatan Melanggar Hukum (Onrechtmatigedaad)
Pasal 1365 yang terkenal sebagai pasal yang mengatur tentang
perbuatan melawan hukum memegang peranan penting dalam hukum
perdata. Dalam pasal 1365 tersebut memuat ketentuan sebagai berikut :
Setiap perbuatan melawan hukum yang oleh karenanya menimbulkan
kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya
menyebabkan kerugian itu mengganti kerugian.
Dari pasal tersebut dapat kita lihat bahwa untuk mencapai suatu
hasil yang baik dalam melakukan gugatan berdasarkan perbuatan melawan
hukum maka harus dipenuhi syarat-syarat atau unsur-unsur sebagai
berikut:
1. Perbuatan yang melawan hukum, yaitu suatu perbuatan yang melanggar
hak subyektif orang lain atau yang bertentangan dengan kewajiban hukum
14 | P a g e

dari si pembuat sendiri yang telah diatur dalam undang-undang. Dengan


perkataan lain melawan hukum ditafsirkan sebagai melawan undangundang.
2. Harus ada kesalahan, syarat kesalahan ini dapat diukur secara :
Obyektif yaitu dengan dibuktikan bahwa dalam keadaan seperti
itu manusia yang normal dapat menduga kemungkinan timbulnya
akibat dan kemungkinan ini akan mencegah manusia yang baik
untu berbuat atau tidak berbuat.
Subyektif yaitu dengan dibuktikan bahwa apakah si pembuat
berdasarkan keahlian yang ia miliki dapat menduga akan akibat
dari perbuatannya.
Selain itu orang yang melakukan perbuatan melawan hukum harus
dapat dipertanggungjawaban atas perbuatannya, karena orang yang tidak
tahu apa yang ia lakukan tidak wajib membayar ganti rugi.Sehubungan
dengan kesalahan in terdapat dua kemungkinan

Orang yang dirugikan juga mempunyai kesalahan terhadap timbulnya


kerugian. Dalam pengertian bahwa jika orang yang dirugikan juga
bersalah atas timbulnya kerugian, maka sebagian dari kerugian tersebut
dibebankan kepadanya kecuali jika perbuatan melawan hukum itu

dilakukan dengan sengaja.


Kerugian ditimbulkan oleh beberapa pembuat. Jika kerugian itu
ditimbulkan karena perbuatan beberapa orang maka terhadap masingmasing orang yang bertanggung jawab atas terjadinya perbuatan tersebut

dapat dituntut untuk keseluruhannya.


3. Harus ada kerugian yang ditimbulkan. Dalam pengertian bahwa kerugian
yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum dapat berupa :
Kerugian materiil, dimana kerugian materiil dapat terdiri dari
kerugian yang nyata-nyata diderita dan keuntungan yang seharunya
diperoleh. Jadi pada umumnya diterima bahwa si pembuat
perbuatan melawan hukum harus mengganti kerugian tidak hanya

15 | P a g e

untuk kerugian yang nyata-nyata diderita, juga keuntungan yang

seharusnya diperoleh.
Kerugian idiil, dimana perbuatan melawan hukum pun dapat
menimbulkan kerugian yang bersifat idiil seperti ketakutan, sakit
dan kehilangan kesenangan hidup.

Untuk menentukan luasnya kerugian yang harus diganti umumnya


harus dilakukan dengan menilai kerugian tersebut, untuk itu pada azasnya
yang dirugikan harus sedapat mungkin ditempatkan dalam keadaan seperti
keadaan jika terjadi perbuatan melawan hukum. Pihak yang dirugikan berhak
menuntut ganti rugi tidak hanya kerugian yang telah ia derita pada waktu
diajukan tuntutan akan tetapi juga apa yang ia akan derita pada waktu yang
akan datang.
4. Adanya hubungan causal antara perbuatan dan kerugian. Untuk memecahkan
hubungan causal antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian, terdapat
dua teori yaitu :
Condition sine qua non, dimana menurut teori ini orang yang
melakukan perbuatan melawan hukum selalu bertanggung jawab jika
perbuatannya condition sine qua non menimbulkan kerugian (yang
dianggap sebagai sebab dari pada suatu perubahan adalah semua

syarat-syarat yang harus ada untuk timbulnya akibat).


Adequate veroorzaking, dimana menurut teori ini si pembuat hanya
bertanggung jawab untuk kerugian yang selayaknya dapat diharapkan
sebagai akibat dari pada perbuatan melawan hukum.
Terdapat hubungan causal jika kerugian menurut aturan pengalaman

secara layak merupakan akibat yang dapat diharapkan akan timbul dari
perbuatan melawan hukum.Jadi secara singkat dapat diperinci sebagai berikut:

Untuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh organ badan


hukum, pertanggungjawabannya didasarkan pada pasal 1364 BW.

16 | P a g e

Untuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seorang wakil


badan hukum yang mempunyai hubunga kerja dengan badan hukum, dapat

dipertanggungjawabkan berdasarkan pasal 1367 BW.


Untuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh organ yang
mempunyai

hubungan

kerja

dengan

badan

hukum,

pertanggung

jawabannya dapat dipilih antara pasal 1365 dan pasal 1367 BW


F. Jenis - jenis kelalaian
Bentuk-bentuk dari kelalaian menurut sampurno (2005), sebagai
berikut:
a. Malfeasance : yaitu melakukan tindakan yang melanggar hukum atau
tidak tepat/layak. Misalnya melakukan tindakan keperawatan tanpa
indikasi yangmemadai/tepat
b. Misfeasance : yaitu melakukan pilihan tindakan keperawatan yang tepat
tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat, misalnya melakukan tindakan
keperawatandenganmenyalahiprosedur.
c. Nonfeasance : Adalah tidak melakukan tindakan keperawatan yang
merupakan kewajibannya, misalnyapasien seharusnya dipasang pengaman
tempat tidur tapi tidak dilakukan.
Sampurno (2005), menyampaikan bahwa suatu perbuatan atau
sikap tenaga kesehatan dianggap lalai, bila memenuhi 4 unsur, yaitu:
1. Duty atau kewajiban tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan atau
untuk tidak melakukan tindakan tertentu terhadap pasien tertentu
2. Dereliction

of

the

duty

atau

penyimpangan

kewajiban

3. Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien
sebagai kerugian akibat dari layanan kesehatan yang diberikan oleh
pemberipelayanan.
4. Direct cause relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata, dalam
hal ini harus terdapat hubungan sebab akibat antara penyimpangan

17 | P a g e

kewajiban dengan kerugian yang setidaknya menurunkan Proximate


cause
Kelalaian dapat berupa kelalaian dalam mencegah kecelakaan di
Rumah Sakit (jatuh), kelalaian dalam mencegah terjadinya decubitus atau
pencegahan infeksi, kelalaian dalam melakukan pemantauan keadaan
pasien, kelalaian dalam merespon suatu kedaruratan, dan bentuk kelalaian
lainnya yang juga dapat terjadi pada pelayanan profesi perorangan.
Beberapa situasi yang berpotensial menimbulkan tindakan kelalaian
dalam keperawatan diantaranya yaitu :
1. Kesalahan pemberian obat: Bentuk kelalaian yang sering terjadi. Hal ini
dikarenakan begitu banyaknya jumlah obat yang beredar metode
pemberian yang bervariasi. Kelalaian yang sering terjadi, diantaranya
kegagalan membaca label obat, kesalahan menghitung dosis obat, obat
diberikan kepada pasien yang tidak tepat, kesalahan mempersiapkan
konsentrasi, atau kesalahan rute pemberian. Beberapa kesalahan tersebut
akan menimbulkan akibat yang fatal, bahkan menimbulkan kematian.
2. Mengabaikan Keluhan Pasien: termasuk perawat dalam melalaikan dalan
melakukan observasi dan memberi tindakan secara tepat. Padahal dapat
saja keluhan pasien menjadi data yang dapat dipergunakan dalam
menentukan masalah pasien dengan tepat (Kozier, 1991)
3. Kesalahan Mengidentifikasi Masalah Klien: Kemungkinan terjadi pada
situasi RS yang cukup sibuk, sehingga kondisi pasien tidak dapat secara
rinci diperhatikan. (Kozier, 1991).
4. Kelalaian di ruang operasi: Sering ditemukan kasus adanya benda atau alat
kesehatan yang tertinggal di tubuh pasien saat operasi. Kelalaian ini juga
kelalaian perawat, dimana peran perawat di kamar operasi harusnya
mampu mengoservasi jalannya operasi, kerjasama yang baik dan
terkontrol dapat menghindarkan kelalaian ini.
5. Timbulnya Kasus Decubitus selama dalam perawatan: Kondisi ini muncul
karena kelalaian perawat, kondisi ini sering muncul karena asuhan
18 | P a g e

keperawatan yang dijalankan oleh perawat tidak dijalankan dengan baik


dan juga pengetahuan perawat terhadap asuhan keperawatan tidak optimal.
6. Kelalaian terhadap keamanan dan keselamatan Pasien: Contoh yang sering
ditemukan adalah kejadian pasien jatuh yang sesungguhnya dapat dicegah
jika perawat memperhatikan keamanan tempat tidur pasien. Beberapa
rumah sakit memiliki aturan tertentu mengenai penggunaan alat-alat untuk
mencegah hal ini.
Terdapat beberapa hal yang memungkinkan perawat tidak melakukan
tindakan keperawatan dengan benar, diantaranya sebagai berikut:
a.

Perawat tidak kompeten (tidak sesuai dengan kompetensinya)

b.

Perawat tidak mengetahui SAK dan SOP

c.

Perawat tidak memahami standar praktek keperawatan

d.

Rencana keperawatan yang dibuat tidak lengkap

e.

Supervise dari ketua tim, kepala ruangan atau perawat primer tidak
dijalankan dengan baik

f.

Tidak mempunyai tool evaluasi yang benar dalam supervise


keperawatan

g.

Kurangnya komunikasi perawat kepada pasien dan kelaurga


tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan perawatan pasien. Karena
kerjasama pasien dan keluarga merupakan hal yang penting.

h.

Kurang atau tidak melibatkan keluarga dalam merencanakan


asuhan keperawatan

2.

Dampak dampak kelalaian


Dampak dari kelalaian secara umum dapat dilihat baik sebagai pelanggaran
etik dan pelanggaran hukum, yang jelas mempunyai dampak bagi pelaku,
penerima, dan organisasi profesi dan administrasi.
a.

Terhadap Pasien
1)

Terjadinya

kecelakaan

menimbulkan masalah keperawatan baru

19 | P a g e

atau

injury

dan

dapat

2)

Biaya Rumah Sakit bertambah akibat bertambahnya hari


rawat

3)

Kemungkinan terjadi komplikasi/munculnya masalah


kesehatan/keperawatan lainnya.

4)

Terdapat pelanggaran hak dari pasien, yaitu mendapatkan


perawatan sesuai dengan standar yang benar.

5)

Pasien dalam hal ini keluarga pasien dapat menuntut


pihak Rumah Sakit atau perawat secara peroangan sesuai dengan
ketententuan yang berlaku, yaitu KUHP.

b.

Perawat sebagai individu/pribadi


1)

perawat tidak dipercaya oleh pasien, keluarga dan juga


pihak profesi sendiri, karena telah melanggar prinsip-prinsip moral/etik
keperawatan, antara lain:
a)

Beneficience, yaitu tidak melakukan hal yang


sebaiknya dan merugikan pasien

b)

Veracity, yaitu tidak mengatakan kepada pasien


tentang tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh pasien dan
keluarga untuk dapat mencegah pasien jatuh dari tempat tidur

c)

Avoiding killing, yaitu perawat tidak menghargai


kehidupan manusia, jatuhnya pasien akan menambah penderitaan
pasien dan keluarga.

d)

Fidelity, yaitu perawat tidak setia pad komitmennya


karena perawat tidak mempunyai rasa caring terhadap pasien dan
keluarga, yang seharusnya sifat caring ini selalu menjadi dasar dari
pemberian bantuan kepada pasien.

2)

Perawat akan menghadapai tuntutan hukum dari keluarga


pasien dan ganti rugi atas kelalaiannya. Sesuai KUHP.

3)

Terdapat unsur kelalaian dari perawat, maka perawat akan


mendapat peringatan baik dari atasannya (Kepala ruang Direktur RS)
dan juga organisasi profesinya.

c.
20 | P a g e

Bagi Rumah Sakit

1)

Kurangnya kepercayaan masyarakat untuk memanfaatkan


fasilitas pelayanan kesehatan RS

2)

Menurunnya kualitas keperawatan, dan kemungkinan


melanggar visi misi Rumah Sakit

3)

Kemungkinan RS dapat dituntut baik secara hukum


pidana dan perdata karena melakukan kelalaian terhadap pasien

4)

Standarisasi pelayanan Rumah Sakit akan dipertanyakan


baik secara administrasi dan prosedural

d.

Bagi profesi
1)

Kepercayaan masyarakat terhadap profesi keperawatan


berkurang, karena menganggap organisasi profesi tidak dapat
menjamin kepada masyarakat bahwa perawat yang melakukan asuhan
keperawatan adalah perawat yang sudah kompeten dan memenuhi
standar keperawatan.

2)

Masyarakat atau keluarga pasien akan mempertanyakan


mutu dan standarisasi perawat yang telah dihasilkan oleh pendidikan
keperawat

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Malpraktek secara harfiah mal mempunyai arti salah sedangkan
praktek mempunyai arti pelaksanaan atau tindakan, sehingga malpraktek
berarti pelaksanaan atau tindakan yang salah.
Caffee (1991) dalam Vestal, K.W. (1995) mengidentifikasi 3 area
yang memungkinkan perawat berisiko melakukan kesalahan, yaitu tahap
pengkajian keperawatan (assessment errors), perencanaan keperawatan
(planning errors), dan tindakan intervensi keperawatan (intervention
errors).

21 | P a g e

Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam


3 kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yakni Criminal
malpractice, Civil malpractice dan Administrative malpractice.
Bentuk-bentuk dari kelalaian menurut sampurno (2005) adalah
Malfeasance, Misfeasance dan Nonfeasance.
B. Saran
1. Dalam memberikan pelayanan keperawatan, hendaknya berpedoman
pada kode etik keperawatan dan mengacu pada standar praktek
keperawatan dan Standar Operasional Prosedur (SOP).
2. Perawat

diharapkan

mampu

mengidentifikasi

area

yang

memungkinkan perawat berisiko melakukan kesalahan, yaitu tahap


pengkajian keperawatan (assessment errors), perencanaan keperawatan
(planning errors), dan tindakan intervensi keperawatan (intervention
errors) sehigga nantinya dapat menghindari kesalahan yang dapat terjadi.
3. Perawat harus memiliki kredibilitas tinggi dan senantiasa meningkatkan
kemampuannya untuk mencegah terjadinya malpraktek.

22 | P a g e

You might also like