Professional Documents
Culture Documents
Untuk mendalami penataan dan pelestarian kota pusaka yang sangat kompleks sebaiknya kita
memahami dahulu unsur dasarnya yaitu pusaka dan pelestarian pusaka. Kita sering lalai, tidak
memperhatikan aset berharga di sekitar kita rusak, dirusak, hilang atau punah, padahal aset itu
sangat dibutuhkan utuk membangun kedepan. Ia mengandung banyak pelajaran berharga, ia
merupakan bukti sejarah, ia membangun collective memory, Ia merupakan asset yang tak
tergantikan.
Indonesia yang mempunyai lebih dari 500 kelompok etnis yang tinggal di lebih dari 17000
pulau, begitu kaya dengan pusaka alam dan pusaka budaya yang beragam, tersebar di berbagai
penjuru nusantara. Kota dan kabupaten dengan kekayaan alam dan karya budaya ragawi dan tak
ragawi dapat membangun karakter yang kuat berdasarkan kekuatan alam dan budayanya. Sayang
sekali banyak kota dan kabupaten kehilangan karakternya, kehilangan kepribadiannya,
kehilangan api, catatan sejarah, collective memory, dan bahan pelajaran yang sangat berharga.
Banyak kota/kabupaten tumbuh tanpa sadar, tanpa kepribadian, sekedar mengikuti kebetulan
tanpa sengaja, mengabaikan alur sejarah yang telah dijalaninya.
Bangunan Gedung dan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup. Pada
tahun 2000 berbagai organisasi pelestarian di berbagai daerah berkumpul dan
bersepakat membangun suatu Jaringan Pelestarian Pusaka Indonesia. JPPI
mengadakan bayak dialog dan pembahasan, kemudian meluncurkan Tahun Pusaka
Indonesia 2003, dan bersama dengan berbagai lembaga, perguruan tinggi serta
organisasi
masyarakat
mencanangkan
Piagam
Pelestarian
Pusaka
Indonesia.Dalam Piagam Pelestarian Pusaka Indonesia tersebut diikrarkan bahwa
yang akan dilestarikan adalah pusaka alam, pusaka budaya ragawi dan tak ragawi,
serta pusaka saujana yang merupakan gabungan antara pusaka alam dan pusaka
budaya.
Pada tahun 2004 berbagai organisasi pelestarian yang bergabung dalam JPPI
membentuk Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) dimana peresmian
pembentukannya disaksikan oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, berbagai
lembaga, perguruan tinggi, dan organisasi masyarakat. BPPI bertujuan (i)
menyiapkan masukan tentang kebijakan, strategi, program dan panduan peletarian,
(ii) membantu dan memperkuat gerakan masyarakat untuk pelestarian, dan (iii)
membangun sistem pendanaan pelestarian.
Langkah maju selanjutnya adalah terbentuknya Jaringan Kota Pusaka Indonesia
(JKPI) pada tahun 2008 dimana para Walikota dan Bupati yang peduli pada
pelestarian dan ingin memperkuat pengelolaan Kota Pusaka bersama-sama
membentuk organisasi. Pembentukan JKPI diprakarsai oleh Bapak Joko Widodo,
Walikota Solo, dan sekarang Ketua JKPI pertama dijabat oleh Bapak Amran Nur,
Walikota Sawahlunto. Pada saat didirikan JKPI beranggotakan 11 Walikota/Bupati
dan sekarang anggotanya sudah meningkat menjadi 48 kota/kabupaten. Hal ini
menunjukkan berkembangnya perhatian Pemerintah Daerah pada upaya penataan
dan pelestarian kota pusaka. Kemudian pada tahun 2012 Kementerian Pekerjaan
Umum, khususnya Direktorat
Jendral Penataan Ruang mengembangkan Program Penataan dan Pelestarian Kota
Pusaka (P3KP). Diharapkan melalui program P3KP ini kota dan kabupaten dapat
memperkuat upaya penataan dan pelestarian kota pusaka, membangun kota yang
berkarakter, berbasis pada alam, sejarah, dan budaya masyarakatnya. Masyarakat
diajak untuk menemukenali seluruh pusaka alam dan budaya di daerahnya,
menganalisis dan menghimpunya dalam suatu daftar pusaka dan peta pusaka yang
komprehensif, menetapkan perlindungan pusaka, membangun menkanisme
pengamanan, pengembangannya, dan pemanfaatannya, serta mengembangkan
.kehidupan budaya yang kreatif, bergairah, dan berkelanjutan.