Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
Rizqon Rohmatussadeli
01.211.6515
Pembimbing:
dr. Endang Widyastuti, Sp.An
NAMA
NIM
: 01.211.6436
FAKULTAS
: KEDOKTERAN UMUM
UNIVERSITAS
: UNIVERSITAS
ISLAM
SULTAN
AGUNG
SEMARANG
BIDANG PENDIDIKAN : ANESTESI
PEMBIMBING
Agustus 2015
Pembimbing,
DAFTAR MASALAH
No Masalah aktif Tanggal
Ket
No Masalah pasif Tanggal
1
Katarak
20/08/2015 Elektif
Ket
LAPORAN KASUS
STATUS PENDERITA
1. Identitas Pasien
Nama
Umur
Agama
Pekerjaan
Status
No RM
Tanggal masuk
Perawatan
Pasien bangsal
: Ny. P
: 57 th/11 bl/11 hr
: Islam
:: Menikah
: 47-83-86
: 18 Agustus 2015
: Hari ke-1
: Amarilis 1
2. Keluhan Utama
Penglihatan mata kanan tidak jelas
2.1. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dibawa ke IGD RSUD dr. Adhyatma, MPH Tugurejo pada
tanggal 18 Agustus 2015, karena penglihatan mata kanan tidak jelas.
Keluhan tersebut sudah dirasakan sejak 1 bulan dan semakin
memburuk.
2.2. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat penyakit yang sama : disangkal
2. Riwayat penyakit jantung : disangkal
3. Riwayat penyakit paru
: disangkal
4. Riwayat DM
: disangkal
5. Riwayat kejang
: disangkal
6. Riwayat alergi obat
: disangkal
7. Riwayat Hipertensi
: disangkal
2.3. Riwayat Penyakit Keluarga
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
1. Riwayat merokok
2. Riwayat komsumsi alcohol
3. Riwayat minum jamu
: disangkal
: disangkal
: disangkal
:
:
:
:
dan penyakit
Dexamethason 5 mg
Riwayat DM (-), HT (-), asma (-)
EKEK + IOL
TD
Nadi
RR
SaO2
Suhu
TB
BB
: 169/90 mmHg
: 82 x/menit
: 16 x/menit
: 99 %
: 36,7oC
: 150 cm
: 50 Kg
Jantung
: dbn
Paru
: dbn
: dbn
Ekstremitas
: dbn
Genitalia
: dbn
Lain lain
:dbn
Nilai Normal
: 8,98 10 /uL
3,6-11 103/uL
3
: 4,18 10 /uL 3,8-5,2 103/uL
: 11,90 g/dL
11,7-15,5 g/dL
: 34,30 %
(L)
35-47 %
: 82,10 fL
80-100 fL
: 28,50 pg
26-34 pg
3
7. MCHC
8. Trombosit
: 34,70 g/dL
: 291 103 /uL
/uL
9. RDW
: 12,20 %
10. Diff Count
a. Eosinophil absolute : 0,33 103 /uL
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
103 /uL
Basophil absolute
Netrofil absolute
Limfosit absolute
Monosit absolute
Eosinophil
Basophil
Neutrophil
Limfosit
Monosit
32-36 g/dl
150-400 103
11,5-14,5 %
0,045-
0,44
KIMIA KLINIK(SERUM B)
1. Kalium
4,20
mmol/L
3,50-5,0 mmol/L
2. SGOT
15 U/L
0-35
3. SGPT
11 U/L
0-35
4. Ureum
42,0 mg/dL
10,0-50,0
5. Creatinin
1,19 md/dL
0,60-0,90
6. Chlorida
106 mmol/mL
95,0-105
7. Natrium
140 mol/L
135 - 145
8. Creatinin
1,19 md/dL
0,60-0,90
9. GDS
131 mg/dL
<125
Tes HBsAg : (-)
4. Laporan Anesthesi Durante Operasi
Tindakan operasi
: KEK + IOL
Jenis anestesi
: General Anestesi Inhalasi
Lama anestesi
: 08.00 09.20
Lama operasi
: 08.40 09.15 WIB
Premedikasi
: Sulfas Atropin 0,25 mg (I.V)
Ondancetron 4mg (I.V)
Induksi
: Atracurium 25 mg (I.V)
Propofol 200 mg (I.V)
Maintenance
Adjuvantia
Terapi cairan
: O2 4 L/menit
N2O 2 L/menit
Sevofluran 1 %
: Ketorolac 30 mg IV
Tramadol 100 mg drip
: RL 20 tpm
Post operasi
room
4.1 Tindakan Anestesi Genaral Anestesi Inhalasi
induksi.
Pemberian Sevoflurane 8 % menggunakan sungkup
dilakukan pemasangan ET untuk menjaga patensi jalan nafas serta
ventilasi positif pada pasien tersebut serta memudahkan untuk
Masuk jam
Pulang jam
: 09.20 WIB
: 09.55 WIB
Keadaan Umum
: Baik
Respon Kesadaran
: Terjaga
Status mental
: Sadar penuh
Jalan nafas
: Nasal
Pernafasan
: Teratur
Terapi Oksigen
: Nasal Canul
Kulit
: Hangat
Posisi Pasien
: Supinasi
Nadi
: Teratur
Infus
: RL
Tanda Vital
TD
Nadi
RR
SaO2
Suhu
TB
BB
: 169/90 mmHg
: 82 x/menit
: 16 x/menit
: 99 %
: 36,7oC
: 150 cm
: 50 Kg
Infus : RL 20 tpm
Inj. Ketolorac 3 x 30 mg iv bila nyeri mulai jam 17.00 WIB
10
PEMBAHASAN
1. Pre Operatif
Sebelum dilakukan tindakan operasi sangat penting untuk
dilakukan persiapan pre operasi terlebih dahulu untuk mengurangi terjadinya
kecelakaan anastesi. Kunjungan terhadap pasien sebelum pasien dibedah harus
dilakukan sehingga dapat mengetahui adanya kelainan diluar kelainan yang
akan di operasi, menentukan jenis operasi yang akan di gunakan, melihat
kelainan yang berhubungan dengan anestesi seperti adanya riwayat hipertensi,
asma, alergi, atau decompensasi cordis. Selain itu, dengan mengetahui
keadaan pasien secara keseluruhan, dokter anestesi bisa menentukan cara
anestesi dan pilihan obat yang tepat pada pasien. Kunjungan pre operasi pada
pasien juga bisa menghindari kejadian salah identitas dan salah operasi.
Evaluasi pre operasi meliputi history taking (AMPLE), pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium yang berhubungan. Evaluasi tersebut juga harus
dilengkapi klasifikasi status fisik pasien berdasarkan skala ASA. Operasi yang
elektif dan anestesi lebih baik tidak dilanjutkan sampai pasien mencapai
kondisi medis optimal. Selanjutnya dokter anestesi harus menjelaskan dan
mendiskusikan kepada pasien tentang manajemen anestesi yang akan
dilakukan, hal ini tercermin dalam inform consent.
History taking bisa dimulai dengan menanyakan adakah riwayat alergi
terhadap makanan dan obat-obatan, alergi (manifestasi dispneu atau skin rash)
harus dibedakan dengan intoleransi (biasanya manifestasi gastrointestinal).
Riwayat penyakit sekarang dan dahulu juga harus digali begitu juga riwayat
pengobatan (termasuk obat herbal), karena adanya potensi terjadi interaksi
obat dengan agen anestesi. Riwayat operasi dan anestesi sebelumnya bisa
menunjukkan komplikasi anestesi bila ada. Pertanyaan tentang review sistem
organ juga penting untuk mengidentifikasi penyakit atau masalah medis lain
yang belum terdiagnosa.
Pemeriksaan fisik dan history taking melengkapi satu sama lain.
Pemeriksaan fisik dapat membantu mendeteksi abnormalitas yang tidak
muncul
pada
history
taking,
sedangkan
history
taking
membantu
11
besar,
makroglosia,
Range
of
Motion
yang
terbatas
dari
12
Kelas II
Kelas III
Kelas IV
Kelas V
Masukan Oral
Reflek laring mengalami penurunan selama anestesi. Regurgitasi isi
lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan nafas merupakan resiko utama
pada pasien yang menjalani anestesi. Untuk meminimalkan risiko tersebut,
semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesi harus
dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama periode tertentu sebelum
induksi anestesi.
Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan
pada bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum
induksi anestesi. Minuman bening, air putih, teh manis sampai 3 jam dan
untuk keperluan minum obat air putih dalam jumlah terbatas boleh I jam
sebelum induksi anesthesia.
Terapi Cairan
Terapi cairan perioperatif termasuk penggantian defisit cairan
sebelumnya, kebutuhan maintenance dan luka operasi seperti pendarahan.
Dengan tidak adanya intake oral, defisit cairan dan elektrolit bisa terjadi cepat
karena terjadinya pembentukan urin, sekresi gastrointestinal, keringat dan
13
insensible losses yang terus menerus dari kulit dan paru. Kebutuhan
maintenance normal dapat diperkirakan dari tabel dibawah:
Kebutuhan Cairan Selama Operasi
Jenis Operasi
Ringan
Sedang
Berat
Transfusi darah
Transfusi darah umumnya > 50 % diberikan pada saat perioperasi dengan
tujuan umtuk menaikkan kapasitas pengangkutan oksigen dan volume
intravaskular. Kalau hanya menaikkan volum intravaskular cukup dengan
koloid ataupun kristaloid.
Indikasi transfusi darah ialah :
Perdarahan akut sampai Hb < 8gr % atau Ht < 30 %, pada orang tua
kelainan paru atau kelainan jantung Hb < 10 g/dl
Premedikasi
Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi
dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari
anesthesia diantaranya:
14
Tubes
Airway
Tape
: Plester
: Penyedot leher
15
Induksi Intravena
Induksi Intravena paling banyak dikerjakan dan digemari, apalagi sudah
terpasang jalur vena, karena cepat dan menyenangkan. Obat induksi
disuntikkan dengan kecepatan antara 30-60 detik. Dosis induksi :
Tiopental (Tiopenton) : Kepekatan 2,5 % dosis 3-7 mg/kgBB, dosis rendah
pada manula.
Propofol (Recofol) : kepekatan 1 % dosis 2-2,5 mg/kgBB.
Ketamin (Ketalar) : dosis 1-2 mg/kgBB.
Induksi intramuskular
Sampai sekarang hanya ketamin yang dapat diberikan IM dengan dosis 5-7
mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.
Induksi Inhalasi
Dengan halotan atau sevofluran yang digunakan pada bayi atau anak-anak
maupun dewasa yang takut pada suntikan.
Bila halotan diberikan butuh pendorong O2 atau campuran O2 dan N2O.
Induksi dimulai dengan aliran O2 > 4 liter/menit atau campuran N 2O : O2 = 3 :
1 aliran > 4 liter/menit, dimulai dengan halotan 0,5% sampai konsentrasi yang
dibutuhkan. Bila memakai sevofluran diberi dengan konsentrasi 8%.
JENIS-JENIS ANESTESI INTRAVENA
1. Propofol ( 2,6 diisopropylphenol )
Merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia
intravena dan lebih dikenal dengan nama dagang Diprivan. Pertama kali
digunakan dalam praktek anestesi pada tahun 1977 sebagai obat induksi.
Propofol digunakan untuk induksi dan pemeliharaan dalam
anastesia umum, pada pasien dewasa dan pasien anak anak usia lebih
dari 3 tahun. Mengandung lecitin, glycerol dan minyak soybean,
sedangkan
pertumbuhan
kuman
dihambat
oleh
adanya
asam
pabrik pembuat obatnya. Obat ini dikemas dalam cairan emulsi lemak
berwarna putih susu bersifat isotonik dengan kepekatan 1 % (1 ml = 10
mg) dan pH 7-8 Obat ini juga kompatibel dengan D5W.
1.1 Mekanisme kerja
Mekanisme kerjanya sampai saat ini masih kurang diketahui,
tapi diperkirakan efek primernya berlangsung di reseptor GABA A
(Gamma Amino Butired Acid).
1.2 Farmakokinetik
Digunakan secara intravena dan bersifat lipofilik dimana 98%
terikat protein plasma, eliminasi dari obat ini terjadi di hepar menjadi
suatu metabolit tidak aktif, waktu paruh propofol diperkirakan berkisar
antara 2 24 jam. Namun dalam kenyataanya di klinis jauh lebih
pendek karena propofol didistribusikan secara cepat ke jaringan tepi.
Dosis induksi cepat menyebabkan sedasi ( rata rata 30 45 detik )
dan kecepatan untuk pulih juga relatif singkat. Satu ampul 20ml
mengandung propofol 10mg/ml. Popofol bersifat hipnotik murni tanpa
disertai efek analgetik ataupun relaksasi otot.
1.3 Farmakodinamik
Pada sistem saraf pusat
Dosis induksi menyebabkan pasien tidak sadar, dimana dalam
dosis yang kecil dapat menimbulkan efek sedasi, tanpa disertai efek
analgetik, pada pemberian dosis induksi (2mg/kgBB) pemulihan
kesadaran berlangsung cepat. Dapat menyebabkan perubahan mood
tapi tidak sehebat thiopental. Dapat menurunkan tekanan intrakranial
dan tekanan intraokular sebanyak 35%.
Cp50 - respon terhadap perintah hilang (verbal ) = 2.3 - 3.5 mcg/ml
Pemeliharaan
: 1.5-6 mcg/ml
Pasien bangun
17
18
19
2. Tiopenton
Pertama kali diperkenalkan tahun 1963. Tiopental sekarang lebih
dikenal dengan nama sodium Penthotal, Thiopenal, Thiopenton Sodium
atau Trapanal yang merupakan obat anestesi umum barbiturat short acting,
tiopentol dapat mencapai otak dengan cepat dan memiliki onset yang cepat
(30-45 detik). Dalam waktu 1 menit tiopenton sudah mencapai puncak
konsentrasi dan setelah 5 10 menit konsentrasi mulai menurun di otak
dan kesadaran kembali seperti semula. Dosis yang banyak atau dengan
menggunakan infus akan menghasilkan efek sedasi dan hilangnya
kesadaran.
Beberapa
jenis
barbiturat
seperti
thiopental
[5-ethyl-5-(1-
acid],
dan
thiamylal
[5-allyl-5-(1-
untuk
induksi
pada
anak
anak.
Sedangkan
pada
dosis
subhipnotik,
menghasilkan
penurunan
Mata
Tekanan intraokluar menurun 40% setelah pemberian induksi
thiopental atau methohexital. Biasanya diberikan suksinilkolin setelah
pemberian induksi thiopental supaya tekanan intraokular kembali ke
nilai sebelum induksi.
Sistem kardiovaskuler
Menurunkan tekanan darah dan cardiac output ,dan dapat
meningkatkan frekwensi jantung, penurunan tekanan darah sangat
tergantung dari konsentrasi obat dalam plasma. Hal ini disebabkan
karena efek depresinya pada otot jantung, sehingga curah jantung
turun, dan dilatasi pembuluh darah. Iritabilitas otot jantung tidak
terpengaruh, tetapi bisa menimbulkan disritmia bila terjadi resistensi
CO2 atau hipoksia. Penurunan tekanan darah yang bersifat ringan akan
pulih normal dalam beberapa menit tetapi bila obat disuntik secara
cepat atau dosisnya tinggi dapat terjadi hipotensi yang berat. Hal ini
terutama akibat dilatasi pembuluh darah karena depresi pusat
vasomotor. Dilain pihak turunnya tekanan darah juga dapat terjadi oleh
karena efek depresi langsung obat pada miokard.
Sistem pernafasan
Menyebabkan depresi pusat pernafasan dan sensitifitas
terhadap CO2 menurun terjadi penurunan frekwensi nafas dan volume
tidal
bahkan
dapat
sampai
menyebabkan
terjadinya
asidosis
22
23
ketamin
dapat
dilakukan
secara
intravena
atau
intramuskular
Distribusi
Ketamin lebih larut dalam lemak sehingga dengan cepat akan
didistribusikan ke seluruh organ. Efek muncul dalam 30 60 detik
setelah pemberian secara I.V dengan dosis induksi, dan akan kembali
sadar setelah 15 20 menit. Jika diberikan secara I.M maka efek baru
akan muncul setelah 15 menit.
Metabolisme
Ketamin mengalami biotransformasi oleh enzim mikrosomal hati
menjadi beberapa metabolit yang masih aktif.
Ekskresi
Produk akhir dari biotransformasi ketamin diekskresikan melalui
ginjal.
3.3 Farmakodinamik
Susunan saraf pusat
Apabila diberikan intravena maka dalam waktu 30 detik pasien
akan mengalami perubahan tingkat kesadaran yang disertai tanda khas
pada mata berupa kelopak mata terbuka spontan dan nistagmus. Selain
itu kadang-kadang dijumpai gerakan yang tidak disadari (cataleptic
appearance), seperti gerakan mengunyah, menelan, tremor dan kejang.
Itu merupakan efek anestesi dissosiatif yang merupakan tanda khas
setelah pemberian Ketamin. Apabila diberikan secara intramuskular,
efeknya akan tampak dalam 5-8 menit, sering mengakibatkan mimpi
buruk dan halusinasi pada periode pemulihan sehingga pasien
mengalami agitasi. Aliran darah ke otak meningkat, menimbulkan
24
berupa:
Mimpi buruk
Mata
Menimbulkan lakrimasi, nistagmus dan kelopak mata terbuka
spontan, terjadi peningkatan tekanan intraokuler akibat peningkatan
aliran darah pada pleksus koroidalis.
Sistem kardiovaskuler
Ketamin adalah obat anestesia yang bersifat simpatomimetik,
sehingga bisa meningkatkan tekanan darah dan jantung. Peningkatan
tekanan darah akibat efek inotropik positif dan vasokonstriksi
pembuluh darah perifer.
Sistem pernafasan
Pada dosis biasa, tidak mempunyai pengaruh terhadap sistem
respirasi.
dapat
menimbulkan
dilatasi
bronkus
karena
sifat
25
% bioavailabilitas
50
20
90
25
77
26
4.2 Farmakokinetik
27
Absorbsi
Cepat dan komplit terjadi setelah injeksi morfin dan
meperedin intramuskuler, dengan puncak level plasma setelah 20-60
menit. Fentanil sitrat transmukosal oral merupakan metode efektif
menghasilkan analgesia dan sedasi dengan onset cepat (10 menit)
analgesia dan sedasi pada anak-anak (15-20 g/Kg) dan dewasa (200800 g).
Distribusi
Waktu paruh opioid umumnya cepat (5-20 menit). Kelarutan
lemak yang rendah dan morfin memperlambat laju melewati sawar
darah otak, sehingga onset kerja lambat dan durasi kerja juga Iebih
panjang. Sebaliknya fentanil dan sufentanil onsetnya cepat dan durasi
singkat setelah injeksi bolus.
Metabolisme
Metabolisme sangat tergantung pada biotransformasinya di
hepar, aliran darah hepar. Produk akhir berupa bentuk yang tidak
aktif.
Ekskresi
Eliminasi terutama oleh metabolisme hati, kurang lebih 10%
melewati bilier dan tergantung pada aliran darah hepar. 5 10%
opioid diekskresikan lewat urine dalam bentuk metabolit aktif,
remifentanil dimetabolisme oleh sirkulasi darah dan otot polos
esterase.
4.3 Farmakodinamik
Sistem kardiovaskuler
System kardiovaskuler tidak mengalami perubahan baik
kontraktilitas
otot
jantung
maupun
tonus
otot
pembuluh
Sistem pernafasan
Dapat meyebabkan penekanan pusat nafas, ditandai dengan
penurunan frekuensi nafas, dengan jumlah volume tidal yang
menurun .PaCO2 meningkat dan respon terhadap CO2 tumpul
sehingga kurve respon CO2 menurun dan bergeser ke kanan, selain
itu juga mampu menimbulkan depresi pusat nafas akibat depresi
pusat nafas atau kelenturan otot nafas, opioid juga bisa merangsang
refleks batuk pada dosis tertentu.
Sistem gastrointestinal
Opioid
menyebabkan
penurunan
peristaltik
sehingga
29
efeknya
sendiri.
Midazolam
dan
diazepam
Clearance in ml/kg/min
Short
midazolam
6-11
Intermediate
lorazepam
0.8-1.8
Long
diazepam
0.2-0.5
5.3 Farmakodinamik
Sistem saraf pusat
Dapat menimbulkan amnesia, anti kejang, hipnotik, relaksasi
otot dan mepunyai efek sedasi, efek analgesik tidak ada, menurunkan
aliran darah otak dan laju metabolisme.
Sistem Kardiovaskuler
30
Menyebabkan
vasodilatasi
sistemik
yang
ringan
dan
Efek samping
Midazolam dapat menyebabkan depresi pernafasan jika
digunakan sebagai sedasi. Lorazepam dan diazepam
dapat
suksinil-kolin.
Non-depolarisasi
Pelumpuh otot non depolarisasi berikatan dengan reseptor
nikotinik-kolinergik, tetapi tidak menyebabkan depolarisasi, hanya
menghalangi asetil-kolin menempati nya sehingga asetil-kolin tidak
dapat bekerja. Berdasarkan susunan molekul nya dibagi menjadi
beberapa golongan :
Bensiliso-kuinolinum : d-tubokurarin, metikurin, atrakurium
Steroid : pankurinium, vekuronium
Eter-fenolik : gallamin
Nortoksiferin : alkuronium
Dosis atrakurium : 0,5-0,6 mg/kgBB.
Rumatan Anestesia
Rumatan anestesi dapat dikerjakan dengan secara intravena
atau dengan inhalasi ataupun dengan campuran intravena dan
inhalasi. Rumatan anestesia biasanya mengacu pada trias anestesia
yaitu tidur ringan (hipnosis), analgesia cukup dan relaksasi otot lurik
yang cukup.
Rumatan anestesia misalnya dengan menggunakan opioid
dosis tinggi, fentanil 10-50 picogram/kgBB, atau bisa dengan
menggunakan inhalasi dengan udara + O2 atau N2O + O2 yang
bertujuan untuk mengembangkan paru.
Anastesi Inhalasi
Obat anestesi inhalasi yang pertama kali dikenal dan digunakan
untuk membantu pembedahan ialah N2O. Kemudian menyusul eter,
32
tanda-tanda
epileptik,
karena
itu
hindari
ini
dapat
dikurangi
dengan
teknik
anestesia
34
Desfluran
Desfluran merupakan halogenasi eter yang rumus bangun dan
efek klinisnya mirip isofluran. Desfluran sangat mudah menguap
dibandingkan anestetik volatil lain, sehingga butuh vaporizer khusus.
Anestetik ini bersifat simpatomimetik menyebabkan takikardi dan
hipertensi. Desfluran merangsang jalan nafas atas, sehingga tidak
digunakan untuk induksi anestesia.
Sevofluran
Sevofluran merupakan halogenasi eter. Induksi dan pulih
anestesi lebih cepat dibandingkan dengan isofluran. Baunya tidak
merangsang jalan nafas, sehingga digemari untuk induksi anestesi
selain halotan.
Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan
aritmia. Efek terhadap SSP seperti isofluran dan belum ada laporan
toksik terhadap hepar. Setelah pemberian dihentikan sevofluran
cepat dikeluarkan oleh badan. Dosis rumatan anestesi nya ialah
anestesi 1-4%.
35
REFERENSI
1. Said A. Latif dkk, Petunjuk Praktis Anestesiologi, Edisi kedua, Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, 2010.
2. Intravenous
Anesthetics
didapat
dari
didapat
dari
http://www.metrohealthanesthesia.com/edu.htm
3. Intravenous
anesthesic
http://anesthesiologyinfo.com/intravenousanesthetic
4. Hipnotika dan Sedativa didapat dari http://www.medicastore.com
5. Anestesi
Intravena
didapat
dari
http://ryan-
mul.blogspot.com/2009/04/anestesi intravena.html
6. Opioid didapat dari http://en.wikipedia.org/wiki/Wikipedia: Opioid
7. Anestesi Umum didapat dari http://www.scribd.com/anestesiumum
36