You are on page 1of 20

KEHAMILAN DENGAN RIWAYAT SEKSIO SESAREA

Seksio sesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut
(laparotomi) dan dinding uterus (histerotomi). Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana
janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim
dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Wiknjosastro,2005).
Jenis-Jenis Operasi Seksio Sesarea
1. Seksio sesarea transperitoneal profunda (ismika)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim 10 cm.
Kelebihan :

Penjahitan luka lebih mudah

Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik

Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke
rongga peritoneum

Pendarahan luka insisi tidak begitu banyak

Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih kecil karena
parut pada uterus pada umumya kuat sehingga membolehkan persalinan pervaginam pada
kehamilan berikutnya.

Kekurangan :

Luka dapat melebar ke kiri, kanan, dan bawah sehingga dapat menyebabkan arteri uterine
terputus sehingga mengakibatkan pendarahan yang banyak.

Keluhan pada kandung kemih post operatif tinggi.

2. Seksio sesarea transperitoneal klasik (korporal)


Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm.
Kelebihan :

Mengeluarkan janin lebih cepat

Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik

Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal

1 | Page

Kekurangan :

Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada reperitonealisasi yang
baik

Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptur uteri spontan.

Indikasi :

Adanya halangan untuk melakukan SC TPP (misalnya, melekat eratnya uterus pada
dinding perut karena seksio sesarea sebelumnya, insisi di segmen bawah rahim
mengandung banyak pendarahan berhubungan dengan letaknya plasenta pada plasenta
previa).

Apabila bertujuan melakukan histerektomi setelah janin dilahirkan.

Gambar I. SC transperitoneal profunda


INDIKASI IBU :
1. Cephalo Pelvic Disproportion (CPD)

2 | Page

Gambar II. SC transperitoneal klasik

Yaitu apabila bayi terlalu besar atau pintu atas panggul terlalu kecil sehingga bayi tidak dapat
melewati jalan lahir.
2. Ruptur uteri

Yaitu adanya ancaman akan terjadi ruptur uteri bila persalinan dilakukan dengan spontan.

3. Plasenta previa

Yaitu plasenta melekat pada ujung bawah uterus sehingga menutupi serviks sebagian atau
seluruhnya sehingga ketika serviks membuka selama persalinan.

3 | Page

4. Partus dengan penyulit

Penyakit ibu (eklampsia / preeklampsia berat, penyakit jantung, kanker serviks)

Pembedahan rahim sebelumnya (miomektomi, ruptur rahim sebelumnya, riwayat seksio


sesarea sebelumnya : jenis insisi, jumlah seksio sesarea sebelumnya, )

Sumbatan jalan lahir (tumor pelvis)

Partus lama, partus tidak maju

Kekurangan tenaga misalnya pada ibu anemia sehingga kekurangan tenaga untuk mengedan
sehingga dapat menjadi kesulitan dalam persalinan

5. Keadaan-keadaan di mana usaha untuk melahirkan anak pervaginam gagal.


INDIKASI ANAK
1. Janin besar
Yaitu bila berat bayi lebih dari 4000 gram sehingga sulit untuk dilahirkan pervaginam
2. Gawat janin
Pada saat janin kelelahan dan tidak ada kemajuan dalam persalinan.
3. Kelainan letak : letak sungsang / letak lintang
Klasifikasi letak lintang :

4 | Page

a) Letak bokong (Frank Breech)


Letak bokong dengan kedua kaki terangkat ke atas.
b) Letak sungsang sempurna (Compete Breech)
Letak bokong di mana kedua kaki ada di samping bokong.
c) Letak sungsang tidak sempurna (Incomplete Breech)
Letak sungsang di mana selain bokong bagian yang terendah juga terdapat kaki atau lutut,
terdiri dari :
i) Kedua kaki letak kaki sempurna
ii) Satu kaki letak kaki tidak sempurna
iii) Kedua lutut letak lutut sempurna
iv) Satu lutut letak lutut tidak sempurna

Tabel I. Skor Zatuchni Andros


Keterangan
Paritas
Masa gestasi
TBJ
Riwayat letak sungsang
Station
Pembukaan
Keterangan :
5 | Page

0
Primigravida
39 minggu
3650
< -3
2cm

1
Multigravida
38 minggu
3629-3176
1x
-2
3cm

2
37minggu
3176
2x
-1
4cm

Skor 3

: persalinan prabdominan

Skor 4

: evaluasi kembali secara cermat, terutama berat badan janin, bila nilai

tetap, dapat pervaginam.

Skor 5

: persalinan pervaginam

4. Kehamilan kembar (gemelli)

Bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu

Bila terjadi interlok (interlocking of the twins)

Gawat janin, dsb

5. Hidrocephalus

6 | Page

Di mana terjadi penimbunan cairan serebrospinalis dalam ventrikel otak sehingga kepala
menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun kepala terlalu besar sehingga
tidak dapat berakomodasi dengan jalan lahir.
Kontraindikasi dilakukannya Seksio Sesarea
Menurut Mochtar (1998) :
1. Bila janin sudah mati atau keadaan buruk di uterus sehingga kemungkinan hidup kecil. Dalam
keadaan ini tidak ada alasan untuk melakukan operasi.
2. Bila ibu dalam keadaan syok, anemia berat yang belum teratasi.
3. Bila jalan lahir ibu mengalami infeksi luas.
4. Adanya kelainan kongenital berat.
Komplikasi

Infeksi nifas
o Ringan : dengan kenaikan suhu eberapa hari saja.
o Sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi dan perut terasa
sedikit kembung.
o Berat : dengan peritonitis, sepsis, dan ileus paralitik. Hal ini sering ditemukan pada partus
terlantar, seperti telah terjadinya infeksi intrapartal karena ketuban pecah dini.
Penanganannya adalah dengan pemberian cairan, elektrolit, dan antibiotika ang adekuat
dan tepat.

Pendarahan yang mungkin disebabkan oleh :


o Banyaknya pembuluh darah yang terputus atau terbuka
o Atonia uteri

Luka pada kandung kemih, emboli paru, dan keluhan kandung kemih bila reperitonealisasi
terlalu tinggi, tetapi hal ini jarang terjadi.

Kemungkinan ruptur uteri spontan akibat kurang kuatnya parut pada dinding uterus pada
kehamilan mendatang.hal ini lebih banyak ditemukan sesudah seksio sesarea klasik.

7 | Page

Kelebihan Seksio Sesarea antara lain:


1. Ibu melahirkan tidak merasakan sakit ketika melahirkan bayinya karena efek obat bius.
2. Wanita bisa memilih tanggal kelahiran bayi sesuai dengan yang diinginkan seperti tanggal
penting yang dianggap berkah bagi keluarga.
3. Jalan lahir utuh sehingga organ kewanitaan sama seperti sebelum melahirkan
4. Sangat dibutuhkan untuk wanita dengan riwayat melahirkan caesar, pinggul sempit,
hipertensi, persalinan lama, atau ibu tidak kuat mengejan
5. Operasi cesar dilakukan dalam waktu yang singkat sehingga proses persalinan yang lama
bisa dihindari, dengan operasi ini juga dapat meminimalis terjadinya kecelakaan yang biasa
terjadi pada proses kelahiran normal sehingga bayi cacat bisa dihindar
Kekurangan Seksio Sesarea antara lain :
1. Rasa sakit yang sangat pada bagian perut dan rahim akibat robekan saat operasi. Hal ini tidak
dirasakan oleh ibu melahirkan secara normal.
2. Kemungkinan terjadi infeksi rahim dan perdarahan yang lebih banyak daripada persalinan
normal.
3. Kemungkinan trauma pada organ tubuh yang lain.
4. Membutuhkan masa pemulihan yang lebih lama daripada persalinan normal, bahkan efeknya
masih dirasakan hingga bertahun-tahun.
5. Biaya yang dikeluarkan untuk melahirkan dengan cara caesar jauh lebih besar.
6. Ada bekas operasi pada perut bagian bawah.
7. Biaya pembedahan relatif tinggi
Nasihat Pasca Operasi

Dianjurkan jangan hamil selama lebih kurang satu tahun, dengan memakain kontrasepsi.

Kehamilan berikutnya sebaiknya diawasi dengan antenatal yang baik.

Dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit besar.

Apakah persalinan berikutnya harus dengan seksio sesarea bergantung dari indikasi seksio
sesarea dan keadaan pada kehamilan berikutnya. (Once a cesarean not always a cesarean)

Vaginal Birth After prior Cesarean (VBAC)


(Persalinan Pervaginam dengan Riwayat Seksio Sesarea Sebelumnya)
8 | Page

Prasyarat yang harus dipenuhi


Persalinan pervaginam pada pasien bekas seksio sesarea atau yang dikenal dengan trial of scar
memerlukan kehadiran seorang dokter ahli kebidanan, seorang ahli anastesi dan staf yang
mempunyai keahlian dalam hal persalinan dengan seksio sesarea emergensi. Sebagai penunjangnya
kamar operasi dan staf disiagakan, darah yang telah di-crossmatch disiapkan, dan alat monitor
denyut jantung janin manual ataupun elektronik harus tersedia. Setiap unit persalinan yang
melakukan persalinan pada bekas seksio sesarea harus tersedia tim yang siap untuk melakukan
seksio sesarea emergensi dalam waktu 20 sampai 30 menit untuk antisipasi apabila terjadi fetal
distress atau ruptur uteri.
Faktor yang berpengaruh
Ada banyak faktor yang dihubungkan dengan tingkat keberhasilan persalinan pervaginam
pada bekas seksio

1. Teknik operasi sebelumnya.


Pasien bekas seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim transversal merupakan salah
satu syarat dalam melakukan persalinan pervaginam, di mana pasien dengan tipe insisi ini
mempunyai resiko ruptur yang lebih rendah dari pada tipe insisi lainnya. Bekas seksio sesarea
klasik, insisi T pada uterus dan komplikasi yang terjadi pada seksio sesarea yang lalu misalnya
laserasi serviks yang luas merupakan kontraindikasi melakukan persalinan pervaginam.
2. Jumlah seksio sesarea sebelumnya
Resiko ruptur uteri meningkat dengan meningkatnya jumlah seksio sesarea sebelumnya.
Pasien dengan seksio sesarea lebih dari satu kali mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk
terjadinya ruptur uteri. Ruptur uteri pada bekas seksio sesarea 2 kali adalah sebesar 1.8 3.7 %.
Pasien dengan bekas seksio sesarea 2 kali mempunyai risiko ruptur uteri lima kali lebih besar dari
bekas seksio sesarea satu kali.
3. Penyembuhan luka pada seksio sesarea sebelumnya
Pada seksio sesarea insisi kulit pada dinding abdomen biasanya melalui pemotongan atas
bawah yang disebut insisi kulit vertikal. Kemudian pemotongan dilanjutkan sampai ke uterus.
9 | Page

Daerah uterus yang ditutupi oleh kandung kencing disebut segmen bawah rahim, hampir 90 % insisi
uterus dilakukan di tempat ini berupa sayatan ke samping. Cara pemotongan uterus seperti ini
disebut " Low Transverse Cesarean Section ". Insisi uterus ini ditutup / jahit akan sembuh dalam 2
6 hari. Insisi uterus dapat juga dibuat dengan potongan vertikal yang dikenal dengan seksio sesarea
klasik, irisan ini dilakukan pada otot uterus. Luka pada uterus dengan cara ini mungkin tidak dapat
pulih seperti semula dan dapat terbuka lagi sepanjang kehamilan atau persalinan berikutnya.
Dengan pemeriksaan Ultra sonografi USG trans abdominal pada kehamilan 37 minggu dapat
diketahui ketebalan segmen bawah rahim . Ketebalan SBR 4,5 mm pada usia kehamilan 37 minggu
adalah petanda parut yang sembuh sempurna. Parut yang tidak sembuh sempurna didapat jika
ketebalan SBR < 3,5 mm. Oleh sebab itu pemeriksaan USG pada kehamilan 37 minggu dapat
sebagai alat skrining dalam memilih cara persalinan bekas seksio sesarea.
Penyembuhan luka seksio sesarea adalah suatu generasi dari fibromuskuler dan bukan
pembentukan jaringan sikatrik. Dasar dari keyakinan ini adalah dari hasil pemeriksaan histologi dari
jaringan di daerah bekas sayatan seksio sesarea dan dari 2 tahap observasi yang pada prinsipnya :
1.

Tidak tampaknya atau hampir tidak tampak adanya jaringan sikatrik pada uterus pada

waktu dilakukan seksio sesarea ulangan


2.

Pada uterus yang diangkat, sering tidak kelihatan garis sikatrik atau hanya ditemukan

suatu garis tipis pada permukaan luar dan dalam uterus tanpa ditemukannya sikatrik
diantaranya.
Kekuatan sikatrik pada uterus pada penyembuhan luka yang baik adalah lebih kuat dari
miometrium itu sendiri. Hal ini telah dibuktikannya dengan memberikan regangan yang ditingkatkan
dengan penambahan beban pada uterus bekas seksio sesarea (hewan percobaan). Ternyata pada
regangan maksimal terjadi ruptur bukan pada jaringan sikatriknya tetapi pada jaringan miometrium
di kedua sisi sikatrik.
Dua hal yang utama penyebab dari gangguan pembentukan jaringan sehingga menyebabkan
lemahnya jaringan parut tersebut adalah :
1.

Infeksi, bila terjadi infeksi akan mengganggu proses penyembuhan luka.

2.

Kesalahan teknik operasi (technical errors) seperti tidak tepatnya pertemuan kedua sisi luka,

jahitan luka yang terlalu kencang, spasing jahitan yang tidak beraturan, penyimpulan yang tidak
tepat, dan lain-lain.

10 | P a g e

Jahitan luka yang terlalu kencang dapat menyebabkan nekrosis jaringan sehingga merupakan
penyebab timbulnya gangguan kekuatan sikatrik, hal ini lebih dominan dari pada infeksi ataupun
technical error sebagai penyebab lemahnya sikatrik.
Alasan melakukan seksio sesarea ulangan secara rutin sebagai tindakan profilaksis terhadap
kemungkinan terjadinya ruptur uteri tidak benar lagi. Pengetahuan tentang penyembuhan luka
operasi, kekuatan jaringan sikatrik pada penyembuhan luka operasi yang baik dan pengetahuan
tentang penyebab-penyebab yang dapat mengurangi kekuatan jaringan sikatrik pada bekas seksio
sesarea, menjadi panduan apakah persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea dapat
dilaksanakan atau tidak.
Pada sikatrik uterus yang intak tidak mempengaruhi aktivitas selama kontraksi uterus.
Aktivitas uterus pada multipara dengan bekas seksio sesarea sama dengan multipara tanpa seksio
sesarea yang menjalani persalinan pervaginam
4. Indikasi operasi pada seksio sesarea yang lalu.
Indikasi seksio sesarea sebelumnya akan mempengaruhi keberhasilan persalinan pervaginam
pada bekas seksio sesarea, CPD memberikan keberhasilan persalinan pervaginam sebesar 60 65 %.
Fetal distress memberikan keberhasilan sebesar 69 73 %
Keberhasilan persalinan pervaginam pada pasien bekas seksio sesarea ditentukan juga oleh
keadaan dilatasi servik pada waktu dilakukan seksio sesarea yang lalu. Persalinan pervaginam
berhasil 67 % apabila seksio sesarea yang lalu dilakukan pada saat pembukaan serviks kecil dari 5
cm, dan 73 % pada pembukaan 6 sampai 9 cm. Keberhasilan persalinan pervaginam menurun
sampai 13 % apabila seksio sesarea yang lalu dilakukan pada keadaan distosia pada kala II.
5. Usia ibu
Usia ibu yang aman untuk melahirkan adalah sekitar 20 tahun sampai 34 tahun. Usia
melahirkan dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun digolongkan resiko tinggi. Dari penelitian
didapatkan wanita yang berumur lebih dari 35 tahun mempunyai angka seksio sesarea yang lebih
tinggi. Wanita yang berumur lebih dari 40 tahun dengan bekas seksio sesarea mempunyai resiko
kegagalan untuk persalinan pervaginam lebih besar tiga kali dari pada wanita yang berumur kurang
dari 40 tahun.

11 | P a g e

6. Usia kehamilan saat seksio sesarea sebelumnya


Pada usia kehamilan < 37 minggu dan belum inpartu misalnya pada plasenta previa dimana
segmen bawah rahim belum terbentuk sempurna kemungkinan insisi uterus tidak pada segmen
bawah rahim dan dapat mengenai bagian korpus uteri yang mana keadaannya sama dengan insisi
pada seksio sesarea klasik
7. Riwayat persalinan pervaginam
Riwayat persalinan pervaginam baik sebelum ataupun sesudah seksio sesarea mempengaruhi
prognosis keberhasilan persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea.
Pasien dengan bekas seksio sesarea yang pernah menjalani persalinan pervaginam memiliki
angka keberhasilan persalinan pervaginam yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien tanpa
persalinan pervaginam. Pada bekas seksio sesarea yang sesudahnya pernah berhasil dengan
persalinan pervaginam, makin berkurang kemungkinan ruptur uteri pada kehamilan dan persalinan
yang akan datang. Walaupun demikian ancaman ruptur uteri tetap ada pada masa kehamilan maupun
persalinan, oleh sebab itu pada setiap kasus bekas seksio sesarea harus juga diperhitungkan ruptur
uteri pada kehamilan trimester ketiga terutama saat menjalani persalinan pervaginam.

8. Keadaan serviks pada saat inpartu


Penipisan serviks serta dilatasi serviks memperbesar keberhasilan persalinan pervaginam
bekas seksio sesarea.
Laju dilatasi seviks mempengaruhi keberhasilan penanganan persalinan pervaginam bekas
seksio sesarea. Dari 100 pasien bekas seksio sesarea segmen bawah rahim di dapat 84 % berhasil
persalinan pervaginam sedangkan sisanya adalah seksio sesarea darurat. Gambaran laju dilatasi
serviks pada bekas seksio sesarea yang berhasil pervaginam pada fase laten rata-rata 0.88 cm/jam.
Fase aktif 1.25 cm/jam. Sedangkan laju dilatasi serviks pada bekas seksio sesarea yang gagal
pervaginam pada fase laten rata-rata 0.44 cm / jam dan fase aktif adalah 0.42 cm /jam.
Induksi persalinan dengan misoprostol akan meningkatkan resiko ruptur uteri pada wanita
dengan bekas seksio sesarea. Dijumpai adanya 1 kasus ruptur uteri bekas seksio sesareaaea segmen
bawah rahim transversal selama dilakukan pematangan serviks dengan transvaginal misoprostol
sebelum tindakan induksi persalinan.
12 | P a g e

9. Keadaan selaput ketuban


Pasien dengan ketuban pecah dini (KPD) pada usia kehamilan di atas 37 minggu dengan
bekas seksio sesarea (56 kasus) proses persalinannya dapat pervaginam dengan menunggu terjadinya
inpartu spontan dan di dapat angka keberhasilan yang tinggi (91 % ) dengan menghindari pemberian
induksi persalinan dengan oxytosin, dengan rata-rata lama waktu antara terjadinya KPD sampai
terjadinya persalinan adalah 42,6 jam dengan keadaan ibu dan bayi baik.
Kriteria Seleksi
Pasien yang direncanakan untuk persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea.
Kriteria seleksinya adalah sebagai berikut:

Riwayat 1 atau 2 kali seksio sesarea dengan insisi Segmen Bawah Rahim.

Secara klinis panggul adekuat atau imbang fetopelvik baik

Tak ada bekas ruptur uteri atau bekas operasi lain pada uterus

Tersedianya tenaga yang mampu untuk melaksanakan monitoring, persalinan dan seksio
sesarea emergensi.

Sarana dan personil anastesi siap untuk menangani seksio sesarea darurat

Kriteria yang masih kontroversi :

Parut uterus yang tidak diketahui

Parut uterus pada Segmen Bawah Rahim vertikal

Kehamilan kembar

Letak sungsang

Kehamilan lewat waktu

Taksiran berat janin lebih dari 4000 gram

Kontra Indikasi
Kontra indikasi mutlak melakukan persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea :

Bekas seksio sesarea klasik

Bekas seksio sesarea dengan insisi T

13 | P a g e

Bekas ruptur uteri

Bekas komplikasi operasi seksio sesarea dengan laserasi serviks yang luas

Bekas sayatan uterus lainnya di fundus uteri. Misalnya miomektomi

Cefalo Pelviks Disporposi yang jelas.

Pasien menolak persalinan pervaginam

Panggul sempit

Ada komplikasi medis dan obstetrik yang merupakan kontra indikasi persalinan pervaginam.

Risiko terhadap Ibu


Risiko terhadap ibu yang melakukan persalinan pervaginam dibandingkan dengan seksio sesarea
ulangan elektif pada bekas seksio sesarea:

Insiden demam lebih kecil secara bermakna pada persalinan pervaginam yang berhasil
dibanding dengan seksio sesarea ulangan elektif

Pada persalinan pervaginam yang gagal yang dilanjutkan dengan seksio sesarea insiden
demam lebih tinggi

Tidak banyak perbedaan insiden dehisensi uterus pada persalinan pervaginam dibanding
dengan seksio sesarea elektif.

Dehisensi atau ruptur uteri setelah gagal persalinan pervaginam adalah 2.8 kali dari seksio
sesarea elektif.

Mortalitas ibu pada seksio sesarea ulangan elektif dan persalinan pervaginam sangat rendah

Kelompok persalinan pervaginam mempunyai rawat inap yang lebih singkat, penurunan
insiden transfusi darah pada paska persalinan dan penurunan insiden demam paska persalinan
dibanding dengan seksio sesarea elektif.

Resiko terhadap Anak


Resiko terhadap perinatal dan neonatal dalam melakukan persalinan pervaginam pada bekas
seksio sesarea
Angka kematian perinatal 1.4 % dari hasil penelitian terhadap lebih dari 4.500 persalinan
pervaginam. Resiko kematian perinatal pada persalinan percobaan adalah 2.1 kali lebih besar
14 | P a g e

dibanding seksio sesarea elektif (p<0.001). namun jika berat badan janin < 750 gram dan kelainan
kongenital berat tidak diperhitungkan maka angka kematian perinatal dari persalinan pervaginam
tidak berbeda bermakna dari seksio sesarea ulangan elektif.
Komplikasi
Komplikasi paling berat yang dapat terjadi dalam melakukan persalinan pervaginam adalah
ruptur uteri. Ruptur jaringan parut bekas seksio sesarea sering tersembunyi dan tidak menimbulkan
gejala yang khas. Dilaporkan bahwa kejadian ruptur uteri pada bekas seksio sesarea insisi Segmen
Bawah Rahim lebih kecil dari 1 % (0,2 0,8 % ). Kejadian ruptur uteri pada persalinan pervaginam
dengan riwayat insisi seksio sesarea korporal
Apabila terjadi ruptur uteri maka janin, tali pusat, plasenta atau bayi akan keluar dari robekan
rahim dan masuk ke rongga abdomen. Hal ini akan menyebabkan perdarahan pada ibu, gawat janin
dan kematian janin serta ibu. Kadang-kadang harus dilakukan histerektomi emergensi. Kasus ruptur
uteri ini lebih sering terjadi pada seksio sesarea klasik dibandingkan dengan seksio sesarea pada
segmen bawah rahim. Ruptur uteri pada seksio sesarea klasik terjadi 5-12 % sedangkan pada seksio
sesarea pada segmen bawah rahim 0,5-1 %

Tanda-tanda ruptur uteri adalah sebagai berikut :

Denyut jantung janin tak normal dengan deselerasi variabel yang lambat laun menjadi
deselerasi lambat, bradiakardia, dan denyut janin tak terdeteksi

Perdarahan pervaginam

Nyeri akut abdomen

Sensasi popping ( seperti akan pecah )

Teraba bagian-bagian janin diluar uterus pada pemeriksaan Leopold

Presenting parutnya tinggi pada pemeriksaan pervaginam

Terjadi hipovolemik pada ibu.

15 | P a g e

Pada wanita dengan bekas seksio sesarea klasik sebaiknya tidak dilakukan persalinan
pervaginam karena risiko ruptur 2-10 kali dan kematian maternal dan perinatal 5-10 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan seksio sesarea pada segmen bawah rahim.
Monitoring
Ada beberapa alasan mengapa seseorang wanita seharusnya dibantu dengan persalinan
pervaginam. Hal ini disebabkan karena komplikasi akibat seksio sesarea lebih tinggi. Pada seksio
sesarea terdapat kecendrungan kehilangan darah yang banyak, peningkatan kejadian transfusi dan
infeksi, akan menambah lama rawatan masa nifas di Rumah Sakit. Juga akan memperlama
perawatan di rumah dibandingkan persalinan pervaginam. Sebagai tambahan biaya Rumah Sakit
akan dua kali lebih mahal.
Walaupun angka kejadian ruptur uteri pada persalinan pervaginam setelah seksio sesarea
adalah rendah, tapi hal ini dapat menyebabkan kematian pada janin dan ibu. Untuk antisipasi perlu
dilakukan monitoring pada persalinan ini.
Pasien dengan bekas seksio sesarea membutuhkan manajemen khusus pada waktu antenatal
maupun pada waktu persalinan.

Jika persalinan diawasi dengan ketat melalui monitor

kardiotokografi kontinu; denyut jantung janin dan tekanan intra uterin dapat membantu untuk
mengidentifikasi ruptur uteri lebih dini sehingga respon tenaga medis bisa cepat maka ibu dan bayi
bisa diselamatkan apabila terjadi ruptur uteri.
Sistem Skoring
Untuk meramalkan keberhasilan penanganan persalinan pervaginam bekas seksio sesarea,
beberapa peneliti telah membuat sistem skoring.
Tabel II. Skor Flamm dan Geiger untuk memprediksi terjadinya VBAC
No Karakteristik

16 | P a g e

Skor

Usia < 40 tahun

Riwayat persalinan pervaginam


-

sebelum dan sesudah seksio sesarea

persalinan pervaginam sesudah seksio sesarea

persalinan pervaginam sebelum seksio sesarea

tidak ada

Alasan lain seksio sesarea terdahulu

Pendataran dan penipisan serviks saat tiba di Rumah Sakit


dalam keadaan inpartu:

75 %

25 75 %

< 25 %

Dilatasi serviks 4 cm

Dari hasil penelitian Flamm dan Geiger terhadap skor development group diperoleh hasil
seperti table dibawah ini

INDUKSI

Skor

Angka Keberhasilan VBAC

02

(%)
42-49

59-60

64-67

77-79

88-89

93

8 10
Total

95-99
74-75

DENGAN

OKSITOSIN
Suatu sistematik review secara retrospektif mengumpulkan data bahwa pada pasien dengan
riwayat persalinan sesarea tidak didapatkan gangguan parut uterus yang lebih besar pada pasien yang
menggunakan oksitosin dalam persalinan dibandingkan dengan persalinan spontan. Hasil ini
memberikan pengertian yang serius karena tidak adanya data yang cukup dari percobaan random,
17 | P a g e

kualitas kontrol penelitian yang kurang baik dan pengamatan yang kebanyakan rangkaian dilaporkan
tentang peningkatan risiko ruptur uteri dengan induksi tetapi dengan interval kepercayaan yang luas
sehingga arti statistik tidak bisa ditunjukkan. Penting juga dicatat bahwa maksimal dosis oksitosin
yang digunakan jarang dilaporkan dengan begitu ambang batas dosis yang dapat menyebabkan
ruptur uteri tidak dapat dipastikan dari data yang ada.
Suatu penelitian prospektif terbesar mengevaluasi risiko ruptur pada wanita dengan satu atau
lebih persalinan sesarea (n=17.898 trials of labor dan 15.801 seksio sesarea ulangan) tidak tercakup
dari analisis tersebut di atas. Dalam rangkaian ini wanita yang di induksi dengan oksitosin secara
signifikan mempunyai risiko tertinggi terjadi ruptur uteri dibanding dengan persalinan spontan.
Angka kategori kejadian ruptur uteri adalah:

Seksio sesarea berulang dalam persalinan adalah 0

Persalinan spontan adalah 4 dari 1000

Induksi persalinan dengan oksitosin adalah 11 dari 1000

Data ini tidak memberikan kesimpulan yang pasti seperti pada penggunaan oksitosin untuk
induksi persalinan pada wanita yang mencoba vaginal birth after caesarean (VBAC) yang
berhubungan peningkatan risiko ruptur uteri. Yang pasti pengambilan keputusan klinis seperti pada
penggunaan oksitosin pada pasien dengan riwayat sesarea dipengaruhi oleh berbagai faktor,
termasuk ada tidaknya aktivitas uterus sebelumnya, kondisi pembukaan serviks, usia kehamilan saat
induksi, riwayat persalinan vaginal sebelumnya dan indikasi induksi. Tidak adanya data yang pasti
menunjukkan risiko tinggi ruptur, Wing et all menggunakan oksitosin untuk induksi persalinan pada
VBAC jika ada indikasi standar obstetrik.
INDUKSI DENGAN PROSTAGLANDIN
Sama halnya dengan oksitosin, pada penggunaan prostaglandin belum ada data dari
percobaan random yang besar dan kurangnya data dari kontrol penelitian yang berkualitas sebagai
dasar rekomendasi penggunaan prostaglandin atau agen lain untuk induksi pada VBAC.
Kejadian ruptur pada persalinan spontan dan persalinan induksi bukan dengan prostaglandin
secara signifikan tidak berbeda, tetapi keduanya lebih tinggi dibanding dengan seksio sesarea
ulangan belum dalam persalinan.. Risiko ruptur tertinggi terjadi pada induksi persalinan dengan
prostaglandin. Dibandingkan dengan seksio sesarea ulangan belum dalam persalinan risiko rupture
pada persalinan spontan adalah RR 3,3(95% CI 1,8-6,0) dan dengan prostaglandin RR 15,6 (95% CI
8,1-30,0).
18 | P a g e

INDUKSI DENGAN MEKANIK


Data metode mekanik untuk cervical ripening sangat terbatas. Kejadian ruptur pada induksi
dengan transervikal foley kateter/oksitosin sama dengan persalinan spontan pada VBAC yaitu 5 dari
384 (1,3%) atau 22 dari 2081 (1,1%).
PENDEKATAN MANAJEMEN PADA VBAC
Kehamilan tanpa komplikasi
Pada umur kehamilan 38 minggu, dilakukan stripping of membrane untuk mempercepat
persalinan spontan, dengan demikian menurunkan kejadian postterm pregnancy dan intervensi yang
berhubungan dengan manajemen.
Kehamilan dengan komplikasi
Jika ada indikasi maternal dan fetal untuk mempercepat proses persalinan, sebaiknya ada
konseling terhadap resiko dan keuntungan induksi persalinan dengan seksio sesarea ulangan. Pasien
yang ingin meminimalkan risiko ruptur sebaiknya memilih seksio sesarea ulangan dibanding
induksi.
Jika serviks sudah matang dan pasien menginginkan di induksi, sebaiknya dilakukan amniotomi dan
dilanjutkan infus oksitosin. Walaupun tidak ada literatur yang mendukung secara klinis tekanan
kateter intra uteri efektif untuk memprediksi ruptur uteri tapi itu berguna untuk lebih berhati-hati
selama induksi infus oksitosin. Jika serviks belum matang kepada pasien diberikan pilihan,
mengulang sesarea atau induksi persalinan. Sebaiknya menggunakan cervikal ripening secara
mekanik yang diikuti dengan amniotomi dan infus oksitosin. Karena kemungkinan peningkatan
risiko ruptur yang berhubungan dengan penggunaan misoprostol, sebaiknya tidak digunakan pada
induksi VBAC.

DAFTAR PUSTAKA
1. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu kebidanan. Pembedahan dengan laparotomi
: seksio sesarea. Edisi IV. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2007. H. 86170.
2. Mochtar R, Lutan D. Sinopsis obstetri : obstetri operatif, obstetri sosial. Obstetri operatif
perabdominan : seksio sesarea. Jilid II. Edisi II. Jakarta : EGC ; 1998. h. 117-21.
19 | P a g e

3. Cunningham GF, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY, et al. Williams
obstetrics. Sectio cesarean and postpartum hysterectomy. Volume I. 23rd Ed. USA : McGrawHill Company ; 2010.
4. ACOG Practice Bulletin #54: vaginal birth after previous cesarean. Obstet Gynecol2004;
104:203.
5. American College of Obstetricians and Gynecologists.1999. Vaginal birth after previouscesaean
delivery. ACOG Practice Bulletin #5, American College of Obstetricians and Gynecologists,
Washington DC.
6. Flamm BL, Geiger AM. 1997. Vaginal Birth After Cesarean Delivery : an admission scoring

system. Obstet Gynecol 90 : 907-10.

20 | P a g e

You might also like