You are on page 1of 15

BAB I

PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis.1 Kuman TB biasanya menyerang paru namun dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya.2
Penyakit TB merupakan salah satu penyakit mematikan di dunia. Sepertiga populasi
dunia terinfeksi TB.3 Pada tahun 2012, kasus terjadi di Asia (58%), Afrika (27%), Mediterania
(8%), Eropa (4%), dan Amerika (3%). Lima negara dengan insidensi terbanyak yaitu India (2
juta2,4 juta), China (0,9 juta1,1 juta), Afrika Selatan (0,4 juta0,6 juta), Indonesia (0,4
juta0,5 juta), dan Pakistan (0,3 juta0,5 juta). 4 Gambaran TB di Manado pada tahun 2012
yaitu penemuan dan penanganan penyakit TB Paru BTA+ mencapai 1.758 penderita yang
ditemukan dan semuanya ditangani (100 %) dari 5.398 sasaran penderita yang ada.5
Proses penularan TB sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandung droplet
nuclei, khususnya yang didapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak
yang mengandung BTA. Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan
bersarang di jaringan paru dan membentuk sarang sarang primer. Dari sarang primer akan
kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan
tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional).6
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih.
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak
nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam
hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Pemeriksaan penunjang untuk
penegakan diagnosis TB yaitu pemeriksaan dahak (pemeriksaan pasti) dan foto toraks.7
Dalam usaha pemberantasan penyakit TB paru, pencarian kasus merupakan unsur
yang penting untuk keberhasilan pelaksanaan program pengobatan. Hal ini ditunjang oleh
sarana diagnostik yang tepat. Diagnosis terhadap TB paru umumnya dilakukan dengan cara
melakukan pemeriksaan klinis (dari anamnesis terhdap keluhan penderita dan hasil
pemeriksaan fisik penderita), hasil pemeriksaan foto toraks, hasil pemeriksaan laboratorium
dan pemeriksaan penunjang lainya.
Pemeriksaan radiologik toraks merupakan pemeriksaan yang sangat penting.
Kemajuan pesat selama dasawarsa terakhir dalam teknik pemeriksaan radiologik toraks dan
pengetahuan untuk menilai hasil foto toraks menjadikan pemeriksaan toraks dengan sinar
1

roentgen ini menjadi suatu keharusan. Pemeriksaan paru tanpa pemeriksaan roentgen saat ini
dapat dianggap tidak lengkap. Suatu penyakit paru belum dapat disingkirkan dengan pasti
sebelum dilakukan pemeriksaan radiologik. Selain itu, berbagai kelainan dini dalam paru juga
sudah dapat dilihat dengan jelas pada foto roentgen sebelum timbul gejala-gejala klinis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis
sistemis sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh, dengan lokasi terbanyak di
paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer.6
B. EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis masih menjadi masalah utama kesehatan di Indonesia, dan sebagian
besar negara-negara di dunia. Laporan TB dunia oleh World Health Organization (WHO)
pada tahun 2006, Indonesia sebagai penyumbang TB terbesar nomor 3 di dunia setelah India dan Cina
dengan jumlah kasus baru sekitar 539.000 dan jumlah kematian sekitar 101.000 per tahun.
Pada tahun 2012, lima negara dengan insidensi terbanyak yaitu India, China, Afrika Selatan,
Indonesia, dan Pakistan. TB masih tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama.
Walaupun sudah lebih dari seabad sejak penyebabnya ditemukan oleh ilmuwan Jerman,
Robert Koch pada tahun 1882, TB belum dapat diberantas bahkan terus berkembang. Peningkatan jumlah
kasus TB di berbagai tempat pada saat ini diduga disebabkan oleh berbagai hal yaitu:
diagnosis yang tidak tepat, pengobatan yang tidak adekuat, program penanggulangan tidak
dilaksanakan dengan tepat, infeksi endemik human immuno-deficiencyvirus (HIV), migrasi
penduduk, mengobati sendiri (self treatment), meningkatnya kemiskinan, dan pelayanan
kesehatan yang kurang memadai.9
C. ETIOLOGI
Penyebab tuberculosis yaitu Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis,
sangat jarang disebabkan oleh Mycobacterium avium. Mycobacterium merupakan kuman
batang tahan asam, yang dapat hidup selama berminggu-minggu dalam keadaan kering, tapi
mati dengan suhu 60C dalam cairan suspensi selama 15-20 menit. Mycobacterium memiliki
ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam
lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam sehingga disebut
bakteri tahan asam (BTA). Kuman dapat tahan hidup pada keadaan kering maupun dingin,
karena kuman berada dalam keadaan dorman. Dari sifat dorman ini kuman dapat bangkit
kembali dan menjadi aktif kembali. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan
3

bahwa kuman lebih menyukai jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini
tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian
apikal paru-paru merupakan tempat predileksi tuberkulosis.9
D. PENULARAN
Tuberkulosis ditularkan melalui udara oleh partikel kecil yang berisi kuman
tuberkulosis yang disebut droplet. Droplet nukleus yang berukuran 1-5 m dapat sampai ke
alveoli. Droplet nukleus kecil yang berisi basil tunggal lebih berbahaya daripada sejumlah
besar basil di dalam partikel yang besar, sebab partikel besar akan cenderung menumpuk di
jalan napas daripada sampai ke alveoli sehingga akan dikeluarkan dari paru oleh sistem
mukosilier. Batuk merupakan mekanisme yang paling efektif untuk menghasilkan droplet
nukleus. Satu kali batuk yang cepat dan kuat akan menghasilkan partikel infeksius sama
banyaknya dengan berbicara keras selama lima menit. Penyebaran melalui udara juga dapat
disebabkan oleh manuver ekspirasi yang kuat seperti bersin, berteriak, dan bernyanyi. Satu
kali bersin dapat menghasilkan 20.000-40.000 droplet, tapi kebanyakan merupakan partikel
yang besar sehingga tidak infeksius. London dan Roberts meneliti bahwa pasien yang batuk
lebih dari 48 kali tiap malam akan berkesempatan menginfeksi 48% dari orang yang kontak
dengan pasien. Sementara pasien yang batuk kurang dari 12 kali tiap malam berkesempatan
menginfeksi 28% dari orang yang kontak dengan pasien. Basil tuberkulosis juga dapat
memasuki tubuh melalui traktus gastrointestinal ketika minum susu yang mengandung
mikobakterium. Jalan lain masuknya kedalam tubuh manusia adalah melalui luka pada kulit
atau membran mukosa, tetapi penyebaran dengan cara ini sangat jarang. Jika fokus
tuberkulosis telah terbentuk pada satu bagian tubuh maka penyakit dapat menyebar ke bagian
tubuh yang lain melalui pembuluh darah, saluran limfatik, kontak langsung, saluran cerna
(sering dari intestinum kembali ke darah melalui duktus torasikus) dan terakhir yang paling
sering melalui jalan napas.10
E. PATOFISIOLOGI
Penyakit TB dapat berkembang pada seseorang melalui dua cara. Yang pertama dapat
terjadi pada seseorang yang telah beberapa tahun terinfeksi TB dan telah sembuh sempurna.
Ketika kesehatannya menurun karena penyakit lain seperti AIDS atau diabetes, atau karena
penyalahgunaan alkohol maupun kurangnya kepedulian terhadap kesehatan karena menjadi
tuna wisma, infeksi TB dapat menjadi penyakit TB. Pada cara ini, seseorang dapat menjadi
4

sakit beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun setelah mereka menghirup kuman TB. Cara
yang lain terjadi jauh lebih cepat. Terkadang ketika seseorang pertama kali menghirup kuman
TB, tubuhnya tidak mampu melindungi diri terhadap penyakit ini. Kuman tersebut kemudian
berkembang menjadi penyakit TB aktif dalam beberapa minggu. Seseorang dengan TB aktif
akan menjadi sangat infeksius dan dapat menyebarkan TB ke orang lain.11
Kuman TB dalam droplet nuklei yang terhirup dapat mencapai alveolus. Masuknya
kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non-spesifik. Makrofag
alveolus akan memfagosit kuman TB di mana sebagian besar kuman TB akan hancur. Akan
tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan
kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang
biak akan menyebabkan makrofag mengalami lisis, dan kuman TB membentuk koloni di
tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut fokus primer
Ghon. Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe
regional. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan
di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau
tengah, kelenjar limfe yang terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus
primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks
primer merupakan gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar
(limfadenitis), dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).9,11
Waktu yang diperlukan sejak kuman TB masuk sampai terbentuk kompleks primer
secara lengkap disebut masa inkubasi TB. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung antara 4-8
minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman
tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang
respons imunitas seluler. Pada minggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan
logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap
tuberkulin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer
ini, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya
hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respon positif terhadap uji
tuberkulin. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Setelah kompleks primer
terbentuk, imunitas seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu
dengan sistem imun yang berfungsi baik, ketika sistem imun seluler berkembang, proliferasi
kuman TB terhenti. Namun sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma.
Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan
5

segera dimusnahkan. Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru
biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah
mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami
fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya tidak sesempurna fokus primer di jaringan
paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat
disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat
membesar dan menyebabkan pneumonitis dan pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan
yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui brokus sehingga
meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang
mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang
berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal
menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru. Obstruksi total dapat menyebabkan
atelektasis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan
menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau
membentuk fistula. Masa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga
menyebabkan gabungan pneumonitis dan atelektasis, yang sering disebut sebagai lesi
segmental kolaps-konsolidasi.9-11
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi
penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke
kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran
hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh.
Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit
sistemik. Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran
hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar
secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman
TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju
yaitu organ yang memiliki vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri,
terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai tempat tersebut, kuman TB akan
bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan
membatasi pertumbuhannya. Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi
pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman. Fokus ini
pada umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi
6

fokus reaktivasi. Fokus potensial ini disebut sebagai fokus Simon. Bertahun-tahun kemudian,
bila daya tahan tubuh pejamu menurun, fokus Simon ini dapat mengalami reaktivasi dan
menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain. Bentuk
penyebaran hematogen yang lain yaitu penyebaran hematogen generalisata akut (acute
generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk dan
beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan manifestasi klinis
penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu
2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi
kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata
terjadi karena tidak adekuatnya sistem pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya
pada balita. Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic spread
dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan
mempunyai ukuran lebih kurang sama. Istilah milier berasal dari gambaran lesi diseminata
yang menyerupai butir padi-padian (millet seed). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa
nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara histologik merupakan granuloma. Bentuk
penyebaran yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini
terjadi bila suatu proses perkijuan menyebar ke saluran vaskular di dekatnya, sehingga
sejumlah kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat
penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal
ini dapat terjadi secara berulang. Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun
pertama), biasanya sering terjadi komplikasi.9,11
F. DIAGNOSA
Diagnosis TB ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, tes tuberkulin,
pemeriksaan radiologis dan bakteriologis. Diagnosis pasti TB paru ditegakkan berdasarkan
ditemukannya kuman Mycobacterium tuberkulosis.1
1. Gejala klinis yaitu demam, batuk / batuk darah, sesak nafas, nyeri dada, malaise.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva
mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu subfebris atau berat badan menurun.
Seringkali pasien tidak menunjukkan suatu kelainan apapun. Tempat kelainan TB paru
yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila dicuragai adanya infiltrat yang agak
luas, maka didapatkan perkusi redup dan auskultasi suara nafas bronkial. Akan
7

didapatkan juga suara nafas tambahan berupa ronki basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila
infitrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara nafasnya menjadi vesikuler melemah.
Dalam penampilan klinis, TB sering asimtomatis dan penyakit baru dicurigai dengan
didapatkannya kelainan radiologis dada.
3. Pemeriksaan radiologis tuberkulosis paru
Kelainan pada foto toraks bisa sebagai usul tetapi bukan sebagai diagnosis utama pada
TB. Namun, foto toraks bisa digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan TB paru
pada orang-orang yang dengan hasil tes tuberkulin (+) dan tanpa menunjukkan gejala:12
a. Bila klinis ditemukan gejala tuberkulosis paru, hampir selalu ditemukan kelainan
pada foto roentgen.
b. Bila klinis ada dugaan terhadap penyakit tuberkulosis paru, tetapi pada foto roentgen
tidak terlihat kelainan, maka ini merupakan tanda yang kuat bukan tuberkulosis.
c. Sebaliknya, bila tidak ada kelainan pada foto toraks belum berarti tidak ada
tuberkulosis, sebab kelainan pertama pada foto toraks baru terlihat sekurangkurangnya 10 minggu setelah infeksi oleh basil tuberkulosis.
d. Sesudah sputum positif pada pemeriksaan bakteriologi, tanda tuberkulosis yang
terpenting adalah bila ada kelainan pada foto toraks.
e. Ditemukannya kelainan pada foto toraks belum berarti bahwa penyakit tersebut
aktif.
f. Dari bentuk kelainan pada foto roentgen memang dapat diperoleh kesan tentang
aktivitas penyakit, namun kepastian diagnosis hanya dapat diperoleh melalui
kombinasi dengan hasil pemeriksaan klinis/laboratorium.
g. Pemeriksaan roentgen penting untuk dokumentasi, menentukan lokalisasi, proses
dan tanda perbaikan ataupun perburukan dengan melakukan perbandingan dengan
foto-foto terdahulu.
h. Pemeriksaan roentgen juga penting untuk penilaian hasil tindakan terapi seperti
pneumotoraks torakoplastik.
i. Pemeriksaan roentgen tuberkulosis paru saja tidak cukup.
Pembuatan foto roentgen adalah suatu keharusan, yaitu foto posterior anterior (PA),
bila perlu disertai proyeksi-proyeksi tambahan seperti foto lateral, foto khusus puncak APlordotik dan teknik-teknik khusus lainnya. Ada 3 macam proyeksi pemotretan pada foto
toraks pasien yang dicurigai TB, yaitu:12
1. Proyeksi postero-anterior
Pada posisi PA, pengambilan foto dilakukan pada saat pasien dalam posisi berdiri, tahan
nafas pada akhir inspirasi dalam. Bila terlihat suatu kelainan pada proyeksi PA, perlu
ditambah proyeksi lateral.
8

2. Proyeksi lateral
Pada proyeksi lateral, posisi berdiri dengan tangan disilangkan di belakang kepala.
Pengambilan foto dilakukan pada saat pasien tahan napas dan akhir inspirasi dalam.
3. Proyeksi top lordotik
Proyeksi top lordotik dibuat bila foto PA menunjukkan kemungkinan adanya kelainan
pada daerah apeks kedua paru. Proyeksi tambahan ini hendaknya dibuat setelah foto rutin
diperiksa dan bila terdapat kesulitan dalam menginterpretasikan suatu lesi di apeks.
Pengambilan foto dilakukan pada posisi berdiri dengan arah sinar menyudut 35-45
derajat arah caudocranial, agar gambaran apeks paru tidak berhimpitan dengan
klavikula.
Gambaran radiologis TB
Klasifikasi TB paru berdasarkan gambaran radiologis:12
1. Tuberkulosis primer
Hampir semua infeksi TB primer tidak disertai gejala klinis, sehingga paling sering
didiagnosis dengan tes tuberkulin. Pada umumnya menyerang anak, tetapi bisa terjadi
pada orang dewasa dengan daya tahan tubuh yang lemah. Pasien dengan TB primer
sering menunjukkan gambaran foto normal. Pada 15% kasus tidak ditemukan kelainan,
bila infeksi berkelanjutan barulah ditemukan kelainan pada foto toraks. Lokasi kelainan
biasanya terdapat pada satu lobus, dan paru kanan lebih sering terkena, terutama di
daerah lobus bawah, tengah dan lingula serta segmen anterior lobus atas. Kelainan foto
toraks pada tuberkulosis primer ini adalah adalah limfadenopati, parenchymal disease,
miliary disease, dan efusi pleura. Pada paru bisa dijumpai infiltrat dan kavitas. Salah satu
komplikasi yang mungkin timbul yaitu pleuritis eksudatif, akibat perluasan infitrat
primer ke pleura melalui penyebaran hematogen. Komplikasi lain adalah atelektasis
akibat stenosis bronkus karena perforasi kelenjar ke dalarn bronkus. Baik pleuritis
maupun atelektasis pada anak-anak mungkin demikian luas sehingga sarang primer
tersembunyi di belakangnya.

Gambar 1. Parenchymal primary tuberculosis pada orang dewasa. Radigrafi paru kiri menunjukkan lobus
atas yang ekstensif dan konsolidasi linguar.
Gambar 2. Limfadenopati pada pasien dengan tuberculosis primer. Radiografi toraks menunjukkan hilum
kiri yang besar dan pada paratrakeal kanan, konsisten dengan limfadenopati dan khas pada pasien anak.

Gambar 3 dan 4. Foto toraks PA dan lateral. Tuberkulosis dengan kompleks primer (hanya hilus kiri membesar).

Gambar 5. Opasitas udara (panah kecil) pada lobus kanan bawah dan limfadenopati (panah besar) pada hilus
kanan. Ini adalah sebuah contoh komplek primer (focus Ghon dan limfadenopati ipsilateral hilus), khas pada
TB anak.

10

2. Tuberkulosis sekunder atau tuberkulosis reinfeksi


Tuberkulosis yang bersifat kronis ini terjadi pada orang dewasa atau timbul reinfeksi
pada seseorang yang semasa kecilnya pernah menderita tuberkulosis primer, tetapi tidak
diketahui dan menyembuh sendiri. Kavitas merupakan ciri dari tuberculosis sekunder.

Gambar 6 dan 7.Tuberkulosis dengan kavitas

Klasifikasi tuberkulosis sekunder


Klasifikasikasi tuberkulosis sekunder menurut American Tuberculosis Association (ATA):12
1. Tuberkulosis minimal
Luas sarang-sarang yang kelihatan tidak melebihi daerah yang dibatasi oleh garis
median, apeks dan iga 2 depan, sarang-sarang soliter dapat berada dimana saja. Tidak
ditemukan adanya kavitas.
2. Tuberkulosis lanjut sedang (moderately advance tuberculosis)
Luas sarang-sarang yang berupa bercak infiltrat tidak melebihi luas satu paru. Sedangkan
bila ada kavitas, diameternya tidak melebihi 4 cm. Kalau bayangan sarang tersebut
berupa awan-awan menjelma menjadi daerah konsolidasi yang homogen, luasnya tidak
boleh melebihi 1 lobus paru.
3. Tuberkulosis sangat lanjut (far advanced tuberculosis)
Luas daerah yang dihinggapi sarang-sarang lebih dari 1 paru atau bila ada lubang-lubang, maka
diameter semua lubang melebihi 4 cm.

Ada beberapa bentuk kelainan yang dapat dilihat pada foto roentgen, antara lain:
1. Sarang eksudatif
Berbentuk awan atau bercak-bercak yang batasnya tidak tegas dengan densitas rendah.
2. Sarang produktif
Berbentuk butir-butir bulat kecil yang batasnya tegas dan densitasnya sedang.
3. Sarang induratif atau fibrotik
Berbentuk garis-garis berbatas tegas, dengan densitas tinggi.
4. Kavitas atau lubang.

11

Timbulnya lubang ini akibat melunaknya sarang keju. Dinding lubang sering tipis
berbatas licin atau tebal berbatas tidak licin. Di dalamnya mungkin terlihat cairan, yang
biasanya sedikit. Lubang kecil dikelilingi oleh jaringan fibrotik dan bersifat
tidak berubah-ubah pada pemeriksaan berkala (follow up) dinamakan lubang sisa
(residual cavity) dan berarti suatu proses lama yang sudah tenang.
5. Sarang kapur (kalsifikasi).
Cara pembagian yang lazim di Amerika Serikat adalah:
1. Sarang-sarang berbentuk awan atau bercak infiltrat dengan densitas rendah hingga
sedang dengan batas tidak tegas. Sarang-sarang ini biasanya menunjukan suatu proses
aktif.
2. Lubang (kavitas). Berarti proses aktif kecuali bila lubang sudah sangat kecil, yang
dinamakan residual cavity.
3. Sarang-sarang seperti garis (fibrotik) atau bintik-bintik kapur (kalsifikasi) yang biasanya
menunjukkan proses telah tenang (fibrocalcification).

Gambar 8. Tuberkulosis dengan kalsifikasi.

Kemungkinan - kemungkinan kelanjutan suatu sarang tuberkulosis:


1. Penyembuhan tanpa bekas
Sering terjadi pada anak-anak (tuberkulosis primer dan pada orang dewasa) apabila
diberikan pengobatan yang baik.
2. Penyembuhan dengan meninggalkan cacat.
Penyembuhan ini berupa garis-garis berdensitas tinggi/fibrokalsifikasi di kedua
lapangan atas paru dapat mengakibatkan penarikan pembuluh-pembuluh darah besar
di kedua hili ke atas. Pembuluh darah besar di hilli terangkat ke atas, seakan-akan
menyerupai kantung celana (fenomena broekzak). Sarang-sarang kapur kecil yang
mengelompok di apeks paru dinamakan sarang-sarang Simon (Simon's foci).Secara
roentgenologis, sarang baru dapat dinilai sembuh (proses tenang) bila setelah jangka
waktu selama sekurang-kurangnya 3 bulan bentuknya sama. Sifat bayangan tidak
12

boleh berupa bercak-bercak, awan atau lubang, melainkan garis-garis atau bintikbintik kapur.
Pemeriksaan laboratorium:
1. Darah
Leukosit sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri, jumlah limfosit
masih di bawah normal, laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi. Anemia
ringan, gama globulin meningkat, kadar natrium darah menurun.
2. Sputum. Ditemukan kuman BTA , diagnosis TB sudah dapat dipastikan.
3. Tes tuberkulin
Biasanya dipakai tes mantoux. Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang
sedang atau pernah mengalami infeksi M. tuberculosae.
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan tuberkulosis yaitu dengan pemberian OAT. Berikut ini tabel jenis dan
dosis OAT:
Tabel 1. Jenis dan dosis OAT2
Obat

R
H
Z
E
S*

Dosis
(mg/
kgBB/
hari)
8-12
4-6
20-30
15-20
15-18

Dosis yang dianjurkan

Harian
(mg/kgBB/hari)
10
5
25
15
15

Intermitten
(mg/kgBB/kali)
10
10
35
30
15

Dosis
maksimal
/ hari
(mg)

Dosis (mg) / berat


badan (kg) / hari
< 40

40-60

> 60

600
300

300
450
600
300
300
300
750
1000 1500
750
1000 1500
1000
sesuai 750
1000
BB
*Pasien berusia lebih dari 60 tahun tidak bisa mendapatkan dosis lebih dari 500 mg per hari.

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:1,2


1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup
dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal
(monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
(DOT= Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap awal (intensif)
a. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.

13

b. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
c. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2
bulan.
Tahap lanjutan
a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama.
b. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan.
H. KOMPLIKASI
1. Komplikasi dini
Pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis.
2. Komplikasi lanjut
TB usus, obstruksi jalan nafas, fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru,
sindrom gagal nafas dewasa, meningitis TB.

14

DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis.
Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta; 2011.

Pedoman

Diagnosis

dan

2. O'Brien RJ, Raviglione MC. Tuberculosis. Harrison's Principles of Internal Medicine.


Edisi XVIII. United States of America. The Mcgraw-Hill Companies, Inc; 2012.
3. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Tuberculosis. Dikutip dari:
http://www.cdc.gov/tb/statistics/default.htm?s_cid=fb1804. 11 Februari 2014.
4. World Health Organization. Global Tuberculosis Report 2013. WHO Library
Cataloguing-in-Publication Data; 2013.
5. Pemerintah Kota Manado. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Kota Manado Tahun 2010-2015. Manado; 2013.
6. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis Paru. Dalam : Sudoyo A W, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M K, Setiati S, editor. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia,
2007.
7. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Edisi 2 cetakan pertama. Jakarta: 2006.
8. Amin Z, Bahar A. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir. Dalam: Sudoyo A W, Setiyohadi
B, Alwi I, Simadibrata M K, Setiati S, editor. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi
IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Indonesia, 2009.
9. Gerakan Terpadu Nasional Penanganan TB. Buku Pedoman Nasional Penanggulangan
TB. Edisi 2. Cetakan Pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
2007.
10. Parhusip MBE. Peranan Foto Dada dalam Mendiagnosis Tuberkulosis Paru Tersangka
Dengan BTA Negatif di Puskesmas Kodya Medan. Medan: Universitas Sumatra Utara.
2009.
11. Price A, Willson L. M.Tuberculosis Paru. Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC. 2004.
12. Rasad S. Radiologi Diagnostik Edisi 2. Balai Penerbit FK UI. Jakarta: 2005.

15

You might also like