Professional Documents
Culture Documents
Pneumonia
OLEH : -
LEMBAR PENGESAHAN
Telah dibacakan pada tanggal :
Nilai
COW Pembimbing
Pimpinan Sidang
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus ini dengan judul Pneumonia.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing, dr. Leny Sihotang, SpPD dan juga dr. Ricky Sanowara yang telah
meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan
laporan kasus ini sehingga penulis dapat menyelsaikan laporan kasus tepat pada
waktunya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan yang telah disusun ini masih
banyak terdapat kekurangan di dalam penulisannya, baik di dalam penyusunan
kalimat maupun di dalam teorinya, mengingat keterbatasan dari sumber referensi
yang diperoleh penulis serta keterbatasan penulis selaku manusia biasa yang
selalu ada kesalahan. Oleh karena itu, penulis membutuhkan kritik dan saran.
Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................iii
DAFTAR ISI......................................................................................................iv
BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA........................................................................1
1
2
Latar Belakang..................................................................................1
Pneumonia.........................................................................................2
1
Definisi............................................................................2
2
Epidemiologi...................................................................2
3
Etiologi............................................................................3
4
Faktor Resiko .................................................................5
5
Klasifikasi ......................................................................7
6
Patogenesis......................................................................8
7
Penegakan Diagnosis......................................................10
8
Diagnosis Banding .........................................................13
9
Penatalaksanaan .............................................................14
10
Komplikasi......................................................................18
11
Prognosis.........................................................................18
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Latar Belakang
Pneumonia merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama, baik di
negara berkembang maupun di negara maju. karena merupakan penyakit yang
menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak di usia 5 tahun
(balita) juga pada lanjut usia. Kematian infeksi pneumonia terjadi lebih kurang 2
juta anak balita di Afrika dan Asia Tenggara.1
Menurut survei kesehatan nasional (SKN) 2011 terdapat 27,6 % kematian
bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit respiratori,
terutama pneumonia. Pada suatu penelitian di Amerika Serikat meneliti bahwa
pneumonia juga merupakan penyebab mortalitas yang tinggi pada lansia yang
menjalani perawatan di ICU (Intensive Care Unit) dimana dari 17,537 pasien
terdapat diantaranya 1,062 pasien meninggal akibat sepsis, 1,802 pasien
meninggal akibat pneumonia, 42 pasien meninggal akibat CLABSI (central-lineassociated bloodstream infection) dan 52 kasus pasien meninggal akibat VAP (
ventilator-associated pneumonia).1
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit infeksi saluran
pernapasan bawah merupakan kasus infeksius penyebab kematian terbesar di
seluruh dunia (urutan ketiga dari penyebab kematian secara umum), dengan angka
kematian mencapai 3,5 juta setiap tahunnya2. Dari data SEAMIC Health Statistic
2001 influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di
Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor
6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga
Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran napas bawah menempati urutan ke-2
sebagai penyebab kematian di Indonesia.2
Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa
hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan
kematian bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia
diberikan antibiotika secara empiris.3
1.2. Pneumonia
1.2.1. Definisi
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
Pada pemeriksaan histologis terdapat pneumonitis, atau reaksi inflamasi berupa
alveolitis dan pengumpulan eksudat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai
penyebab dan berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi.4
Secara umum, pneumonia dibagi menjadi dua kelompok utama, yakni
pneumonia dirumah perawatan (pneumonia nosokomial) dan pneumonia yang
didapat di masyarakat (pneumonia komunitas).4
Pneumonia komunitas adalah pneumonia yang terjadi akibat infeksi di luar
rumah sakit, sedangkan pneumonia yang terjadi >48 jam atau lebih setelah
dirawat di rumah sakit, baik di ruang rawat umum ataupun ICU (intensive care
unit) tetapi tidak sedang memakai ventilator.4
1.2.2. Epidemiologi
Penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan
yang tinggi di seluruh dunia. Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran
napas bawah akut di parenkim baru dijumpai sekitar 15-20%.4
Kejadian Pneumonia nosokomial (PN) di ruang ICU lebih sering daripada
di ruangan umum, yaitu dijumpai pada hampir 25% dari semua infeksi di ICU,
dan 90% terjadi pada saat ventilasi mekanik.4
Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa gangguan imunitas yang
jelas, namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati
adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh.4
Pneumonia semakin sering dijumpai pada orang lanjut usia (lansia) dan
sering terjadi pada penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), juga pada pasien yang
menderita diabetes mellitus (DM), payah jantung, penyakit arteri koroner,
insufisiensi ginjal, keganasan, penyakit saraf kronik dan penyakit hati kronik.
Faktor predisposisi antara lain kebiasaan merokok, pasca infeksi virus, DM,
keadaan imunodefisensi, kelainan atau kelemahan struktur organ dada dan
Etiologi
Etiologi pneumonia dapat bervariasi, yaitu dapat disebabkan bakteri, virus,
kuman ini.
Haemophilus influenza: bakteri bentuk batang anaerob dengan berkapsul
atau tidak berkapsul. Jenis kuman ini yang memiliki virulensi tinggi
yaitu encapsulated type B (HiB)
2. Atypical organism
Bakteri yang termasuk atipikal adalah Mycoplasma sp., chlamydia
sp. , Legionella sp.
b.
Virus
Disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui droplet, biasanya
Fungi
Infeksi pneumonia akibat jamur biasanya disebabkan oleh jamur
opportunistik, dimana spora jamur masuk ke dalam tubuh saat menghirup udara.
Organisme yang menyerang adalah Candida sp.,Aspergillus sp., Cryptococcus
neoformans.
Terapi inhalasi dan terapi oksigen yang digunakan pada penyakit ini dapat
menyebabkan mukosa nadal dan orofaring yang kering sehingga meningkatkan
lesi infeksi, sulit menelan dan resiko aspirasi.Sebanyak 1/3-1/2 kasus pneumonia
didahului dengan riwayat infeksi saluran nafas atas dan infeksi virus dengan
prognosis yang lebih buruk. Teknik diagnostik dan terapeutik pada saluran nafas
dapat menyebabkan kontaminasi, mengganggu penghalang aspirasin alami yaitu
epiglotis dan mendestruksi epitel saluran nafas sehingga menfasilitasi infeksi.6
Pasien refleks gastroesofagus dan ulkus gastroduodenum dengan resiko
pneumonia harus menghindari atau merendahkan dosis obat pengurangan asam
lambung terutama PPI karena pengurangan asam lambung yang berfungsi dalam
bakteriosidal dapat menfasilitasi kolonisasi patogen di saluran cerna atas dan
saluran nafas atas. Pasien HIV dan AIDS sering menderita pneumonia oleh kuman
pneumocystis jarovicii, Mycobakterium, Cytomegalovirus, Aspergillus dan
Toxoplasma gondii. Penyakit imunodefisiensi lain termasuk kanker terutama
leukemia dan Hodgkins limfoma, kemoterapi dan transplantasi organ. Pasien
dengan riwayat operasi misalnya operasi yang mengganggu mekanisme batuk,
splenektomi, aneurisme aorta abdomen juga beresiko.6,7
Efek imunosupresif kortikosteroid oral yang meningkatkan resiko dan
keparahan infeksi juga berhubungan dengan terjadinya pneumonia. Pasien yang
mendapat terapi antibiotik dalam 90 hari terakhir juga beresiko karena
penggunaan antibiotik yang tidak benar dapat meningkatkan resistensi bakteri
terhadap antibiotik dan mengganggu flora normal bakteri pada tubuh manusia.
Riwayat rawat inap mempunyai resiko pneumonia yang tinggi jika keadaan
kemungkinan terjadinya aspirasi misalnya gangguan kesadaran, penderita yang
sedang diintubasi, penderita stroke, pasien dengan disfagia atau posisi pasien yang
salah. Dementia juga menyebabkan disfagia dan sulit menelan sehingga dapat
terjadi pneumonia.6,7
2. Faktor Demografik dan Sosioekonomi
Resiko pneumonia meningkat dengan peningkatan usia terutama pada
umur lebih daripada 65 tahun oleh karena penurunan sistem pertahanan tubuh dan
munculnya penyakit lain. Belum terbukti bahwa jenis kelamin berhubungan
1.2.5. Klasifikasi8,9
1. Berdasarkan Klinis dan Epidemiologis
a. Pneumonia komuniti (CAP) merupakan suatu infeksi akut parenkim
paru yang sesuai dengan gejala infeksi akut, diikuti dengan infiltrat
pada foto thoraks, auskultasi sesuai dengan pneumonia.
pseudomonas
dan
enterobakter.
Pneumia
ventilator
merupakan salah satu jenis HAP yaitu pneumonia yang terjadi 48 jam
atau lebih setelah intubasi dan ventilasi mekanik.
c. Pneumonia aspirasi atau pneumonitis aspirasi disebabkan oleh
aspirasi banda asing berasal dari oral atau gaster sewaktu makan atau
refluks dan muntah yang sering mengandungi bakteri anaerobik
sehingga sering menyebabkan bronkopneumonia.
d. Pneumonia pada penderita imunokompromis
2. Berdasarkan penyebab
a. Pneumonia tipikal: bersifat akut dengan gejala demam tinggi,
menggigil, batuk produktif dan nyeri dada. Seacara radiologis bersifat
lobaris atau segmental. Biasanya disebabkan bakteri gram positif dan
ekstraseluler misalnya S.pneumonia, S.piogenes dan H. Influenza.
b. Pneumonia atipikal: bersifat tidak akut dengan gejala demam tanpa
menggigil, batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, ronki basah yang
difus dan leukositosis ringan. Penyebab biasanya mycoplasma
pneumonia dan chlamnydia pneumonia.
c. Pneumonia virus menyebabkan gejala seperti influenza yaitu demam,
batuk kering, sakit kepala, nyeri otot dan kelemahan. Penyebabnya
merupakan influenza virus, parainfluenza virus, rhinovirus dan lainlain. Pneumonia jamur: aspergilus, histoplasma kapsulatum.
3. Berdasarkan predileksi lokasi secara radiologis
a. Pneumonia lobaris merupakan infeksi paru yang akut dan hanya
melibatkan satu lobus paru dan sering disebabkan oleh streptokokus
pneumoniae dan klebsiella pneumoniae serta stafilokokus aureus,
streptokokus B hemolitik dan haemofilus influenza.
b. Bronkopneumonia merupakan infeksi akut yang melibatkan tubulus
terminal di dalam paru yaitu bronki atau bronkiolus yang
menyebabkan eksudasi purulen yang menyebar ke alveoli di
hambatan dan beberapa neutrofil dan makrofag masuk ke dalam alveoli melalui
pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor. Selanjutnya, kapiler yang telah
mengalami kongesti disertai dengan diapedesis sel sel eritrosit. Alveoli dipenuhi
oleh eksudat dan kapiler menjadi terdesak dan jumlah leukosit meningkat. Dengan
adanya eksudat yang mengandung leukosit ini maka perkembang biakan kuman
menjadi terhalang bahkan difagositosis. Pada saat ini juga akan terbentuk
antibodi. Bila tubuh berhasil membinasakan kuman. Makrofag akan terlihat dalam
alveoli beserta sisa-sisa sel. Yang khas adalah tidak adanya kerusakan dinding
alveoli dan jaringan interstitial. Arsitektur paru kembali normal.
Terdapat 4 zona pada daerah reaksi inflamasi, antara lain (1) Zona luar,
alveoli yang terisi bakteri dan cairan edema, (2) zona permulaan konsolidasi yang
terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel darah merah, (3) zona konsolidasi
luar, daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif dengan jumlah PMN yang
banyak, dan (4) zona resolusi, daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak
bakteri yang mati, leukosit dan makrofag alveolar, sehingga terlihat dua gambaran
yaitu hepatisasi merah yaitu daerah perifer yang terdapat edema dan perdarahan
dan hepatisasi kelabu yaitu daerah konsolidasi yang luas.
1.2.7.
Penegakan Diagnosis
Penegakan diagnosis dibuat dengan maksud pengarahan kepada pemberian
terapi yaitu dengan cara mencakup bentuk dan luas penyakit, tingkat berat
penyakit, dan perkiraan jenis kuman penyebab infeksi. Dugaan mikroorganisme
penyebab infeksi akan mengarahkan kepada pemilihan terapi empiris antibiotik
yang tepat. Seringkali bentuk pneumonia mirip meskipun disebabkan oleh bentuk
kuman yang berbeda. Diagnosis pneumonia didasarkan kepada riwayat penyakit
yang lengkap, pemeriksaan fisik yang teliti dan pemeriksaan penunjang.12
1. Anamnesis
10
yang
kurang
patogen
/oportunistik,
misalnya
Klebsiella,
11
12
13
c. Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi
jarum transtorakal, torakosentesis, bronkoskopi, atau biopsi.untuk tujuan
terapi empiris dilakukan pemeriksaan apus Gram, Burri Gin, Quellung test,
dan Z. Nielsen. Kuman yang predominan pada sputum yang disertai PMN
yang kemungkinan merupakan penyebab infeksi. Kultur kuman merupakan
pemeriksaan utama pra terapi dan bermanfaat untuk evaluasi terapi
selanjutnya.11
d. Pemeriksaan Khusus
Titer antibody terhadap viru, legionella, dan mikoplasma. Nilai diagnostik
bila titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah dilakukan
untuk menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen. Pada pasien
pneumonia nosokomial/pneumonia komunitas yang dirawat nginap perlu
diperiksakan analisa gas darah, dan kultur darah.11
1.2.8
Diagnosis Banding
14
pneumonia,
tanpa
air
15
pasien rawat inap antibiotik harus diberikan dalam 8 jam pertama dirawat di
rumah sakit.11
Pilihan antibiotika yang disarankan pada pasien dewasa dengan
pneumonia komunitas adalah golongan makrolida atau doksisiklin atau
fluoroquinolon terbaru. Namun untuk dewasa muda yang berusia antara 17-40
tahun pilihan doksisiklin lebih dianjurkan karena mencakup mikroorganisme
atypical yang mungkin menginfeksi. Untuk bakteri Streptococcus pneumoniae
yang resisten terhadap penicillin direkomendasikan untuk terapi beralih ke
derivate fluoroquinolon terbaru. Sedangkan untuk pneumonia komunitas yang
disebabkan oleh aspirasi cairan lambung pilihan jatuh pada amoksisilinklavulanat. Golongan makrolida yang dapat dipilih mulai dari eritromisin,
claritromisin serta azitromisin. Eritromisin merupakan agen yang paling
ekonomis, namun harus diberikan 4 kali sehari. Azitromisin ditoleransi dengan
baik, efektif dan hanya diminum satu kali sehari selama 5 hari, memberikan
keuntungan bagi pasien. Sedangkan klaritromisin merupakan alternatif lain bila
pasien tidak dapat menggunakan eritromisin, namun harus diberikan dua kali
sehari selama 10-14 hari. Sedangkan pemilihan antibiotika untuk pneumonia
nosokomial memerlukan kejelian, karena sangat dipengaruhi pola resistensi
antibiotika baik in vitro maupun in vivo di rumah sakit. Sehingga antibiotika yang
dapat digunakan tidak heran bila berbeda antara satu rumah sakit dengan rumah
sakit lain. Namun secara umum antibiotika yang dapat dipilih sesuai tabel
dibawah ini.13
Tabel 1.1 Antibiotika pada terapi Pneumonia13
Dosis
Kondisi
Klinik
Patogen
Terapi
Sebelumnya
Pneumococcus,
Eritromisin
sehat
Mycoplasma
Klaritromisin
Pneumoniae
Azitromisin
Dosis Anak
Dewasa
(mg/kg/hari)
(dosis
30-50
total/hari)
1-2 g
15
0,5-1 g
10 pada hari
1, diikuti 5
16
mg
selama 4
Komorbiditas
S. pneumoniae,
Cefuroksim
hari
50-75
(manula,
Hemophilus
Cefotaksim
50-75
1-2 g
DM, gagal
influenzae,
Ceftriakson
50-75
1-2 g
ginjal, gagal
Moraxella
jantung,
catarrhalis,
keganasan)
Mycoplasma,
1-2 g
Chlamydia
pneumoniae dan
Aspirasi
Legionella
Anaerob mulut
Ampicilin
100-200
2-6 g
Community
Anaerob mulut,
Amoxicillin
100-200
2-6 g
Hospital
S.aureus, gram(-)
Klindamisin
8-20
1,2-1,8 g
enterik
Klindamisin
8-20
1,2-1,8 g
+aminoglikosida
Nosokomial
Pneumonia
K. pneumoniae,
Cefuroksim
50-75
1-2 g.
Ringan, Onset
P. aeruginosa,
Cefotaksim
50-75
1-2 g.
<5 hari,
Enterobacter
Ceftriakson
50-75
1-2 g
Risiko
spp.
Ampicilin-Sulbaktam
100-200
4-8 g
rendah
S. aureus,
Tikarcilin-klav
200-300
12 g
Gatifloksasin
0,4 g
Levofloksasin
0,5-0,75
7,5
g
4-6
mg/kg
Pneumonia
K. pneumoniae,
Gentamicin/Tobramici
berat**,
P. aeruginosa,
Onset > 5
Enterobacter
atau Ciprofloksasin )*
hari, Risiko
spp.
Tinggi
S. aureus,
Ceftazidime atau
2-6 g
Cefepime atau
2-4 g
150
100-150
0,5-1,5 g
17
Tikarcilinklav/
Meronem/Aztreonam
Keterangan :
*) Aminoglikosida atau Ciprofloksasin dikombinasi dengan salah satu antibiotika
yang terletak di bawahnya dalam kolom yang sama.
**) Pneumonia berat bila disertai gagal napas, penggunaan ventilasi, sepsis berat,
gagal ginjal.
b. Terapi Suportif
Terapi suportif yang dapat diberikan pada pasien dengan pneumonia
adalah sebagai berikut.11
1. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96%
berdasarkan pemeriksaan analisa gas darah.
2. Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental, dapat
disertai nebulizer untuk pemberian bronkodilator bila terdapat bronkospasme.
3. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk,
khususnya anjuran untuk batuk dan napas dalam. Bila perlu dikerjakan fish
mouth breathing untuk melancarkan ekspirasi dan pengeluaran CO2. Posisi
tidur setengah duduk untuk melancarkan pernapasan.
4. Pengaturan cairan. Keutuhan kapiler paru sering terganggu pada pneumonia,
dan paru lebih sensitive terhadap pembebanan cairan terutama bila terdapat
pneumonia bilateral. Pemberian cairan pada pasien harus diatur dengan baik,
termasuk pada gangguan sirkulasi dan gagal ginjal. Overhidrasi untuk maksud
mengencerkan dahak tidak diperkenankan.
5. Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan. Terapi ini
tidak bermanfaat pada renjatan septik.
6. Pertimbangkan obat inotropik seperti dobutamin atau dopamin kadang-kadang
diperlukan bila terdapat komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal ginjal pre
renal.
7. Ventilasi mekanis. Indikasi intubasi dan pemasangan ventilator pada
pneumonia adalah:
a. Hipoksemia persisten meskipun telah diberikan O2 100% dengan
menggunakan masker.konsentrasi O2 yang tinggi menyebabkan penurunan
kompliens paru hingga tekanan inflasi meninggi. Dalam hal ini perlu
18
Komplikasi11
Dapat terjadi komplikasi pneumonia ekstrapulmoner, misalnya pada
pneumonia pneumokokus dengan bakteriemi berupa meningitis, arthritis,
endokarditis,
perikarditis,
peritonitis
dan
empiema.
Komplikasi
ekstrapulmoner non infeksius bisa terjadi gagal ginjal, gagal jantung, emboli
paru/infark paru, dan infark miokard akut acute respiratory distress
syndrome (ARDS), gagal organ jamak, dan pneumonia nosokomial.
1.2.11. Prognosis11
1. Pneumonia Komunitas
Secara umum angka kematian pneumonia oleh pneumokokus
sebesar 5%, namun dapat meningkat pada orang tua dengan kondisi yang
buruk. Pneumonia dengan influenza di USA merupakan penyebab kematian
no. 6 dengan kejadian sebesar 59%. Sebagian besar pada lanjut usia sebesar
89%.
2. Pneumonia Nosokomial
Angka mortalitas dapat mencapai 33-50% yang bisa mencapai 70%
bila termasuk yang meninggal akibat penyakit dasar yang dideritanya.
Penyebab kematian biasanya adalah akibat bakteriemi terutama oleh P.
Aeruginosa atau Acinobacter spp.
19
BAB 2
STATUS ORANG SAKIT
Nomor RM : 00.66.44.91
Tanggal Masuk: 18 September 2015
Jam: 15.00 WIB
Ruang: RA2
Dokter Ruangan:
dr. Ferry
Dokter Chief of Ward:
dr. Ricky Sanowara
Dokter Penanggung Jawab Pasien
dr. Henny Syahrini M.Ked (PD), SpPD
ANAMNESIS PRIBADI
NAMA
Umur
Jenis Kelamin
Status Perkawinan
Pekerjaan
Suku
Agama
Alamat
ANAMNESIS PENYAKIT
Keluhan utama
: Sesak Nafas
Telaah
20
- Riwayat darah tinggi (+) dengan tekanan darah tertinggi >180mmHg. O.s
tidak mengkonsumsi obat antihipertensi. Riwayat penyakit gula disangkal.
- Riwayat merokok disangkal
- O.s pernah dirawat sebelumnya di RSUD Tarutung selama 1 minggu,
riwayat pemasangan kateter (+) selama dirawat.
RPT
: Hipertensi
RPO
: Tidak jelas
ANAMNESIS ORGAN
Jantung
Sesak Napas: +
Angina Pektoris: -
Edema: +
Palpitasi: Lain-lain: -
Saluran Pernafasan
Batuk-batuk: +
Dahak : -
Saluran Pencernaan
Penurunan BB: +
Keluhan Defekasi: Lain-lain: -
Saluran Urogenital
Keterbatasan Gerak: +
Lain-lain: -
Endokrin
Saraf Pusat
Sirkulasi Perifer
Lain-lain: -
Claudicatio Intermitten: -
21
Keadaan Penyakit
Sensorium : CM
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 118 x/i, reg/irreg, t/v: cukup/cukup
Pernafasan : 24 x/i
Temperatur : 36.5C
BB
55
x 100 =
TB100
65
BW = 84,4%
IMT:20,20 Kesan: Normoweight
KEPALA:
Mata : konjungtiva palpepbra pucat (-/-), ikterus (-/-), pupil:
isokor/unisokor,ukuran: 3 mm, refleks cahaya direk (+/+) / indirek (+/+),
kesan: dalam batas normal
Telinga: dalam batas normal
Hidung: dalam batas normal
Mulut : lidah
: atrofi papila lidah (-)
gigi geligi
: gusi berdarah (-), hiperplasia (-)
tonsil/faring : hiperemia (-)
LEHER:
Struma membesar/ tidak membesar, tingkat: - , nodular / multi nodular / diffuse
Pembesaran kelenjar limfa (-), lokasi: - , jumlah -, konsistensi -, mobilitas: -, nyeri
tekan (-)
Posisi trakea: medial, TVJ: R-2 cm H2O
22
: Simetris fusiformis
: Ketinggalan bernapas dada kanan (+)
: Tidak ada nyeri tekan
: Tidak dapat dilakukan pemeriksaan
: Tidak terlihat, teraba di ICS V LMCS
Perkusi
Paru
Batas Paru-Hati R/A
Peranjakan
Jantung
Batas atas jantung
Batas kiri jantung
Batas kanan jantung
: ICS II LMCS
: ICS V 1 cm medial LMCS
: ICS IV Linea Parasternal Dextra
Auskultasi
Paru
Suara pernafasan: Bronkial di lapangan paru tengah kanan dan menghilang
dilapangan paru bawah kanan.
Suara tambahan: Ronki (+) di lapangan tengah paru kanan.
Jantung
M1 > M2, P2 > P1, T1 > T2, A2 > A1, desah sistolis (-), tingkat (-)
Desah diastolis (-), lain-lain: (-)
HR: 118 x/menit, reg / irreg, intensitas: cukup
THORAX BELAKANG
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
ABDOMEN
Inspeksi
Bentuk
: Simetris
23
Gerakan Lambung/Usus
Vena Kolateral
:Caput Medusae
Palpasi
Dinding Abdomen
HATI
Pembesaran
Permukaan
Pinggir
Nyeri tekan
LIMFA
Pembesaran
GINJAL
Ballotement
::-
UTERUS/OVARIUM : TUMOR
:-
Perkusi
Pekak Hati
Pekak Beralih
:+
:-
Auskultasi
Peristaltik usus
Lain-lain
: Normoperistaltik
:-
Pinggang
Nyeri Ketuk Sudut Kosto Vertebra (-), Kiri / Kanan
INGUINAL
24
Deformitas sendi : Lokasi : Jari Tabuh : Tremor Ujung Jari : Telapak tangan sembab: Sianosis : Eritema palmaris : Lain-lain : -
Edema :
Arteri Femoralis :
Arteri Tibialis Posterior :
Arteri Dorsalis Pedis :
Refleks KPR :
Refleks APR :
Refleks Fisiologis :
Refleks Patologis :
Lain-lain :
- Kekuatan Motorik:
Kiri
+
+
+
+
+
Sdn
+
-
Kanan
+
+
+
+
+
sdn
+
-
22222
22222
Kemih
Warna: Kuning jernih
Protein: Reduksi: Bilirubin: Urobilinogen: -
Tinja
Warna: Coklat
Konsistensi: Lunak
Eritrosit: 0-1/LPB
Leukosit: 0-1/LPB
Amoeba/Kista: -
Sedimen:
Eritrosit: Leukosit: Epitel: Cyst: Silinder: Bakteri : -
Telur Cacing
Ascaris: Ankylostoma: T. Trichiura: Kremi: -
RESUME
ANAMNESIS
25
PEMERIKSAAN FISIK
Thorax Posterior
Inspeksi: Simetris fusiformis, pergerakan nafas
tertinggal di lapangan paru kanan
Palpasi: tidak dilakukan pemeriksaan
Perkusi: Sonor memendek, dilapangan bawah paru
kanan
Auskultasi: Sp: Bronkial di lapangan tengah paru
kanan dan menghilang di lapangan
bawah paru kanan
St: Ronki (+) di lapangan tengah paru kanan.
Ekstremitas
Kekuatan motorik :
ESD / EID : 55555 / 22222
ESS / EIS : 55555 / 22222
26
LABORATORIUM
RUTIN
Darah:
Hb : 12,5 g/dl
Eritrosit: 4,16x106/mm3
Leukosit: 17,66x103/mm3
Trombosit: 30x103/mm3
Ht : 35,50%
LED: 10,5 mm/jam
Kemih:
Warna: Kuning jernih
P / R / B / U = -/-/-/Tinja :
Warna: Coklat
Konsistensi: Lunak
Pneumonia dd/TB paru
Tumor paru dd/Efusi pleura, Abses paru
DIAGNOSIS BANDING
DIAGNOSIS
SEMENTARA
Tirah baring
Diet MB rendah garam
IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i mikro, O2 2-4 L via nasal
PENATALAKSANAAN
kanul
Inj Ceftriaxone 2 gr / 12 jam / IV
Valsartan 1x80 mg
Drip Ciprofloxacin 400 mg/12 jam
Rencana Penjajakan Diagnostik / Tindakan Lanjutan
1. Urinalisa
6. CT Scan Thorax
2. Pemeriksaan BTA Sputum
3. Foto thorax PA dan Lateral
4. Kultur Darah
25
BAB 3
FOLLOW-UP HARIAN DI RUANGAN
Tanggal
20
Septembe
r 2015
Sesak (+),
Gelisah
(+)
Sens : Apatis
TD : 180/140 mmHg
HR : 128 x/i
RR : 52 x/i
Temp : 37,1 C
- Penurunan
kesadaran
e.c sepsis
e.c
pneumonia
dd/TB paru
- Tumor
paru
-Hipertensi
stage II
- Paraparese
ekstremitas
bawah e.c
trauma
medulla
spinalis
Mata : konj.anemia
(-/-), sklera ikterik
(-/-)
T/H/M :dbn
Leher : TVJ R-2 cm
H2O, pembesaran
KGB (-), trakea
medial
Thorax : simetris,
ketinggalan bernafas
dada kanan, beda di
lapangan bawah
paru kanan, Suara
pernafasan bronkial
di lapangan tengah
paru kanan, suara
tambahan rhonkhi di
lapangan bawah
paru kanan
Abdomen : soepel,
H/L/R ttb, peristaltik
(+) normal,
ballotement (-),
tapping pain (-).
Ekstremitas :
Superior : edema -/Inferior : edema -/-
P
Terapi
-Tirah Baring
-Diet MB
rendah garam
-IVFD NaCl
0,9% 20 gtt/I
macro
-Inj.
Ceftriaxone 2
gr/12 jam/IV
- Ciprofloxacin
drip 400 mg/12
jam
-Valsartan 1x80
mg p.o
Anjuran
-Kontrol
Tekanan
Darah per
jam
- Periksa
AGDA
ulang
26
27
-pH : 7,48
-pCO2 : 29 mmHg
-pO2 : 199 mmHg
-HCO3 : 21,6
mmol/L
-Total CO2 : 22,5
mmol/L
- BE : - 1,1 mmol/L
-Saturasi O2 : 99,5%
Kesan : Alkalosis
Respiratorik
KGD ad random :
129,10 mg/dL
Fungsi Ginjal :
-Ureum : 53,6
mg/dL
-Kreatinin : 0,67
mg/dL
Elektrolit :
-Natrium : 133
mEq/L
-Kalium : 3,5 mEq/L
- Klorida : 101
mEq/L
Hasil pemeriksaan
foto thorax :
-rongga lusen di
lapangan bawah
paru kanan dengan
air fluid level (+)
-perselubungan
inhomogen di
perihiler hingga
lapangan bawah
paru kanan
28
-ukuran jantung
membesar (CTR
61%)
21
Septembe
r 2015
Kesimpulan :
-Cavitating tumor
dd/ abses paru
kanan,
hydropneumothora
x
-Pneumonia
-Cardiomegali
Sesak (+), Sens : CM
Batuk (+), TD : 140/80 mmHg
Demam
HR : 108 x/i
(-), Susah RR : 30 x/i
tidur (+)
Temp : 36,5C
Mata : konj.anemia
(-/-), sklera ikterik
(-/-)
T/H/M :dbn
Leher : TVJ R-2 cm
H2O, pembesaran
KGB (-), trakea
medial
Thorax : simetris,
ketinggalan bernafas
dada kanan, beda di
lapangan bawah
paru kanan, Suara
pernafasan bronkial
di lapangan tengah
paru kanan, suara
tambahan rhonkhi di
lapangan bawah
paru kanan
Abdomen : soepel,
H/L/R ttb, peristaltik
(+) normal,
ballotement (-),
-Sepsis e.c
pneumonia
dd/TB paru
- Tumor
paru
- Hipertensi
stage I
- Paraparese
ekstremitas
bawah e.c
trauma
medulla
spinalis
-Tirah Baring
-Diet MB
rendah garam
-IVFD NaCl
0,9% 20 gtt/i
macro
-Inj.
Ceftriaxone 2
gr/12 jam/IV
-Ciprofloxacin
drip 400 mg/12
jam
-Valsartan 1x80
mg p.o
- CT Scan
Thorax
- Cek
Darah
rutin
ulang
29
22
Septembe
r 2015
Kesan : Alkalosis
Respiratorik
Sesak (+), Sens : CM
Batuk (+), TD : 130/90 mmHg
Susah
HR : 90 x/i
tidur (+)
RR : 30 x/i
Temp : 36,5C
Mata : konj.anemia
(-/-), sklera ikterik
(-/-)
T/H/M :dbn
Leher : TVJ R-2 cm
H2O, pembesaran
KGB (-), trakea
medial
Thorax : simetris,
ketinggalan bernafas
dada kanan, beda di
lapangan bawah
paru kanan, Suara
pernafasan bronkial
di lapangan tengah
-Sepsis e.c.
pneumonia
dd/TB Paru
-Suspek
tumor paru
- Hipertensi
terkontrol
-Paraparese
ekstremitas
bawah e.c
trauma
medulla
spinalis
-Tirah Baring
-Diet MB
rendah garam
-IVFD NaCl
0,9% 20 gtt/i
macro
-Inj.
Ceftriaxone 2
gr/12 jam/IV
-Ciprofloxacin
drip 400 mg/12
jam
-Valsartan 1x80
mg p.o
- Konsul
PAI
30
31
0,25x103L
-Basofil absolut :
0,03x103L
Kesan : Anemia
normokrom
normositer
Leukositosis
KGD puasa : 69
mg/dL
Elektrolit :
-Natrium : 137
mEq/L
-Kalium : 3,2 mEq/L
- Klorida : 103
mEq/L
Procalcitonin : 13,4
ng/mL
23
Septembe
r 2015
Sesak
mulai
berkurang
,
Batuk (+)
Demam
(-)
Sens : CM
TD : 130/70 mmHg
HR : 92 x/i
RR : 28 x/i
Temp : 36,5C
Mata : konj.anemia
(-/-), sklera ikterik
(-/-)
T/H/M :dbn
Leher : TVJ R-2 cm
H2O, pembesaran
KGB (-), trakea
medial
Thorax : simetris,
ketinggalan bernafas
dada kanan, beda di
lapangan bawah
- Sepsis e.c.
pneumonia
dd/TB Paru
-Tumor
paru
- Hipertensi
terkontrol
-Paraparese
ekstremitas
bawah e.c
trauma
medulla
spinalis
-Tirah Baring
-Diet MB
rendah garam
-IVFD NaCl
0,9% 20 gtt/i
macro
-Inj.
Ceftriaxone 2
gr/12 jam/IV
-Ciprofloxacin
drip 400 mg/12
jam
-Valsartan 1x80
mg p.o
-Cek
sputum
- Cek
Procalcito
nin ulang
32
24
Septembe
r 2015
Sesak
mulai
berkurang
,
Batuk (+)
Demam
(-)
Sens : CM
TD : 130/80 mmHg
HR : 90 x/i
RR : 28 x/i
Temp : 36,9C
Mata : konj.anemia
(-/-), sklera ikterik
(-/-)
T/H/M :dbn
Leher : TVJ R-2 cm
H2O, pembesaran
KGB (-), trakea
medial
Thorax : simetris,
ketinggalan bernafas
dada kanan, beda di
lapangan bawah
paru kanan, Suara
pernafasan bronkial
di lapangan tengah
paru kanan, suara
tambahan rhonkhi di
Pneumonia
dd/TB Paru
-Tumor
paru
- Hipertensi
terkontrol
-Paraparese
ekstremitas
bawah e.c
trauma
medulla
spinalis
-Tirah Baring
-Diet MB
rendah garam
-IVFD NaCl
0,9% 20 gtt/i
macro
-Inj.
Ceftriaxone 2
gr/12 jam/IV
-Ciprofloxacin
drip 400 mg/12
jam
-Valsartan 1x80
mg p.o
33
lapangan bawah
paru kanan
Abdomen : soepel,
H/L/R ttb, peristaltik
(+) normal,
ballotement (-),
tapping pain (-).
Ekstremitas :
Superior : edema -/Inferior : edema -/Hasil lab :
Darah Rutin :
- Hb : 11,0%
- Eritrosit :
3,66x106/mm3
- Leukosit :
22,14x103/mm3
- Trombosit :
265x103/mm3
-Ht : 33%
-RDW : 17,0%
Hitung jenis
leukosit:
-Neutrofil : 85,3%
-Limfosit : 7,1%
-Monosit : 6,3%
-Eosinofil : 1,2%
-Basofil : 0,100%
-Neutrofil absolut :
18,89x103L
-Limfosit absolut :
1,53x103L
-Monosit absolut :
1,39x103L
-Eosinofil absolut :
0,26x103L
-Basofil absolut :
0,02x103L
34
Kesan : Anemia
normokrom
normositer
Leukositosis
Hasil Analisa Gas
Darah :
-pH : 7,5
-pCO2 : 31 mmHg
-pO2 : 204 mmHg
-HCO3 : 26,5
mmol/L
-Total CO2 : 27,5
mmol/L
- BE : - 4,2 mmol/L
-Saturasi O2 : 100%
Procalcitonin : 1,09
ng/mL
30
BAB 4
DISKUSI KASUS
Teori
Gejala Klinis Pneumonia
- Sesak nafas
- Batuk (non produktif maupun
produktif)
- Demam
Kasus
Pada pasien ini dijumpai
- Sesak Nafas
- Batuk yang non produktif
Pemeriksaan Fisik
Biasanya pada pasien pneumonia
dijumpai adanya ketinggalan bernafas
atau adanya retraksi dada, takipnu, suara
pernafasan bronkial. Dapat dijumpai
adanya suara tambahan berupa ronkhi di
daerah paru yang terlibat.
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan darah rutin, biasanya
dijumpai adanya peningkatan jumlah sel
darah putih yang menandakan adanya
proses infeksi.
Pada pemeriksaan radiologis, gambaran
pneumonia dapat berupa infiltrat sampai
konsolidasi dengan air bronchogram.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kausal, yaitu dengan
antibiotik. Biasanya pemberian antibiotik
secara empiris tanpa faktor risiko multi
drug resistance, yaitu pemberian
antibiotik ceftriaxone, moksifloksasin,
ciprofloksasin, levofloksasin, atau
ampisilin dan ertapenem.
31
BAB 5
KESIMPULAN
Bapak M, usia 42 tahun, mengalami sepsis etc pneumonia dan diberi tatalaksana
berupa pemberian antibiotik ceftriaxone 2 gram/12 jam/IV + Ciprofloxacin drip
400 mg/12 jam.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Rahmawati, FA. 2014. Angka Kejadian Pneumonia pada Paisen Sepsis di
ICU
RSUP
Dr.
Kariadi
Semarang.
Available
from
http://eprints.undip.ac.id/44629/3/FIDA_AMALINA_22010110120027_B
AB2KTI.pdf (Accessed 24 September 2015)
2. Wunderick, RG et al. 2014. Community-Aquired Pneumonia. The New
England Journal of Medicine 370(6): 543-551.
3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pneumonia Komuniti.
Available
from
http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-
at:
http://umm.edu/health/medical/reports/articles/pneumonia
at:
http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/infectio
usdisease/communityacquiredpneumonia/Default.htm [Accessed 25 Sep. 2015].
11. Sudoyo, Aru W. dkk (Editor). 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 Ed 5.
Jakarta : Interna Publishing
12. Sjahriar Rasad. 2005. Radiologi Diagnostik ed 2. Jakarta: Badan Penerbit
FK UI
13. Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Infeksi Saluran
33