You are on page 1of 38

Makalah

BUDIDAYA TANAMAN REMPAH, OBAT DAN AROMATIKA

Tanaman Lada (Piper nigrum L.)

Oleh
Kelompok 3
Ria Anggraeni
Zuliana M. Lamaci
Moh.Hendra Ahsan
Febriansyah Kahar

(E 281 11 006)
(E 281 11 132)
(E 281 11 037)
(E 281 11 011)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2014

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lada (Piper nigrum L.) merupakan salah satu jenis rempah yang paling penting
diantara rempah-rempah lainnya (King of Spices), baik ditinjau dari segi perannya
dalam menyumbangkan devisa negara maupun dari segi kegunaannya yang sangat
khas dan tidak dapat digantikan dengan rempah lainnya.
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara penghasil utama lada dan mempunyai
peranan penting dalam perdagangan lada dunia. Pasokan lada Indonesia dalam
perdagangan dunia dipenuhi dari Provinsi Bangka Belitung yaitu Lada Putih dengan
sebutan Muntok White Pepper dan Provinsi Lampung Lada hitam sebagai Lampung
Black Pepper yang sudah dikenal sejak sebelum Perang Dunia ke-II.
Indonesia pernah memiliki peran yang sangat penting dengan kemampuan
memasok sekitar 80% dari kebutuhan lada dunia sebelum Perang Dunia II. Bahkan
selama masa penjajahan Belanda pada tahun 1772, lada mampu memberikan
keuntungan sebesar dua per tiga dari keuntungan yang diperoleh VOC. Kontribusi
Lada (Hitam dan Putih) Indonesia di pasar dunia selama 5 tahun terakhir mengalami
peningkatan. Kontribusi ekspor lada Indonesia pada kurun waktu 2004 2009
berkisar antara US$ 54.636.738 140.313.000.
Tahun 2000 Indonesia masih menempati posisi nomor 1 dunia, namun sejak
Vietnam mengembangkan lada secara intensif, posisi Indonesia di pasar dunia
menjadi turun. Penurunan ini juga disebabkan melemahnya daya saing akibat
rendahnya produktivitas dan mutu lada nasional.
Saat ini, posisi Indonesia berada pada urutan ketiga dunia negara eksportir lada
(putih dan hitam) setelah Vietnam dan Brazil. Untuk lada putih, meskipun saat ini

Indonesia masih merupakan pengekspor utama di dunia, namun posisinya terancam


oleh Vietnam.
Areal pengembangan lada tahun 2010 mencapai 186.296 ha dengan produksi
sekitar 84.218 ton yang tersebar di 29 provinsi dan hampir seluruhnya dikelola oleh
rakyat (99,90%) dengan melibatkan sekitar 324 ribu KK petani di lapangan. Dengan
demikian, apabila 1 KK diasumsikan terdiri dari 5 anggota keluarga maka usaha lada
ini mampu menghidupi sejumlah 1,62 juta petani di lapangan. Belum termasuk
masyarakat yang terlibat dalam perdagangan dan industri perladaan.
Namun demikian, dalam beberapa tahun terakhir terjadi pengurangan areal lada
yang diakibatkan beberapa faktor antara lain: (a) kekeringan; (b) serangan penyakit
busuk pangkal batang, hama penggerek batang dan bunga, serta penyakit kuning dan
kerdil utamanya di Bangka Belitung, Lampung, Kalimantan Timur, dan Sulawesi
Tenggara; (c) konversi areal lada baik untuk tambang maupun komoditi lain seperti
kelapa sawit, karet dan kakao.
Permasalahan yang dominan di lapangan adalah rendahnya produktivitas tanaman
lada yang baru mencapai rata-rata 723 kg/ha pada tahun 2010 dari potensi di tingkat
lapangan 2,5 ton/ha, atau di tingkat penelitian 4 ton/ha. Kondisi tersebut antara lain
diakibatkan intensitas serangan hama/penyakit lada, belum menggunakan benih
unggul, kurangnya pemeliharaan lada di tingkat lapangan, dan lemahnya permodalan
yang dimiliki petani.
Mempertimbangkan kondisi tersebut dan dalam rangka mengatasi berbagai
permasalahan pengembangan lada, salah satu upaya yang dilakukan adalah
rehabilitasi dan perluasan tanaman lada. Upaya ini sangat positif dan pada umumnya
akan memberikan dampak yang mampu menggairahkan masyarakat petani. Hal ini
sesuai dengan visi pembangunan perkebunan 2010-2014 yaitu Terwujudnya
peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perkebunan.

Untuk mendukung terlaksananya kegiatan rehabilitasi dan perluasan lada rakyat


dengan baik perlu disusun Pedoman Teknis sebagai acuan bagi pelaksanaan kegiatan
di lapangan.
1.2 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah :
1. Mengetahui sejarah, klasifikasi, jenis-jenis, dan manfaat dari tanaman Lada
(Piper nigrum L.).
2. Mengetahui bagaimana peranan sosial maupun peran ekonomi dari hasil
tanaman Lada (Piper nigrum L.).
3. Mengetahui prospek dan strategi pengembangan hasil tanaman Lada
(Piper nigrum L.).
4. Mengetahui komposisi kandungan bahan utama pada tanaman Lada
(Piper nigrum L.).
5. Mengetahui bagaimana teknik budidaya yang benar pada tanaman Lada
(Piper nigrum L.).
6. Mengetahui bagamaimana pengolahan hasil setelah panen tanaman Lada
(Piper nigrum L.).
7. Mengetahui apa saja kandungan/senyawa aktif pada tanaman Lada
(Piper nigrum L.).
8. Mengetahui bagaimana pemasaran perdagangan hasil produksi tanaman Lada
(Piper nigrum L.).

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Tanaman Lada (Piper nigrum L.)


Tanaman lada (Piper nigrum Linn) berasal dari daerah Ghat Barat, India.
Demikian juga, tanaman lada yang sekarang banyak ditanam di Indonesia ada
kemungkinan berasal dari India. Sebab pada tahun 110 SM 600 SM banyak koloni
Hindu yang datang ke Jawa. Mereka itulah yang diperkirakan membawa bibit lada ke
Jawa. Pada abad XVI, tanaman lada di Indonesia baru diusahakan secara kecilkecilan (Jawa). Tetapi pada abad XVIII, tanaman tersebut telah diusahakan secara
besar-besaran.
Lada adalah termasuk salah satu jenis tanaman yang telah lama diusahakan.
Dan hasilnya pun telah lama pula diperdagangkan dipasaran Eropa. Sehingga
perdagangan lada di Indonesia akhirnya dikenal di seluruh penjuru dunia. Lada yang
dipasarkan ke Eropa tersebut dibawa para pedagang lewat pusatpusat perdagangan
seperti Persia dan Arabia, Timur tengah dan Mesir. Di muka telah diutarakan, bahwa
tanaman lada telah lama diusahakan. Hal ini bisa dibuktikan, bahwa semenjak tahun
372 SM, orang Yunani telah mengenal 2 jenis lada, yakni lada hitam dan lada panjang
atau cabe. Pada tahun 1290 telah diadakan pula hubungan dagang lada antara Jawa
dan Cina.
Laju perdagangan lada Indonesia ini lebih pesat lagi, setelah Colombus pada
1492 bisa menemukan India Barat, di Kepulauan Timur yang banyak rempahrempahnya. Dana kemudian disusul Vasco da Gama yang menemukan jalan baru,
lewat ujung Afrika pada tahun 1498.
Pada abad pertengahan, lada merupakan raja perdagangan dan merupakan
rempah-rempah yang maha penting dan berharga pada waktu itu. Bahkan bagi
kerajaan Genua dan Venesia, lada menjadi sumber kekayaan, sebagai halnya minyak
tanah di Indonesia dewasa ini. Karena pada waktu itu lada dianggap sangat berharga

sehingga pada abad XIV dan XV, di Jerman lada tersebut dipergunakan sebagai nilai
tukar seperti halnya uang. Lada juga dipergunakan untuk membayar gaji pegawai,
pajak dan lain sebagainya.
2.2 klasifikasi tanaman Lada (Piper nigrum L.)
Kingdom

: Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom

: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi

: Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi

: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas

: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas

: Magnoliidae

Ordo

: Piperales

Famili

: Piperaceae (suku sirih-sirihan)

Genus

: Piper

Spesies

: Piper nigrum L.

2.3 Deskripsi Singkat Tanaman Lada (Piper nigrum L.)


Tanaman lada (Piper nigrum L) merupakan rempah-rempah yang terpenting
dan tertua di dunia. Tanaman ini termasuk famili Piperaceae, yang terdiri dari lebih
kurang 12 genus. Lada atau yang sering disebut merica memiliki nama ilmiah Piper
nigrum L. adalah salah satu rempah yang berbentuk biji-bijian kecil. Tumbuhan lada
adalah tumbuhan merambat dan memiliki daun tunggal berbentuk bulat telur
berwarna hijau pucat dan buram dengan ujung runcing yang tersebar dengan batang
yang berbuku-buku. Bunga lada tersusun dalam bentuk bunga majemuk dan
berkelamin tunggal tanpa memiliki hiasan bunga. Sedangkan buah lada berbentuk
bulat dengan biji yang keras namun memiliki kulit buah yang lunak.
Tumbuhan lada dapat tumbuh didaerah yang memiliki iklim tropis dengan
curah hujan yang cukup sepanjang tahunnya. Lada dapat tumbuh subur pada

ketinggian dibawah 600 mdpl dengan curah hujan antar 2.200 mm hingga 5.000 mm
per tahunnya dengan sushu berkisar antara 20o C hingga 35o C. Selain itu, lada
membutuhkan kelembaban udara antara 60% hingga 93% dengan pH tanah berkisar
antara 6 hingga 7 dengan drainase yang baik dan dihindarkan dari genangan air
karena dapat membuat akarnya membusuk terutama untuk tanaman muda. Di
Indonesia sendiri lada banyak di temukan di daerah Pulau Bangka, Lampung, dan
Belitung.
2.4 Jenis-Jenis Tanaman Lada (Piper nigrum L.)
Berdasarkan perbedaan warna kulit waktu memetik dan proses pengolahannya
lada dibedakan menjadi 4 macam yaitu:
1. Lada Hijau
Sebenarnya lada hijau adalah lada yang dipetik saat belum terlalu tua dan
warnanya masih kehijauan. Dijual dalam bentuk kering, segar dan direndam
dalam larut an bumbu. Lezat untuk bumbu hidangan ayam ataupun seafood. Lada
yang dipetik dipertahankan dalam bentuk basah dalam air asin dan cuka,
dibekukan atau dikeringkan. Lada hijau yang dikeringkan mempunyai warna
hijau yang segar, lembut dan padat. Pengeringan yang balk adalah dengan
temperatur rendah. Lada hijau beku dibuat dengan cara mendinginkan pada
pendingin yang dibuat dari kuningan. Proses pembuatan lada hijau yang dikemas
dalam kaleng diawali dengan proses pencucian lada mentah kemudian
dimasukkan kedalam kaleng yang berisi klorid,sodium solusi dengan atau tanpa
kadar keasaaman yang ditambahkan. Lada hijau dengan warna hijau segar
digemari orangorang Eropa.
2. Lada Putih
Buah lada yang dipanen saat buah lada sudah sangat matang, lalu diproses
dengan cara merendam dalam air yang mengalir selama kurang lebih dua minggu
dan kemudian di jemur selama tiga hari sehingga kulit luarnya yang berwarna
hitam mudah terkelupas dan tinggal bijinya yang putih.
3. Lada Hitam

Buah lada yang ketika dipanen masih setengah matang dan warnanya
kemerahan, tanpa direndam dan langsung dikeringkan dengan cara dijemur
selama tiga hari.
4. Lada Merah
Buah lada merah adalah jenis lada yang memiliki rasa sedikit manis dan
kurang pedas.
2.5 Manfaat Tanaman Lada (Piper nigrum L.)
Beberapa manfaat lada adalah sebagai berikut:
1. Bumbu masakan
Seperti diketahui lada merupakan salah satu bumbu masakan yang sering
digunakan dalam kuliner Indonesia. Di Rumah tangga, restoran, warung makan,
bahkan di industri-industri makanan jadi seperti pabrik mi dan nugget, lada original
sering digunakan sebagai bumbu masakan. Lada selain berfungsi sebagai penyedap
rasa dan aroma, juga memiliki rasa pedas. Bila cabai hanya menimbulkan rasa pedas,
lada selain pedas juga ada rasa dan aroma lain sehingga masakan menjadi lebih lezat
dan istimewa. Hal tersebut disebabkan karena kandungan resin, piperin, amidon,
yang ada pada lada tetapi tidak ada pada jenis-jenis cabai.
2. Obat
Lada juga dimanfaatkan sebagai bahan campuran pembuatan obat, baik obat
tradisional maupun obatobatan modern. Dosis yang digunakan dalam pembuatan
obat-obatan berbeda-beda, tergantung pada jenis obat yang akan dibuat. Untuk obat
tradisional biasanya menggunakan lada dengan dosis yang sedikit dan dalam bentuk
bubuk, sedang obat-obatan yang dikemas secara modern biasanya berbentuk tablet
atau bubuk yang dikemas dalam kapsul. Salah satu jenis obat berbentuk salep
biasanya juga mengandung lada. Balsem atau obat gosok menggunakan lada dalam
dosis lebih banyak dibanding obat jenis lain karena balsem memerlukan bahan panas

dan pedas yang lebih banyak. Aroma dan rasa pedas dari lada hitam ternyata paling
tajam dibandingkan jenis lada lainnya. Lada juga merupakan rempah yang bernilai
tinggi karena dapat meningkatkan sekresi atau pengeluaran asam hidroldorik yang
berguna untuk meningkatkan fungsi pencernaan. Dengan demikian lada juga bersifat
anti diare, mengobati perut kembung dan sembelit. Lada hitam juga berfungsi sebagai
peluruh kencing dan meningkatkan produksi keringat. Memiliki efek anti bakteri dan
anti oksidan. Merangsang terpecahnya sel-sel lemak sehingga dapat menjaga tubuh
tetap Iangsing. Melancarkan menstruasi. meredakan serangan asma, meringankan
gejala rematik. dan menyembuhkan rasa sakit kepala.
3. Minuman dan penghangat tubuh
Lada dimanfaatkan masyarakat Eropa dan daerah Kutub untuk membuat
minuman, baik minuman beralkohol maupun non alkohol yang berfungsi sebagai
penghangat tubuh. yaitu berfungsi untuk menjagi suhu tubuh agar tetap normal,
meskipun suhu udara kurang dari 0 derajat celcius.
4. Pembuatan parfum
Lada yang dimanfaatkan sebagai parfum hanya lada hitam karena lada ini
masih memiliki kulit luar yang mengandung resin untuk disuling dan diambil
minyaknya. Minyak hasil penyulingan tersebut beraroma mcrangsang dan eksklusif
sehingga digunakan sebagai bahan dasar/bibit pembuatan parfum. Dalam pembuatan
parfum minyak lada dicampur dengan bahan-bahan lain yang diperlukan sehingga
memenuhi syarat sebagai parfum. Pada umumnya, parfum minyak lada dikenal
sebagai produk yang mahal dan eksklusif, yang diperuntukkan bagi golongan
masyarakat menengah ke atas.
2.6 Peranan Sosial Dan Ekonomi Hasil Tanaman Lada (Piper nigrum L.)
Lada (Piper nigrum L. atau pepper) yang oleh ibu rumah tangga sering
disebut merica, merupakan salah satu komoditas unggulan bagi Indonesia. Lada

memiliki peran penting dalam perekonomian nasional, yaitu pendapatan petani,


sebagai sumber devisa Negara , bahan baku industri, dan konsumsi langsung. Secara
sosial merupakan komoditas tradisional yang telah dibudidayakan sejak lama dan
aktivitas usahanya menjadi penyedia lapangan kerja yang cukup luas terutama di
daerah sentra produksi.
Sebagai sumber pendapatan petani, tentunya apabila produksi tanaman lada
ini meningkat maka pendapatan petani pun meningkat sehingga kehidupan para
petani lada juga akan sejahtera. Sebagai Devisa Negara, lada menempati urutan
keempat setelah minyak sawit, karet, dan kopi, dengan nilai ekspor US$ 221.089 juta
(Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan 2002). Sebagai bahan baku industry,
Lada merupakan bahan baku industri makanan siap saji, obatobatan, kosmetik, dan
lainnya. Di beberapa negara industri parfum yang sudah maju seperti Perancis,
ketergantungan pada lada sangat besar. Dan dapat di konsumsi secara langsung Lada
digunakan pada berbagai makanan tradisional maupun masakan Eropa sebagai
penyedap. Potensi lada juga sangat berperan sebagai penyedia lapangan pekerjaan
bagi orang-orang yang masih sulit mendpatkan pekerjaan. Permintaan pasar yang
tinggi tentunya akan meningkatkan kapasitas produksi serta perluasan budidaya
tanaman ini, sehingga sangat di perlukan tenaga kerja untuk mengolah perkebunan
serta hasil panennya. Lada juga berperan sebagai penggerak perekonomian di sentrasentra produksi. Di Kecamatan Bukit Kemuning, Kabupaten Lampung Utara,
diperkirakan 33% sumber pendapatan sektor pertanian berasal dari lada
(Mahmud et al. 2003).
Konsumsi lada di Indonesia rata-rata mencapai 60 g/kapita/tahun (Direktorat
Jenderal Bina Produksi Perkebunan 2002). Bila jumlah penduduk Indonesia sekitar
220 juta, maka dalam setahun dibutuhkan 13.200 ton lada atau 19,60% dari
produksinasional.
Harga lada dalam negeri selama tahun 1990-2000 meningkat tajam. Pada
tahun 1998, harga lada putih mencapai Rp60.000/kg padahal tahun 1995-1996
hanya Rp15.000/kg. Harga lada hitam pada tahun 1998 mencapai Rp35.000/kg,

dibandingkan tahun 1995-1996 yang hanya Rp10.000/kg (Direktorat Jenderal Bina


Produksi Perkebunan 2002). Peningkatan harga ini terutama dipicu oleh kenaikan
nilai tukar dolar terhadap rupiah. Pada tahun 2001, harga lada cenderung menurun.
Pada tahun 2002, harga lada putih di tingkat petani berkisar antara Rp15.000Rp20.000/kg, dan harga lada hitam Rp10.000-Rp12.000/kg. Penurunan harga
lada dalam negeri tersebut merupakan refleksi dari turunnya harga lada di pasar
internasional, yaitu untuk lada putih turun dari Sin $1.183,74 menjadi Sin
$863,70/100 kg dan untuk lada hitam dari Sin $362,50 menjadi Sin $270/100 kg
(Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan 2002;2003).
2.7 Prospek Pengembangan
Indonesia sudah sejak lama dikenal sebagai produsen utama lada dunia yang
diusahakan secara tradisional. Kontribusi lada Indonesia terhadap produksi lada dunia
pada tahun 2000 sekitar 30,49%. Ini merupakan kontribusi yang tertinggi
dibandingkan produksi dari 8 negara produsen lainnya di dunia. Demikian pula
halnya untuk ekspor, kontribusi ekspor lada Indonesia terhadap dunia pada tahun
2000 sekitar 36,96% yang merupakan pangsa ekspor terbesar dibandingkan negara
produsen lainnya.
Perkembangan harga lada di Pasar Dunia cenderung berfluktuatif. Untuk lada
hitam, pada tahun 1991 mencapai harga 243,16 Sin $/100 kg dan tahun 1998
meningkat menjadi 1.183 Sin $/100 kg. Sedangkan untuk lada putih, pada tahun 1991
mencapai harga 236,78 Sin $/100 kg meningkat menjadi 863,70 Sin $/100 kg pada
tahun 1998.
Perkembangan harga lada tersebut erat pula kaitannya dengan sifat produk
lada itu sendiri, dengan kata lain terdapat kecenderungan kenaikan harga lada tidak
dapat diikuti oleh kenaikan produksi. Sampai saat ini masih belum ditemui adanya
produk/bahan substitusi, dan hasilnya dapat disimpan. Hal ini tentunya merupakan
peluang yang sangat baik bagi negara-negara produsen yang mempunyai potensi

perluasan areal. Oleh karenanya dapatlah dikatakan bahwa masa depan perladaan
dunia cukup cerah.
Bagi Indonesia, prospek pengembangan lada masih cukup besar peluangnya
mengingat beberapa hal antara lain :
a. Indonesia sudah sejak lama dikenal sebagai produsen utama lada dunia yang
diusahakan secara tradisional. Kontribusi lada Indonesia terhadap kebutuhan
lada dunia berkisar antara 23-36%.
b. Daya saing komoditas lada Indonesia cukup tinggi.
c. Potensi pasar tradisional (dalam negeri) cukup besar yaitu dengan semakin
berkembangnya usaha makanan yang menggunakan bumbu dari lada serta
minat masyarakat mulai berubah menyukai lada sebagai rempah untuk
penyedap masakan.
d. Konsumsi dunia cenderung meningkat sejalan dengan isu food savety
terhadap bahan syntetis lain dan tuntutan akan keamanan lada sebagai bahan
rempah untuk pangan semakin menonjol terutama di negara-negara maju.
e. Areal yang potensial untuk pengembangan lada tersedia cukup luas.
f. Diversifikasi produk melalui pengembangan produk hilir, seperti: tepung lada,
minyak lada dan lada segar dalam kalengan.
g. Lada Indonesia memiliki keunggulan dalam hal spesifik rasa yang tidak
dimiliki oleh negara lain.
h. Pengembangan lada menyerap tenaga kerja cukup besar, dimana untuk
mengembangkan tanaman secara intensif satu KK petani hanya mampu untuk
750 pohon atau 0,5 ha.

i. Pengembangan lada dapat dilakukan pada wilayah-wilayah terpencil,


sehingga berperan sebagai pemerataan pembangunan wilayah.
j. Pengembangan tanaman lada mempunyai potensi untuk dikembangkan
bersama-sama dengan tanaman keras lain atau dengan tanaman keras untuk
penghijauan. Mengikutsertakan lada dalam usaha penghijauan tersebut akan
lebih mempunyai arti penting dalam rangka perbaikan ekonomi petani yang
berada di daerah kritis, oleh karena masalah utama daerah tersebut tidak
hanya kritis dari segi fisik tetapi juga kritis dari segi ekonomi.
Namun, kenyataan di lapang menunjukkan, sistem agribisnis lada menghadapi
berbagai kendala, kelemahan dan ancaman. Pada subsistem bagian hulu, harga sarana
produksi cukup tinggi serta prasarana jalan di daerah pengembangan belum baik.
Pada subsistem produksi (on farm), teknologi produksi yang diterapkan petani masih
konvensional dengan pola tanam sebagian besar monokultur. Sedangkan pada
subsistem hilir, pengolahan produk belum higienis, dan adanya ancaman dari negara
pesaing. Pada subsistem pendukung, kendalanya adalah peran kelembagaan di tingkat
petani sampai tingkat pemasaran belum berpihak kepada petani.
Dengan pendekatan analisis SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, dan
threats) diperoleh alternatif strategi pengembangan sistem agribisnis lada melalui
beberapa kebijakan, yaitu: 1) mengembangkan lada melalui perluasan areal pada
daerah yang sesuai dengan menggunakan teknologi rekomendasi, 2) mempertinggi
daya saing lada melalui peningkatan produktivitas dan mutu hasil serta diversifikasi
produk, dan 3) meningkatkan peran kelembagaan petani sampai dengan kelembagaan
pasar dalam dan luar negeri.
Pembangunan sistem agribisnis merupakan salah satu landasan dalam
pengembangan ekonomi Indonesia. Pembangunan pertanian yang di dalamnya
mencakup pengembangan sistem agribisnis, mulai dari subsistem agribisnis hulu
sampai hilir serta subsistem penunjang, harus saling terkait. Kelemahan pada

subsistem agribisnis hulu, seperti benih dan sarana produksi, akan berdampak
terhadap produksi. kelemahan di sektor hilir menyebabkan ketidakmampuan untuk
memperoleh nilai tambah dan produk rentan terhadap fluktuasi harga (Saragih 2001).
Oleh karena itu, strategi pembangunan agribisnis lada harus didasarkan pada sistem
mekanisme pasar terkendali. Pemerintah berperan sebagai pengawas agar setiap
pelaku agribisnis lada dapat berperan optimal dengan meniadakan distorsi-distorsi
yang muncul. Melihat kondisi agribisnis lada Indonesia serta masalah-masalah yang
dihadapi maka strategi untuk memperbaikinya adalah dengan melakukan reorientasi
usaha tani lada, penerapan teknologi anjuran, peningkatan efisiensi dan daya saing,
serta integrasi setiap subsistem agrbisnis lada. Alternatif strategi atau kebijakan
pengembangans istem agribisnis lada meliputi:
1. Mengembangkan lada melalui perluasan areal pada lahan yang sesuai dengan
menggunakan teknologi rekomendasi.
2. Mempertinggi daya saing lada melalui peningkatan produktivitas, mutu hasil,
dan diversifikasi produk.
3. Meningkatkan peran kelembagaan mulai dari kelembagaan di tingkat
petani sampai kelembagaan pemasaran hasil agar berpihak kepada petani.
Untuk membenahi sistem agribisnis lada, disarankan beberapa hal sebagatt
berikut :
1. Sarana produksi yang dibutuhkan hendaknya tersedia sedekat mungkin
dengan petani, dengan harga yang wajar serta dalam jumlah, jenis dan
waktu yang tepat. Diperlukan kemudahan, koordinasi dan kontrol yang
baik agar semua instansi yang terkait dapat berperan secara nyata, termasuk
penyediaan informasi tentang kebutuhan pasar.
2. Teknologi budi daya anjuran (menggunakan tegakan hidup), yaitu budi
daya lada yang efisien, ramah lingkungan dan berkelanjutan, perlu
disosialisasikan melalui buku petunjuk praktis, radio, televisi, penyuluhan
disertai dengan kebun percontohan (visitor plot) untuk mempercepat transfer
teknologi. Integrasi usaha tani lada dengan tanaman semusim dan ternak

(termasuk hijauan pakan ternak) perlu didorong untuk mengurangi risiko


ketidakpastian pendapatan.
3. Teknologi pengolahan hasil yang dianjurkan perlu segera diterapkan
disertai diversifikasi produk-produkn setengah jadi dan produk siap pakai
untuk meraih nilai tambah. Pengolahan lada hitam dan lada putih harus
higienis agar mampu bersaing di pasar bebas. Pelatihan-pelatihan untuk
meningkatkan keterampilan dan informasi pasar dibutuhkan agar produk yang
dihasilkan tidak mengalami permasalahan dalam pemasaran (Zaubin 2003).
4. Perlu ada kesamaan visi dari lembaga-lembaga yang terlibat dalam agribisnis
lada sehingga ada keterkaitan antara lembaga-lembaga di sektor hulu dengan
di sektor hilir. Kerja sama yang sinergis antara petani (APLI) dengan
pengusaha (AELI) dan Pemda sebagai fasilitator dalam penjualan lada sangat
diperlukan.
5. Perdagangan lada di pasar internasional hendaknya dikendalikan. Semua
negara-negara penghasil lada diupayakan bergabung dalam IPC, agar
perdagangan di pasar internasional dapat terkendali melalui penetapan harga
ekspor terendah.
6. Perlu sikap yang tegas dari IPC terhadap negara-negara penghasil lada bukan
anggota IPC yang mengacaukan perdagangan lada di tingkat internasional,
misalnya tidak diperkenankan mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh
IPC serta menutup akses informasi tentang perladaan.
7. AELI perlu menjajaki kemungkinan ekspor lada ke negara-negara konsumen
baru seperti Afrika Selatan, Arab Saudi, Mesir, dan Yunani.
2.8 Komposisi Kandungan Bahan Utama
Kandungan gizi lada antara lain zat besi (Fe), vitamin K, dan mangan. Lada
juga mengandung zat-zat piperin, piperidin, pati. protein. lemak, asam-piperat,
chavisin dan minyak terbang (felanden, kariolilen, terpen-terpen). Mempunyai sifat
kimia pedas dan beraroma sangat khas. Lada mengandung beberapa jenis zat yang

sangat bermanfaat bagi manusia. Beberapa jenis zat tersebut ada yang jarang ditemui
pada buah ataupun umbi tanaman lain, yakni eteris, resin dan alkaloid (piperin).
Eteris adalah sejenis minyak yang dapat memberikan aroma sedap dan rasa enak bila
digunakan sebagai bumbu masakan. Resin adalah zat yang dapat memberikan aroma
harum dan khas bila dipakai sebagai bumbu atau parfum. Sedangkan alkaloid
(piperin) adalah sejenis zat yang dapat disamakan dengan nikotin, arecoline dan
conicine yang akan berdampak negatif jika dikonsumsi secara berlebihan.
2.9 Teknik Budidaya Tanaman Lada (Piper nigrum L.)
Tanaman merica termasuk tanaman memanjat yang mempunyai dua sulur
yaitu sulur panjat dan sulur cabang buah. Bilai di gunakan sebagai bibit, sulur panjat
akan menghasilkan tanaman yang punya sifat memanjat atau yang biasanya d9i kenal
lada panjat. Sedangkan sulur cabang buah akan menghasilkan tanaman yang tidak
memanjat atau lada perdu. Lada perdu bias di peroleh dengan perbanyakan vegetaitf
daru sulur cabang buah.
Secara umum teknik budidaya unuk tanaman Lada (Piper nigrum L.) adalah
sebagai berikut :
1. syarat pertumbuhan

Iklim
- Curah hujan 2.000-3.000 mm/th.
- Cukup sinar matahari (10 jam sehari).
- Suhu udara 200C 34 0C.
- Kelembaban udara 50% 100% lengas nisbi dan optimal antara 60% 80%
RH.
- Terlindung dari tiupan angin yang terlalu kencang.

Media tanam (tanah)


- Subur dan kaya bahan organic
- Tidak tergenang atau terlalu kering
- pH tanah 5,5-7,0

Warna tanah merah sampai merah kuning seperti Podsolik, Lateritic, Latosol
dan Utisol.
Kandungan humus tanah sedalam 1-2,5 m.
Kelerengan/kemiringan lahan maksimal 300.
Ketinggian tempat 300-1.100 m dpl.

2. pedoman teknis budidaya

Pembibitan
- Terjamin kemurnian jenis bibitnya
- Berasal dari pohon induk yang sehat
- Bebas dari hama dan penyakit
- Berasal dari kebun induk produksi yang sudah berumur 10 bulan-3 tahun
(Kebutuhan bibit 2.000 bibit tanaman perhektar)

Pengolahan Media Tanam


- Cangkul 1, pembalikan tanah sedalam 20-30 cm.
- Taburkan kapur pertanian dan diamkan 3-4 minggu.
Dosis kapur pertanian :
-

Pasir dan Lempung berpasir: pH Tanah 3,5 ke 4,5 = 0,6 ton/ha; pH Tanah 4,5

ke 5,5 = 0,6 ton/ha; pH Tanah ke 6,5 = 0,9 ton/ha.


Lempung: pH Tanah 3,5 ke 4,5 = 0,6 ton/ha; pH Tanah 4,5 ke 5,5 = 1,7

ton/ha; pH Tanah ke 6,5 = 0,9 ton/ha.


Lempung Berdebu: pH Tanah 3,5 ke 4,5 = 0,6 ton/ha; pH Tanah 4,5 ke 5,5 =

2,6 ton/ha; pH Tanah ke 6,5 = 3,2 ton/ha.


Lempung Liat: pH Tanah 3,5 ke 4,5 = 0,6 ton/ha; pH Tanah 4,5 ke 5,5 = 3,4

ton/ha; pH Tanah ke 6,5 = 4,2 ton/ha.


- Cangkul 2, haluskan dan ratakan tanah
Teknik Penanaman
- Sistem penanaman adalah monokultur (jarak tanam 2m x 2m). Tetapi juga
-

bisa ditanam dengan tanaman lain.


Lubang tanam dibuat limas ukuran atas 40 cm x 35 cm, bawah 40 cm x 15
cm dan kedalaman 50 cm.

Biarkan lubang tanam 10-15 hari barulah bibit ditanam.


Waktu penanaman sebaiknya musim penghujan atau peralihan dari musim

kemarau kemusim hujan, pukul 6.30 pagi atau 16.30-18.00 sore.


Cara penanaman : menghadapkan bagian yang ditumbuhi akar lekat
kebawah, sedangkan bagian belakang (yang tidak ditumbuhi akar lekat)

menghadap keatas.
Taburkan pupuk kandang 0,75-100 gram/tanaman yang sudah dicampur

NATURAL GLIO.
Tutup lubang tanam dengan tanah galian bagian atas yang sudah dicampur
pupuk

dasar

: NPK

20

gram/tanaman. Untuk

tanah

kurang

subur

ditambahkan 10 gram urea, 7 gram SP 36 dan 5 gram KCl per


tanaman. Segera setelah ditutup, disiram SUPERNASA :
1.

Alternatif 1 : 0,5 sendok makan/ 5 lt air per tanaman.


2. Alternatif 2 : 1 botol SUPER NASA diencerkan dalam 2 liter (2000 ml)
air dijadikan larutan induk. Kemudian setiap 1 liter air diberi 20 ml larutan
induk tadi untuk penyiraman setiap pohon.
-

Pemberian SUPERNASA selanjutnya dapat diberikan setiap 3 4 bulan


sekali.

Pemeliharaan Tanaman
- Pengikatan Sulur Panjat
Panjatkan pada tiang panjat menggunakan tali. Ikatkan dengan dipilin dan
dilipat hingga mudah lepas bila sulur tumbuh besar dan akar lekatnya sudah
melekat pada tiang panjat.
- Penyiangan dan Pembumbunan
penyiangan setiap 2-3 bulan sekali. Pembubunan dilakukan bersamaan dengan
penyiangan.
- Perempalan
Perempalan atau pemangkasan dilakukan pada :

1. Batang, dahan, ranting yang tidak produktif, atau terserang hama dan
penyakit.
2. Pucuk/batang, karena tidak memiliki dahan yang produktif
3. Batang yang sudah tua agar meremajakan tanaman menjadi muda kembali.
- Pemupukan Susulan
Penyemprotan POC NASA (4-5 tutup) atau POC NASA (3- 4 tutup) +
HORMONIK (1 tutup) per tangki setiap 3 4 minggu sekali.
Pupuk makro diberikan sebagai berikut :
Umu
r
(bln)
3-4
4-5
5-6
6-17

Urea
35
35
35
35

Pupuk makro
(gram/pohon)
SP 36
KCl
15
20
20
25
25
30
30
35

- Pengairan dan Penyiraman


pada musim kemarau penyiraman sehari sekali di sore hari. Pada musim hujan
tidak boleh tergenang.
- Pemberian Mulsa
Usia 3-5 bulan, beri mulsa alami berupa dedaunan tanaman tahunan ataupun
alang-alang.
- Penggunaan Tajar ( Ajir)
Sebaiknya gunakan tajar mati dari bahan kayu. Pangkal tajar diruncingkan,
bagian ujung dibuat cabang untuk menempatkan batang lada yang panjangnya

telah melebihi tinggi tajar. Panjang tajar 2,5-3 m.


Hama dan Penyakit
- Hama
1. Hama Penggerek Batang (Laphobaris Piperis)
ciri: berwarna hitam, ukuran 3-5 mm. Serangga dewasa lebih suka
menyerang bunga, pucuk daun dan cabang-cabang muda. Akibat lain bila
Nimfanya (serangga muda) berupa ulat akan menggerek batang dan
cabang tanaman. Pengendalian: memotong cabang batang; penyemprotan
PESTONA.

2. Hama bunga
Ciri: Serangga dewasa berwarna hitam, sayap seperti jala, terdapat
tonjolan pada punggungnya, ukuran panjang tubuh 4,5 mm dan lebar 3
mm. Gejala: serangga dewasa/nimfanya menyerang bunga berakibat
bunga rusak dan menimbulkan kegagalan pembuahan, siklus hidupnya
sekitar 1 bulan. Pengendalian: penyemprotan PESTONA, serta dapat juga
dilakukan pemotongan pada tandan bunga.
3. Hama buah
Ciri: serangga berwarna hijau kecoklatan, nimfanya tidak bersayap,
berwarna bening dan empat kali ganti kulit. Serangga dewasa atau
nimfanya menyerang buah sehingga isi buah kosong. Telurnya biasa
diletakkan pada permukaan daun atau pada tandan buah, siklus hidupnya
sekitar 6 bulan. Pengendalian: musnahkan telur dipermukaan daun,
cabang, dan yang ada pada tandan buah. Gunakan PESTONA.
- Penyakit
1. Penyakit busuk pangkal batang (BPP)
Penyebab: jamur Phytopthora Palmivora Var Piperis. Gejala: awal
serangan sulit diketahui. Bagian yang mulai terserang pada pangkal batang
memperlihatkan garis-garis coklat kehitaman dibawah kulit batang. Daun
berubah warna menjadi layu (berwarna kuning). Pencegahan : penanaman
jenis lada tahan penyakit BPB. Pemberian Natural Glio sebelum dan
sesudah tanam.
2. Penyakit kuning
Penyebab: tidak terpenuhinya berbagai persyaratan agronomis serta
serangan cacing halus (Nematoda) Radhophalus similis yang mungkin
berasosiasi dengan nematoda lain seperti Heterodera SP, M incognita dan
Rotylenchus Similis. Gejala: menyerang akar tanaman lada, ditandai
menguningnya daun lada, akar rambut mati, membusuk dan berwarna
hitam. Cepat lambatnya gejala daun menguning tergantung berat
ringannya infeksi dan kesuburan tanaman. Pengendalian: Pemberian

pupuk kandang, pengapuran, pemupukan tepat dan seimbang, pemberian


Natural Glio sebelum dan sesudah tanam.
Panen
Panen pertama umur tiga tahun atau kurang. Ciri-ciri: tangkainya berubah agak
kuning dan sudah ada buah yang masak (berwarna kuning atau merah). Panen di
lakukan dengan cara memetik buah bagian bawah hingga buah bagian atas,
dengan mematahkan persendian tangkai buah yang ada diketiak dahan.
Periode panen sesuai iklim setempat, jenis lada yang ditanam dan intensitas
pemeliharaan.
2.10 Pengolahan Hasil
Lada (Piper nigrum L.) disebut sabagai raja dalam kelompok rempah (King of
Spices), karena merupakan komoditas yang paling banyak diperdagangkan.Produksi
lada Indonesia pada tahun 2008 mencapai 81.662 ton. Daerah yang merupakan sentra
produksi lada di Indonesia adalah Bangka dan Lampung dan pada beberapa tahun
terakhir ini telah dikembangkan secara intensif di Kalimantan Timur dan Sulawesi
Tenggara. Bangka menghasilkan lada putih sedangkan Lampung lada hitam. Di
tingkat dunia lada dari Provinsi Lampung dikenal dengan nama Lampung Black
Pepper sedangkan dari Provinsi Bangka dikenal dengan Muntok White Pepper.
Produksi lada di Indonesia dapat dikelompokkan kedalam dua jenis yaitu lada
hitam dan lada putih. Lada hitam adalah lada yang dikeringkan bersama kulitnya
(tanpa pengupasan), sedangkan lada putih adalah lada yang dikeringkan setelah
melalui proses perendaman dan pengupasan.

Penanganan Pasca Panen Lada Putih

A. Panen dan Penanganan Bahan

1. Untuk lada putih, hanya buah lada yang telah matang yang dapat dipanen
yang ditandai dengan satu atau dua buah biji lada yang telah berubah warna
menjadi kemerahan.
2. Buah harus dipetik secara selektif, dan panen harus dilakukan sesering
mungkin selama musim panen. Dengan seringnya dilakukan pemetikan
selama musim panen, dapat diharapkan buah lada yang di petik menjadi
seragam. Bila pemetikan lada hanya dilakukan satu atau dua kali selama
musim panen, kemungkinan buah yang tidak matang atau terlalu tua akan ikut
terbawa.
3. Buah lada yang telah jatuh ke tanah harus diambil secara terpisah dan tidak
boleh dicampur dengan buah lada yang berasal dari pohon. Buah lada yang
jatuh ke tanah harus diproses secara terpisah untuk digunakan sesuai dengan
kebutuhan.
4. Pemetikan lada harus dilakukan dengan cara yang higienis /bersih,
dikumpulkan dan di angkut di dalam kantong atau keranjang yang bersih
untuk dibawa ketempat pemrosesan. Keranjang atau kantong yang telah
dipergunakan untuk menyimpan bahan kimia pertanian tidak boleh digunakan
untuk mengemas buah lada. Setiap kantong atau keranjang yang akan
digunakan harus dibersihkan untuk memastikan bahwa kantong atau
keranjang tersebut bebas dari bahan-bahan yang dapat menimbulkan
kontaminasi.
B. Perontokan dan Pengayakan
(a) Perontokan
1. Perontokan buah lada dapat dilakukan dengan mempergunakan mesin atau
secara manual. Bila jumlah buah lada yang dirontok berjumlah cukup banyak,

direkomendasikan menggunakan mesin perontok yang banyak tersedia dengan


berbagai tipe.
2. Perontokan harus dilakukan secara hati-hati supaya buah lada tidak rusak
selama proses ini. 3. Pastikan bahwa alat perontok benar-benar bersih sebelum
digunakan khususnya bila alat tersebut sudah lama tidak digunakan. Alat
perontok juga harus dibersihkan sebelum dan setelah digunakan. Pada
perontokan dengan mesin dianjurkan supaya buah yang dirontok langsung
direndam dalam air untuk mencegah perubahan warna karena proses
pencoklatan.
(b) Pengayakan
1. Buah lada yang telah dirontok harus diayak untuk memisahkan biji buah lada
yang kecil, tidak matang dan lada menir, dimana bahan-bahan tersebut dapat
mempengaruhi mutu lada hitam kering.
2. Pengayakan dapat dilakukan menggunakan mesin atau secara manual, dengan
menggunakan pengayak 4 mm mesh, dimana buah lada dapat melewati lubang
pengayak tersebut, kemudian dipisahkan untuk dikeringkan ditempat yang
terpisah.
C. Perendaman
1. Perendaman dapat dilakukan dalam karung atau keranjang, dalam air yang
mengalir atau kolam perendaman dan harus terendam sepenuhnya
2. Perendaman yang dilakukan dalam air yang tidak mengalir, harus dilakukan
penggantian air paling tidak dua hari sekali. 16
3. Pada perendaman dalam air yang mengalir harus dipastikan bahwa tidak ada
aktivitas sehari-hari yang dilakukan dibagian hulunya

4. Karung harus dibalik-balik dari waktu ke waktu untuk menjamin proses


perendaman yang merata 5. Proses perendaman dilakukan sampai kulit lunak
untuk memudahkan proses pengupasan pada pemisahan kulit dari biji.
Perendaman dapat dilakukan dengan waktu yang lebih singkat kalau proses
pengupasannya dilakukan dengan mesin
D. Pengupasan dan Pencucian
Pengupasan kulit lada setelah perendaman dapat dilakukan dengan berbagai
cara. Pengupasan dapat dilakukan dengan mesin pengupas setelah perendaman dalam
waktu yang singkat/lebih pendek daripada cara biasa. Selama proses perlu
diperhatikan agar biji lada tidak rusak. Yang paling baik pengupasan dilakukan
didalam air, atau dengan air yang mengalir untuk mencegah perubahan warna esudah
pengupasan, biji lada harus dicuci dengan air yang bersih untuk menghilangkan sisasisa kulit sebelum proses pengeringan.
E. Pengeringan

Penjemuran/Pengeringan dengan Sinar Matahari (Solar drier)


Lada sebaiknya dikeringkan dibawah sinar matahari untuk mendapatkan

warna putih kekuningan, pada suatu wadah bersih jauh diatas permukaan tanah.
Daerah tempat pengeringan harus diberi pagar atau terlindung dari hama atau
binatang peliharaan. Pastikan bahwa lada cukup kering, untuk mencegah kerusakan
yang disebabkan oleh jamur atau bahan-bahan kontaminan lainnya, khususnya bila
tidak ada panas atau sinar matahari. Pengeringan dapat juga dilakukan dengan
pengering rumah kaca/platik menggunakan sinar matahari sebagai sumber panas
untuk mempercepat proses pengeringan dan melindungi biji lada dari debu dan
banda-benda kontaminan lainnya tanpa penambahan biaya yang nyata, kecuali
investasi pembangunan.

Pengeringan dengan mesin pengering.


Buah lada dapat dikeringkan dengan menggunakan alat pengering pada

temperature dibawah 60C, untuk mencegah kehilangan minyak atsiri. Dilakukan di


lingkungan yang bersih, bebas dari kontak dengan debu, kotoran, binatang peliharaan
dan/atau sumber-sumber lain yang dapat menyebabkan kontaminasi. Lada putih harus
dikeringkan sampai dengan kadar air dibawah 12% bila lada tersebut akan disimpan.

Pengeringan dengan sinar matabari (Solar drier)


Pengeringan dengan alat yang menggunakan sinar matahari sebagai sumber

panas dapat digunakan untuk mempercepat proses pengeringan dan melindungi biji
lada dari debu dan banda-benda kontaminan lainnya tanpa penambahan biaya yang
nyata.

Pengeringan dengan menggunakan bahan bakar padat


Pengeringan dengan alat yang menggunakan potongan kayu, limbah kelapa

dan limbah kebun lainnya sebagai bahan bakar dapat digunakan untuk mempercepat
proses pengeringan dan mencegah terjadinya kontaminasi. Perlu diperhatikan
temperatur tidak lebih dari 60C dan tidak ada kontaminasi dari asap.
E. Pembubukan
Dalam pembuatan bubuk lada, bahan yang digunakan adalah pala kering
sempurna (kadar air sekitar 8-10 %). Bahan tersebut kemudian digiling halus dengan
ukuran, sekitar 50-60 mesh dan dikemas dalam wadah yang kering.

F. Pembersihan, Pengemasan dan Penyimpanan.


(a) Pembersihan
1. Biji lada putih yang telah kering, harus dihembus, dipilih dan dibersihkan
untuk memisahkan kulit, tangkai buah atau benda asing lainnya.
2. Waktu membersihkan lada putih, harus diperhatikan semua perkakas dan
peralatan yang dipergunakan harus bersih dan bebas dari sumber-sumber yang
mungkin menimbulkan kontaminasi.
3. Biji lada dapat dihembus dengan mengalirkan angin untuk menghilangkan
sisa kulit lada atau debu dan diayak untuk menghilangkan sisa-sisa daun dan
tangkai buah lada, maupun biji lada yang kecil dan biji lada yang pecah.
(b) Pengemasan
1. Lada kering yang sudah bersih harus dikemas dalam kantong yang bersih dan
kering atau kemasan lain yang cocok untuk penyimpanan dan pengangkutan.
2. Harus benar-benar diperhatikan bahwa lada tidak terkontaminasi karena
penggunaan kantong yang sebelumnya telah dipergunakan untuk pupuk,
bahan kimia pertanian atau bahan-bahan lainnya.
3. Kantong harus benar-benar bersih dan bila perlu dilakukan pemeriksaan
secara seksama untuk memastikan bahwa kantong tersebut bebas dari debu
atau benda-benda asing.
4. Lada yang sudah cukup kering, (kadar air dibawah 12%) dapat dikemas
didalam kantong yang dilapisi polythene untuk mencegah penyerapan air.

(c) Penyimpanan.
1. 1 Lada harus disimpan di tempat yang bersih, kering, dengan ventilasi udara
yang cukup, diatas bale-bale atau lantai yang di tinggikan, ditempat yang
bebas dari hama seperti tikus dan serangga.
2. Lada tidak boleh disimpan bersama dengan bahan kimia pertanian atau pupuk
yang mungkin dapat menimbulkan kontaminasi. Tempat penyimpanan lada
harus mempunyai ventilasi yang cukup tetapi bebas dari kelembaban yang
tinggi.
3. Lada yang disimpan harus diperiksa secara berkala untuk mendeteksi adanya
gejala kerusakan karena hama atau kontaminasi.

Penanganan Pasca Panen Lada Hitam


Pada dasarnya, proses pengolahan buah lada untuk menghasilkan produk lada

hitam adalah dengan cara mengeringkan dan memisahkan buah dari tangkainya tanpa
menghilangkan kulit luarnya. Didalam kulit luar buah lada terdapat zat resin yang
memiliki khasiat obat dan mengandung minyak yang biasa digunakan sebagai bahan
pembuatan parfum. Tahap-tahap penanganan pasca panen untuk menghasilkan lada
hitam adalah sebagai berikut :
A. Panen dan Penanganan Bahan
1. Untuk lada hitam, hanya buah lada yang telah matang dapat dipanen, ditandai
dengan satu atau dua buah lada dalam satu tangkai yang telah berubah
warnanya menjadi kuning.
2. Buah harus dipetik secara selektif, dan panen harus dilakukan sesering
mungkin selama musim panen. Dengan seringnya dilakukan pemetikan
selama musim panen, dapat diharapkan buah lada yang di petik menjadi

seragam. Bila pemetikan lada hanya dilakukan satu atau dua kali selama
musim panen, kemungkinan buah yang tidak matang atau terlalu tua akan ikut
terbawa.
3. Buah lada yang jatuh ke tanah harus diambil secara terpisah dan tidak boleh
dicampur dengan buah lada yang berasal dari pohon. Buah lada yang jatuh ke
tanah harus diproses secara terpisah untuk digunakan sesuai dengan
kebutuhan.
4. Pemetikan lada harus dilakukan dengan cara yang higienis /bersih,
dikumpulkan dan di angkut di dalam kantong atau keranjang yang bersih
untuk dibawa ketempat pemrosesan. Keranjang atau kantong yang telah
dipergunakan untuk menyimpan bahan kimia pertanian tidak boleh digunakan
untuk mengemas buah lada. Setiap kantong atau keranjang yang akan
digunakan harus dibersihkan untuk memastikan bahwa kantong atau
keranjang tersebut bebas dari bahan-bahan yang dapat menimbulkan
kontaminasi.
B. Perontokan, Pencucian dan Pengayakan
(a) Perontokan
1. Buah lada harus dirontok untuk memisahkan buah lada dengan tangkainya.
2. Perontokan buah lada dapat dilakukan dengan mempergunakan mesin atau
secara manual. Bila jumlah buah lada yang dirontok berjumlah cukup banyak,
disarankan untuk menggunakan mesin perontok.
3. Perontokan harus dilakukan secara hati-hati supaya buah lada tidak rusak.

4. Pastikan bahwa alat perontok benar-benar bersih sebelum digunakan


khususnya bila alat tersebut sudah lama tidak digunakan. Alat perontok juga
harus dibersihkan setelah digunakan.
(b)Pencucian.
1. 1 Buah lada yang telah dirontok harus dicuci di dalam air yang bersih untuk
menghilangkan kotoran yang menempel, serangga atau kontaminan lainnya
yang mungkin ada.
2. 2 Disarankan agar pencucian buah buah lada di lakukan didalam air yang
mengalir dan bersih. Bila air yang diperlukan tidak mencukupi, supaya
diperhatikan buah lada bebas dari daun, tangkai, dan kotoran lainnya.
(c) Pengayakan
1. Buah lada yang telah dirontok harus diayak untuk memisahkan biji buah lada
yang kecil, tidak matang dan lada menir, dimana bahan-bahan tersebut dapat
mempengaruhi mutu lada hitam kering.
2. Pengayakan dapat dilakukan menggunakan mesin atau secara manual, dengan
menggunakan pengayak 4 mm mesh, dimana buah lada dapat melewati lubang
pengayak tersebut, kemudian dipisahkan untuk dikeringkan ditempat yang
terpisah.
C. Perlakuan dalam Air Panas (blansir)
1. Lada yang sudah bersih dicelup antara 1 sampai dengan 2 menit di dalam air
panas 800C untuk mengurangi cemaran, memudahkan pengeringan dan
meningkatkan penampilan dari lada hitam kering.

2. Pencelupan lada dapat dilakukan didalam keranjang yang terbuat dari kawat
atau rotan yang dicelupkan kedalam air panas 80 0C. Air perlu diganti sesering
mungkin, karena menjadi kotor setelah setiap celupan.
D. Pengeringan
1. Buah lada dikeringkan dengan alat pengering pada temperature dibawah 60
C, untuk mencegah kehilangan minyak atsiri, dilakukan di lingkungan yang
bersih, bebas dari kontak dengan debu, kotoran, binatang peliharaan dan/atau
sumber-sumber lain yang dapat menyebabkan kontaminasi. Lada hitam harus
dikeringkan sampai dengan kadar air dibawah 12% bila lada tersebut akan
disimpan.
2. Penjemuran : lada dapat dikeringkan dibawah sinar matahari, pada suatu
wadah bersih jauh diatas permukaan tanah. Daerah tempat pengeringan harus
diberi pagar atau terlindung dari hama atau binatang peliharaan. Pastikan
bahwa lada cukup kering, untuk mencegah kerusakan yang disebabkan oleh
jamur atau bahan-bahan kontaminan lainnya, khususnya bila tidak ada panas
atau sinar matahari.
3. Pengeringan dengan alat pengering dengan enersi sinar matabari (Solar
drier) : Pengeringan dengan alat yang menggunakan sinar matahari sebagai
sumber panas dapat digunakan untuk mempercepat proses pengeringan dan
melindungi biji lada dari debu dan banda-benda kontaminan lainnya tanpa
penambahan biaya yang nyata.
4. Pengering dengan menggunakan bahan bakar padat: Pengeringan dengan alat
yang menggunakan potongan kayu, limbah kelapa dan limbah kebun lainnya
sebagai bahan bakar dapat digunakan untuk mempercepat proses pengeringan

dan mencegah terjadinya kontaminasi. Perlu diperhatikan temperatur tidak


lebih dari 60C dan tidak ada kontaminasi dari asap.
E. Pembubukan
Dalam pembuatan bubuk lada, bahan yang digunakan adalah pala kering
sempurna (kadar air sekitar 8-10 %). Bahan tersebut kemudian digiling halus dengan
ukuran, sekitar 50-60 mesh dan dikemas dalam wadah yang kering.
F. Pembersihan, Pengemasan dan Penyimpanan
(a) Pembersihan
1. Biji lada hitam yang telah kering, harus dihembus, dipilih dan dibersihkan
untuk memisahkan kulit, tangkai buah atau benda asing lainnya.
2. Semua perkakas dan peralatan yang dipergunakan harus bersih dan bebas dari
sumber-sumber yang mungkin menimbulkan kontaminasi.
3. Biji lada dapat dihembus dengan mengalirkan angin untuk menghilangkan
sisa kulit lada atau debu dan diayak untuk menghilangkan sisa-sisa daun dan
tangkai buah lada, maupun biji lada yang kecil dan biji lada yang pecah.
(b) Pengemasan
1. Lada kering yang sudah bersih harus dikemas dalam kantong yang bersih dan
kering atau kemasan lain yang cocok untuk penyimpanan dan pengangkutan.
2. Harus benar-benar diperhatikan bahwa lada tidak terkontaminasi karena
penggunaan kantong yang sebelumnya telah dipergunakan untuk pupuk,
bahan kimia pertanian atau bahan-bahan lainnya.

3. Lada yang sudah cukup kering, (kadar air dibawah 12%) dapat dikemas
didalam kantong yang dilapisi polietilene untuk mencegah penyerapan air.
(c) Penyimpanan
1. Lada harus disimpan di tempat yang bersih, kering, dengan ventilasi udara
yang cukup, diatas bale-bale atau lantai yang di tinggikan, ditempat yang
bebas dari hama seperti tikus dan serangga.
2. Lada tidak boleh disimpan bersama dengan bahan kimia pertanian atau pupuk
yang mungkin dapat menimbulkan kontaminasi. Tempat penyimpanan lada
harus mempunyai ventilasi yang cukup tetapi bebas dari kelembaban yang
tinggi. Lada kering yang disimpan harus diperiksa secara berkala untuk
mendeteksi adanya gejala kerusakan karena hama atau kontaminasi.

2.11Kandungan Bahan Aktif


Kandungan Kimia
Minyak atsiri 1-2,5% yang komposisinya antara lain:
1. Dari kelompok Monoterpene hydrocarbon adalah Kamfene ^-3-Karen pSimen, Limonen Mirsen cis-Osimen, L-Fellandren a-Fellandren b-Fellandren
a-Pinen b-Pinen Sabinen, Terpinen-4-ol a-Terpinen y-Terpinen dan
Terpinolen a-Thujen
2. Dari kelompok Sesquiterpene hydrocarbon adalah a-cis-bergamoten bBisabolen

b-Kadinen,

A-trans-bergamoten

Kalamen

y-Kadinen

B-Kariofillen a-Kopaene a-Kubeben, Ar-Kurkumen b-Elemen b-Kubeben

b-Farnesen a-guaien a-Humulen, Iso-Kariofillen y-murolen a-santalen


a-Selinen b-Selinen.
3. Dari kelompok Monoterpen yang teroksigenasi adalah Borneol Kamphor
Karvakrol, Cis-Karveol trans-Karveol Karvon, Karvetonasetone 1,8-cineol
Kripton a-Terpineol 1-terpinen-5-ol Linalool, Mirtenal Mirtenol b-Pinon,
P-Simene-8-ol Dihidrokarveol Dihidrokarvon p-Simene-8-metil-eter cis-2,8Mentadien-2-ol 3,8(9)-p-Mentadien-1-ol 1(7),2-p-mentadien-6-ol 1(7),2-pmentadien-4-ol

1,8(9)-p-mentadien-5-ol

1,8(9)-p-menthadien-4-ol

Metilkarvakrol, Trans-sabinen hidrat 1-terpinen-4-ol, Cis-p-2-menten-1-ol


trans-sabinene hidrat 1,1,4-Trimetilsilohepta-2,4-dien-6-one.
4. Dari kelompok Fenil ester adalah Eugenol, Safrol, Miristisin, Metil eugenol.
5. Dari kelompok Sesquiterpen teroksigenasi adalah 5.10(15)-Kadin-4-ol
Kariofilla-3(12),7(15)-dien-4-b-ol, B-kariofillen alcohol, Kariofilla-2,7(15)dien-4-b-ol, Kariofillen keton, Kariofilla-2,7(15)-dien-4-ol, Kariofillene
oksida,

Epoksi-dihidrokariofillene,

Nerolidol,

Sesquisabinen

4,10,10-

trimetil-7-metilen-bisiklo-(6,2,0) dekane-4-carboksaldehid

Senyawa lain :
Asam butirat ,Asam 3-Metil Butirat ,Asam heksanoat ,Asam 2-Me-pentanoat,
Asam benzoate, Asam Fenil Asetat, Asam sinamat, Asam piperonat Me-heptanoat
Me-oktanoat, 2-undekanoat Piperonal, m-Me-asetofenon n-Butirofenon, N-Nonan
p-Me-asetofenon, N-Tridekan Piperidin, Tinalool Nerolidol, b-pinol b-Pinon, NFormalpiperidin.
Alkaloid 2-5%, yang terutama terdiri dari trans-Piperin 90-95% (beras pedas),

kandungan lainnya adalah Kavisin, Piperidin, Piperettin, Piperanin (0,1%) ,Piperylin,


Piperaestin A, Piperolein A, Piperolein B. Asam lemak 7% Amilum 30-40%, Lignan
b-metil proline. Piperin berasa pedas, rasa pedas ini masih dapat terasa hingga pada
pengenceran.

Kavisin merupakan kandungan yang bertanggung jawab terhadap rasa pedas,


dia merupakan isomer basa dari piperin, C17H19NO3, berupa kristal kuning dengan
jarak lebur antara 129-130OC. Sementara piperin sedikit larut dalam air, larut dalam
15 bagian alkohol atau 36 eter. Bila dikecap mula-mula tidak berasa, lama-lama
terasa tajam menggigit. Apabila Piperin dihidrolisis akan terurai menjadi Piperidin
dan asam piperat. Piperidin adalah cairan mudah menguap, larut dalam alkohol atau
air, ia merupakan Heksahidropiridin, C5H11N.
Dalam 100 gram buah Piper nigrum dilaporkan mengandung :

2.12

Pemasaran Perdagangan Lada (Piper Nigrum L.)


Rantai pemasaran perdagangan lada cukup efisien. Lada merupakan komoditas

andalan ekspor tradisional bagi Indonesia, merupakan produk tertua dan terpenting
yang diperdagangkan di dunia (Wahid dan Suparman 1986).
Harga lada dalam negeri selama tahun 1990-2000 meningkat tajam. Pada
tahun 1998, harga lada putih mencapai Rp60.000/kg padahal tahun 1995-1996
hanya Rp15.000/kg. Harga lada hitam pada tahun 1998 mencapai Rp35.000/kg,
dibandingkan tahun 1995-1996 yang hanya Rp10.000/kg (Direktorat Jenderal Bina
Produksi Perkebunan 2002).
Peningkatan
harga

ini

terutama

dipicu

oleh

kenaikan

nilai tukar dolar terhadap rupiah. Pada tahun 2001, harga lada cenderung menurun.

Pada tahun 2002, harga lada putih di tingkat petani berkisar antara Rp15.000Rp20.000/kg, dan harga lada hitam Rp10.000-Rp12.000/kg. Penurunan harga
lada dalam negeri tersebut merupakan refleksi dari turunnya harga lada di pasar
internasional, yaitu untuk lada putih turun dari Sin $1.183,74 menjadi Sin
$863,70/100 kg dan untuk lada hitam dari Sin $362,50 menjadi Sin $270/100 kg
(Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan 2002;2003).
Pada tahun 2004, produksi lada Indonesia mencapai 94.371 ton (Direktorat
Jenderal Bina Produksi Perkebunan 2006) atau menduduki urutan kedua dunia setelah
Vietnam dengan produksi 105.000 ton (Asosiasi Eksportir ada Indonesia 2004;
International Pepper Community 2004).
Luas areal dan produksi lada selama tahun 2000-2005 cenderung meningkat,
yaitu dari 150.531 ha pada tahun 2000 menjadi 211.729 ha pada tahun 2005, dan
produksi dari 69.087 ton pada tahun 2000 menjadi 99.139 ton pada tahun 2005
(Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan 2006).
Namun, ekspor cenderung menurun rata-rata 9,60%/tahun (Direktorat Jenderal
Bina Produksi Perkebunan 2006).
Total ekspor lada dari negara-negara produsen pada tahun 2004 mencapai
230.625 ton. Dari total ekspor tersebut, Indonesia mengekspor 45.760 ton atau sekitar
19,80%. Dilihat dari volume ekspor, masih terbuka peluang yang besar bagi
Indonesia untuk meningkatkan ekspor lada. Devisa negara dari ekspor lada sekitar
US$49,566 juta (International Pepper Community 2005).
Di pasar internasional, lada Indonesia mempunyai kekuatan dan daya jual
tersendiri karena cita rasanya yang khas. Lada Indonesia dikenal dengan nama
Muntok white pepper untuk lada putih dan Lampong black pepper untuk lada hitam

(Yuhono 2005). Sebagian besar (99%) pertanaman lada diusahakan dalam bentuk
perkebunan.

BAB III
KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan di atas, maka dapat di simpulkan beberapa hal anatar lain :
1. Tanaman lada (Piper nigrum L) merupakan rempah-rempah yang terpenting
dan tertua di dunia. Tumbuhan lada adalah tumbuhan merambat dan memiliki
daun tunggal berbentuk bulat telur berwarna hijau pucat dan buram dengan
ujung runcing yang tersebar dengan batang yang berbuku-buku. Bunga lada
tersusun dalam bentuk bunga majemuk dan berkelamin tunggal tanpa
memiliki hiasan bunga. Sedangkan buah lada berbentuk bulat dengan biji
yang keras namun memiliki kulit buah yang lunak.
2. Jenis-jenis lada adalah lada hitam, lada putih, lada hijau, dan lada merah.
Namun, yang popular atau yang terkenal sampai ke pasar internasional adalah
jenis lada putih dan lada hitam.
3. Manfaat lada sangat banyak. Manfaat utama lada sebagai rempah-rempah
yang popular di masyarakat karena memiliki aroma yang khas dan tajam.

Selain itu, di gunakan sebagai bahan obat-obatan, minuman penghangat


tubuh, dan juga di gunkan dalam bidang kosmetik sebagai bahan pembuatan
parfum.
4. Indonesia pernah menjadi pengekspor lada terbesar di dunia. Namun, pada
tahun 2005 di geser oleh vietaam. hal tersebut di karenakan produktifitas
dalam negri yang menurun. Maka dari itu pemerintah sangat menganjurkan
para petani lada untuk mengingkatkan kualitas serta kuantitas hasil
produksinya.

DAFTAR PUSTAKA
Asosiasi Eksportir Lada Indonesia. 2004. Indonesian Country Paper for the 35 th
Pepper Exporters Meeting, Yogyakarta, Indonesia, 27 September 2004,
International Pepper Community, Jakarta.
Bunasor. 1990 . Jaringan Kerja Sama Antar Subsistem dalam Pengembangan Sistem
Agribisnis Hortikultura. Makalah pada Latihan Metodologi dan Manajemen
Penelitian dan Pengembangan Pola Usaha Tani Hortikultura. 20 hlm.
Dhalimi, A., M. Syakir, dan A. Wahyudi. 1996. Pola tanam lada. Monograf Tanaman
Lada. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. hlm. 76-79.
Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan. 2002. Statistik Perkebunan Indonesia.
Lada. Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, Jakarta. hlm. 11-31.
International Pepper Community. 2004. Report of 35th Pepper Exporters Meeting,
Yogyakarta, Indonesia, 27 September 2004, 4 pp. IPC, Jakarta.
Kemala, S. 1996. Prospek dan pengusahaan lada. Monograf Tanaman Lada. Balai
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. hlm. 12-17.

Mahmud, Z., S. Kemala, S. Damanik, dan Y. Ferry. 2003. Profil komoditas lada.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor.
Rangkuti, F. 2000. Analisis SWOT. Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta. 188 hlm.
Sugiatno, U. 2003. Pembinaan dan pengembangan lada di Provinsi Lampung. Dinas
Perkebunan Provinsi Lampung, Bandar Lampung. 10 hlm.
Wahid, P. dan U. Suparman. 1986. Teknik budi daya untuk meningkatkan
produktivitas tanaman lada. Edisi Khusus Penelitian Tanaman Rempah dan
Obat , Jakarta

You might also like