You are on page 1of 20

SKENARIO 1

PENYAKIT DEGENERATIF RONGGA MULUT


Seorang wanita berusia 65 tahun mengeluh sejak satu tahun yang lalu mulutnya terasa kering, beberapa
gigi goyang,kadang-kadang gigi terasa ngilu bila minum air dngin dan persendian rahangnya terasa sakit bila
digunakan untuk mengunyah. Hasil pemeriksaan intraoral menunjukkan tidak ada gigi yang berlubang dan
keparahan inflamasi gingivanya tipe mild gingivitis. Terdapat resesi gingival rata-rata sebesar 2mm hampir di
semua gigi. Gigi 15,26,36,37,45 dan 46 goyang derajat 2. Temporomandibular joint tidak bias digerakkan
maksimal, sudah terasa sakit untuk membuka mulut sebesar 9 mmdan pergerakan ke lateral sebesar 7 mm.
palpasi di area TMJ kanan dan kiri terasa sakit. Pemeriksaan radiografi menunujukkan gambaran kehilangan
lamina dura di area apical dan furkasi gigi,pelebaran periodontal ligament space, resorbsi tulang alveolar tipe
angular.kondisi umum penderita baik dan tidak terdapat adanya kelainan sistemik

MAPPING

Etiologi
Jaringan atau organ Tubuh
Lain

Kepala, Leher & Sistem


Mastikasi

Penyakit Degeneratif
(Patogenesis)
Gejala
Klinis
Pemeriksa
an

Klini
s

Radiogra
fi

Histo Patologi Anatomi


(HPA)

Dampak /
Manifestasi

Klasifika
si

LEARNING OBJECTIVE
1. etiologi penyakit degenerative rongga mulut
2. pathogenesis penyakit degenerative rongga mulut
3. Memahami mengetahui mengkomunikasikan dan menjelaskan gangguan system mastikasi yang
berkaitan dengan penyakit degenerative rongga mulut
4. pemeriksaan klinis, hpa dan radiografis dari penyakit degenerative rongga mulut
5. menjelaskan klasifikasi penyakit degenerative rongga mulut
6. menjelaskan dampak penyakit degenerative rongga mulut ke penyakit sistemik

TINJAUAN PUSTAKA

Degenerasi sel merupakan kemunduran fungsi sel dalam tubuh yang dapat terjadi secara fisiologis dan
patologis.
A. Fisiologis
Proses menua adalah proses fisiologis yang dialami oleh semua manusia seiring dengan
bertambahnya usia. Meskipun proses ini berusaha dihindari, tetapi tetap harus dijalani. Kemunduran fungsi
merupakan salah satu akibat proses menua. Namun tiap indivdu berbeda laju penurunan fungsi sel.
Homeostenosis adalah karakter dari penuaan diamana keadaan penyempitan karena berkurangnya cadangan
homeostasis yang terjadi seiring bertambahnya usia pada setiap system organ. Homeostasis adalah ketahanan
atau pengatur lingkungan kesetimbangan dinamis yang konstan. Perubahan fisiologis tersebut dapat dinyatakan
dari bertambahnya ukuran dari nilai homeostatis pada 12 variabel diantaranya oksigenasi, tanda vital, Ph,
elektrolit, hematokrit, hitung leukosit, keratinisasi dan lain-lian. Dimana pada keaadan normal nilai=0 namun
semakin bertambah usia semakin tinggi nilai penyimpangannya.
B. Patologis
Degenerasi sel atau kemunduran sel yang terjadi akibat cedera ringan yang mengenai struktur dalam sel
seperti mitokondria dan sitoplasma yang menyebabkanproses metabolisme sel terganggu. Apabila sebuah
stimulus menyebabkan cedera sel, maka perubahan yang pertama kali terjadi adalah terjadinya kerusakan
biokimiawi yang mengganggu proses metabolism.
Respon seluler terhadap stimulus yang berbahaya bergantung pada tipe cedera, durasi, dan
keparahannya. Akibat suatu stimulus yang berbahaya bergantung pada tipe, status, kemampuan adaptasi, dan
susunan genetik sel yang mengalami jejas. Komponen struktural dan biokimiawi suatu sel terhubung secara
utuh tanpa memandang lokus awal jejas, efek mutipel sekunder yang terjadi sangat cepat. Fungsi
(kemunduran)sel hilang jauh sebelum terjadi kematian sel dan perubahan morfologi jejas sel.
Kemunduran sel dapat terjadi akibat sel melakukan adaptasi terhadap stressor/jejas dari luar. Jejas sel
merupakan keadaan dimana sel beradaptasi secara berlebih atau sebaliknya atau sel tidak memungkinkan untuk
beradaptasi secara normal. Jika usaha adaptasi tersebut tidak berhasil maka dapat menyebabkan kerusakan sel
atau bahkan kematian sel.
Tingkat kerusakannya tergantung pada jejas yang menyerang, jejas sel dibedakan menjadi:
A. Jejas Reversible cedera sublethal
Terjadi bila sebuah stimulus menyebabkan sel cedera dan menunjukkan perubahan morfologis tetapi sel
tidak mati. Perubahan subletal ini bersifat reversibel dimana bila stimulusnya dihentikan maka sel akan kembali
pulih seperti sebelumnya. Cedera subletal ini disebut juga proses degeneratif. Perubahan degeneratif lebih
sering mengenai sitoplasma, sedangkan nukleus tetap dapat mempertahankan integritasnya. Bentuk perubahan
degeneratif yang paling sering terjadi adalah akumulasi cairan di dalam sel akibat gangguan mekanisme
pengaturan cairan. Biasanya disebabkan karena berkurangnya energi yang digunakan pompa natrium untuk
2

mengeluarkan natrium dari intrasel. Sitoplasmaakan terlihat keruh dan kasar (degenerasi bengkak keruh). Dapat
juga terjadidegenerasi lebih berat yaitu degenerasi lemak atau infiltrasi lemak dimana terjadi penumpukan
lemak intrasel sehingga inti terdesak ke pinggir. Jaringan akan bengkak dan bertambah berat dan terlihat
kekuning-kuningan. Misalnya,perlemakan hati (fatty liver) pada keadaan malnutrisi dan alkoholik.
Respon adaptasi :
a. Hypertrophy yakni peningkatan besar sel yang mengakibatkan perbesaran organ. Tidak terdapat sel
baru, hanya mengalami perbesaran sel, perbesaran terjadi karena peningkatan jumlah struktur protein
dan organel sel.
b. Hyperplasia yakni proses adaptasi dengan melakukan replikasi sel, sehingga penambahan jumlah sel
membuat organ membesar. Hiperplasi bisa secara fisiologis dan patologis (ex: cancer).
c. Atrophy yakni pengecilan ukuran dari sel yang disebabkan oleh karena sel kehilangan substansi sel,
sehingga menyebabkan berkurangnya ukuran organ. Atropi terjadi akibat penurunan dari sintesis protein
dan peningkatan degenersi protein di dalam sel.
d. Metaplasia yakni perubahan reversibel dari fenotip sel yang digantikan oleh tipe sel yang lain, sering
terjadi karena iritasi yang terjadi secara kronis. Pada kondisi ini sel yang mengalami adaptasi digantikan
oleh tipe sel lain yang lebih bisa menghadapi stresor. Terjadi akibat genetik "reprogramming".

B. Jejas Irreversible cedera lethal


Jejas sel cukup berat, berlangsung lama, melebihi kemampuan sel untuk beradaptasi yang menyebabkan
kerusakan sel menjadi irreversibel dan akhirnya sel tidak memiliki kemampuan untuk memperbaiki kerusakan
sehingga menyebabkan sel mati.
Ada 2 macam kematian sel, yang dibedakan dari morfologi, mekanisme dan perubahan fisiologis dan
penyakit, yaitu apoptosis dan nekrosis.
a. Apoptosis
kematian sel oleh sel itu sendiri yang disebabkan oleh growth factor atau DNA sel atau protein yang
dihancurkan dengan maksud perbaikan.
b. Nekrosis
Terjadi kerusakan membran, lisososm mengeluarkan enzim ke sitoplasma dan menghancurkan sel, isi
sel keluar dikarenakan kerusakan membran plasma dan mengakibatkan reaksi inflamatori.

Penyebab Degenerasi
Jejas sel merupakan keadaan dimana sel beradaptasi secara berlebih atausebaliknya, sel tidak
memungkinkan untuk beradaptasi secara normal. Di bawahini merupakan penyebab-penyebab dari jejas sel :
1. Kekurangan oksigen
2. Kekurangan nutrisi/malnutrisi
3. Infeksi sel
4. Respons imun yang abnormal/reaksi imunologi
5. Faktor fisik (suhu, temperature, radiasi, trauma, dan gejala kelistrikan) dankimia (bahan-bahan kimia
beracun)
6. Defect (cacat / kegagalan)genetic
7. Penuaan
Kondisi Degenerasi
3

Berbagai kondisi degenerasi sel yang sering dijumpai antara lain:


1. Degenerasi Albumin
Pembengkakan sel adalah manifestasi awal sel terhadap semua jejas sel. Perubahan morfologi yang
terjadi sulit dilihat dengan mikroskop cahaya. Bila pembengkakan sel sudah mengenai seluruh sel dalam organ,
jaringan akan tampak pucat, terjadi peningkatan turgor, dan berat organ. Gambaran mikroskopis menunjukkan
sel membengkak menyebabkan desakan pada kapiler-kapiler organ. Bila penimbunan air dalam sel berlanjut
karena jejas sel semakin berat, akan timbul vakuola-vakuola kecil dan nampak cerah dalam sitoplasma. Vakuola
yang terjadi disebabkan oleh pembengkakan reticulum endoplasmik.
2. Degenerasi Hidrofik (Degenerasi Vakuolar)
Degenerasi hidrofik merupakan jejas sel yang reversible dengan penimbunan intraselular yang lebih
parah jika dengan degeneras ialbumin. Etiologinya sama dengan pembengkakan sel hanya intensitasrangsangan
patologik lebih berat dan jangka waktu terpapar rangsangan patologik lebih lama.Secara miokroskopik organ
yang mengalami degenerasi hidrofik menjadi lebih besar dan lebih berat dari pada normal dan juga nampak
lebih pucat. Nampak juga vakuola-vakuola kecil sampai besar dalam sitoplasma.
3. Degenerasi Lemak
Degenerasi lemak dan perubahan perlemakan (fatty change) menggambarkan adanya penimbunan
abnormal trigliserid dalam sel parenkim. Perubahan perlemakan sering terjadi di hepar karena hepar merupakan
organ utama dalam metabolisme lemak selain organ jantung,otot dan ginjal. Etiologi dari degenerasi lemak
adalah toksin, malnutrisi protein, diabetes mellitus, obesitas, dan anoksia. Jika terjadi gangguan dalam proses
metabolisme lemak, akan timbul penimbunan trigliserid yang berlebihan. Akibat perubahan perlemakan
tergantung dari banyaknya timbunan lemak.Jika tidak terlalu banyak timbunan lemak, tidak menyebabkan
gangguan fungsi sel, tetapi jika timbunan lemak berlebihan, terjadi perubahan perlemakan yang menyebabkan
nekrosis.
4. Degenerasi Hyalin
(Perubahan Hyalin)Istilah hyalin digunakan untuk istilah deskriprif histologik dan bukan sebagai tanda
adanya jejas sel. Umumnya perubahan hyalin merupakan perubahan dalam sel atau rongga ekstra seluler yang
memberikan gambaran homogeni, cerah dan berwarna merah muda dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin.
Keadaan ini terbentuk akibat berbagai perubahan dan tidak menunjukkan suatu bentuk penimbunan yang
spesifik.
5. Degenerasi Zenker
Dahulu dikenal sebagai degenerasi hialin pada otot sadar yang mengalaminekrosis. Otot yang
mengalami degenerasi zenker adalah otot rektus abdominisdan diafragma.

6. Degenerasi Mukoid
Mukus adalah substansi kompleks yang cerah, kental, dan berlendir dengan komposisi yang bermacammacam dan pada keadaan normal disekresi oleh sel epitel serta dapat pula sebagai bagian dari matriks jaringan
ikat longgar tertentu. Musin dapat dijumpai di dalam sel, dan mendesak inti ke tepi seperti pada
adenokarsinoma gaster yang memberikan gambaran difus terdiri atas sel-selgaster yang memiliki sifat ganas
dan mengandung musin. Musin tersebut akan mendesak inti ke tepi sehingga sel menyerupai cincin dinamakan
Signet RingCell. Musin di jaringan ikat, dahulu dinamakan degenerasi miksomatosa.Keadaan ini menunjukkan
adanya musin di daerah interselular dan memisahkan sel-sel Stelata (Stellate Cell/ Star Cell)

PEMBAHASAN LEARNING OBJECTIVE

LEARNING OBJECTIVE 1
Memahami mengetahui mengkomunikasikan dan menjelaskan etiologi penyakit degenerative rongga mulut:

Stress atau trauma pada sel

Sel merupakan partisipan aktif di lingkunganya yang secara tetap menyesuaikan struktur dan fungsinya
untuk mengakomodasi tuntutan perubahan dan stress baik dari internal maupun eksternal. Sel cenderung
mempertahankan lingkungan dan homeostasis normalnya ketika mengalami stress atau rangsangan baik secara
internal maupun eksternal. Sel bisa beradaptasi dan mencapai kondisi baru ketika mendapatkan rangsangan baik
secara internal maupun eksternal. Tujuannya adalah untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Stess
internal maupun eksternal inilah yang menjadi penyebab atau faktor dari terjadinya degenerasi sel itu sendir,
bentuk degenerasi itu seperti proses adaptasi dari sel itu sendiri berupa pencapaian sel pada kondisi yang baru.
selain itu pengaruh lingkungan yang juga mengganggu keadaan internal contohnya adalah pada penderita
hipoksia yang mengalami gangguan aliran darah arteri atau berkurangnya drainase vena yang memicu
terhentinya suplay darah dalam jaringan. Hal ini memicu penurunan metabolisme dari jaringan pembuluh darah
yang berakibat menurunnya kemampuan pengangkutan oksigen darah.

Reaksi imunologi

sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus
pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap
infeksibakteri dan virus. Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya melindungi tubuh juga berkurang,
sehingga menyebabkan patogen. Walaupun sistem imun melindungi tubuh dalam melawan benda asing ,reaksi
imun yang disengaja atau tidak di sengaja dapat menyebabkan jejas sel dan jaringan,salah satu contohnya
adalah anafilaksis terhadap protein asing atau suatu obat. Selain itu hilangnya toleransi dengan respon terhadap
antigen sendiri merupakan penyebab sejumlah penyakit autoimun. Hal ini dapat memicu menurunnya proses
perbaikan sel dan kemampuan mempertahankan homeostasis dari sel itu sendiri sehingga sel rentan mengalami
degenerasi.

Ketidakseimbangan nutrisi

Di zaman berkembangan kemamkumaran global saat ini defesiensi nutrisi sering kali menjadi penyebab utama
jejas sel yang memicu terjadinya degenerasi sel. Beberapa contoh dari ketidakseimbangan nutrisi diantaranya
adalah insufisiensi (ketidak cukupan ) kalori-protein pada masyarakat yang serba kekurangan. Defiesiensi
vitamin juga sering terjadi di negara industrialis dengan standart hidup yang relatif tinggi. Kenyataanya tidak
hanya defisiensi nutrisi saja yang mempengaruhi degenerasi sel atau jaringan akan tetapi nutrisi yang
berlebihan juga menjadi kenyataan yang ironis yang menyebabkan degenerasi jaringan. Hal ini erat kaitannya
dengan gaya hidup misalnya pada penderita obesitas jelas meningkatkan resiko penyakit diabetes melitus tipe 2
dimana padapenderita diabetes militus sangat rentan sekali mengalami degenerasi pada jaringan tubuhnya
akibat dari raksi-reaksi abnormal dalam proses metabolisme pada penderita diabetes militus.
Penyakit degeneratif mempunyai penyebab dan selalu berhubungan dengan faktor risiko yang biasanya
lebih dari satu yang bekerjasama menimbulkan penyakit degeneratif. Beberapa faktor risiko melalui suatu core
dapat menyebabkan penyakit degeneratif tertentu (Darmojo, 2002:56-61)
Penyakit degeneratif sendiri dapat merupakan faktor risiko penyakit degeneratif yang lain, misalnya
penyakit jantung dan hipertensi merupakan faktor risiko stroke. Melihat banyaknya faktor risiko yang dapat
menyebabkan penyakit degeneratif maka dapat dimengerti bahwa untuk menjadi healthy agin harus dimulai
sejak usia muda/produktif dan bukan merupakan keadaan sesaat. Untuk dapat mencapai keadaan healthy aging
tersebut pemeriksaan kesehatan secara berkala merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk
mendeteksi secara dini adanyapenyakit
(Kamso, 2002:56)
Faktor eksternal
1. Stress Berlebihan
5

Sejak dulu, kita tahu bahwa stres yang berlebihan dapat menurunkan daya tahan tubuh seseorang dan memacu
resiko penyakit jantung, serta membuat kita tidak nyaman. Stres yang berlebihan juga memacu penuaan dini.
Ibu-ibu yang memiliki anak-anak dengan penyakit kronis merupakan orang-orang yang mengalami stres, dan
mengalami penuaan dini yang paling ekstrim.
2. Mengkonsumsi Makanan Berlemak
Lemak yang dikonsumsi secara berlebihan dapat memacu kolesterol tinggi dan merangsang penyakit jantung.
perubahan perlemakan bermanifestasi sebagai vakuola-vakuola lemak di dalam sitoplasma dan terjadi karena
hipoksia atau bahan toksik. Perubahan perlemakan dijumpai pada sel yang tergantung pada metabolism lemak
seperti sel hepatosit dan sel miokard. (Janti Sudiono, 2003 : 13)
Perubahan perlemakan sering terjadi di hepar karena hepar merupakan organ utama dalam metabolism lemak
selain
organ
jantung,
otot
dan
ginjal.
Etiologi dari degenerasi lemak adalah toksin, malnutrisi protein, diabetes mellitus, obesitas, dan anoksia. Jika
terjadi gangguan dalam proses metabolism lemak, akan timbul penimbunan trigliserid yang berlebihan. Akibat
perubahan perlemakan tergantung dari banyaknya timbunan lemak. Jika tidak terlalu banyak timbunan lemak,
tidak menyebabkan gangguan fungsi sel, tetapi jika timbunan lemak berlebihan, terjadi perubahan perlemakan
yang menyebabkan nekrosis.
3. Merokok
Untuk mengurangi bahaya kanker dan kerutan dini, Anda dapat mengganti rokok dengan permen karet rasa
nikotin. Berdasarkan penelitian di tahun 2004, permen karet rasa nikotin memberikan hasil dua kali lipat
dimana perokok berhenti merokok dibandingkan dengan keinginan/janji si perokok untuk berhenti merokok.
4. Menghirup Udara Polusi
Polusi udara dapat menyebabkan batuk dan sakit mata/mata perih dan hal ini berhubungan dengan serangan
pada penyakit asma dan saluran pernafasan..
LEARNING OBJECTIVE 2
Memahami mengetahui mengkomunikasikan dan menjelaskan pathogenesis penyakit degenerative rongga
mulut:
Proses penuaan jaringan lunak rongga mulut
a.
Mukosa, Terjadi perubahan pada struktur, fungsi dan elastisitas jaringan mukosa mulut.
Gambaran klinis jaringan mukosa mulut lansia tidak berbeda jauh dengan individu muda, tetapi riwayat
adanya trauma, penyakit mukosa, kebiasaan merokok, dan adanya gangguan pada kelenjar ludah dapat
mengubh gambran klinis
Gambaran histologis jaringan mukosa mulut yaitu trjadi penipisan epitel, penurunan proliferasi seluler,
hilangnya lemak dan elastisitas submukosa, meningkatnya jaringan ikat fibrotik yang disertai perubahan
degenerati kolagen.
Perubahan struktural tersebut disertai dengan permukan yang halus, kering, dan tampak tipis, seta
hilangnya stippling dan elastisitas mukosa. Perubahan tersebut meningkatkan predisposisi mukosa
terhadap trauma dan infeksi

Karakteristik penuaan mukosa mulut :


Terlihat pucat dan kering
hilangnya stippling
terjadinya Oedema
elastisitas jaringan berkurang
jaringan mudah mengalami iritasi dan rapuh
kemunduran lamina propria
epitel mengalami penipisan
keratinisasi berkurang
vaskularisasi berkurang sehingga mudah atropi
6

penebalan serabut kolagen pada lamina propia.

b. Lidah
- Tonus lidah mengalami penurunan tapi ukurannya tidak berubah kecuali pada orang yang kehilangan
giginya
- Papilla lidah berkurang demikian juga ukurannya. Diprediksi bahwa 65% taste bud hilang pada umur 80
tahun.
-Tampak bercelah dan beralur atau ada pula yang tampak berambut
-Varikositas pada ventral lidah tampak jelas.
- Manifestasi yang sering terlihat adalah atrofi papil lidah dan terjadinya fisura-fisura. Sehubungan dengan
ini maka terjadi perubahan persepsi terhadap pengecapan. Akibatnya orang tua sering mengeluh tentang
kelainan yang dirasakan terhadap rasa tertentu misalnya pahit dan asin. Dimensi lidah biasanya membesar
dan akibat kehilangan sebagian besar gigi, lidah besentuhan dengan pipi waktu mengunyah, menelan dan
berbicara.
c. Kelenjar Saliva
- Kecepatan aliran saliva rendah
- Biosintesis protein menurun karena sel-sel asinus mengalami atropi sehingga jumlah protein saliva
menurun
- Xerostomia, aliran saliva berkurang karena menurunya jumlah jaringan asihan yang sebanding dengan
ductus dan connective tissue
Fungsi kelenjar saliva yang mengalami penurunan merupakan suatu keadaaan normal pada proses
penuaan manusia. Lansia mengeluarkan jumlah saliva yang lebih sedikit pada keadaan istirahat, saat
berbicara, maupun saat makan. Keluhan berupa xerostomia atau mulut kering sering ditemukan pada orang
tua daripada orang muda yang disebabkan oleh perubahan karena usia pada kelenjar itu sendiri.
Berdasarkan penelitian terjadinya degenerasi epitel saliva, atrofi, hilangnya asini dan fibrosis terjadi
dengan frekuensi dan keparahan yang meningkat dengan meningkatnya usia. Secara umum dapat dikatakan
bahwa saliva nonstimulasi (istirahat) secara keseluruhan berkurang volumenya pada usia tua.
d. Ligamen Periodontal
Perubahan pada ligamen periodontal yang berkaitan dengan lanjut usia yaitu
berkurangnya fibroblas dan strukturnya lebih irregular,
berkurangnya produksi matriks organik dan sisa sel epitel serta
meningkatnya jumlah serat elastis.
dalam referensi lain (Makalah Bagian Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran
Bandung 2009,dengan judul Respon Jaringan terhadap Gigi Tiruan Lengkap pada Pasien Usia
Lanjut,yang disusun oleh drg. Lisda Damayanti, sp. Pros.) disebutkan adanya peningkatan fibrosis dan
menurunnya selularitas ligamen periodontal.
e. Gingiva
- Terjadinya penambahan papilla jaringan ikat dan menurunnya keratinisasi epitel.
Keratinisasi epitel gingiva yang menipis dan berkurang terjadi berkaitan dengan usia. Keadaan ini berarti
permeabilitas terhadap antigen bakteri meningkat, resistensi terhadap trauma fungsional berkurang, atau
keduanya. Karena itulah, perubahan tersebut dapat mempengaruhi hasil perawatan periodontal jangka
panjang.
- Pergerakkan dent gingival junction ke apical meluas ke Cemento Enamel Junction.
Migrasi epitel junction ke arah permukaan akar dapat disebabkan oleh erupsi gigi melewati gingiva sebagai
usaha untuk mengatur kontak oklusal dengan gigi lawannya (erupsi pasif) akibat hilangnya permukaan gigi
karena atrisi. Hal ini kemudian berkaitan dengan resesi gingiva. Resesi gingiva yang terjadi pada lanjut usia
bukanlah merupakan proses fisiologis yang pasti, namun merupakan akibat kumulatif dari inflamasi atau
trauma yang terjadi pada periodontal (seperti menyikat gigi yang terlalu keras).

Proses penuaan jaringan keras rongga mulut


7

Penuaan jaringan keras rongga mulut terbagi 2 :


1. Penuaan gigi
Berkaitan dengan proses fisiologis normal dan proses patologis akibat tekanan fungsional dan
lingkungan. Gigi geligi mengalami diskolorasi menjadi lebih gelap dan kehilangan email akibat abrasi,
erosi, dan atrisi.
Gigi-gigi biasanya menunjukkan tanda-tanda perubahan dengan bertambahnya usia perubahan ini
bukanlah sebagai akibat dari usia tetapi disebabkan oleh refleks, keausan, penyakit, kebersihan mulut, dan
kebiasaan. Email mengalami perubahan pada yang nyata karena pertanbahan usia, termasuk kenaikan
konsetrasi nitrogen dan fluoride sejalan usia.
a)

Email :
-Erosi : melarutnya email gigi (kalsium) oleh asam.Erosi merupakan kelinan yang disebabkan hilangnya
jaringan keras gigi karena proses kimiawi dan tidak melibatkan bakeri.
Penyebab utama larutnya email gigi adlah makanan atu minuman yang mengandung asam, asam yang
timbul akibat gangguan pencernaan yaitu hasil metabolisme sisa makanan oleh kuman, asm yang
mempunyai PH kurang dari 5,5.
-Abrasi : terkikisnya lapisan email gigi sehingga email menjadi berkurang atau hilang hingga mencapi
dentin .
Penyebab yaitu gaya friksi (gesekan) langsung antara gigi yang berkontak dengan objek eksternal
karena cara menyikat gigi yang tidak tepat, kebiasaan buruk seperti menggigit pensil, mengunyah
tembakau, menggunakan tusuk gigi yang berlebihan diantara gigi, serta pemakaian gigi tiruan lepasan yang
menggunakan cengkeraman.

-Atrisi : hilangnya suatu substansi gigi secara bertahap (keausan) pada permukaan oklusal, incisal, dan
proksimal gigi karena proses mekanis yang terjadi secara fisiologis akibat pengunyahan.
Penyebabnya yaitu proses pengunyahan didukung oleh kebiasaan buruk seperti mrngunyah sirih, kontak
premature dan makanan yang bersifat abrasive, serta proses fisiologis pengunyahan pada manula.
b)
Dentin
Terjadinya proses pembentukan:
-Dentin sekunder: kelanjutan dentinogenesis, reduksi jumlah odontoblas.
-Dentin tersier: adanya respon ransangan, odontoblas berdesakan, dan tubulus dentin bengkok.
-Dentin skelrotik: karies terhenti/berjalan sangat lambat, tubulus dentin menghilang, dan merupakan system
pertahanan tubuh ketika ada karies.
-Dead tracks (saluran mati ): tubulus dentin kosong.
c) Pulpa
- Peningkatan kalsifikasi jaringan pulpa
- Penurunan komponen vaskuler dan seluler
- Reduksi ukuran ruang pulpa
Pembentukan dentin yang berlanjut sejalan dengan usia menyebabkan reduksi secara bertahap pada ukuran
kamar pulpa.
- Peningkatan jaringan kolagen pulpa
2.

Penuaan tulang alveolar


Terjadinya resorpsi dari processus alveolaris terutama setelah pencabutan gigi sehingga tinggi wajah
berkurang, pipi dan labium oris tidak terdukung, wajah menjadi keriput
Terjadi resorpsi pada caput mandibula, fossa glenoidales yang akan membatasi ruang gerak membuka
dan menutup mandibula
Degenerasi tulang alveolar menyebabkan gigi geligi tampak lebih panjang. Masa tulang (baik pada
tulang alveolar atau sendi rahang ) menurun akibat menurunya asupan kalsium dan hilangnya mineral
tulang. Massa tulang dewasa mencapai puncaknya sekitar 35 tahun. Kemudian massa tulang menurun
sejalan dengan usia, dengan hilangnya tulang kortikal maupun tulang trebekular.
Tulang alveolar juga mengalami remodeling. Resorbsi rahang atas menyebabkan dasar sinus tipis.

Dalam suatu kelompok orang berusia 65 tahun atau yang lebih tua, menunjukkan adanya kehilangan
perlekatan dan tulang alveolar yang lebih berat dibandingkan orang yang lebih muda. Gambaran klinis
ini kemungkinan terjadi akibat efek dari akumulasi plak dalam jangka waktu yang lama. Faktanya,
penelitian klinis menyimpulkan bahwa penuaan kronologis tidak selalu menyebabkan terjadinya
kehilangan perlekatan ataupun penurunan penyangga tulang alveolar.

3. Penuaan sementum
Penebalan sementum disepanjang seluruh permukaan akar meningkat seiring dengan bertambahnya usia,
dan penebalan ini lebih terlihat pada sepertiga apikal akar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses penuaan jaringan rongga mulut
1) Faktor genetik
Penuaan dini
Resiko penyakit
2) Faktor endogenik.
Hormon : menurunya hormone estrogen dan testosterone menyebabkan osteoblast menurun, osteoklast
meningkat sehingga terjadai resorbsi dan remodeling tulang dan tulang alveolar menjadi berkurang.
3) Faktor eksogenik (factor lingkungan dan gaya hidup)
Diet/ asupan zat gizi
- Vitamin dapat memperlambat proses degenerative pada lansia.
- Defisiensi ion Zn dapat menyebabkan gangguan fungsi imun dan pengecapan.
Merokok, dapat memggangu vaskularisasi rongga mulut sehingga mempercepat penuaan rongga mulut.
Penyinaran Ultra Violet
Polusi
Proses penuaan dipicu oleh laju peningkatan radikal bebas dan system penawara racun yang semakin
berubah seiring berjalannya usia.
Dampak penuaan jaringan mulut terhadap rongga mulut
Secara umum :
1. Fungsi pengecapan berkurang : terjadi karena taste buds berkurang.
2. Penuaan mengakibatkan kehilangan kontak oklusal akan menganggu kestabilan lengkung gigi sehingga
menganggu fungsi kunyah.
3. Epitel mukosa mudah terkelupas dan jaringan ikat di bawahnya sembuh lambat. Atropi jaringan ikat
menyebabkan elastisitas menurun sehingga menyulitkan pembuatan protesa yang baik.
4. Secara klinis, mukosa mulut memperlihatkan kondisi yang menjadi lebih pucat, tipis kering, dengan
proses penyembuhan yang melambat. Hal ini menyebabkan mukosa mulut lebih mudah mengalami
iritasi terhadap tekanan ataupun gesekan, yang diperparah dengan berkurangnya aliran saliva (Silverman
1965).
5.
Perubahan Ukuran Lengkung Rahang.
Kebanyakan proses penuaan disertai dengan perubahan-perubahan osteoporosis pada tulangnya.
Penelitian pada inklinasi aksial gigi pada tengkorak manusia yang kemudian diikuti oleh hilangnya gigi,
merupakan salah satu pertimbangan dari awal berkurangnya tinggi tulang alveolar (Boucher, 1982).
Umumnya gigi-gigi rahang atas arahnya ke bawah dan keluar, maka pengurangan tulangnya pada
umumnya juga terjadi ke arah atas dan dalam. Karena itu lempeng kortikalis tulang bagian luar lebih tipis
daripada bagian dalam. Resorbsi bagian luar lempeng kortikalis tulang berjalan lebih banyak dan lebih
cepat. Dengan demikian, lengkung maksila akan berkurang menjadi lebih kecil dalam seluruh dimensi dan
juga permukaan landasan gigi menjadi berkurang.
Pada rahang bawah, inklinasi gigi anterior umumnya ke atas dan ke depan dari bidang oklusal,
sedangkan gigi-gigi posterior lebih vertikal atau sedikit miring ke arah lingual. Permukaan luar lempeng
kortikalis tulang lebih tebal dari permukaan lingual, kecuali pada daerah molar, juga tepi bawah mandibula
merupakan lapisan kortikalis yang paling tebal. Sehingga arah tanggul gigitan pada mandibula terlihat lebih
9

ke lingual dan ke bawah pada daerah anterior dan ke bukal pada daerah posterior. Resorbsi pada tulang
alveolar mandibula terjadi ke arah bawah dan belakang, kemudian ke depan. Terjadi perubahan-perubahan
pada otot sekitar mulut, hubungan jarak antara mandibula dan maksila serta perubahan ruangan dari posisi
mandibula dan maksila.
6.

Resorbsi Linggir Alveolar


Tulang akan mengalami resorbsi dimana atropi selalu berlebihan. Resorbsi yang berlebihan dari tulang
alveolar mandibula menyebabkan foramen mentale mendekati puncak linggir alveolar. Puncak tulang
alveolar yang mengalami resorbsi berbentuk konkaf atau datar dengan akhir seperti ujung pisau. Resorbsi
berlebihan pada puncak tulang alveolar mengakibatkan bentuk linggir yang datar akibat hilangnya lapisan
kortikalis tulang. Resorbsi linggir yang berlebihan dan berkelanjutan merupakan masalah karena
menyebabkan fungsi gigi tiruan lengkap kurang baik dan terjadinya ketidakseimbangan oklusi.
7. Berkurangnya fungsi pengecapan juga cenderung menambah masalah pada pemakaian gigi tiruan
(Barnes).
Pengurangan aliran saliva akan mengganggu retensi gigi tiruan, karena mengurangi ikatan adhesi
saliva diantara dasar gigi tiruan dan jaringan lunak dan menyebabkan iritasi mukosa. Keadaan ini
menyebabkan kemampuan pemakaian gigi tiruan berkurang sehingga kemampuan mengunyah
berkurang, kecekatan gigi tiruan berkurang, kepekaan pasien terhadap gesekan-gesekan dari gigi tiruan
bertambah (Boucher 1982).
Pengaruh penuaan terhadap sendi TMJ
Perubahan pada sendi Temporo Madibular Junction sering terjadi pada usia 30-50 tahun. Penelitian
tentang otot-otot penutupan mulut menunjukkan perpanjangan fase konstraksi sejalan dengan usia, yang
menunjukkan perubahan umum dari otot atau hilangnya serabut otot untuk gerakan mandibula berkaitan
dengan pertambahan usia. Reduksi lebih lanjut pada ketebalan otot rahang ditemukan pada orang tidak
bergigi dibanding yang masih bergigi. Perubahan ini terjadi akibat dari proses degenerasi sehingga
melemahnya otot-otot mengunyah yang mengakibatkan sukar membuka mulut secara lebar.
Maka pengaruh yang akan terjadi pada TMJ :
1. Pengaruh pengurangan jumlah gigi akibat penaan, terutama di gigi posterior telah diindikasikan sebagai
penyabab gangguan TMJ. Hal ini karena condilust mandibula akan mencari posisi yang nyaman pada saat
menutup mulut. Inilah yang memicu perubahan letak condilust pada fossa glenoid dan menyebabkan
kelainan pada TMJ
2. Akibat penuaan jmengakibatkan kontraksi otot bertambah panjang saat menutup mulut. Hal ini
menyebabkan kerja sendi lebih kompleks
3. Penuaan mengakibatkan remodeling.
Pengaruh proses penuaan terhadap system stomatognatik
System Stomatognatik
Kombinasi struktur cavum oris yang terlibat dalam proses bicara, pengecapan, mastikasi dan penelanan.
Terdiri dari :
a. Gigi
b. Rahang
c. Otot pengunyahan
d. Persyarafan
e. TMJ
Secara umum pada system stomatognatik:
- Penuaan mengakibatkan kehilangan kontak oklusal akan mengganggu kestabilan lengkung gigi sehingga
mengacaukan fungsi kunyah
- Pada proses bicara, huruf konsonan dibentuk oleh pemutusan aliran udara di atas larink. Pemutusan ini
dapat dilakukan oleh salhsatunya karena gigi sehingga jika gigi sudah tanggal, pembentukan huruf
konsonan terganggu, dan menghambat proses bicara
- Produk bicara juga dipengaruhi oleh otot pengunyahan
Pengaruh perubahan usia pada gigi geligi
10

1. Pergerakan ke mesial (kea rah depan) dari gigi geligi. Pada tiap arcus dentalis yang berhubungan dengan
ausnya facies aproximalis (daerah kontak) dari gigi geligi tetangganya (proses penyesuaian local untuk
gigi sebelahnya)
2. Atrisi enamel, diikuti dengan terbukanya dentin pada facies occlusalis dan edge insisal. Proses ini
berhubungan dengan reduksi besar cavitas pulparis karena dentin sekunder yang mengalami atrisi yang
hebat
3. Pergerakan mandibula ke depan dalam hubungan dengan maksila. Diakibatkan karena atrisi bonjolbonjol gigi belakang cenderung menimbulkan kontak gigitan tepi dari insisivus atas dan bawah bertemu
4. Resesi gingiva, menyebabkan CEJ pada cavum oris sehingga perlekatan ligamentum periodonsium
akan berkurang dan tepi soket tereabsorpsi. Terjadi rasa ngilu/ karies serviko fasial, menganggu estetika
karena gigi terlihat panjang, dinding poket meradang, jumlah sel fibrobrast ligament periodontal
sementum.
5. Akar gigi memanjang karena deposisi cementum pada regio apicalis sehingga kompensasi resesi gusi ke
arah
akar
menyebabkan
erupsi
aktif
6. Penyempitan rongga pulpa dan penebalan cementum
Keluhan mulut kering sering ditemukan pada usia lanjut. Keadaan ini disebabkan oleh adanya
perubahan atropi pada kelenjar saliva sesuai dengan pertambahan umur yang akan menurunkan produksi
saliva dan mengubah komposisinya sedikit (Kidd dan Bechal, 1992; Sonis dkk, 1995).
Seiring dengan meningkatnya usia, terjadi proses aging. Terjadi perubahan dan kemunduran fungsi
kelenjar saliva, dimana kelenjar parenkim hilang yang digantikan oleh jaringan lemak dan penyambung,
lining sel duktus intermediate mengalami atropi. Keadaan ini mengakibatkan pengurangan jumlah aliran
saliva (Pedersen dan Loe, 1986; Sonis dkk,1995). Selain itu, penyakit- penyakit sistemis yang diderita pad a
usia lanjut dan obat-obatan yang digunakan untuk perawatan penyakit sistemis dapat memberikan pengaruh
mulut kering pada usia lanjut (Ernawati, 1997).

Perubahan klinis pada rongga mulut akibat proses penuaan


Gambaran klinis yang dapat dilihat adalah mukosa tampak licin mengkilap (tidakada stippling pada
gingiva), pucat, kering, mudah mengalami iritasi danpembengkakan,mudah terjadi pendarahan bila terkena
trauma (lebih parah jika terdapat kelainansistemik) serta elastisitasnya berkurang. Ini karena pertambahan
usia menyebabkan selepitel pada mukosa mulut mengalami penipisan, berkurangnya keratinisasi,
berkurangnyavaskularisasi, serta penebalan serabut kolagen pada lamina propia.6,7,11 Antara
perubahanklinis yang dapat terjadi adalah :
Jaringan flabby
Pada kasus resorbsi tulang alveolar, sering terjadi pada pasien yang sudah lamakehilangan gigi sehingga
mengakibatkan linggir alveolar menjadi datar atau jaringanlunak sekitarnya menjadi flabby. Menurut
Boucher (cit. Damayanti) jaringan flabbymerupakan respon dari jaringan ikat yang mengalami hiperplasia
yang awalnyadiakibatkan oleh trauma atau luka yang tidak dapat ditoleransi yang terjadi pada residualridge.
Makin tebal jaringan hiperplastik yang terbentuk, makin besar pula derajat jaringanflabby. Biasanya terjadi
pada penderita yang lama tidak memakai gigitiruan atau dapatjuga terjadi pada penderita yang
menggunakan gigitiruan yang tidak pas.
Kelenjar saliva
Fungsi kelenjar saliva yang mengalami penurunan merupakan suatu keadaannormal pada proses
penuaan manusia. Manula mengeluarkan jumlah saliva yanglebihsedikit pada keadaan istirehat, saat
berbicara, maupun saat makan. Keadaan inidisebabkan oleh adanya perubahan atropi pada kelenjar saliva
sesuai dengan pertambahanumur yang akan menurunkan produksi saliva dan mengubah komposisinya
sedikit. Xerostomia merupakan simtom, bukan suatu penyakit. Salah satu penyebabxerostomia adalah
kelainan dalam produksi saliva, adanya penyumbatan atau gangguanpada kelenjar saliva sehingga
menghambat pengaliran saliva ke rongga mulut, SjogrensSyndrome dan efek negatif dari radioterapi akibat
pengobatan kanker. Selain itu,penyakit-penyakit sistemis yang diderita pada usia lanjut dan obat-obatan
yang digunakanuntuk perawatannya dapat menyebabkan xerostomia pada manula. Xerostomia adalahsalah
11

satu faktor yang penyebab berkurangnya sensitifitas taste buds, pasien tidak dapatmemakai gigitiruan
sebagian / gigitiruan penuh, serta mengakibatkan sensasi mulutterbakar pada manula. Fungsi utama dari
saliva adalah pelumasan, buffer, dan perlindungan untukjaringan lunak dan keras pada rongga mulut. Jadi,
penurunan aliran saliva akanmempersulit fungsi bicara dan penelanan, serta menaikkan jumlah karies gigi,
danmeningkatkan kerentanan mukosa terhadap trauma mekanis dan infeksi mikrobial.
Lidah dan pengecapan
Orang tua biasanya mengeluh tidak adanya rasa makanan, ini dapat disebabkan
bertambahnya usia mempengaruhi kepekaan rasa akibat berkurangnya jumlah pengecappada lidah.
Permukaan lidah ditutupi oleh banyak papilla pengecap dimana terdapatempat tipe papilla yaitu papilla
filiformis, fungiformis, sirkumvalata, dan foliate.Sebagian papilla pengecap terletak dilidah dan beberapa
ditemukan pada palatum,epiglottis, laring dan faring. Pada manusia terdapat sekitar 10,000 putik kecap,
danjumlahnya berkurang secara drastis dengan bertambahnya usia.
Kesulitan untuk menelan (Dysphagia) biasanya muncul pada manula dan perlu diberikan perhatian karena
populasi manula semakin meningkat setiap tahun. Dalam sistempencernaan, terdapat beberapa fase penting
yang berkait erat dengan rongga mulut yaitupengunyahan, pergerakan lidah dan kebolehan membuka serta
menutup mulut (bibir).Sistem pencernaan di rongga mulut menunjukkan penurunan fungsi
denganmeningkatnya umur. Robbins dkk (cit. Al-Drees) menyatakan bahwa fungsi penelanan(berkaitan
dengan tekanan) menurun dengan meningkatnya umur sehingga manulaterpaksa bekerja lebih keras untuk
menghasilkan efek tekanan yang adekuat dan dapatmenelan makanan, seterusnya akan meningkatkan resiko
untuk berkembangnyadysphagia.Fungsi penelanan pasti akan mengalami penurunan pada manula
walaupunmempunyai rongga mulut yang sehat. Aksi pergerakan lidah akan berubah denganmeningkatnya
umur. Perubahan yang terjadi adalah perlambatan dalam mencapai tekananotot dan pergerakan yang efektif
pada lidah, gangguan pada ketepatan waktukontraksiotot lidah sehingga menganggu fungsi pencernaan di
rongga mulut secarakeseluruhannya.Akibat gangguan pada sistem pencernaan dan kehilangan sensori
pengecapansehingga menyebabkan kehilangan selera makan, manula kehilangan berat badanmerupakan
keadaan umum yang sering terjadi.
Bentuk bibir
Menurut Penna dkk (cit. Al-Drees) menyatakan bahwa terdapat penurunan massadari otot bibir yaitu m.
Orbicularis oris pada manula dengan menggunakan analisa secarahistomorphometric. Senyuman manula
kelihatan lebih lebar secara transversal danmengecil secara vertikal. Ini menunjukkan bahwa memang
berlaku penurunan massa dariotot Orbicularis oris pada bibir sehingga kemampuan otot ketika manula
senyum semakinberkurang.
Tekstur permukaan mukosa mulut
Perubahan yang berlaku pada sel epitel mukosa mulut berupa penipisan ketebalanlapisan sel, berkurangnya
elastisitas serta berkurangnya vaskularisasi. Akibatnya secaraklinis menyebabkan mukosa mulut menjadi
lebih pucat, tipis, kering, dengan prosespenyembuhan yang melambat. Hal ini menyebabkan mukosa mulut
lebih mudahmengalami iritasi terhadap gesekan atau trauma, yang diperparah dengan berkurangnyaaliran
saliva. Pada mukosa gingiva yang sehat karakteristiknya berupa stippling yangmenghilang dengan
bertambahnya usia, akibatnya mukosa gingiva menjadi licin.
LEARNING OBJECTIVE 3
Memahami mengetahui mengkomunikasikan dan menjelaskan gangguan system mastikasi yang berkaitan
dengan penyakit degenerative rongga mulut:
Kelainan sendi akibat penyakit degenerasi disebut dengan arthrides yaitu suatu penyakit yang diakibatkan
degenerasi jaringan meliputi :
A. Osteoarthrosis
Merupakan disfungsi sendi karena terjadi gangguan berupa artharglia, mialgia dan licking. Hal ini
biasanya dipicu oleh adanya maloklusi, kebiasaan buruk atau factor psikologis.
B.Osteoarthitis
12

Merupakan suatu radang non infeksi pada suatu sendi yang bersifat destruksi perlahan disertai rasa nyeri yang
terus-menerus. Apabila radang mengenai membrane synovial disebut sinovitis arthritis, jika melibatkan kapsul
sendi disebut kapsulitis arthritis dan bila disertai kelainan sistemik seperti penyakit gout rheumatoid, syndrome
reiterdisebut dengan poliartridites
Patogenesis
Patogenesis terjadinya ostorthitis diawali dengan terjadinya degenerasi kondrosit pada tulang rawan karna suatu
jejas sehingga menyebabkan tipisnya tulang rawan karena mengalami perubahan pada matriks dan struktur dari
tulang rawan. Perubahan struktur dan
matrikas menyebabkan tulang tersebut lebih mudah mengalami
kerusakan. Misalnya mulai terjadi keretakan pada sendi pada tulang tersebut sehingga tulang menjadi rapuh
selain itu permukaan tulang rawan menjadi kasar dan berlubang. Hal ini menyebabkan sendi mengalami
gangguan saat terjadi pergerakan
Bagan patogenesis
tulang rawan
kondrosit mengalami degenerasi
tulang rawan tipis (matriks dan struktur)
retakan pada sendi
tulang rapuh
permukaan tulang rawan kasar dan berlubang
sendi tidak bisa bergerak dengan halus
semua komponen dalam sendi (tulang, kapsul sendi, jaringan sinovial, tendon dan tulang rawan)
kekakuan sendi menurun
C. Osteokondritis/Osteochodromatosis
Yaitu suatu kelainan non-neoplastik pada daerah TMJ, akibat suatu metaplastik dari jaringan synoval
menjadi jarngan tulang rawan. (chondroid), dan sebagian lagi bertransformasi menjadi tulang. Secara
radiografis terlihat kelainan berupa fragmen radiopak didalam rongga synovial. Factor penyebab umumnya
suatu inflamasi yang menyebabkan degenerasi, dan ketika terjadi degenerasi fibroblast bermetaplasia menjadi
chondrocytes dan jaringan chondral bermetaplasia menjadi tulang. Terapi kelainan ini adalah pembedahan, pada
saat pembedahan akan didapatkan bentukan granul-granul yang terpisah satu sama lainya. Dimana granulgranul ini adalah campuran jaringan chondral, jaringan fibrous synovial dan tulang.
D. osteoarthropathi
osteoarthropathi yaitu rasa sakit akibat kelainan inflamasi pada tulang dan sendi yang biasanya
merupakan manfestasi sistemik dan berhubungan dengan peripheral arthritis. Penyakit ini diduga berhubungan
dengan HLA-B27 antigen.
LEARNING OBJECTIVE 4
Memahami mengetahui mengkomunikasikan dan menjelaskan pemeriksaan klinis, hpa dan radiografis dari
penyakit degenerative rongga mulut:
1. Degenerasi Lemak
13

Semua jenis lipid dapat ditimbun dalam sel, antaralain trigliserida, kolesterol atau ester kolesterol dan fosfolipid
; sedangkan lipid kompleks yang abnormal dan karbohidrat ditimbun dalam sel pada genetic storage disase ,
seprti mukopolisakaridosis dan penyakit Gaucher.
Steatosis (Perubahan Perlemakan)
Steatosis dahulu dikenal sebagai degenerasi lemak.Istilah steatosis dan perubahan perlemakan(fatty change)
menggambarkan adanya penimbunan abnormal trigliserida dalam sel parenkim. Perubahan perlemakan sering
kali terjadi di hepar karena hepar merupakan organ utama dalam metabolism lemak selain jantung,otot, dan
ginjal.
Etiologi steatosis adalah toksin,malnutrisi protein ,diabetes mellitus,obesitas,dan anoksia. Di Negara
maju, penyebab utama perubahan perlemakan adalah ketergantungan alcohol. Lemak atau lipid berasal dari
jaringan adiposa dan diet ysng dibawa ke hepar. Dari jaringan adiposa, lipid dilepaskan dan dibawa sebagai
asam bebas dan dari diet sebagai asam lemak bebas. Asam lemak bebas akan masuk menuju hepar dan
sebagian besar asam ini akan diesterasi menjadi trigliserid. Sebagian asam lemak bebas diubah menjadi
kolesterol, bergabung menjadi fosfolipid atau dioksidasi di mitokondria menjadi benda keton. Sisa asam lemak
disintesa oleh asetat. Agar dapat disekresikan oleh hati, trigliserida intraselular harus berikatan dengan molekul
apoprotein spesifik yang disebut lipid acceptor protein menjadi lipoprotein.
Jika terjadi gangguan dalam metabolisme lemak,akan timbul penimbunan trigliserida yang berlebihan
dalam hepar. Gangguan ini dapat disebabkan oleh alcohol, hepatotoksin yang menghambat fungsi mitokondria
dan mikrosom,CCI4 dan malnutrisi protein menyebabkan penurunan sintesis lipid acceptor protein,anoksia
menghambat oksidasi asam lemak serta kelaparan yang akan meningkatkan mobilisasi jaringan adipose
sehingga terbentuk banyak trigliserida. Akibar dari perubahan perlemakan tergantung dari banyaknya timbunan
lemak. Jika tidak terlalu banyak timbunan lemak, tidak menyebabkan gangguan fungsi sel, tetapi jika timbunan
lemak berlebih dalam hati, terjadi perubahan perlemakan yang nantinya dapat menyebabkan nekrosis

ASAM LEMAK BEBAS


(1)
Asam Lemak

) a-gliserofosfat

(2) Asam asetat


(3)Oksidasi menjadi benda keton, CO2
Fosfolipid
Ester Kolesterol

Trigliserida

5) Apoprotein
Lipoprotein

Morfologi
Perubahan perlemakan sering di jumpai di hati dan jantung.Pada semua organ, perubahan perlemakan Nampak
sebagai vakuola-vakuola cerah dalam sel parenkim. Keadaan ini harus dibedakan dengan timbunan air atau
polisakarida dalam sel yang juga memberikan gambaran vakuola-vakoula jernih.
Untuk mendeteksi lemak sejati dalam sel diperlukan teknik pembuatan sediaan yang tidak
menggunakan zat-zat pelarut lemak seperti pembuatan parafin. Teknik pembuatan sediaan untuk melihat lemak
sejati dengan sediaan potong beku atau frozen section. Keuntunga potong beku ini, selain untuk mendeteksi
lemak sejati, juga dapat mendiagnosis secara cepat dan tepat. Selanjutnya, sediaan diberi pewarnaan Sudan III
atau IV atau oil Red-O, yang akan menimbulkan warna merah jingga pada lemak. Untuk mengidentifikasi
timbunan glikogen, dapat biberi pewarnaan PAS, walaupun pewarnaan ini tidak khas untuk glikogen. Jika
14

dalam vakuola-vakuola tidak dapat dibuktikan adanya lemak atau polisakarida, kesimpulannya adalah vakuola
tersebut berisi air atau cairan dengan kadar protein rendah.

Perubahan Perlemakan di Hepar


(Degenerasi Lemak di Hepar)
Degenerasi lemak pada hepar dijumpai pada penyakit sirosis hepatis
Makroskopis
Perubahan perlemakan ringan pada hepar tidak akan menunjukkan perubahan makroskopik. Pada keadaan
penyakit yang berat, hepar menjadi besar dan berwarna kuning, berat hepar dapat mencapai 3-6 kg( normal
+1,5 kg) dan perabaan lunak.
Mikroskopik
Perubahan perlemakan awalnya nampak vakuola kecil dalam sitoplasma di sekitar inti. Jika proses patologik ini
berlanjut, vakuola akan bersatu membentuk vakuola besar dan mendorong inti ke tepi, kadang sel pecah dan
membentuk kista lemak.

2. Degenerasi Mukoid (Degenerasi atau Miktomatosa)


Mukus adalah substansi kompleks yang cerah, kental, dan berlendir dengan komposisi yang
bermacam-macam dan pada keadaan normal disekresi oleh sel epitel serta dapat pula sebagai bagian
dari matriks jaringan ikat longgar tertentu.
Musin dapat dijumpai di dalam sel, dan mendesak inti ke tepi seperti pada adenokarsinoma gester
yang memberikan gambaran difus terdiri atas sel-sel gaster yang memiliki sifat ganas atau mengandung
musin. Musin tersebut akan mendesak inti ketepi sehingga sel menyerupai cincin dan dinamakan signet
ring cell.
Contoh lain adalah sel epitel yang mengandung musin pada kistadenoma ovariimusinosum,
dimana kista dibatasi oleh sel epitel torak tinggi yang sudah tidak bersilia dan mengandung musin di
bagian apical sel sehingga inti terdorong ke basal.Musin di jaringan ikat, dahulu dinamakan degenerasi
miksomatosa. Keadaan ini menunjukkan adanya musin di daerah intraselular dan memisahkan sel
stelata

15

LEARNING OBJECTIVE 5
Memahami mengetahui mengkomunikasikan dan menjelaskan klasifikasi penyakit degenerative rongga mulut:

Degenerasi Albumin
Morfologi Pembengkakan Sel
Pembengakan sel adalah manifestasi awal sel terhadap semua jejas sel. Perubahan morfologi yang terjadi
sulit dilihat dengan mikroskop cahaya. Bila pembengkakan sel sudah mengena seluruh sel dalam organ,
jaringan akan Nampak pucat, terjadi peningkatan tugor, dan berat organ.
Gambaran mikroskopik menunjukkan sel membengkak menyebabkan desakan pada kapiler-kapiler
organ seperti kapiler pada sinusoid hati. Bila penimbunan air dalam sel berlanjut karena jejas terhadap sel
semakin berat, akan timbul vakuola-vakuola kecil dan Nampak cerah dalam sitoplasma. Vakuola yang
terjadi disebabkan oleh pembengkakan reticulum endoplasmic. Bentuk jejas nonletal ini disebut perubahan
hidrofik atau degenerasi hidrofik atau degenerasi vekuolar.
Contoh degenerasi albumin adalah epitel tubulus ginjal yang mengalami penyakit pielonefritis
kronis. Gambaran radiologiknya menunjukkan epitel tubulus membengkak sehingga lumen tubulus tidak
bulat lagi, tetapi membentuk bintang; dan sitoplasma sel nampak bergranuler serta dinding sel menjadi tidak
jelas.

Degenerasi Hidrofilik (Degenerasi Vakuolar)


Degenerasi hidrofik merupakan jejas sel yang reversible dengan penimbunan intra-selular yang lebih parah
jika dibandingkan dengan degenerasi albumin. Etiologinya dianggap sama dengan pembengkakan sel,
hanya intensitas rangsang patologik lebih berat dan jangka waktu terpapar rangsang patologik tersebut lebih
lama.
Secara makroskopik organ yang mengalami degenerasi hidrofik menjadi lebih besar dan lebih berat
daripada normal dan juga nampak lebih pucat.
Secara mikroskopik nampak vakuola-vakuola kecil sampai besar dalam sitoplasma. Contoh :
degenerasi hidrofik dijumpai pada stroma vili korialis pada penyakit mola hidatidosa (hamil anggur)
sehingga vili korialis nampak membesar. Stroma pada vili korialis juga nampak avaskular. Selain
degenerasi hidrofik pada stroma, terjadi pula proliferasi sel epitel sinsisio dan sito-tropoblas.

Degenerasi Lemak
Semua jenis lipid dapat ditimbun dalam sel, antara lain trigliserida, kolesterol atau ester kolesterol dan
fosfolipid; sedangkan lipid kompleks yang abnormal dan karbohidrat ditimbun dalam sel pada genetic
storage disease, seperti mukopolisakaridos dan penyakit Gaucher.
16

Steatosis (Perubahan Perlemakan)


Steatosis dahulu dikenal sebagai degenerasi lemak. Istilah steatosis dan perubahan perlemakan (fatty
change) menggambarkan adanya penimbunan abnormal trigliserid dalam sel parenkim. Perubahan
perlemakan sering kali terjadi di hepar karena hepar merupakan organ utama dalam metabolism lemak
selain organ jantung, otot dan ginjal.
Etiologi steatosis adalah toksin, malnutrisi protein, diabetes mellitus, obesitas, dan anoksia. Di
negara maju, penyebab utama perubahan perlemakan adalah ketergantungan alcohol. Lemak atau lipid
berasal dari jaringan adipose dan diet yang dibawa ke hepar. Dari jaringan adipose, lipid dilepaskan dan
dibawa sebagai asam bebas dan dari diet sebagai asam lemak bebas. Asam lemak bebas akan masuk menuju
hepar dan sebagian besar asam ini akan diesterisasi menjadi trigliserid. Sebagian asam lemak bebas diubah
menjadi kolesterol, bergabung menjadi fosfolipid atau dioksidasi di mitokondria menjadi badan keton. Sisa
asam lemak disintesa oleh asetat. Agar dapat disekresikan oleh hati, trigliserida intraselular harus berikatan
dengan molekul apoprotein spesifik yang disebut lipid acceptor protein menjadi lipoprotein.
Jika terjadi gangguan dalam metabolism lemak, akan timbul penimbunan trigliserida yang
berlebihan dalam hepar. Gangguan ini dapat disebabkan oleh alcohol, hepatotoksin yang menghambat
fungsi mitokondria dan mikrosom, CCl4 dan malnutrisi protein menyebabkan penurunan sintesis lipid
acceptor protein, anoksia menghambat oksidasi asam lemak serta kelaparan yang akan meningkatkan
mobilisasi jaringan adipose sehingga terbentuk banyak trigliserid. Akibat dari perubahan perlemakan
tergantung dari banyaknya timbunan lemak. Jika tidak terlalu banyak timbunan lemak, tidak menyebabkan
gangguan fungsi sel, tetapi jika timbunan lemak berlebihan dalam hati, terjadi perubahan perlemakan yang
nantinya dapat menyebabkan nekrosis.
Morfologi
Perubahan perlemakan sering djumpai di hati dan jantung. Pada semua organ, perubahan perlemakan
Nampak sebagai vakuola-vakuola cerah dalam sel parenkim. Keadaan ini harus dibedakan dengan timbunan
air atau polisakarida dalam sel yang juga memberikan gambaran vakuola-vakuola jernih.
Untuk mendeteksi lemak sejati dalam sel diperlukan teknik pembuatan sediaan yang tidak
menggunakan zat-zat pelarut lemak seperti pembuatan sediaan paraffin. Teknik pembuatan sediaan untuk
melihat lemak sejati dengan sediaan potong beku atau frozen section. Keuntungan potong beku ini, selain
untuk mendeteksi lemak sejati, juga dapat mendiagnosis secara cepat dan tepat. Selanjutnya sedan diberi
pewarnaan Sudan III atau IV atau oil Red-O, yang akan memberikan warna merah jingga pada lemak.
Untuk mendeteksi timbunan glikogen, dapat diberi pewarnaan PAS, walaupun pewarnaan ini tidak khas
untuk glikogen. Jika dalam vakuola-vakuola tidak dapat dibuktikan adanya lemak atau polidakarida,
kesimpulannya adalah vakuola tersebut berisi air atau cairan dengan kadar protein rendah.
Perubahan Perlemakan di Hepar (Degenerasi Lemak di Hepar)
Degenerasi lemak pada hepar dijumpai pada penyakit sirosis hepatis.
Makroskopik
Perubahan perlemakan ringan pada hepar tidak akan menunjukkan perubahan makroskopik. Pada keadaan
penyakit yang berat, hepar menjadi besar dan berwarna kuning, berat hepar dapat mencapai 3-6 kg (normal
+ 1,5 kg) dan perabaan lunak.
Mikroskopik
Perubahan perlemakan awalnya Nampak vakuola kecil dalam sitoplasma di sekitar inti. Jika proses
patologik ini berlanjut, vakuol-vakuol akan bersatu membentuk vakuola besar dan mendorong inti ke tepi,
kadang-kadang sel pecah dan membentuk kista lemak.
Perubahan Perlemakan Pada Jantung
Lipid sebagai lemak netral kadang-kadang dijumpai di otot jantung dalam bentuk butir-butir kecil.
Pada hipoksia sedang yang berkelanjutan, contoh pada anemia, menyebabkan timbunan lemak
intraselular. Pada jantung Nampak garis-garis kuning berselang-seling dengan miokard yang normal
berwarna merah coklat. Jantung yang memiliki gambaran seperti ini disebut trust breast atau tigroid
(triggered effect).
Pada hipoksia berat atau beberapa bentuk miokarditis (contoh pada difteri), seluruh miokard
mengalami perlemakan secara merata sehingga jantung seluruhnya menjadi berwarna kuning.
Infiltrasi Lemak Pada Stroma (Fatty Ingrowth)
17

Fatty ingrowth merupakan timbunan lemak pada jaringan ikat stroma. Keadaan ini berbeda dengan
perubahan perlemakan.
Morfologi
Fatty ingrowth sering dijumpai pada jantung dan pancreas, dan sel adipose, pada individu dewasa
ditemukan pada jaringan ikat stroma. Lemak adiposa pada stroma tidak merusak sel miokard. Pada
pancreas, lemak dijumpai pada jaringan ikat dari lobulus pancreas. Infiltrasi lemak pada stroma jarang
menyebabkan gangguan fungsi jantung dan pancreas.

Degenerasi Hialin (Perubahan Hialin)


Istilah hialin digunakan hanya untuk istilah deskriptif histologik dan bukan sebagai tanda adanya jejas sel.
Umumnya perubahan hialin merupakan perubahan dalam sel atau rongga ekstraselular yang memberikan
gambaran homogeny, cerah dan berwarna merah muda dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin. Keadaan ini
terbentuk akibat berbagai perubahan dan tidak menunjukkan suatu bentuk penimbunan yang spesifik.
Degenerasi Hialin Seluler
Adanya timbunan hialin seluler yang sebenarnya adalah timbunan protein. Contoh :
o Jisim Russel. Jisim inklusi homogeny pada sitoplasma yang merupakan immunoglobulin yang
dihasilkan reticulum endoplasmic dari sel plasma pada rahang.
o Jisim Mallory. Jisim inklusi yang terdiri dari protein berupa inklusi eosinofilik dalam sitoplasma yang
ditemukan pada penyakit alkoholik hepatitis, sirosis biliaris, dan karsinoma hati.
o Corpora amylacea. Protein yang berupa benda hialin bentuk bulat dengan lamina konsentrik. Benda ini
terbentuk karena pengentalan sekresi kelenjar prostat pada keadaan prostatitis dan hyperplasia prostat.
Degenerasi Zenker
Dahulu dikenal sebagai degenerasi hialin pada otot sadar yang mengalami nekrosis. Otot yang mengalami
degenersi zenker adalah otot rektus abdominis dan diafragma. Degenerasi ini kadang kala ditemukan pada
pneumonia dan tifus abdominalis stadium terminal.
Hialin Ekstraseluler
Pemeriksaan untuk mengetahui adanya hialin ekstraselular agak sulit dilakukan. Jaringan ikat kolagen pada
bekas luka yang sudah lama akan mengalami hialinisasi, tetapi mekanisme fisio-kimia yang mendasari
perubahan tersebut belum diketahui secara jelas. Pada penderita hipertensi yang lama dan pada penderita
diabetes mellitus akan terjadi hialinisasi dinding arteri terutama di ginjal. Hal ini disebabkan oleh
ekstravasasi protein plasma dan bahan dari membrane basalis. Dengan pewarnaan hematoksilin eosin,
ameloid protein akan memberikan gambaran yang serupa dengan hialin.
Amiloid dibedakan dengan hialin dengan menggunakan pewarnaan merah Kongo, dimana amiloid
memberikan warna merah muda hingga merah.

Degenerasi Mukoid (Degenerasi atau Miksomatosa)


Menurut literature dahulu, mucus adalah substansi kompleks yang cerah, kental, dan berlendir dengan
komposisi yang bermacam-macam dan pada keadaan normal disekresi oleh sel epitel serta dapat pula
sebagai bagian dari matriks jaringan ikat longgar tertentu.
Musin dapat dijumpai dalam sel, dan mendesak inti ke tepi seperti pada adenokarsinoma gaster yang
memberikan gambaran difus terdiri atas sel-sel gaster yang memiliki sifat ganas dan mengandung musin.
Musin tersebut akan mendesak inti ke tepi sehingga sel menyerupai cincin yang dinamakan signet ring cell.
Contoh lain adalah sel epitel yang mengandung musin pada kistadenoma ovarii musinosum, dimana
kista dibatasi oleh sel epitel torak tinggi yang sudah tidak bersilia dan mengandung musin di bagian apical
sel sehingga inti terdorong ke basal.
Musin di jaringan ikat, dahulu dnamakan degenerasi miksomatosa. Keadaan ini menunjukkan
adanya musin di daerah interselular dan memisahkan sel-sel stelata.

LEARNING OBJECTIVE 6
Memahami mengetahui mengkomunikasikan dan menjelaskan dampak penyakit degenerative rongga mulut ke
penyakit sistemik:
18

Di antara penyakit degeneratif, Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit yang akan meningkat
jumlahnya di masa datang. Diabetes Mellitus terjadi karena kurangnya sekresi insulin, kerja insulin atau keduaduanya disertai kelainan metabolik, menimbulkan berbagai komplikasi kronik di mata, ginjal, saraf, dan
pembuluh darah (Federer, 1963). Salah satu penyakit sistemik yang banyak menyebabkan infertilitas adalah
Diabetes Mellitus (Bashandy , 2007). Diagnosis klinis Diabetes Mellitus mempunyai gejala khas polifagia,
poliuria, polidipsia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya (Kumalasari, 2006).
Gejala lain yang mungkin dikeluhkan adalah rasa lemah, kesemutan, gatal-gatal, mata kabur dan disfungsi
ereksi pada pria. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik digunakan sebagai patokan
penyaring dan diagnosis Diabetes Mellitus.
Pengaruh penyakit degenerative terhadap penyakit sistemik:
PENYAKIT DEGENERATIF DAN GANGGUAN REPRODUKSI
Gangguan metabolisme tubuh akan memberi dampak berupa gangguan fungsi organ, sehingga memicu
berbagai penyakit degeneratif seperti obesitas, stroke, kencing manis, hipertensi, hiperkolesterol/ trigliserid,
penyakit jantung, gangguan sistem pencernaan, gangguan asam urat, emosional (mudah stres, depresi,
hiperaktif, adiktif, dll.). Gangguan metabolisme tersebut terjadi karena pola hidup yang cenderung serba instan
dan kurang memperhatikan aspek kesehatan antara lain: pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat,
kurangnya olahraga & istirahat yang cukup serta polusi lingkungan.
Pada penderita osteoarthritis kita jumpai bahwa adanya masalah pada proses mastikasi, seperti pada
difisnisinya sendiri bahwa osteoarthritis adalah sebuah penyakit pada sendi yang berefek kesulitan pada saat
menggerakkan sendinya, padahal kita sebagai manusia yang pastinya setiap hari menggunakan sendi kita untuk
beraktifitas seperti pada proses mastikasi dan berbicara. Masalah yang sering kita jumpai pada osteoarthritis
adalah gangguan pada proses mastikasi yang diakibatkan karena sulitnya mobilitas pada sendi itu sendiri.
Akibatnya penderita tidak bisa melakukan system pencernaan secara sempurna dan akhirnya berpengaruh pada
asupan gizi dalam tubuh. Hal ini tentunya mengganggu pada proses metabolism dari penderita. Seperti pada
keadaan ketika seseorang mengalami penurunan kualitas dan kuantitas asupan makanan yang berkurang
sehingga akan memicu asam lambung menjadi tinggi. Asam lambung ini sendiri dapat menyebabkan terjadinya
radanglambung. Terjadinya radang lambung tentunya dapat menimbulkan komplikasi pada organ organ tubuh
lainya. Tentunya ini berhubungan dengan pencernaan glukosa dilambung yang tidak sempurna menyebabkan
penyerapan nutrisi terganggu. Jadi ulasan diatas merupakan manifestasi sistemik dari penyakit degenerasi yang
berasal dari n yang berasal rongga mulut.

DAFTAR PUSTAKA
Syafriadi, Mei. Diktat Kuliah Kelainan- kelainan Sendi Rahang. 2006. Bagian Bedah Mulut Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas jember
Robbins, dkk., 2007. Buku Ajar Patologi. Volume 2. Edisi 7. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta
19

Sudiono, Janti.drg, dkk. 2003. Ilmu Patologi. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta
Price, S, Lorraine, M., 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Volume 1. Edisi 6. Penerbit
buku Kedokteran EGC. Jakarta

Lane, E.N., 2001. Lebih Lengkap Tentang: Osteoporosis (Rapuh Tulang).In: Eri D. Nasution. Edisi Pertama.
Jakarta: PT. Raja rafindo Persada

20

You might also like