Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Decompensasi cordis merupakan suatu keadaan dimana jantung tidak dapat
menghantarkan curah jantung yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh. Pada
stadium awal gagal jantung, berbagai mekanisme kompensator dibangkitkan untuk
mempertahankan fungsi metabolik normal. Ketika mekanisme ini menjadi tidak efektif,
akibatnya manifestasi kliniknya makin bertambah berat. 1 Decompensasi cordis pada bayi dan
anak adalah suatu sindrom klinis yang ditandai oleh ketidakmampuan miokardium memompa
darah ke seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh termasuk kebutuhan
untuk pertumbuhan. Decompensasi cordis dapat disebabkan oleh penyakit jantung bawaan
maupun didapat yang diakibatkan oleh beban volume (preload) atau beban tekanan
(afterload) yang berlebihan atau penurunan kontraktilitas miokard. Penyebab lain misalnya
takikardia supraventrikular, blok jantung komplit, anemia berat, kor pulmo akut dan
hipertensi akut.2
Decompensasi cordis atau gagal jantung merupakan suatu kondisi yang telah
diketahui selama berabad-abad namun penelitian epidemiologi sulit dilakukan karena tidak
adanya definisi tunggal tentang kondisi ini. Ketika masih sedikit pemeriksaan jantung yang
tersedia, definisi gagal jantung cenderung kearah patofisiologi, lalu kemudian definisi
ditempatkan pada penekanan gagal jantung
decompensasi cordis pada anak-anak di Amerika Serikat yang dibawa ke rumah sakit sekitar
11.000 14.000 setiap tahunnya.4 Angka kejadian decompensasi cordis pada bayi berkaitan
dengan penyakit yang diakibatkan oleh kelainan struktur dari jantung.5
Pemeriksaan penunjang yang paling sering digunakan untuk melihat adanya suatu
gagal jantung adalah dengan melakukan ekokardiografi. Gagal jantung merupakan suatu
keadaan klinis dan bukan untuk suatu diagnosis. Penyebabnya harus selalu dicari. Berbagai
faktor dapat menyebabkan atau mengeksaserbasi perkembangan gagal jantung pada pasien
dengan penyakit jantung primer.3
Kebanyakan gagal jantung disertai dengan curah jantung yang rendah, tetapi dapat
pula disertai dengan curah jantung yang normal ataupun tinggi, misalnya gagal jantung pada
anemia atau pada hipertiroid. Makin muda usia seseorang saat timbulnya gagal jantung, maka
prognosisnya akan makin buruk. Sering pengobatan medikamentosa saja tidak dapat
mengatasi semua beban yang berlebihan pada jantung, sehingga tidak memberikan hasil yang
memuaskan. Dalam keadaan ini pertimbangan untuk menentukan perlu atau tidaknya suatu
1
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama
Jenis Kelamin
Tanggal Lahir /Umur
Di
Partus
Oleh
BBL
Kebangsaan
Agama
Alamat
B. Identitas Orang Tua
Nama Ayah
Nama Ibu
Pekerjaan Ayah
Pekerjaan Ibu
Pendidikan Ayah
Pendidikan Ibu
Alamat
: Cindy Lumadio
: Perempuan
: 16 Oktober 2014 / 3 Bulan
: Puskesmas Paniki Bawah
: Spontan Letak Belakang Kepala
: Bidan
: 2000 gram
: Indonesia
: Kristen
: Paniki Bawah Ling. 10
: Arso Lumadio
: Sri Winarti
: Swasta
: IRT
: STM
: SD
: Paniki Bawah Ling. 10
Family Tree
timbul mendadak dan dirasakan tinggi pada perabaan. Menurut ibu penderita, saat
demam tinggi penderita tidak sampai menggigil maupun kejang. Perdarahan dari hidung
dan gusi tidak didapatkan pada penderita, perdarahan-perdarahan lain juga tidak
didapatkan pada penderita. Keluhan mual dan muntah tidak didapatkan pada penderita.
Buang air besar dan buang air kecil normal. Penderita lahir secara normal dibantu oleh
bidan dan langsung menangis.
IV.
Anamnesis Antenatal
Pemeriksaan antenatal teratur sebanyak 9 kali di Puskesmas Paniki Bawah
Suntik TT sebanyak 2 kali
Sewaktu hamil ibu penderita dalam keadaan sehat
V.
Penyakit Yang Sudah Pernah Dialami
Morbili
: (-)
Varicella
: (-)
Pertusis
: (-)
Diare
: (+)
Cacing
: (-)
Batuk/Pilek
: (+)
Lain-lain
: (-)
VI.
Kepandaian/Kemajuan Bayi
Pertama kali membalik
: - bulan
Pertama kali tengkurap
: - bulan
Pertama kali duduk
: - bulan
Pertama kali merangkak
: - bulan
Pertama kali berdiri
: - bulan
Pertama kali berjalan
: - bulan
Pertama kali tertawa
: - bulan
Pertama kali berceloteh
: - bulan
Pertama kali memanggil mama : - bulan
Pertama kali memanggil papa : - bulan
VII. Anamnesis Makanan Terperinci Dari Bayi Sampai Sekarang
ASI
: 0 1 bulan
PASI
: 0 - sekarang
Bubur susu
: Bubur saring
: Bubur halus
: Nasi lembek
: VIII. Imunisasi
BCG
: (+) 1 kali
Polio
: (+) 2 kali
DTP
:Campak
:Hepatitis
: (+) 1 kali
IX.
Riwayat Penyakit Keluarga
Hanya penderita yang sakit seperti ini dalam keluarga
X.
Keadaan Sosial Ekonomi, Kebiasaan Dan Lingkungan
Rumah semipermanen
Rumah beratap seng, berdinding tripleks dan berlantai semen
Rumah memiliki 2 kamar tidur, dihuni oleh 10 orang, 6 orang dewasa dan 4 anak-anak
4
XI.
: Sawo matang
: Kembali cepat
: Normal
: (-)
: (-)
: Dalam batas normal
: (-)
: Mesencephali
: Lurus, hitam, tidak mudah dicabut
: Datar
: Konjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-),
Pupil bulat isokor 3 mm 3 mm, refleks cahaya (+)
: Sekret (-)
: Sekret (-)
: Mukosa mulut basah, perdarahan gusi (-)
Bibir sianosis (-), lidah beslag (-)
: T1 T1 hiperemis (-)
: Hiperemis (-)
Leher
Trakea letak tengah, pembesaran kelenjar getah bening (-), kaku kuduk (-)
Thorax
Cor
Detak jantung
Iktus cordis
Batas Kiri
Batas Kanan
: 120 kali/menit
: tidak tampak
: Linea Midclavicularis Sinistra
: Linea Parasternalis Dextra
5
Batas Atas
: Intercostalis II-III
Bunyi Jantung : Apex M1>M2
Aorta A1<A2
Bising
: Gallop (+),bising (+) pansistolik gr. II/6, PM ICS III-IV LPSS
Pulmo
Inspeksi
: Simetris, retraksi (+) subcosta, intercosta, processus xyphoideus
Palpasi
: Stem fremitus kiri = kanan
Perkusi
: Sonor kiri = kanan
Auskultasi
: Sp. Bronkovesikuler, ronkhi +/+, Wheezing -/Abdomen
Cembung, lemas, BU (+) N
Hepar tidak teraba
Lien tidak teraba
Genitalia
Perempuan, normal
Ekstremitas
Akral hangat, Capillary refill time < 2 detik
XII.
Refleks
Refleks Fisiologis (+)
Refleks Patologis (-)
Spastik (-)
Klonus (-)
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium 05 Februari 2015
MCH
: 33,2 pg
MCHC
: 36,4 g/dL
MCV
: 91,4 fl
Leukosit
: 15.700/mm3
Eritrosit
: 3.940.000/mm3
Hemoglobin
: 13,1 g/dL
Hematokrit
: 36,0%
Trombosit
: 342.000/mm3
GDS
: 77 mg/dL
Ureum
: 43 mg/dL
Creatinin
: 0,4 mg/dL
SGOT
: 151 U/L
SGPT
: 78 U/L
Natrium
: 132 mmol/L
6
Kalium
: 4,0 mmol/L
Clorida
: 103 mmol/L
XIII. Diagnosis
Decompensatio Cordis fc I-II ec. Susp. VSD + Bronkopneumonia berat
XIV. Terapi
O2 sungkup dialiri O2 5-8 L/menit
IVFD Kaen 4A (HS-res 20%) 15 ml/jam
Inj. Cefotaxim 3x200 mg IV (ST)
Inj. Gentamisin 1x25 mg
Inj. Dexamethasone 3x0,8 mg
Digoxin 2x0,02 mg
Captopril 3x1,5 mg (dosis: 0,3 mg/kgbb/kali)
Inj. Furosemid 2x2,5 mg (dosis 0,5 mg/kgbb/kali)
Pasang NGT
Balans Cairan per 6 jam
GDS per 24 jam
C. Follow Up Pasien
06-2-2015
S : Demam (+), sesak (+), BAB (+) normal, BAK (+), napas cepat (+)
O : KU : Tampak Sakit
Kes : CM
TD : 70/40 mmHg
R : 56 kali/menit
N : 132 kali/menit
S : 37,80C
Kepala
: Conjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), PCH (+)
Thorax
: Simetris, retraksi (+) subcostal, intercostals
Cor : bising (+) pansistolik gr. IV/6 ICS III-IV
Pulmo : Sp.bronkovesikuler kasar, ronkhi +/+, wheezing -/Abdomen
: Cembung, lemas, BU (+) N,
Hepar/Lien tidak teraba
Ekstremitas
Kepala
Thorax
Abdomen
Ekstremitas
A : Decompensatio cordis fc I-II ec. Susp VSD + bronkopneumonia berat + diare akut
tanpa dehidrasi
P : O2 sungkup dialiri O2 5-8 L/menit
IVFD Kaen 4A (HS-res 20%) 15 cc/jam
Inj. Cefotaxim 3x200 mg IV (3)
Inj. Gentamisin 1x25 mg (3)
Inj. Dexamethasone 3x0,8 mg
Digoxin 2x0,02 mg
Captopril 3x1,5 mg (dosis: 0,3 mg/kgbb/kali)
Inj. Furosemid 3x2,2 mg
Zinc 1x10 mg (1)
L-Bio 2x1 sachet
BD per 6 jam
GDS per 24 jam
Hasil Pemeriksaan Feses 7 Februari 2015
Warna
: Kuning kehijauan
Bau
: Khas
Konsistensi
: Encer
Parasit
: Tidak ditemukan
Sel Organik
: Leukosist 0-1/LPB: Negatif (-)
Eritrosit 0-1/LPB: Negatif (-)
Kristal
: Negatif (-)
Sisa Makanan : Positif (+)
Telur cacing
: Negatif (-)
Larva Cacing : Negatif (-)
Amuba
: Negatif (-)
Bakteri
: Negatif (-)
Darah samar
: Negatif (-)
08-2-2015
S : Demam (-), sesak (+) menurun, batuk (-) BAB (+) 3 kali, ampas (+)
O : KU : Tampak Sakit
Kes : CM
R : 48 kali/menit
N : 72 kali/menit
S : 37,00C
Kepala
: Conjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), PCH (-)
Thorax
: Simetris, retraksi (+) subcostal
Cor : gallop (+), bising (+) pansistolik gr. II/6, PM ICS III-IV LPSS
Pulmo : Sp.bronkovesikuler kasar, ronkhi +/+, wheezing -/8
Abdomen
Ekstremitas
A : Decompensatio cordis fc I-II ec. Susp VSD + bronkopneumonia + diare akut tanpa
dehidrasi
P : O2 1-2 L/menit via nasal kanul
IVFD Kaen 4A (HS-res 20%) 15 cc/jam
Inj. Cefotaxim 3x200 mg IV (4)
Inj. Gentamisin 1x15 mg (4)
Inj. Dexamethasone 3x0,8 mg (4)
Captopril 3x1,5 mg (dosis: 0,3 mg/kgbb/kali)
Inj. Furosemid 3x2,2 mg
Zinc 1x10 mg (2)
L-Bio 2x1 sachet
BD per 6 jam
GDS per 24 jam
Pro : Pasang monitor
09-2-2015
S : Demam (-), sesak (+) menurun, batuk (+), BAB (+) 3 kali dari jam 00.00
O : KU : Tampak Sakit
Kes : CM
R : 40 kali/menit
N : 70 kali/menit
S : 36,80C
Kepala
: Conjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), PCH (-)
Thorax
: Simetris, retraksi (+) subcostal
Cor : gallop (+), bising (+) pansistolik gr. II/6, PM ICS III-IV LPSS
Pulmo : Sp.bronkovesikuler kasar, ronkhi +/+, wheezing -/Abdomen
: Datar, lemas, BU (+) N,
Hepar/Lien tidak teraba
Ekstremitas
A : Decompensatio cordis fc I-II ec. Susp VSD + bronkopneumonia + diare akut tanpa
dehidrasi
P : O2 1 L/menit via nasal kanul
IVFD Kaen 4A (HS-res 20%) 15 cc/jam
Inj. Cefotaxim 3x200 mg IV (5)
Inj. Gentamisin 1x15 mg (5)
Inj. Dexamethasone 3x0,8 mg (5)
Captopril 3x1,5 mg (dosis: 0,3 mg/kgbb/kali)
Inj. Furosemid 3x2,2 mg
Zinc 1x10 mg (3)
L-Bio 2x1 sachet
BD per 6 jam
9
A : Decompensatio cordis fc I-II ec. Susp VSD + bronkopneumonia + diare akut tanpa
dehidrasi
P : O2 1 L/menit via nasal kanul
IVFD Kaen 4A (HS-res 20%) 15 cc/jam
Inj. Cefotaxim 3x200 mg IV (6)
Inj. Gentamisin 1x15 mg (6)
Inj. Dexamethasone 3x0,8 mg (6)
Captopril 3x1,5 mg (dosis: 0,3 mg/kgbb/kali)
Inj. Furosemid 3x2,2 mg
Zinc 1x10 mg (4)
L-Bio 2x1 sachet
Oralit via NGT selang-seling dengan susu
Susu 8x35 ml (Kebutuhan 75 cc/kgbb/hari) via NGT
BD per 6 jam
GDS per 24 jam
Pro : DL, Na, K, Cl, Ca, SGOT, SGPT
Hasil Laboratorium 10 Februari 2015
MCH
: 29,3 pg
MCHC
: 31,8 g/dL
MCV
: 92,1 fl
Leukosit
: 11.000/mm3
Eritrosit
: 4.810.000/mm3
Hemoglobin
: 14,1 g/dL
10
Hematokrit
: 44,3%
Trombosit
: 316.000/mm3
11-2-2015
S : Demam (-), sesak (-), BAB cair (-), muntah (-)
O : KU : Tampak Sakit
Kes : CM
R : 40 kali/menit
N : 84 kali/menit
S : 36,80C
Kepala
: Conjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), PCH (-)
Thorax
: Simetris, retraksi (-)
Cor : gallop (+), bising (+) pansistolik gr. II/6, PM ICS III-IV LPSS
Pulmo : Sp.bronkovesikuler kasar, ronkhi -/-, wheezing -/Abdomen
: Datar, lemas, BU (+) N,
Hepar/Lien tidak teraba
Ekstremitas
A : Decompensatio cordis fc I-II ec. Susp VSD + bronkopneumonia + diare akut tanpa
dehidrasi
P : O2 1 L/menit via nasal kanul
IVFD Kaen 4A (HS-res 20%) 15 cc/jam
Inj. Cefotaxim 3x200 mg IV (7)
Inj. Gentamisin 1x15 mg (7)
Inj. Dexamethasone 3x0,8 mg (7) Tapering off
Captopril 3x1,5 mg (dosis: 0,3 mg/kgbb/kali)
Inj. Furosemid 3x2,2 mg
Zinc 1x10 mg (5)
L-Bio 2x1 sachet
Susu 8x40 ml (Kebutuhan 80 ml/kgbb/hari) via NGT
BD per 6 jam
GDS per 24 jam
12-2-2015
S : Demam (-), sesak (-), BAB cair (-), muntah (-)
O : KU : Tampak Sakit
Kes : CM
R : 30 kali/menit
N : 78 kali/menit
S : 36,10C
Kepala
: Conjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), PCH (-)
Thorax
: Simetris, retraksi (-)
Cor : gallop (+), bising (+) pansistolik gr. II/6, PM ICS III-IV LPSS
Pulmo : Sp.bronkovesikuler kasar, ronkhi -/-, wheezing -/Abdomen
: Datar, lemas, BU (+) N,
Hepar/Lien tidak teraba
Ekstremitas
A : Decompensatio cordis fc I-II ec. Susp VSD + bronkopneumonia + diare akut tanpa
11
dehidrasi
P : O2 1 L/menit via nasal kanul
IVFD Kaen 4A (HS-res 20%) 15 cc/jam
Inj. Cefotaxim 3x200 mg IV (8)
Inj. Gentamisin 1x15 mg (8)
Inj. Dexamethasone 2x0,8 mg (8) Tapering off
Captopril 3x1,5 mg (dosis: 0,3 mg/kgbb/kali)
Inj. Furosemid 3x2,2 mg
Zinc 1x10 mg (6)
L-Bio 2x1 sachet
Susu 8x30 ml (Kebutuhan 75 ml/kgbb/hari) via NGT
BD per 6 jam
GDS per 24 jam
Pro : Echocardiography
Hasil Echocardiography 12 Februari 2015
Kesimpulan : ASD Sekundum Kecil ukuran 4.3 mm (L-R Shunt)
Saran
: Echocardiography ulang 1 tahun lagi
13-2-2015
S : Demam (-), sesak (-), BAB cair (-), muntah (-)
O : KU : Tampak Sakit
Kes : CM
R : 32 kali/menit
N : 120 kali/menit
S : 36,50C
Kepala
: Conjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), PCH (-)
Thorax
: Simetris, retraksi (-)
Cor : gallop (+), bising (+) ejeksi sistolik gr. II/6, PM ICS III-IV
LPSS
Pulmo : Sp.bronkovesikuler kasar, ronkhi -/-, wheezing -/Abdomen
: Datar, lemas, BU (+) N,
Hepar/Lien tidak teraba
Ekstremitas
Pulmo : Sp.bronkovesikuler kasar, ronkhi -/-, wheezing -/: Datar, lemas, BU (+) N,
Hepar/Lien tidak teraba
Ekstremitas
A : Decompensatio cordis fc I-II ec. ASD + bronkopneumonia + post diare akut tanpa
dehidrasi
P : O2 1-2 L/menit (k/p)
IVFD Kaen 4A (HS-res 20%) 15 cc/jam
Inj. Cefotaxim 3x200 mg IV (10)
Inj. Gentamisin 1x15 mg (10)
Inj. Dexamethasone 1x0,8 mg (10) Tapering off
Captopril 3x1,5 mg (dosis: 0,3 mg/kgbb/kali)
Inj. Furosemid 3x2,2 mg
Zinc 1x10 mg (8)
L-Bio 2x1 sachet
Susu 8x35 ml (Kebutuhan 80 ml/kgbb/hari) via NGT
BD per 6 jam
GDS per 24 jam stop
15-2-2015
S : Demam (-), sesak (-), intake (+)
O : KU : Tampak Sakit
Kes : CM
R : 40 kali/menit
N : 98 kali/menit
S : 36,30C
Kepala
: Conjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), PCH (-)
Thorax
: Simetris, retraksi (-)
Cor : gallop (-), bising (+) ejeksi sistolik gr. II/6, PM ICS III-IV
LPSS
Pulmo : Sp.bronkovesikuler kasar, ronkhi -/-, wheezing -/Abdomen
: Datar, lemas, BU (+) N,
Hepar/Lien tidak teraba
Ekstremitas
A : Decompensatio cordis fc I-II ec. ASD + bronkopneumonia + post diare akut tanpa
dehidrasi
P : Cefixime 2x25 mg (1)
Captopril 3x1,5 mg (dosis: 0,3 mg/kgbb/kali)
Furosemid 3x2,2 mg
Zinc 1x10 mg (9)
L-Bio 2x1 sachet
Susu 8x55 ml (Kebutuhan 100 ml/kgbb/hari) via NGT
BD per 6 jam
16-2-2015
S : Demam (-), sesak (-), intake (+)
O : KU : Tampak Sakit
Kes : CM
R : 36 kali/menit
N : 100 kali/menit
S : 36,70C
Kepala
: Conjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), PCH (-)
Thorax
: Simetris, retraksi (-)
Cor : gallop (-), bising (+) ejeksi sistolik gr. II/6, PM ICS III-IV
LPSS
Pulmo : Sp.bronkovesikuler kasar, ronkhi -/-, wheezing -/Abdomen
: Datar, lemas, BU (+) N,
Hepar/Lien tidak teraba
Ekstremitas
A : Decompensatio cordis fc I-II ec. ASD + bronkopneumonia + post diare akut tanpa
dehidrasi
P : Cefixime 2x25 mg (2)
Captopril 3x1,5 mg (dosis: 0,3 mg/kgbb/kali)
Furosemid 3x2,2 mg
Zinc 1x10 mg (10)
L-Bio 2x1 sachet
Susu on demand
Pro : DL. DC, Na, K, Cl, Ca, SGOT, SGPT, Ur, Cr, Albumin
(Bila hasil baik pro : Rawat jalan)
17-2-2015
S : Demam (-), sesak (-), BAB cair (-), muntah (-), intake (+)
O : KU : Tampak Sakit
Kes : CM
R : 36 kali/menit
N : 100 kali/menit
S : 36,70C
Kepala
: Conjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), PCH (-)
Thorax
: Simetris, retraksi (-)
Cor : gallop (-), bising (+) ejeksi sistolik gr. II/6, PM ICS III-IV
LPSS
Pulmo : Sp.bronkovesikuler kasar, ronkhi -/-, wheezing -/14
Abdomen
Ekstremitas
A : Decompensatio cordis fc I-II ec. ASD + bronkopneumonia + post diare akut tanpa
dehidrasi
P : Cefixime 2x25 mg (3)
Captopril 3x1,5 mg (dosis: 0,3 mg/kgbb/kali)
Furosemid 3x2,2 mg
Susu on demand
18-2-2015
S : Demam (-), sesak (-), BAB cair (-), muntah (-), intake (+)
O : KU : Tampak Sakit
Kes : CM
R : 32 kali/menit
N : 100 kali/menit
S : 36,80C
Kepala
: Conjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), PCH (-)
Thorax
: Simetris, retraksi (-)
Cor : gallop (-), bising (+) ejeksi sistolik gr. II/6, PM ICS III-IV
LPSS
Pulmo : Sp.bronkovesikuler kasar, ronkhi -/-, wheezing -/Abdomen
: Datar, lemas, BU (+) N,
Hepar/Lien tidak teraba
Ekstremitas
A : Decompensatio cordis fc I-II ec. ASD + bronkopneumonia + post diare akut tanpa
dehidrasi
P : Cefixime 2x25 mg (4)
Captopril 3x1,5 mg (dosis: 0,3 mg/kgbb/kali)
Furosemid 3x2,2 mg
Susu on demand
Pro : Rawat jalan
19-2-2015
S : Demam (-), sesak (-), BAB cair (-), muntah (-), intake (+)
O : KU : Tampak Sakit
Kes : CM
R : 44 kali/menit
N : 100 kali/menit
S : 36,50C
Kepala
: Conjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), PCH (-)
Thorax
: Simetris, retraksi (-)
Cor : gallop (-), bising (+) ejeksi sistolik gr. II/6, PM ICS III-IV
LPSS
Pulmo : Sp.bronkovesikuler kasar, ronkhi -/-, wheezing -/Abdomen
: Datar, lemas, BU (+) N,
Hepar/Lien tidak teraba
15
Ekstremitas
A : Decompensatio cordis fc I-II ec. ASD + bronkopneumonia + post diare akut tanpa
dehidrasi
P : Cefixime 2x25 mg (5)
Captopril 3x1,5 mg (dosis: 0,3 mg/kgbb/kali)
Furosemid 3x2,2 mg
Susu on demand
Pro : Rawat jalan
20-2-2015
S : Demam (-), sesak (-), BAB cair (-), muntah (-), intake (+)
O : KU : Tampak Sakit
Kes : CM
R : 40 kali/menit
N : 132 kali/menit
S : 36,80C
Kepala
: Conjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), PCH (-)
Thorax
: Simetris, retraksi (-)
Cor : gallop (-), bising (+) ejeksi sistolik gr. II/6, PM ICS III-IV
LPSS
Pulmo : Sp.bronkovesikuler kasar, ronkhi -/-, wheezing -/Abdomen
: Datar, lemas, BU (+) N,
Hepar/Lien tidak teraba
Ekstremitas
Susu on demand
Pro : Rawat jalan
02-3-2015
S : Demam (-), sesak (-), BAB (+), BAK (+), intake baik
O : KU : Tampak Sakit
Kes : CM
R : 30 kali/menit
N : 124 kali/menit
S : 36,50C
Kepala
: Conjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), PCH (-)
Thorax
: Simetris, retraksi (-)
Cor : gallop (-), bising (+) ejeksi sistolik gr. II/6, PM ICS II-III
LPSS
Pulmo : Sp.bronkovesikuler kasar, ronkhi -/-, wheezing -/Abdomen
: Datar, lemas, BU (+) N,
Hepar/Lien tidak teraba
Ekstremitas
21
BAB III
PEMBAHASAN
Diagnosa pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang terhadap pasien. Dari anamnesis didapatkan pasien seorang bayi
perempuan berusia 3 bulan , masuk rumah sakit dengan keluhan sesak sejak 1 hari sebelum
masuk rumah sakit. Sesak dialami oleh penderita sampai tubuh menjadi kebiruan. Riwayat
tersedak sebelumnya disangkal, riwayat kebiruan sebelumnya juga disangkal. Sesak dirasa
makin bertambah parah karena penderita menangis. Keluhan batuk dialami oleh penderita
sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Batuk disertai dengan adanya lendir tetapi susah
untuk dikeluarkan. Demam dialami oleh penderita sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Demam dirasakan tinggi pada perabaan. Menurut ibu penderita, saat demam tinggi penderita
tidak sampai menggigil maupun kejang. Perdarahan dari hidung dan gusi tidak didapatkan
pada penderita, perdarahan-perdarahan lain juga tidak didapatkan pada penderita. Keluhan
mual dan muntah tidak didapatkan pada penderita. Buang air besar dan buang air kecil
normal.
Pada pemeriksaan fisik thorax didapatkan adanya retraksi dada pada subcostal dan
intercostals. Pada auskultasi jantung didapatkan adanya gallop dan bising ejeksi sistolik grade
II/6 punctum maksimum intercosta II-III linea parasternalis sinistra. Pada auskultasi paruparu didapatkan adanya suara pernapasan bronkovesikuler kasar, ronkhi positif pada kedua
paru tapi tidak didapatkan adanya wheezing. Pada pemeriksaan feses tidak ditemukan adanya
parasit. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya peningkatan dari leukosit, serum
glutamic oksaloasetat transaminase (SGOT) dan serum glutamic pyruvic transaminase
(SGPT).
Pada penderita ini ditegakan diagnosis decompensasi cordis fc. I-II ec. ASD, karena
dari anamnesis didapatkan adanya sesak. Sesak dirasa makin bertambah parah karena
penderita menangis. Pada pemeriksaan fisik auskultasi jantung didapatkan adanya gallop dan
bising pansistolik ejeksi sistolik grade II/6 punctum maksimum intercosta II-III linea
parasternalis sinistra. Pada pemeriksaan penunjang dengan ekokardiografi didapatkan adanya
atrial septal defect (ASD) sekundum kecil ukuran 4.3 mm. Decompensasi cordis atau gagal
jantung adalah ketidakmampuan jantung sebagai pompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh secara adekuat. Keadaan ini dapat disebabkan oleh karena gangguan
22
primer otot jantung atau beban jantung yang berlebihan atau kombinasi keduanya. Beban
jantung yang berlebihan pada preload atau beban volume terjadi pada defek dengan pirau kiri
ke kanan, regurgitasi katup, atau fistula arteriovena. Sedangkan beban yang berlebihan pada
afterload atau beban tekanan terjadi pada obstruksi jalan keluar jantung, misalnya stenosis
aorta, stenosis pulmonal atau koarktasio aorta.6 New York Heart Association (NYHA)
membuat klasifikasi gagal jantung berdasarkan pada derajat keterbatasan fungsional.
Pembagian klasifikasi ini sering digunakan untuk menentukan progresifitas gagal jantung.
NYHA membagi pasien atas 4 kelas fungsional yang bergantung pada gejala yang muncul,
yaitu asimptomatis (kelas I), gejala muncul pada aktivitas berat (kelas II), gejala muncul pada
saat melakukan aktivitas ringan (III), gejala muncul pada saat istirahat (kelas IV).7
Jantung dapat dipandang sebagai pompa dengan curah yang sebanding dengan
volume pengisiannya dan berbanding terbalik dengan tahanan yang melawan pompanya.
Kemampuan jantung untuk memompa darah guna memenuhi kebutuhan tubuh ditentukan
oleh curah jantung yang dipengaruhi oleh empat faktor yaitu preload yang setara dengan isi
diastolik akhir, afterload yaitu jumlah tahanan total yang harus melawan ejeksi ventrikel,
kontraktilitas miokardium yaitu kemampuan intrinsik otot jantung untuk menghasilkan
tenaga dan berkontraksi tanpa tergantung pada preload maupun afterload, serta frekuensi
denyut jantung. Dalam hubungan ini penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk
memompa (pump function) dengan kontraktilitas otot jantung (myocardial function). Ketika
volume akhir diastolik ventrikel naik, jantung sehat akan menaikan curah jantung sampai
keadaan maksimum dicapai dan curah jantung tidak dapat diperbesar lagi. Jika rongga
jantung dilatasi karena lesi yang menyebabkan kenaikan preload, misalnya pada pirau kiri ke
kanan atau pada insufisiensi katup, maka hanya akan ada sedikit ruangan untuk dilatasi dan
memperbesar curah jantung selanjutnya. Kemampuan jantung imatur pada bayi untuk
menaikkan curah jantung dalam responsnya terhadap kenaikan praload agak kurang daripada
kemampuan jantung dewasa (matur). Pada keadaan ini, beban jantung yang berlebihan akan
menyebabkan timbulnya gagal jantung.1,6
Penyebab gagal jantung berbeda-beda menurut kelompok umur, yakni pada masa
neonatus, bayi dan anak. Pada kasus ini penderita termasuk dalam kelompok bayi. Pada bayi
antara usia 1 bulan sampai 1 tahun penyebab gagal jantung yang paling banyak adalah
kelainan structural termasuk atrial septal defect, ventrikel septal defect, duktus arteriosus
persisten atau defek septum atrioventrikularis. Gagal jantung pada lesi yang lebih kompleks,
seperti transposisi, ventrikel kanan dengan jalan keluar ganda, atresia trikuspid atau trunktus
arteriosus biasanya juga terjadi pada periode ini. Berbagai kelainan, seperti penyakit
23
miokardium atau penyakit lain, juga dapat menyebabkan gagal jantung pada periode ini
dengan frekuensi yang lebih jarang.6 Pada kasus ini gagal jantung atau decompensasi cordis
terjadi karena adanya defek pada sekat antara atrium kanan dan atrium kiri atau disebut atrial
septal defect (ASD).
ASD adalah defek pada sekat yang memisahkan atrium kiri dan atrium kanan. ASD
dapat timbul di beberapa lokasi pada septum dan ukurannya bervariasi dari kecil sampai
besar. Secara anatomis defek ini dibagi menjadi defek septum atrium primum, sekundum, tipe
sinus venosus dan tipe sinus koronarius. Defek septum atrium merupakan lebih kurang 10%
dari seluruh penyakit jantung bawaan, sedangkan defek septum atrium sekundum merupakan
75%-80% dari seluruh defek atrium.8,9 Pada kasus ini ASD terjadi pada bayi perempuan
berusia 3 bulan, dengan defek pada septum atrium sekundum dengan ukuran 4.3 mm.
Pada keadaan normal, darah mengalir secara terus-menerus dari vena-vena besar
menuju ke atrium. Kira-kira 80% dari darah tersebut akan mengalir langsung melewati atrium
dan masuk kedalam ventrikel bahkan sebelum atrium berkontraksi. Selanjutnya, kontraksi
atrium biasanya menyebabkan tambahan pengisian ventrikel sebesar 20%. Oleh karena itu,
atrium dikatakan berfungsi sebagai pompa primer yang meningkatkan efektivitas pompa
ventrikel sebanyak 20%. Namun jantung bahkan dapat terus bekerja pada keadaan tanpa
tambahan efektivitas sebesar 20% tersebut, karena secara normal jantung sudah mempunyai
kemampuan untuk memompakan darah 300-400 persen lebih banyak daripada yang
sebesarnya dibutuhkan oleh tubuh yang istirahat. Oleh karena itu, bila atrium gagal berfungsi,
perbedaan ini tidak terlalu diperhatikan kecuali kalau orang tersebut mengerahkan tenaga dan
kemudian timbul gejala-gejala gagal jantung akut, terutama sesak nafas.10
ASD termasuk dalam kelompok penyakit jantung bawaan non sianotik dengan pirau
kiri ke kanan. Insiden ASD sekitar 35,4% dari seluruh angka kejadian penyakit jantung
bawaan non sianotik. Adanya pirau pada ASD menunjukkan adanya hubungan langsung
antara jantung kiri atau sirkuit arteri sistemik (darah teroksigenasi) dan jantung kanan atau
sirkuit arteri pulmonalis (darah terdeoksigenasi). Derajat pirau dari kiri ke kanan tergantung
pada ukuran defek dan juga pada kelenturan relatif ventrikel kiri dan kanan, serta tahanan
vaskuler relatif pada sirkulasi pulmonal dan sistemik. Defek septum atrium sekundum adalah
bentuk ASD yang paling sering terjadi. Defek septum atrium sekundum terletak pada bagian
tengah dari septum (fossa ovalis).1,3,9,11
Anak dengan defek sekundum ini paling sering tidak menunjukkan gejala atau
asimptomatik terutama pada masa bayi dan anak kecil. Lesi mungkin ditemukan dengan tidak
sengaja selama pemeriksaan fisik. Tetapi bila pirau cukup besar maka pasien mengalami
24
sesak napas dan sering mengalami infeksi paru. Pada defek kecil sampai sedang bunyi
jantung I normal, akan tetapi pada defek besar bunyi jantung I mengeras. Bising ejeksi
sistolik terdengar didaerah pulmonal akibat aliran darah yang berlebih melalui katup
pulmonal. Aliran darah yang memintas dari atrium kiri ke kanan tidak menimbulkan bising
karena perbedaan tekanan atrium kanan dan kiri adalah kecil.1,7,12,13
Pada defek sekundum kurang dari 3 mm yang didiagnosis sebelum usia 3 bulan,
penutupan secara spontal terjadi pada 100% pasien pada usia 1 tahun 6 bulan. Defek 3 8
mm menutup pada usia 1 tahun 6 bulan pada 80% dan defek yang lebih besar dari 8 mm
jarang menutup spontan. Defek ini dalam perjalanannya dapat mengecil, menetap atau
meskipun jarang, tetapi defek ini dapat juga melebar.2 Ratio angka kejadian ASD pada anak
laki-laki dan perempuan adalah 1:2.13
Pada ASD yang disertai dengan gagal jantung, diberikan obat digitalis atau inotropik
yang sesuai dan diuretik. Profilaksis terhadap endokarditis bakterial tidak terindikasi untuk
ASD kecuali pada 6 bulan pertama setelah koreksi dengan pemasangan alat protesis. 2 Pada
kasus ini pasien mendapatkan obat Captopril dan furosemid. Pengobatan definitif defek
septum atrium sekundum adalah operasi. Resiko bedah korektif defek septum atrium
sekundum pada pusat yang maju adalah sangat kecil, lebih kurang 0,5%. Tindakan bedah
berupa penutupan dengan menjahit langsung ASD dengan jahitan jelujur atau dengan
menambal defek menggunakan sepotong dakron. Perkembangan terakhir yang terjadi dalam
bidang kardiologi invasif adalah ASD dengan defek pada septum atrium sekundum yang
mempunyai
bibir sekat
dapat
ditutup
kateterisasi
transkutan.8,14,15,16 Penutupan tanpa pembedahan pada ASD tipe sekundum hanya dapat
dilakukan pada ASD tipe sekundum dengan ukuran tertentu. Alat dimasukkan melalui vena
femoral dan diteruskan ke ASD.2 Pada pasien ini belum dilakukan tindakan operatif, karena
berdasarkan teori defek atrium sekundum dengan 3 8 mm menutup secara spontan pada
usia 1 tahun 6 bulan. Pada anak ini didapatkan defek dengan ukuran 4.3 mm, jadi perlu
dievaluasi 1 tahun lagi untuk melihat apakah defek ini sudah tertutup atau belum. Jika belum
tertutup maka akan dilakukan evaluasi apakah perlu untuk dilakukan tindakan pembedahan
atau tidak.
Pada kasus ini didapatkan penyakit penyerta, yaitu pneumonia. Pneumonia
menempati urutan pertama penyakit penyerta yang membawa anak datang berobat. Infeksi
menjadi masalah pada penyakit jantung bawaan (PJB) khususnya infeksi saluran pernafasan
bawah. Penelitian yang ada menunjukkan bahwa mortalitas infeksi RSV pada bayi dengan
PJB mencapai 44%. Penyakit jantung bawaan adalah salah satu faktor risiko terjadinya
25
pneumonia berulang pada anak.11 Pneumonia adalah peradangan parenkim paru, distal dari
bronkhiolus terminalis yang mencakup bronkhiolus respiratorius, dan alveoli yang berupa
infiltrat atau konsolidasi pada alveoli atau jaringan interstisial. Pneumonia ini dapat
mengakibatkan gangguan pertukaran gas setempat. Bronkopneumonia adalah radang paruparu yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercakbercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda asing. Usia pasien
merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan kekhasan pneumonia
anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis, dan strategi pengobatan. 18 Pada
pasien mendapatkan injeksi antibiotik intravena. Antibiotik intravena diberikan pada pasien
pneumonia yang tidak dapat menerima obat per oral atau termasuk dalam derajat pneumonia
berat.2 Selain itu, pasien ini juga mendapatkan obat Zinc dan L-Bio. Obat tersebut diberikan
sebagai pengobatan diare pada pasien, karena pada tanggal 7 Februari pasien buang air besar
cair dan kemudian didiagnosa dengan diare akut tanpa dehidrasi. Diare akut adalah buang air
besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan konsistensi cair kurang dari 1 minggu.2
Klasifikasi diare:19,20
Tanda dan Gejala
Terdapat 2 atau lebih tanda berikut :
Klasifikasi
Secara umum prognosis defek septum atrium sekundum pada masa anak dapat
dikatakan baik. Pada sebagian besar kasus, meski tidak dioperasi, pasien dapat melakukan
aktivitasnya dengan normal atau hampir normal. Masalah akan timbul pada dekade kedua
atau ketiga, kurun usia yang sangat aktif, termasuk masa mengandung pada pasien wanita.
Hipertensi pulmonal dapat terjadi pada kurun usia tersebut. Endokarditis sangat jarang pada
defek sekundum. Defek sekundum dapat menutup secara spontan meskipun hal tersebut
jarang terjadi. Penutupan dapat terjadi pada tahun pertama dan jarang setelah usia 1 tahun.7
27