You are on page 1of 9

Makalah Bidang Teknik Produk Pertanian

ISSN 2081-7152

PENGARUH SUHU DAN LAMA PENYANGRAIAN TERHADAP SIFAT


FISIK-MEKANIS BIJI KOPI ROBUSTA
Joko Nugroho W.K.1), Juliaty Lumbanbatu 2), Sri Rahayoe 3)
1) Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Jl. Socio Yusticia
Bulaksumur Yogyakarta, 55281, Telp/faks: 0274-653542, email:
jknugroho@ugm.ac.id
2) Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Jl. Socio Yusticia
Bulaksumur Yogyakarta, 55281, Telp/faks: 0274-653542
3) Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Jl. Socio Yusticia
Bulaksumur Yogyakarta, 55281, Telp/faks: 0274-653542, email:
yayoe_sri@yahoo.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama
penyangraian terhadap perubahan sifat mekanis biji kopi dengan menggunakan panas
konduksi. Kopi kering jenis robusta sebanyak 100 gram dengan kadar air awal 11%
dimasukkan ke dalam alat penyangrai dengan pengadukan secara manual. Sumber
panas yang digunakan adalah kompor listrik dengan suhu permukaan plat dijaga
konstan dengan menggunakan sebuah alat thermokontroler. Penyangraian dilakukan
selama 12 menit dengan suhu permukaan 160oC, 180oC, 200oC dan 220. Kadar air
akhir untuk setiap suhu permukaan tersebut berturut-turut adalah 4,28%, 2,72%,
1,93%, dan 1,24%. Derajat penyangraian diidentifikasi dari sifat fisik-mekanis biji
kopi meliputi warna, kehilangan berat, kadar air, tekstur dan densitas biji. Penurunan
kekerasan dan densitas dapat dimodelkan dengan persamaan kinetika sedangkan
perubahan warna ditunjukkan dengan penurunan nilai L, a dan b. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pada suhu penyangraian berpengaruh terhadap perubahan sifat
fisik mekanis pada kopi. Suhu minimum untuk penyangraian adalah 180oC,
sedangkan penyangraian dengan suhu 200oC selama 12 menit menghasilkan biji kopi
yang tersangrai baik.
Key words: kopi robusta; penyangraian; panas konduks; sifat fisik
1
1.1

PENDAHULUAN

Latar belakang
Komoditi kopi di Indonesia mempunyai peranan penting dalam sumber

pendapatan negara dalam bentuk devisa dan menunjang perekonomian rakyat.


Sebagian besar (95%) dari luas tanaman kopi merupakan perkebunan rakyat dan
sisanya diusahakan oleh perkebunan besar. Kopi sebagai komoditi ekspor dengan
nomer urutan ke empat, namun masih didominasi dalam bentuk produk primer.
Dengan posisi Indonesia sebagai negara tropis, maka produksi kopi Indonesai
menduduki nomer ketiga setelah negara Brasil dan Columbia. Kebanyakan varitas
kopi di Indonesia adalah jenis Robusta. Di sisi lain kecenderungan meningkatnya
permintaan kopi berkualitas tinggi dengan citarasa yang diminati konsumen. Kopi
Seminar Nasional dan Gelar Teknologi PERTETA, Mataram 8 9 Agustus 2009
Peran Teknik Pertanian dalam Pengembangan Agroindustri Berbasis Bahan Baku Lokal

A217

Makalah Bidang Teknik Produk Pertanian

ISSN 2081-7152

Indonesia dikenal memiliki bodi dan flavour yang kuat sehingga cocok untuk bahan
pencampur.
Mutu dari kopi sangat ditentukan oleh penanganannya selama panen dan pasca
panen. Kopi yang dipetik pada saat tua, merupakan kopi dengan mutu tinggi.
Sebaliknya kopi yang belum merah namum sudah dipetik akan mengakibatkan aroma
dan rasa yang kurang. Pencampuran antara kopi tua dan muda yang sering dilakukan
pedagang akan menyebabkan menurunnya kualitas kopi yang dihasilkan.
Proses penyangraian adalah proses pembentukan rasa dan aroma pada biji kopi.
Apabila biji kopi memiliki keseragaman dalam ukuran, specific gravity, tekstur,
kadar air dan struktur kimia, maka proses penyangraian akan relatif lebih mudah
untuk dikendalikan. Kenyataannya, biji kopi memiliki perbedaan yang sangat besar,
sehingga proses penyangraian merupakan seni dan memerlukan ketrampilan dan
pengalaman sebagaimana permintaan konsumen.
Proses penyangraian dilakukan dengan menggunakan suhu yang tinggi. Biji
kopi disangrai pada suhu 180-240oC, biasanya memerlukan waktu 15 sampai 20 menit.
Selama penyangraian biji kopi diaduk agar uap air cepat terbawa keluar dan panas
terdistribusi secara seragam secara keseluruhan. Ketika penyangraian selesai maka
biji kopi harus segara dikeluarkan dari mesin dan didinginkan secara cepat. Akan
tetapi beberapa kasus terjadi yaitu terlalu lamanya penyangraian yang menyebabkan
overroast. Untuk itu proses penyangraian perlu dikendalikan.
1.2

Tujuan penelitian
Tujuan dari peneletian ini adalah untuk mengkaji proses penyangraian kopi

dengan menggunakan panas konduksi. Secara umum penelitian akan menganalisa


perubahan parameter sifat fisik biji kopi selama penyangraian pada berbagai suhu
penyangraian. Selama ini informasi yang berkaitan dengan perubahan sifat fisik kopi
selama penyangraian ini sangat terbatas.
2
2.1

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pangan dan Pascapanen,

Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknik Pertanian, Universitas Gadjah Mada.


Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Mei 2009.
2.2

Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kopi jenis Robusta yang

diperoleh dari lokasi perkebunan rakyat di Kecamatan Ungaran, Kabupaten Semarang


Seminar Nasional dan Gelar Teknologi PERTETA, Mataram 8 9 Agustus 2009
Peran Teknik Pertanian dalam Pengembangan Agroindustri Berbasis Bahan Baku Lokal

A218

Makalah Bidang Teknik Produk Pertanian

ISSN 2081-7152

Jawa Tengah. Daerah ini merupakan sentra produksi kopi, dimana sebagian besar
jenis kopi Robusta ditanam, dan sebagian kecil jenis Arabika.
2.3

Alat
Peralatan yang dipergunakan pada penyangraian ini terdiri dari wajan Teflon

yang berdiameter 25 cm. Sumber panas menggunakan kompor listrik, yang


dikendalikan dengan alat termokontroler. Kompor litrik tersebut akan kondisi hidup
apabila suhu plat permukaan wajan kurang dari suhu yang dikehendaki.
2.4

Prosedur kerja
Sebanyak 100 gram kopi kering dimasukkan ke dalam wajan penyrangrai.

Penyangraian dilakukan selama 12 menit dengan variasi suhu 160; 180; 200 dan
220oC. Suhu plat permukaan dan suhu bahan diukur dalam interval 2 menit.
Selanjutnya sampel untuk setiap interval waktu tersebut diambil. Kadar air bahan
diukur dengan cara gravimetri yaitu dengan mengoven 5 gram kopi pada suhu 105oC
selama 24 jam. Uji kekerasan dilakukan dengan alat universal texture analyzer dan uji
warna dilakukan dengan alat colorimeter.
3
3.1

HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil suhu selama penyangraian


Selama proses penyangraian berlangsung, terjadi perpindahan panas dari

permukaan pemanas ke dalam bahan. Panas yang masuk ke bahan menyebabkan


perubahan suhu dalam bahan. Panas yang menyebabkan perubahan temperatur bahan
tersebut dinamakan panas sensible. Kondisi ini akan berakhir ketika keadaan mulai
jenuh yaitu bila suhu bahan terus meningkat sampai mendekati suhu penyangraian.
Keadaan seperti ini diakibatkan adanya panas latent penguapan yang menyebabkan
terjadinya perubahan massa (air) yang terkandung dalam bahan.
Kondisi tersebut ditunjukkan pada Gambar 3.1. yaitu grafik perubahan suhu
wajan dan suhu bahan terhadap waktu penyangraian pada suhu 160oC. Pada grafik
tersebut terlihat bahwa kenaikan suhu bahan terjadi pada selang waktu antara 0
sampai 8 menit, kemudian pada selang waktu selanjutnya relatif tidak terjadi
perubahan suhu. Suhu bahan relatif konstan ketika mulai selang waktu 8 menit sampai
akhir selang waktu. Hal tersebut disebabkan karena besarnya suhu bahan sudah
hampir mencapai suhu wajan, sehingga transfer panas yang terjadi wajan ke bahan
kecil.

Seminar Nasional dan Gelar Teknologi PERTETA, Mataram 8 9 Agustus 2009


Peran Teknik Pertanian dalam Pengembangan Agroindustri Berbasis Bahan Baku Lokal

A219

Makalah Bidang Teknik Produk Pertanian

ISSN 2081-7152

Gambar 3.1. Kurva perubahan suhu terhadap waktu dengan tingkat


penyangraian 160C
Bahan yang mengalami kehilangan air lebih banyak akan berubah sifat fisik
dan termalnya, sehingga mempengaruhi proses kenaikan suhu bahan. Perubahan ini
berkaitan dengan kadar air yang terkandung dalam bahan. Semakin tinggi kadar air
bahan, maka panas akan semakin mudah melewati bahan sehingga suhu bahan akan
mengalami peningkatan.
Dengan berkurangnya kadar air pada bahan, maka sifat fisik dan termalnya
juga berubah, sehingga kenaikan suhu akan semakin lambat. Hal ini juga yang
menerangkan kenapa suhu pada penyangraian dengan suhu 220C lebih cepat
dibandingkan suhu 200C, 180C, dan 160C. Konduktivitas termal merupakan
konstanta yang nilainya tergantung pada jenis bahan. Pada sebagian besar bahan,
konduktivitas termal meningkat seiring dengan peningkatan suhu, tetapi variasinya
sangat kecil dan dapat diabaikan. Apabila nilai koduktivitas benda besar, maka benda
tersebut mudah dilewati energi panas. Dan sebaliknya, apabila konduktivitasnya kecil,
maka benda tersebut sulit dilewati energi panas.

Seminar Nasional dan Gelar Teknologi PERTETA, Mataram 8 9 Agustus 2009


Peran Teknik Pertanian dalam Pengembangan Agroindustri Berbasis Bahan Baku Lokal

A220

Makalah Bidang Teknik Produk Pertanian

ISSN 2081-7152

Perubahan kadar air


Selama proses penyangraian berlangsung terjadi perpindahan panas dari wajan
(media penyangraian) ke bahan dan juga perpindahan massa air. Panas yang
mengakibatkan terjadinya perubahan massa air dari bahan dikarenakan adanya panas
laten penguapan. Perubahan massa air ini terjadi ketika kandungan air pada bahan
telah sampai pada kondisi jenuh, sehingga menyebabkan air yang terkandung di
dalam bahan berubah dari fase cair menjadi uap. Perubahan ini terlihat nyata pada
perubahan kadar air terhadap waktu yang ditunjukkan pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2. Kurva perubahan kadar air (wb) terhadap waktu pada saat
penyangraian kopi dengan variasi suhu

Pada Gambar 3.2. di atas yaitu kurva perubahan kadar air kopi terhadap
waktu terlihat bahwa kadar air kopi akan semakin berkurang dengan semakin
bertambahnya waktu. Perubahan kadar air yang terjadi selama penyangraian
mengakibatkan terjadinya perubahan berat kopi hasil penyangraian. Perubahan berat
tersebut sebanding dengan perubahan kadar airnya. Perubahan kadar air dan berat
kopi selama proses penyangraian diukur setiap 2 menit. Pada periode penyangraian di
antara 0 sampai 6 menit terlihat bahwa kadar air berubah dengan cepat. Kemudian
pada menit ke 8 sampai ke 12 terlihat perubahan kadar air yang lambat. Sivetz &
Foote (1973) menyatakan bahwa pada tahap awal proses, energi panas yang tersedia
di dalam ruang sangrai digunakan untuk menguapkan air. Kadar air biji kopi turun
cepat pada awal penyangraian dan kemudian akan berlangsung relatif lambat pada
akhir penyangraian. Fenomena ini berkaitan dengan kecepatan rambat air (difusi) di
dalam jaringan sel biji kopi. Makin rendah kandungan air dalam biji kopi, kecepatan
Seminar Nasional dan Gelar Teknologi PERTETA, Mataram 8 9 Agustus 2009
Peran Teknik Pertanian dalam Pengembangan Agroindustri Berbasis Bahan Baku Lokal

A221

Makalah Bidang Teknik Produk Pertanian

ISSN 2081-7152

penguapan air menurun karena posisi molekul air terletak makin jauh dari permukaan
biji.
Dari grafik perubahan kadar air terhadap kopi di atas juga terlihat bahwa kadar
air akhir untuk setiap suhu penyangraian berbeda. Kadar air pada menit ke 12 untuk
penyrangraian pada suhu 160; 180; 200 dan 220oC adalah 4,28%; 2,72%; 1,93%, dan
1,24%.

Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar suhu awal udara pengering

semakin besar proses perpindahan panas dari medium penyangrai ke dalam bahan,
sehingga proses perpindahan massa melalui penguapan juga semakin besar.
Dapat dipahami bahwa selama penyangraian terjadi penghantaran panas dan
massa serempak seperti pada proses pengeringan sehingga dapat digunakan analogi
dari persamaan pengeringan. Laju pengeringan pada umumnya dijabarkan dari
persamaan pengeringan berdasarkan analogi dari hukum pengeringan Newton.
Kesetimbangan kadar air bahan sama dengan nol (Me = 0) pada saat tekanan uap
bahan sama dengan tekanan uap udara. Besarnya jumlah air yang dilepas oleh bahan
tergantung dari suhu bahan. Laju penurunan kadar air dipengaruhi oleh koefisien laju
penurunan kadar air (Kx). Hasil perhitungan nilai koefisien laju penurunan kadar air
observasi (Kx) dari berbagai variasi suhu dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 4.2 Nilai kx observasi dengan berbagai variasi suhu penyangraian
Suhu
(C)
160
180
200
220
3.2

Kx observasi
(1/sekon)
0,088
0,115
0,148
0,184

Perubahan kekerasan
Berdasarkan Gambar 3.3 yaitu kurva tegangan pecah (rupt) selama

penyangraian terhadap waktu dengan berbagai variasi suhu terlihat bahwa perubahan
tegangan pecah (rupt) terhadap variasi suhu penyangraian menunjukkan terjadinya
fase pelunakan. Bahan mengalami pelunakan pada variasi suhu selama penyangraian.
Bahan yang mengalami penyangraian dengan suhu lebih tinggi memiliki nilai
tegangan rupture rata-rata (rupt) rata rata yang lebih kecil. Sebaliknya bahan yang
disangrai pada suhu lebih rendah memiliki nilai tegangan rupture rata-rata (rupt)) rata
rata yang lebih besar.
Dari keempat variasi suhu penyangraian, terlihat bahwa semakin tinggi suhu
maka kekerasan bahan akan semakin kecil. Hal tersebut membuktikan bahwa suhu
penyangraian berpengaruh terhadap nilai kekerasan bahan. Suhu yang digunakan pada
Seminar Nasional dan Gelar Teknologi PERTETA, Mataram 8 9 Agustus 2009
Peran Teknik Pertanian dalam Pengembangan Agroindustri Berbasis Bahan Baku Lokal

A222

Makalah Bidang Teknik Produk Pertanian

ISSN 2081-7152

penyangraian berpengaruh terhadap laju penurunan kadar air dalam bahan, yang
selanjutnya akan berpengaruh pula terhadap laju perubahan kekerasan produk. Ketika
suhu lebih tinggi, kadar air bahan akan lebih cepat turun sehingga menyebabkan kopi
menjadi lebih empuk.

Gambar 3.3

3.3

Kurva perubahan tegangan pecah selama penyangraian terhadap


waktu dengan berbagai variasi suhu

Perubahan Indeks warna


Pada Gambar 3.4 yaitu kurva perubahan lightness kopi selama penyangraian

dengan berbagai variasi suhu terlihat bahwa nilai lightness semakin rendah seiring
dengan bertambahnya waktu penyangraian. Penyangraian dengan suhu 160 dan
180oC, menunjukkan nilai L yang tidak berubah banyak. Akan tetapi penyangraian
dengan suhu 200 dan 220oC menunjukkan kecenderungan penurunan nilai L. Nilai a
juga cenderung meningkat, yang disebabkan perubahan warna biji kopi menjadi
kecoklatan dan makin gelap. Hal ini terjadi karena adanya reaksi Maillard yang
mengakibatkan munculnya senyawa bergugus karbonil (gugus reduksi) dan bergugus
amino. Reaksi Maillard adalah reaksi browning non enzimatik yang menghasilkan
senyawa kompleks dengan berat molekul tinggi. Ketidakseragaman warna biji kopi
sebelum penyangraian mengakibatkan pada saat penyangraian warna yang diperoleh
tidak seragam. Hal ini mengakibatkan tingkat kecerahan (lightness) yang diperoleh
tidak stabil. Namun secara umum data yang diperoleh dapat menggambarkan adanya
perubahan warna kecerahan pada biji kopi selama penyangraian.

Seminar Nasional dan Gelar Teknologi PERTETA, Mataram 8 9 Agustus 2009


Peran Teknik Pertanian dalam Pengembangan Agroindustri Berbasis Bahan Baku Lokal

A223

Makalah Bidang Teknik Produk Pertanian

ISSN 2081-7152

Gambar 3.4 Kurva perubahan indeks warna (L, a, b) kopi selama penyangraian
dengan berbagai variasi suhu
4

KESIMPULAN

Penyangraian kopi dengan berbagai variasi suhu akan menyebabkan terjadinya


perubahan sifat fisik pada biji kopi tersebut, yaitu penurunan kada air yang lebih cepat,
peningkatan kerapuhan dan mempercepat perubahan warna kegelapan. Penyangraian
dengan suhu rendah (160C) menghasilkan biji kopi yang belum tersangrai selama 12
menit dilihat dari perubahan warna dan bau yang ditimbulkan. Penyangraian pada
suhu 200C C selama 10 menit menghasilkan biji kopi yang tersangrai dengan baik.
Tekstur biji kopi selama penyangraian cenderung lebih rapuh dilihat dari nilai
tegangan patah.

Referensi:
Baini, R dan T.A.G Langrish.,,2008. Assesement of Colour Development in Dried
Bananas-Measurements and Implications for Modelling, Journal of Food
Engineering, 93(2), pp 177-182

Seminar Nasional dan Gelar Teknologi PERTETA, Mataram 8 9 Agustus 2009


Peran Teknik Pertanian dalam Pengembangan Agroindustri Berbasis Bahan Baku Lokal

A224

Makalah Bidang Teknik Produk Pertanian

ISSN 2081-7152

Dutra E.R dan A.S Franca.,2000. A Preliminary Stud on The Feasibility of Using The
Composition of Coffee Roasting Exhaust Gas For The Determination of The
Degree of Roast, Journal of Food Engineering.Vol 47, pp 241-246.
Hernandez, J.A and Heyd.,,2008. Online Assessment of Brighness and Surface
Kinetics during Coffee Roasting, Journal of Food Engineering, 87(3), pp 314322

Hernandez, J.A and Heyd.,,2008. Prediction of Brighness and Surface Area Kinetics
during Coffee Roasting, Journal of Food Engineering, 89 (2), pp 156-163
Kahyaoglu T and S. Kaya., 2006. Modeling of Moisture, Color an Texture Changes in
Sesame Seeds during the Conventional Roasting, Journal of Food Engineering.
75(2),pp 167-177
Mendez, Luciane C dan Holary C., 2000. Optimization of the Roasting of Robusta
Coffe (C. Canephora Conillon), Journal of Food Engineering, 12( 2), pp 153-162
Oosterveld A dan A.G.J Voragen, 2003. Effect of Roasting on the Carbohydrate
Composition of Coffea Arabica Beans, Journal of Food Engineering, 54 (2), pp
183-192
Pittia P dan M. Dalla Rosa, 2000. Textural Changes of Coffee Beans as Affected by
Roasting Conditions, Journal of Food Engineering. 34 (3), pp 168-175
Ridwansyah, 2003. Pengolahan Kopi. (Online, diakses 15 Januari 2009) www.libraryusu.com
Sivetz, M. & H.E. Foote.1963. Coffee Processing Technology. The Avi Publishing
Company Inc, Conneticut.

Seminar Nasional dan Gelar Teknologi PERTETA, Mataram 8 9 Agustus 2009


Peran Teknik Pertanian dalam Pengembangan Agroindustri Berbasis Bahan Baku Lokal

A225

You might also like