You are on page 1of 11

MAKALAH TEKNOLOGI

PENGOLAHAN
PANGAN LOKAL
KERUPUK IKAN

disusun oleh :
Kelompok A
Diana Dwi Christiani

(131710101035)

Nena Ayu Sutono

(131710101067)

Yuna Luki Absari

(131710101092)

Erna Setyowati

(131710101095)

Imroatul Hasanah

(131710101116)

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah laut lebih luas daripada
darat. Dengan demikian, kekayaan laut yang dihasilkan juga melimpah. Salah satu
hasil laut yang paling banyak adalah ikan. Namun, tingkat kosumsi ikan rata-rata
perkapita di Indonesia beberapa tahun lalu hanya 23 kg/orang/tahun, sedangkan di
Jepang mencapai 110 kg/orang/tahun. Padahal ikan merupakan sumber protein
tinggi, bahkan untuk jenis tertentu kandungan proteinnya lebih tinggi dari daging
(Atkins, 2007). Manfaat makan ikan sudah banyak diketahui orang, seperti di
negara Jepang dan Taiwan ikan merupakan makanan utama dalam lauk sehari-hari
yang memberikan efek awet muda dan harapan hidup lebih tinggi dari negara
lainnya. Namun biasanya ikan lebih cepat mengalami proses pembusukan karena
masih mengandung air yang banyak yang memungkinkan mikroba untuk tumbuh.
Maka diperlukan pengolahan ikan agar ikan dapat dikonsumsi dalam bentuk lain
yang lebih awet. Penggolahan ikan dengan berbagai cara dan rasa menyebabkan
orang mengkonsumsi ikan lebih banyak.
Salah satu pengolahan ikan yang dapat meningkatkan umur simpan adalah
kerupuk. Kerupuk merupakan suatu jenis makanan kecil yang sudah lama dikenal
oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Kerupuk dapat dikonsumsi sebagai
makanan selingan maupun sebagai variasi dalam lauk pauk. Sebagai komoditi
dagangan kerupuk termasuk kedalam jenis produk industri yang mempunyai
potensi cukup baik. Saat ini pemasarannya berkembang tidak hanya di dalam
negeri, tetapi juga di luar negeri seperti Belanda, Singapura, Hongkong, Jepang,
Suriname dan Amerikan Serikat. Kerupuk dibedakan atas dua kelompok, yaitu
kerupuk kasar dan kerupuk halus. Kerupuk kasar dibuat dari bahan baku tepung
dengan penambahan bumbu- bumbu saja, sedangkan kerupuk halus dibuat dari
bahan baku tepung dan biasanya selain bumbu-bumbu juga ditambah bahanbahan lain, seperti udang, dan, telur, dan lain sebagainya (Setiawan, 1988).
Sebagai bahan baku utama dalam pembuatan kerupuk adalah bahan-bahan berpati,
misalnya tepung tapioka, tepung sagu, tepung terigu atau tepung beras (kadang-

kadang nasi). Tetapi yang paling banyak digunakan untuk pembuatan kerupuk
adalah tepung tapioka yang berasal dari ketela pohon, sedangkan sebagai bahan
pelengkapnya adalah daging ikan (untuk kerupuk ikan), hancuran udang (untuk
kerupuk udang), garam, vetsin (mono sodium glutamat atau MSG), serta kadangkadang zat warna. Ikan merupakan bahan tambahan dalam pembuatan kerupuk
ikan. Tujuan penampakan ikan adalah untuk meningkatkan nilai gizi dan untuk
mendapatkan cita rasa khas ikan atau udang. Ikan dan udang adalah sumber
protein, lemak, vitamin dan mineral. Perbandingan tepung, ikan, udang akan
mempengaruhi mutu kerupuk yang dihasilkan. Bahan-bahan yang digunakan
dalam pembuatan kerupuk ikan terdiri dari ikan, tepung tapioka, tepung terigu,
soda kue, garam, MSG dan bawang putih. Ikan yang digunakan umumnya ikan
laut karena ikan laut memiliki bau yang tajam yang dapat dipertahankan sampai
kerupuk tersebut di jemur dan pada saat penggorengan muncul aroma ikan yang
mengundang selera makan. (Koswara, 2009). Oleh karena itu perlu dilakukan
pengolahan ikan menjadi krupuk ikan agar terdapat olahan ikan yang lebih tahan
lama dan meningkatkan konsumsi masyarakat terhadap ikan serta menambah nilai
gizi pada pada kerupuk.
1.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya pengolahan ikan menjadi kerupuk ikan adalah :
1. Agar mahasiswa mengetahui tentang kerupuk ikan,
2. Agar mahasiswa mengetahui proses pembuatan kerupuk ikan,
3. Agar mahasiswa mengetahui perubahan yang terjadi selama pembuatan
kerupuk ikan, dan
4. Agar mahasiswa mengetahui reaksi-reaksi yang terjadi selama pembuatan
kerupuk ikan.

BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kerupuk Ikan
Menurut Koswara (2009) kerupuk adalah suatu jenis makanan kering yang
terbuat dari bahan-bahan yang mengandung pati cukup tinggi. Kerupuk mentah
diproduksi dengan gelatinisasi pati adonan pada tahap pengukusan, selanjutnya
adonan dicetak dan dikeringkan. Pemasakan kerupuk mentah dilakukan dengan
penggorengan. Pada tahapan ini, terjadi penguapan air yang terikat dalam gel pati
karena peningkatan suhu dan tekanan uap yang mendesak gel pati sehingga terjadi
pengembangan dan pembentukan rongga udara pada kerupuk. Salah satu jenis
produknya adalah kerupuk ikan. Jenis produk ini terbuat dari tepung tapioka
dengan bahan tambahan seperti udang dan ikan.
Jenis makanan ini digunakan sebagai pendamping nasi dan dapat digunakan
sebagai makanan ringan.Makanan ini menjadi kegemaran masyarakat dikarenakan
rasanya yang enak, gurih dan ringan. Selain rasa yang enak tersebut, kerupuk ikan
juga memiliki kandungan zat-zat kimia yang diperlukan oleh tubuh manusia.
2.2 Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan kerupuk
a. Tepung Terigu
Tepung terigu dapat disebut sebagai tepung gandum yang berasal dari biji
gandum (Tarwotjo, 1998). Jenis tepung ini memilki kandungan protein yang
tinggi. Protein dalam gandum berupa gliadin dan glutenin yang memiliki
kemampuan dalam pengikatan air pada adonan kerupuk. Dengan demikian
penambahan tepung gandum dalam pembuatan kerupuk akan meningkatkan kadar
air adonan, sehingga akan mempengaruhi proses gelatinisasi (Praptiningsih, et al.,
2003).
b. Tepung Tapioka

Tapioka adalah pati yang diperoleh dari ekstraksi ubi kayu melalui proses
pemarutan, pemerasan, penyaringan, pengendapan pati, dan pengeringan. Dalam
pembuatan tapioka ditambahkan natrium bisulfit untuk memperbaiki warna
sehingga warna tapioka menjadi putih bersih (Radiyati dan Agusto, 2003).

Tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku ataupun campuran pada


berbagai macam produk antara lain kerupuk, dan kue kering lainnya. Selain itu
tepung tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengental (thickener), bahan
pengisi, bahan pengikat pada industri makanan olahan. Tapioka yang digunakan
untuk pembuatan kerupuk sebaiknya tepung yang bermutu baik yaitu memiliki
warna putih, bersih, kering, tidak berbau apek, tidak asam, murni, dan tidak
mengandung benda-benda asing (Astawan,2003).
c. Garam
Garam khususnya garam dapur (NaCl) dapat menghambat mikroba-mikroba
pembusuk yang mengkontaminasi bahan. Garam dapat mempengaruhi Aw yang
dimiliki oleh produk pangan (Winarno dan Laksmi, 1982). Selain itu, fungsi
penambahan garam adalah untuk memperbaiki rasa sehingga rasa yang dihasilkan
menjadi gurih (Purba dan Rusmarilin, 1985).
d. Ikan segar
Ikan merupakan bahan tambahan dalam pembuatan kerupuk ikan dan kerupuk
udang. Tujuan penampakan ikan atau udang untuk meningkatkan nilai gizi dan
untuk mendapatkan cita rasa khas ikan atau udang. Ikan dan udang adalah sumber
protein, lemak, vitamin dan mineral. Perbandingan tepung, ikan, udang akan
mempengaruhi mutu kerupuk yang dihasilkan (Koswara,2009).
e. Telur
Fungsi telur dalam pembentukan kerupuk adalah untuk meningkatkan nilai
gizi, rasa serta bersifat sebagai emulsifier dan mengikat komponen-komponen
adonan. Kerupuk yang terbuat dari tepung tapioka dengan campuran kuning telur
tidak lebih dari 15 persen (persen total dari telur yang ditambahkan) telah dapat
menigkatkan rasa, kerenyahan dan pengembangan volume. Lecithine yang
terkandung dalam telur akan membantu memperlemas gluten tepung terigu.
Sehingga produk kerupuk dari bahan baku tepung terigu ini akan bersifat lebih
halus, renyah serta berwarna seragam kekuningan.
f. Bawang putih
Bawang putih digunakan sebagai bumbu penyedap masakan yang membuat
masakan menjadi beraroma dan mengandung selera. Selain itu juga bawang putih

berfungsi untuk meningkatkan daya awet bahan makanan. Aroma khas dari
bawang putih berasal dari minyak volatil yang mengandung komponen sulfur
(Palungkun dan Budiarti, 1992).
2.3 Cara Pengolahan Kerupuk Ikan
a. Persiapan
Tahap persiapan dilakukan dengan pencucian ikan, proses ini digunakan
untuk kotoran dan lendir dari ikan. Kemudian, dilanjutkan dengan filleting dan
dihaluskan dengan menggunakan alat penggiling daging (grinder) atau dengan
menggunakan pisau (Koswara,2009).
b. Pembuatan adonan kerupuk ikan
Pembuatan adonan kerupuk ikan dilakukan dengan mencampurkan bahan
utama dan bahan tambahan. Bahan yang digunakan pada pembuatan adonan
kerupuk adalah tepung tapioka, air, garam, gula, telur, bumbu dan daging ikan.
Pencampuran bahan dilakukan dengan pengadukan hingga adonan menjadi
homogen. Proses pembuatan dilakukan dapat dilakukan dengan proses panas
maupun dingin. Pada proses panas, bahan tambahan sebelumnya dimasak
kemudian dicampurkan dengan tepung tapioka dan diaduk hingga adonan merata.
Pada proses dingin, semua bahan langsung dicampur dan diaduk hingga adonan
merata (Koswara,2009).
c. Pencetakan adonan kerupuk ikan
Pencetakan dilakukan untuk mendapatkan bentuk dan ukuran yang seragam.
Keseragaman ukuran penting untuk memperoleh penampakan dan pemindahan
panas

yang

merata

sehingga

memudahkan

proses

penggorengan

dan

menghasilkan kerupuk goreng dengan warna yang seragam.


Pencetakan dapat dilakukan dengan membentuk adonan menjadi bentuk
silinder, lembaran dan melingkat. Pencetakan adonan kerupuk berbentuk silinder
dilakukan dengan tangan sehingga terbentuk ukuran dengan panjang 25 30 cm
dan diameter 45 cm. Kerupuk ikan yang berbentuk lembaran dicetak dengan
menggunakan alat penggiling mie. Ketebalan adonan pada jenis bentuk ini adalah
0.7 1.4 mm (Koswara,2009).
d. Pengeringan

Pengeringan kerupuk mentah bertujuan untuk menghasilkan bahan dengan


kadar air tertentu. Kadar air yang terkandung dalam kerupuk mentah akan
mempengaruhi kualitas dan kapasitas pengembangan kerupuk dalam proses
penggorengan selanjutnya. Tingkat kekeringan tertentu diperlukan kerupuk
mentah untuk menghasilkan tekanan uap yang maksimum pada proses
penggorengan sehingga gel pati kerupuk bisa mengembang.
Waktu pengeringan dengan oven pada suhu 60 70oC akan dicapai sekitar 78 jam. Sedangkan jika menggunakan oven pada suhu 55oC memerlukan waktu 15
20 jam. Pengeringan dengan panas matahari memerlukan waktu selama dua hari,
bila cuaca cerah dan sekitar 45 hari. Kadar air kerupuk mentah yang telah
dikeringkang adalah 14 % (Koswara,2009).
e. Penggorengan
Penggorengan adalah suatu proses untuk memasak bahan pangan dengan
menggunakan lemak atau minyak pangan. Terdapat dua cara menggoreng, yaitu
menggoreng sangrai (tanpa minyak) dan deep fat frying (bahan terendam minyak).
Menggoreng dengan menggunakan minyak adalah suatu teknik pengolahan
pangan dengan memasukkan bahan ke dalam minyak panas dan seluruh
permukaan bahan mendapat perlakuan panas yang sama, sehingga berwarna
seragam (Susilo, 2001).
Suhu minyak yang baik untuk menggoreng berkisar antara 168196oC,
tergantung dari bahan yang digoreng. Suhu minyak kurang dari 168 oC akan
menyebabkan terjadinya kekerasan yang tidak diinginkan (bantat). Suhu minyak
lebih dari 196oC akan menyebabkan makanan gosong pada bagian luar sedangkan
bagian dalam belum matang (Susilo, 2001).
2.4 Reaksi yang Terjadi pada Tahap Proses
a. Pengukusan
Proses pengukusan dilakukan dengan menggunakan pemanasan (heating
processes) dengan suhu tinggi dan penambahan air. Pengukusan menyebabkan
interaksi antara air dan pati yang terdapat pada bahan sehingga menyebabkan
gelatinisasi pati. Gelatinisasi merupakan proses pembengkakan granula pati
sehingga tidak dapat kembali pada kondisi awal (Winarno, 2004).

Pengembangan molekul protein yang terdenaturasi akan membuka gugus


reaktif yang terdapat pada rantai polipeptida. Kemudian terjadi pengikatan
kembali pada gugus reaktif yang sama. Semakin banyak jumlah ikatan yang
terbentuk maka protein tidak dapat terdispersi sebagai koloid sehingga
menyebabkan koagulasi. Ikatan reaktif protein yang menahan cairan akan
menyebabkan pembentukan gel. Namun, apabila cairan dan protei

yang

terkoagulasi terpisah maka akan terbentuk endapan (Winarno, 2004).


b. Pembuatan adonan
Pada tahapan ini air dan campuran adonan mengalami hidrasi. Selain itu, pada
tahap pengadukan menyebabkan ikatan yang memanjang dan mampu mengikat air
serta udara (Winarno, 1995).
Kapasitas hidrasi menunjukkan jumlah air yang dapat diserap oleh tepung.
Sifat demikian memberi pengaruh besar terhadap sifat adonan yang terbentuk.
Semakin besar kapasitas hidrasi yang dimiliki oleh adonan maka semakin sedikit
kebutuhan tepung yang ditambahkan (Sutardi dan Supriyanto, 1996).
c. Penggorengan
Pada tahapan ini, suhu yang digunakan tinggi sehingga kandungan air yang
sebelumnya terserap oleh pati mengalami penguapan dan menyebabkan udara
masuk ke dalam rongga pati. Udara yang masuk ke dalam rongga pati
menyebabkan pengembangan ukuran kerupuk.
Selain, itu, proses penggorengan juga menyebabkan perubahan warna pada
kerupuk. Perubahan warna yang terjadi pada penggorengan disebabkan oleh
reaksi maillard yang terjadi akibat karbohidrat bereaksi dengan protein. Proses ini
terjadi dengan beberapa tahapan yaitu aldosa (gula reduksi) yang dihasilkan dari
pemanasan bereaksi dengan asam amino yang kemudian menghasilkan basa
schiff. Basa yang dihasilkan berupa amino ketosa yang kemudian mengalami
dehidrasi dan membentuk furfural dehida dari pentosa atau hidroksil metil furfural
dari heksosa. Proses ini kemudian menghasilkan metil-dikarbonil yang diikuti
dengan penguraian yang menghasilkan reduktor dan dikarboksil seperti
metilglioksal, asetol dan diasetil. Aldehida-aldehida aktif yang berasal dari 3 dan 4

terpolimerasi dengan gugus amino membentuk senyawa berwarna coklat yang


disebut melanoidin (Makfoeld, dkk., 2002).

BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan telaah pustaka yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa :
1.

Kerupuk ikan adalah suatu jenis makanan kering yang terbuat dari bahanbahan yang mengandung pati cukup tinggi. Jenis produk ini terbuat dari
tepung tapioka dengan bahan tambahan seperti udang dan ikan.

2.

Proses pembuatan kerupuk ikan meliputi persiapan bahan, pembuatan adonan


kerupuk ikan, pencetakan adonan kerupuk ikan, pengeringan, dan
penggorngan.

3.

Perubahan yang terjadi selama pengolahan ikan menjadi kerupuk ikan adalah
tekstur ikan yang awalnya kenyal menjadi keras dan crispy.

4.

Pada proses pengukusan terjadi interaksi antara air dan pati yang terdapat
pada bahan sehingga menyebabkan gelatinisasi pati. Pada saat pembuatan
adonan, air dan campuran adonan mengalami hidrasi. Selain itu, pada tahap
pengadukan menyebabkan ikatan yang memanjang dan mampu mengikat air
serta udara.

5.

Pada proses penggorengan menggunakan suhu yang tinggi menyebabkan


perubahan warna pada kerupuk. Perubahan warna yang terjadi pada
penggorengan disebabkan oleh reaksi maillard yang terjadi akibat karbohidrat
bereaksi dengan protein.

DAFTAR PUSTAKA
Atkins, C. Robert. 2007. Diet Atkins. Jakarta: PT Alex Media Komputindo
Kelompok Gramedia.
Koswara, Sutrisno. 2009. Pengolahan Aneka Kerupuk. Ebookpangan.com
Makfoeld,
Djarir
DKK.
2002.
Nutrisi.Kaninus:Yogyakarta

Kamus

Istilah

Pangan

dan

Palungkun, R dan A. Budiarti. 1992. Bawang Putih Dataran Rendah.Jakarta,


Penebar Swadaya.
Praptiningsih, Y., Tamtarini dan S. Djulaikah, 2003. Pengaruh Proporsi TapiokaTepung Gandum dan lama Perebusan Terhadap Sifat-sifat Kerupuk Tahu.
Jurnal FTP. Universitas Jember, Jember.
Purba, A. dan H. Rusmarilin, 1985. Dasar Pengolahan Pangan. FP-USU, Medan.
Radiyati, T dan Agusto, 2003. TTG Pengolahan Pangan Tepung Tapioka.
http://www.ipteknet.id (diakses pada tanggal 25 Mei 2015).
Setiawan, E. 1988. Diversifikasi Produk Tradisional Kerupuk Getas dari Ikan
Lele (Clarias batracus L.) dan Ikan Layur (Trichiurus sp.). Bogor: IPB.
Susilo H. 2001. Pembuatan kerupuk kerang hijau (Mytilus viridis L.)
menggunakan telur itik sebagai bahan tambahan [skripsi]. Bogor: Jurusan
Teknologi Hasil Perikanan, Institut Pertanian Bogor.
Sutardi dan Supriyanto., 1996. Sifat Tepung Sukun dan Kesesuaiannya untuk
Diolah Menjadi Berbagai Produk Olahan Makanan Kecil. Majalah Pangan
No.2 Vol. VII, Jakarta.
Tarwotjo, C.S., 1998. Dasar-Dasar Gizi Kuliner. Grasindo, Jakarta.
Winarno, F.G. dan B.S. Laksmi, 1982. Dasar Pengawetan, Sanitasi dan
Pencegahannya. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winarno, F.G., 1995. Enzim Pangan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winarno, F.G., 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

You might also like