You are on page 1of 15

1.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan gulma disuatu lahan budidaya dapat mengganggu tanaman
dalam menyerap unsur hara maupun cahaya matahari. Perlunya pengendalian
terhadap gulma menjadikan banyaknya bermacam pengendalian yang dapat
dilakukan, yaitu cara mekanik, kultur teknik, kimia dan biologi. Namun berdasarkan
efek yang akan ditimbulkan dengan penggunaan berbagai macam cara tersebut, kita
harus lebih memikirkan dampak yang lebih menguntungkan bagi tanaman budidaya
dan lingkungan sekitar. Usaha dalam pengendalian gulma sebisa mungkin tidak
menyebabkan pencemaran pada lingkungan sekitar, untuk itu

pemilihan cara

pengendalian yang tepat sangat dibutuhkan.


Tumbuhan yang mengandung senyawa alelokimia berupa fenol dapat
menghambat pertumbuhan tumbuhan lain. Senyawa alelokimia pada suatu tumbuhan
bisa dimanfaatkan untuk mengendalikan gulma secara biologis dengan berbagai cara
dan metode untuk mengolah senyawa alelokimia tersebut menjadi zat beracun atau
biasa disebut alelopat yang dapat menghambat atau bahkan membunuh gulma.
Alelokimia memberikan efek merusak melalui mekanisme alelopat yaitu pelepasan
senyawa-senyawa alelokimia dari organ tumbuhan yang sifatnya menyebabkan
kerusakan dan bahkan sampai membunuh tumbuhan gulma lain.
Sembung rambat (Mikania micrantha) merupakan salah satu gulma yang
dapat mengurangi pertumbuhan dan produktivitas beberapa tanaman budidaya
(Priwiratama, 2011). Kehilangan hasil akibat invasi M. micrantha misalnya pada
tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) dapat mencapai 20%, pada tanaman karet
(Hevea brasiliensis) mencapai 27-29% serta pada tanaman gandum (Triticum
aestivum) yang mencapai 28%. Sifat invasi yang kuat dari gulma ini menjadikan
sembung rambat sulit dikendalikan (Teoh et al., 1985 dalam Cock et al., 2000).
M. micrantha memiliki senyawa alelokimia berupa fenol, flavonoid dan
terpenoid. Senyawa tersebut menghambat pertumbuhan tumbuhan lain sehingga dapat
dimanfaatkan sebagai bioherbisida (Perez et al., 2010). Untuk menjadi bahan yang
dapat digunakan secara efektif mengendalikan gulma lain, maka perlu diolah dan

dicampur dengan berbagai bahan lain agar dapat menjadi bioherbisida yang sesuai.
Pengendalin gulma dengan cara bioherbisida ini tidak menyebabkan residu bagi
tanaman ataupun lingkungan sehingga dapat dijadikan pilihan yang baik bagi
pengendalian gulma.
1.2 Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui, menganalisa dan
memahami pembuatan bioherbisida yang selektif mengendalikan gulma tanpa adanya
dampak negatif residu bagi tanaman budidaya ataupun lingkungan sekitar.

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Deskripsi Sembung Rambat (Mikania micrantha H.B.K)

Mikania micrantha merupakan gulma tahunan yang tumbuh merambat dengan


cepat. M. micrantha termasuk dalam gulma penting pada kelapa sawit yang dapat
tumbuh hingga ketinggian 700 mdpl. M. micranthaumumnya tumbuh dominan pada
areal kelapa sawit belum menghasilkan (TBM) hingga dapat meimbelit/menutupi
seluruh pelepah/tajuk kelapa sawit. M. micrantha juga menghasilkan senyawa
alelopati berupa phenol dan flavon. Mudah berkembang biak melalui potongan
batang dan biji. Viabilitas biji mencapai lebih dari 60%, sedangkan daya tumbuh stek
dapat mencapai 95%.
Botani pada gulma sembung rambat yaitu sebagai berikut ;Batang M.
micrantha tumbuh menjalar berwarna hijau muda, bercabang dan ditumbuhi rambutrambut halus. Panjang batang dapat mencapai 3-6m. Pada tiap ruas terdapat dua helai
daun yang saling berhadapan, tunas baru dan bunga. Helai daun berbentuk segitiga
menyerupai hati dengan panjang daun 4-13cm dan lebar daun 2-9cm. Permukaan
daun menyerupai mangkok dengan tepi daun bergerigi.

Bunga tumbuh berwarna

putih, berukuran kecil dengan panjang 4.5-6mm, dan tumbuh dari ketiak daun atau
pada ujung tunas. Biji dihasilkan dalam jumlah besar, berwarna coklat kehitaman
dengan panjang 2mm.
Mikania micrantha atau sering disebut dengan sembung rambat, merupakan
gulma tahunan yang penting pada areal perkebunan karet, gulma ini termasuk
kedalam Kingdom : Plantae Phylum : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo :
Asterales Famili : Asteraceae Genus : Mikania Species : Mikania micrantha Kunth..
Gulma mempunyai ciri tumbuh merambat, sering membentuk jalinan sheet, daun
berbentuk hati, perbungaan longgar berwarna putih, tumbuh dari ketiak daun dan
ujung batang. Mudah berkembang biak baik melalui biji maupun stek. Kemampuan
tumbuh potongan batang sebagai stek melebihi 95%. Panjang batang mencapai 3-6 m
(Anonymous, 2015).
Sembung rambat (Mikania micrantha) merupakan salah satu gulma yang
dapat mengurangi pertumbuhan dan produktivitas beberapa tanaman budidaya
(Priwiratama, 2011). Kehilangan hasil sembung rambat sulit dikendalikan (Teoh et

al., 1985 dalam Cock et al., 2000 akibat invasi M. micrantha misalnya pada tanaman
kelapa sawit (Elaeis guineensis) dapat mencapai 20%, pada tanaman karet (Hevea
brasiliensis) mencapai 27-29% serta pada tanaman gandum (Triticum aestivum) yang
mencapai 28% . Sifat invasi yang kuat dari gulma ini menjadikan).
M. micrantha memiliki senyawa alelokimia berupa fenol, flavonoid dan
terpenoid. Senyawa tersebut menghambat pertumbuhan tumbuhan lain sehingga dapat
dimanfaatkan sebagai bioherbisida (Perez et al., 2010). Berdasarkan penelitian
Pebriyani et al. (2013), daun M. micrantha dapat menghambat perkecambahan biji
dan pertumbuhan gulma maman ungu (Cleomerutidosperma) dan rumput bahia
(Paspalumnotatum) pada konsentrasi ekstrak 0,15 (g/ml). Penelitian Ismail dan Moo
(1994) juga menunjukkan pengaruh senyawa fenol dan flavonoid pada M. micrantha
yang menghambat perkecambahan biji dan pertumbuhan dari gulma rumput johor
(Asystasia gangetica), rumput jarum (Chrysopogon aciculatus) dan jukut pahit.
2.2Dampak Allelopati Terhadap Tanaman
Alelopati ialah fenomena yang berupa bentuk interaksi antara makhluk hidup
yang satu dengan makhluk hidup lainnya melalui senyawa kimia (Rohman dan I
wayan Sumberartha, 2001). Sedangkan menurut Odum (1971) dalam Rohman dan I
wayan Sumberartha (2001) alelopati ialah suatu peristiwa dimana suatu individu
tumbuhan yang menghasilkan zat kimia dan dapat menghambat pertumbuhan jenis
yang lain yang tumbuh bersaing dengan tumbuhan tersebut. Istilah ini mulai
digunakan oleh Molisch pada tahun 1937 yang diartikan sebagai pengaruh negatif
dari suatu jenis tumbuhan tingkat tinggi terhadap perkecambahan, pertumbuhan, dan
pembuahan jenis-jenis lainnya. Kemampuan untuk menghambat pertumbuhan
tumbuhan lain merupakan akibat adanya suatu senyawa kimia tertentu yang terdapat
pada suatu jenis tumbuhan.
Dalam Rohman dan I wayan Sumberartha (2001) disebutkan bahwa senyawasenyawa kimia tersebut dapat ditemukan pada jaringan tumbuhan (daun, batang, akar,
rhizoma, bunga, buah, dan biji). Lebih lanjut dijelaskan bahwa senyawa-senyawa
tersebut dapat terlepas dari jaringan tumbuhan melalui berbagai cara yaitu melalui

penguapan, eksudat akar, pencucian, dan pembusukan bagian-bagian organ yang


mati. Moenandir,jody (1988) menjelaskan lebih lanjut proses-proses tersebut melalui
penjelasan berikut ini.
a. Penguapan
Senyawa alelopati ada yang dilepaskan melalui penguapan. Beberapa genus
tumbuhan yang melepaskan senyawa alelopati melalui penguapan adalah
Artemisia, Eucalyptus, dan Salvia. Senyawa kimianya termasuk ke dalam
golongan terpenoid. Senyawa ini dapat diserap oleh tumbuhan di sekitarnya
dalam bentuk uap, bentuk embun, dan dapat pula masuk ke dalam tanah
yang akan diserap akar.
b. Eksudat akar
Banyak terdapat senyawa kimia yang dapat dilepaskan oleh akar tumbuhan
(eksudat akar), yang kebanyakan berasal dari asam-asam benzoat, sinamat,
dan fenolat.
c. Pencucian
Sejumlah senyawa kimia dapat tercuci dari bagian-bagian tumbuhan yang
berada di atas permukaan tanah oleh air hujan atau tetesan embun. Hasil
cucian daun tumbuhan Crysanthemum sangat beracun, sehingga tidak ada
jenis tumbuhan lain yang dapat hidup di bawah naungan tumbuhan ini.
d. Pembusukan organ tumbuhan
Setelah tumbuhan atau bagian-bagian organnya mati, senyawa-senyawa
kimia yang mudah larut dapat tercuci dengan cepat. Sel-sel pada bagianbagian organ yang mati akan kehilangan permeabilitas membrannya dan
dengan mudah senyawa-senyawa kimia yang ada didalamnya dilepaskan.
Beberapa jenis mulsa dapat meracuni tanaman budidaya atau jenis-jenis
tanaman yang ditanam pada musim berikutnya.
Selain melalui cara-cara di atas, pada tumbuhan yang masih hidup dapat
mengeluarkan senyawa alelopati lewat organ yang berada di atas tanah maupun yang
di bawah tanah. Demikian juga tumbuhan yang sudah matipun dapat melepaskan
senyawa alelopati lewat organ yang berada di atas tanah maupun yang di bawah
tanah.

Rohman dan I wayan Sumberartha (2001) menyebutkan bahwa senyawasenyawa kimia tersebut dapat mempengaruhi tumbuhan yang lain melalui penyerapan
unsur hara, penghambatan pembelahan sel,pertumbuhan, proses fotosintesis, proses
respirasi, sintesis protein, dan proses-proses metabolisme yang lain. Lebih lanjut,
Moenandir (1988) menjelaskan tentang pengaruh alelopati terhadap pertumbuhan
tanaman adalah sebagai berikut:
Senyawa alelopati dapat menghambat penyerapan hara yaitu dengan
menurunkan kecepatan penyerapanion-ion oleh tumbuhan. Beberapaalelopat
menghambat

pembelahan

menghambat

pertumbuhan

sel-sel
yaitu

akar

tumbuhan.Beberapa

dengan

mempengaruhi

alelopat

dapat

pembesaran

sel

tumbuhan.Beberapa senyawa alelopati memberikan pengaruh menghambat respirasi


akar.Senyawa alelopati memberikan pengaruh menghambat sintesis protein.Beberapa
senyawa alelopati dapat menurunkan daya permeabilitas membran pada sel
tumbuhan.Senyawa alelopati dapat menghambat aktivitas enzim.
Tumbuhan yang bersifat sebagai alelopat mempunyai kemampuan bersaing
yang lebih hebat sehingga pertumbuhan tanaman pokok lebih terhambat, dan hasilnya
semakin menurun (Moenandir,jody.1988). Namun kuantitas dan kualitas senyawa
alelopati yang dikeluarkan oleh tumbuhan dapat dipengaruhi oleh kerapatan
tumbuhan alelopat, macam tumbuhan alelopat, saat kemunculan saat kemunculan
tumbuhan alelopat, lama keberadaan tumbuhan alelopat, habitus tumbuhan alelopat,
kecepatan tumbuh tumbuhan alelopat, dan jalur fotosintesis tumbuhan alelopat (C 3
atau C4). Beberapa pengaruh alelopati terhadap aktivitas tumbuhan antara lain :
1. Senyawa alelopati dapat menghambat penyerapan hara yaitu dengan
menurunkan kecepatan penyerapan ion-ion oleh tumbuhan.
2. Beberapa alelopat menghambat pembelahan sel-sel akar tumbuhan.
3. Beberapa alelopat dapat menghambat pertumbuhan yaitu dengan
mempengaruhi pembesaran sel tumbuhan.
4. Beberapa senyawa alelopati memberikan pengaruh menghambat respirasi
akar.
5. Senyawa alelopati memberikan pengaruh menghambat sintesis protein

6. Beberapa senyawa alelopati dapat menurunkan daya permeabilitas


membran pada sel tumbuhan.
7. Senyawa alelopati dapat menghambat aktivitas enzim (Soemarwoto, 1983).
2.3 Bioherbisida
Bioherbisida pertama kali diperkenalkan dalam dunia pertanian pada tahun
1970an (Charudattan dan Dinoor, 2000). Namun, sejak saat itu hingga sekarang
bioherbisida tidak pernah sukses menjalankan misinya sebagai herbisida. Dalam
pertanian organik pun, bioherbisida bukan menjadi pilihan utama. Kegagalan
bioherbisida di pasaran saprodi juga karena rendahnya efikasi bioherbisida dalam
membasmi gulma. Ini adalah PR besar bagi orang-orang yang tertarik dalam ilmu
gulma. Memang selama ini banyak ahli yang menyelidiki allelopathi sebagai
herbisida botani, tapi masih dalam tarap ilmu dasar belum kepada penelitian untuk
kepentingan komersil.
Beberapa penelitian bioherbisida terbukti sukses dalam skala laboratorium,
seperti penggunaan virus untuk membunuh gulma tertentu, tetapi saat uji coba di
lapangan terbuka hasilnya sangat labil tergantung pada cuaca, temperatur, angin, air
tanah, dll. Ketidakstabilan inilah yang membuat hasil penelitian bioherbisida tidak
bisa diterapkan di lapangan apalagi untuk dikomersilkan dipasaran, resikonya masih
besar.
Sejak tahun 1960-an herbisida kimiawi telah digunakan hampir di seluruh
dunia. Penggunaan herbisida sejauh ini memberikan dampak positif berupa
pengendalian gulma dan peningkatan produk-si pertanian dan perkebunan. Namun di
lain pihak, penggunaan herbisida secara terus menerus selama 30 tahun terakhir ini
juga berakibat negatif bagi lingkungan (Sivan dan Chet, 1992). Terjadinya keracunan
pada organisme nontarget, polusi sumber-sumber air dan kerusakan tanah, juga
keracunan akibat residu herbisida pada produk pertanian, merupakan contoh dampak
negatif penggunaan herbisida kimiawi.
Dengan sernakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya
kelestarian lingkungan, maka semakin rneningkat pula tuntutan masyarakat akan
proses usaha tani yang ramah lingkungan dan produk pertanian yang lebih aman.

Salah satu alternatif usaha pemberantasan gulma pertanian dan perkebunan adalah
menggunakan bioherbisida. Bioherbisida adalah suatu jenis herbisida yang bahan
aktifnya dapat berupa hasil metabolisme jasad renik atau jasad renik itu sendiri.
Serangga yang merupakan musuh alami dari tumbuhan pengganggu dapat juga
dikategorikan sebagai bioherbisida. Bioherbisida belum banyak digunakan dalam
usaha pertanian maupun perkebunan, tetapi sudah banyak penelitian yang dilakukan
mengenai prospek penggunaan bioherbisida.
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Aplikasi Herbisida
Waktu aplikasi dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor ekternal. Faktor
internal ialah faktor yang terdapat dalam gulma itu sendiri, yakni fase pertumbuhan
gulma. Berdasarkan faktor internalnya, waktu aplikasi herbisida yang paling tepat
adalah pada saat gulma masih muda (saat pertumbuhan optimal) dan belum
memasuki perumbuhan generatif (berbunga). Pada fase ini, penyerapan bahan aktif
herbisida yang diaplikasikan dapat berlangsung lebih efektif. Bila terlalu tebal atau
tua, sebaiknya gulma dibabat (slashing) terlebih dahulu. Setelah daun-daun muda
tumbuh dan terbentuk sempurna, aplikasi herbisida dapat dilakukan (Barus, 2003).
Faktor eksternal adalah faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
efektivitas dan efisiensi aplikasi herbisida, misalnya curah hujan, angin, sinar
magtahari dan lain-lain. Curah hujan dapat menyebabkan bahan aktif herbisida
tercuci, angin yang kencang dapat menerbangkan butiran-butiran larutan herbisida
dan sinar matahari yang terik dapat menyebabkan terjadinta penguapan larutan
herbisida yang diaplikasikan (Barus, 2003).
3. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum bioherbisida dilakukan pada hari Sabtu, 09 Mei 2015 yang
berlokasi di kebun percobaan Ngijo, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya,
Malang. Pembuatan bioherbisida dilakukan pada tanggal 09 Mei 2015 sedangkan
aplikasi bioherbisida dilakukan pada tanggal 11-24 Mei 2015.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1

Alat
1. Ember

: sebagai wadah pencampuran bioherbisida

2. Cobek
3. Sabit
4.
5.
6.
7.

: untuk menghaluskan daun sembung rambat (M. micrantha)


: untuk memotong atau mengambil sembung rambat
(M. micrantha)
: alat aplikasi bioherbisida
: sebagai wadah air
: sebagai pengaduk bioherbisida
: sebagai wadah sembung rambat (M. micrantha)

Sprayer
Botol
Kayu
Karung
3.2.2 Bahan
1. Daun sembung rambat (M. micrantha) : sebagai bahan dasar bioherbisida
2. Detergen 2 sendok
: sebagai perekat herbisida sehingga dapat menempel
pada daun yang diaplikasikan
3. Alkohol 50 ml : sebagai palarut ekstrak sembung rambat
4. Air 4 liter
: sebagai pelarut
5. Minyak tanah : sebagai perekat bioherbisida
6. Gulma maman ungu (Cleome rutidosperma D.C) dan rumput bahia
(Paspalum notatum Flugge) : sebagai bahan yang diamati saat aplikasi
bioherbisida

3.3 Langkah Kerja

MMAD Ppoenlk emi ukg masamb p uenierkatatantsaaii nasefiekp ekd ksanant ri av alki taa ts d b ani o h er b i s i d a d en g an i n t e r v al 2
bs e i moahh b eranu nb gyi s anir da gam :akb atanp add i aa m at i
hm areni cats e k a alt ih ass e il a m a h ar i k e- 1 4 ap l i k as i
p er l a k u an
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Aplikasi bioherbisida Mikania micrantha pada gulma maman ungu (Cleome
rutidosperma D.C) dan rumput bahia (Paspalum notatum Flugge).

Gambar 1. Maman ungu (C.


rutidosperma D.C) setelah aplikasi
bioherbisida (14 hari setelah aplikasi)

Gambar 2. Rumput bahia (Paspalum


notatum Flugge) setelah aplikasi
bioherbisida (14 hari setelah aplikasi)

Menurut hasil pengamatan dengan mengaplikasikan bioherbisida yang


berbahan dasar dari gulma sembung rambat (M. micrantha) pada gulma maman ungu
(C. rutidosperma D.C) dan rumput bahia (P. notatum Flugge) setelah 14 hari setelah
aplikasi maka didapatkan hasil sebagai berikut :
1. Gulma maman ungu : berdasarkan hasil pengamatan aplikasi bioherbisida
mempengaruhi morfologi tumbuhan seperti perubahan warna daun yang
semula semua bagian daun berwarna hijau pada hari ke-14 aplikasi daun
berubah warna menjadi sebagian ungu pada tunas daun dan bagian daun
lainnya serta pertumbuhan maman ungu yang terhambat pertumbuhannya
sehingga dari awal aplikasi sampai hari ke-14 pertumbuhannya tetap dengan
tinggi yang sama.
2. Gulma rumput bahia : berdasarkan hasil pengamatan aplikasi bioherbisida
mempengaruhi pertumbuhan rumput bahia dimana sebagian daun mengalami
nekrosis.
Sehingga dari dua kenampakan gulma tersebut pada hari ke-14 maka score
keracunan adalah 1 artinya aplikasi bioherbisida sedikit berpengaruh pada
pertumbuhan gulma maman ungu dan rumput bahia. Menurut hasil penelitian
Pebriani et al. (2013) ekstrak daun sembung rambat (M. micrantha H.B.K) memiliki

kemampuan menghambat perkecambahan biji maman ungu dan rumput bahia, yang
ditunjukkan dengan menurunnya persentase perkecambahan. Konsentrasi ekstrak 15%
merupakan konsentrasi rendah yang sudah mampu menghambat perkecambahan biji
gulma maman ungu, sedangkan pada rumput bahia pengaruh penghambatan

mulai

terjadi pada konsentrasi 22,5%. Selain itu, menurut hasil penelitian Ismail dan Moo
(1994) juga menunjukkan pengaruh senyawa fenol dan flavonoid pada M. micrantha
yang menghambat perkecambahan biji dan pertumbuhan dari gulma rumput johor
(Asystasia gangetica), rumput jarum (Chrysopogon aciculatus) dan jukut pahit
(Paspalum conjugatum). Penelitian Lasmini (2008) dalam Riskitavani dan Purwani
(2013), menyatakan senyawa alelokimia dari tajuk M. micrantha dapat memberikan
efek fitotoksisitas dan berat basah pada rumput teki (Cyperus rotundus). Menurut
hasil penelitian Hamidah (2015) hasil penelitian menunjukkan bahwa selain dapat
menurunkan persentase perkecambahan, ekstrak M. micrantha dapat mempengaruhi
panjang kecambah Melastoma affine. Panjang kecambah M. affine mengalami
penurunan dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak M. micrantha yang diberikan.
Konsentrasi ekstrak 1,5 (g/ml) merupakan penghambat paling kuat yang dinyatakan
dengan tidak terjadi perkecambahan.
Sehingga pemberian bioherbisida saat pertumbuhan gulma maman ungu dan
rumput bahagia kurang tepat karena menurut beberapa hasil penelitian tersebut ektrak
M. micrantha efektif diberikan saat perkecambahan gulma. Penghambatan
perkecambahan disebabkan penghambatan alelokimia terhadap kerja hormon yang
berperan dalam perkecambahan biji. Rice (1984) menyatakan bahwa alelokimia yang
diserap oleh biji bersama air akan menghambat sintesis hormon giberelin pada biji.
Terhambatnya sintesis giberelin akan menurunkan kerja enzim penghidrolisis bahan
organik dalam endosperma sebagai cadangan makanan bagi embrio.
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
M. micrantha memiliki senyawa alelokimia berupa fenol, flavonoid dan

terpenoid. Senyawa tersebut menghambat pertumbuhan tumbuhan lain sehingga dapat


dimanfaatkan sebagai bioherbisida. Tumbuhan yang bersifat sebagai alelopat
mempunyai kemampuan bersaing yang lebih hebat sehingga pertumbuhan tanaman
pokok lebih terhambat, dan hasilnya semakin menurun. Salah satu alternatif usaha
pemberantasan gulma pertanian dan perkebunan adalah menggunakan bioherbisida.
Bioherbisida adalah suatu jenis herbisida yang bahan aktifnya dapat berupa hasil
metabolisme jasad renik atau jasad renik itu sendiri.
Menurut hasil pengamatan maka didapatkan dengan aplikasi gulma sembung
rambat (M. micrantha) pada gulma maman ungu (C. rutidosperma D.C) dan rumput
bahia (P. notatum Flugge) pada saat pertumbuhan vegetatif memberikan hasil yang
lamat, artinya efektifitas pemberian rendah dimana selama 14 hari pengamatan score
keracunan 1 (sedikit berpengaruh). Sedangkan, menurut beberapa hasil penelitian
menyebutkan bahwa pemberian ekstrak sembung rambang dengan konsentrasi yang
bervariasi dari tinggi sampai rendah pada beberapa jenis gulma saat fase
perkecambahan menunjukkan efektifitas yang lebih baik dibandingkan saat gulma
sudah tumbuh memasuki fase vegetatif.
5.2 Saran
Untuk

mengetahui

efektivitas

aplikasi

bioherbisida

mengendalikan

pertumbuhan gulma di lahan budidaya maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
dengan menggabungkan tumbuhan lain yang mengandung allelopati yang berpotensi
sebagai bioherbisida. Selain itu, perlu dilakukan percobaan dengan variasi konsentrasi
ekstrak sembung rambat yang beranekaragam sehingga didapatkan dosis yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 2015. http://kliniksawit.com/gulma-sawit/mikania.html.
Diakses pada tanggal 12 mei 2015

(online).

Barus, E. 2003. Pengendalian Gulma di Perkebunan. Kanisius. Yogyakarta.


Cock, MJW, Ellison CA, Evans HC & Ooi PAC, 2000, Can Failure be Turned into
Success for Biological Control of Mile-a-Minute Weed (Mikania
micrantha)?, Proceedings of the X International Symposium on Biological
Control of Weeds, hal. 155 167
Cock, MJW, Ellison CA, Evans HC & Ooi PAC, 2000, Can Failure be Turned into
Success for Biological Control of Mile-a-Minute Weed (Mikania
micrantha)?, Proceedings of the X International Symposium on Biological
Control of Weeds, hal. 155-167.
Hamidah, H. S., Mukarlina, dan R. Linda. 2015. Kemampuan Ekstrak Daun Sembung
Rambat (Mikania micrantha H.B.K) Sebagai Bioherbisida Gulma Melastoma
affine D.Don. Jurnal Protobiont. 4 (1) : 89-93.
Ismail BS & Moo LS, 1994, Evidence for Allelopathic Activity of Mikania
micrantha H.B.K. on Three Weed Species, Pertanika Jurnal Science &
Technology, 2 (1) : 73 83
Moenandir, jody. 1988. Persaingan Tanaman Budidaya dengan Gulma. Rajawali
pers : Jakarta
Pebriyani, Linda R & Mukarlina, 2013, Potensi Ekstrak Daun Sembung Rambat
(Mikania micrantha H.B.K) Sebagai Bioherbisida terhadap Gulma Maman
Ungu (Cleome rutidosperma D.C) dan Rumput Bahia (Paspalum
conjugatum Flugge), Protobiont, 2 (2) : 32 - 38, <http: //jurnal.untan.ac.id/
index.php/ jprb>.
Perez, AMC, Ocotero VM, Balcazari RI & Jimenez FG, 2010, Phytochemical and
Pharmological Studies on Mikania micrantha H.B.K ., Experimental
Botany, vol. 78, hal. 77-80
Perez, AMC, Ocotero VM, Balcazari RI & Jimenez FG, 2010, Phytochemical and
Pharmological Studies on Mikania micrantha H.B.K., Experimental
Botany, 78 : 77 80.
Priwiratama, H, 2011, Mikania micrantha H.B.K, Pusat Penelitian Kelapa Sawit
Info PT Vol. G 0002, hal. 1-2, www.iopri.org/download/ finish/4-gulma
Rice, EL. 1984. Alleopathy, Second Edition. Academic Press Inc. London.
Riskitavani, DV & Purwani, KI, 2013,Studi Potensi Bioherbisida Ekstrak Daun
Ketapang (Terminalia catappa) Terhadap Gulma Rumput Teki (Cyperus
rotundus), Jurnal Sains dan Seni POMITS , vol. 2, no. 2, hal. E-59E-63
Soemarwoto, O. 1983. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Penerbit
Djambatan : Jakarta
Tetelay, Febian. 2003. Pengaruh Allelopathy Acacia mangium wild terhadap

Perkecambahan Benih Kacang Hijau (Phaseolus radiatus) dan Jagung (Zea


mays).
(Online)
(http://www.geocities.com/irwantoshut/allelopathy_acacia.doc. diakses pada
tanggal 11 mei 2015).

You might also like