Professional Documents
Culture Documents
Lanjutan:
C. Kelas tiga, pembudidayaan air tawar,
peternakan, air untuk mengairi tawar
D. Kelas empat, air untuk menairi
pertanian dan atau peruntukan lain yang
memepersyarat mutu air air (industri).
Karakter kualitas air melalui: parameter
fisik, kimiawi dan biologi
Khusus kimiawi: termasuk logam berat
dan pestisida yang mengalami
pencemaran tokis.
Peraturan Perundang-undangan
Ekosistem Perauran Peisisr dan
Laut
1. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun
1999, tentang Pengendalian dan/atau
Peusakan Laut
Peraturan tersebut mengatur:
perlindungan mutu laut, pengendalian
pencemaran laut, pencegahan
perusakan laut, penanggulangan
pencemaran dan/atau perusakan laut,
pemulihan mutu air, keadaan darurat,
dumping, pengawasan, pembiayaan,
dan ganti rugi.
LIMBAH
DAN
BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN
(LIMBAH B3)
Dumping (pembuangan)
adalah
kegiatan
membuang,
menempatkan, dan/atau memasukan
limbah dan/atau bahan dalam jumlah
konsentrasi, waktu dan lokasi tertentu
dengan persyaratan tertentu ke media
lingkungan hidup tertentu.
Pasal 58
Ayat 1
Setiap orang yang memasukan kedalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia, menghasilkan, mengangkut,
mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang,
mengolah, dan/atau menimbun B3 wajib melakukan
pengelolaan B3
Ayat 2
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan B3
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dalam peraturan
pemerintah
Dumping
Pasal 60
Setiap orang dilarang melakukan dumping
limbah dan/atau bahan ke media lingkungan
hidup tanpa izin.
Pasal 61 ayat 1
Dumping sebagaimana dimaksud dalam
pasal 60 hanya dapat dilakukan dengan izin
dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya
Pasal 61 ayat 2
Dumping sebagaimana dimaksud pada ayat 1
hanya dapat dilakukan di lokasi yang telah
ditentukan
Pasal 61 ayat 3
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
dan persyaratan dumping limbah atau bahan
diatur dalam peraturan pemerintah
Sub-kronis
Limbah diidentifikasi sebagai limbah B3
apabila uji tokisikologi sub-kronis pada
hewan uji mencit selama 30 (sembilan
pulu) hari, Dapnia sp., dan/atau
Penaeus monodon selama 14 (empat
belas) hari menunjuukkan sifat racun
sub-kronis, berdasarkan hasil
pengamatan terhadap pertumbuhan,
akumulasi/biokonsentrasi, studi
perilaku (respons antar individu hewan
uji), dan/atau histopatologis.
Lanjutan Sub-kronis
Uji toksikologi sub-kronis
menggunakan hewan uji Penaeus sp.
Dilakukan untuk limbah yang berasal
dari media air laut/atau air payau
Uji toksikologi sub-kronis wajib
dilakukan terhadap 2 (dua) jenis
hewan uji mencit dan Daphnia sp.
Atau mencit dan Penaeus sp. Sesuai
jenis limbah yang diidentifikasi.
Kronis
Limbah diidentifikasi sebagai limbah B3
apabila uji toksikologi kronis pada
a. Hewan uji mencit selama 365 (tiga ratus
enam puluh lima) hari menunjukkan sifat
racun kronis, berdasarkan hasil
pengamatan terhadap karsinogenesis,
mutagenesis, dan/atau teratogenesis; dan
b. Hewan uji Dapnia sp. melaui uji
reproduksi selama 21 (dua puluh satu) hari
dan pengamatan pertumbuhan
menunjukkan sifat racun kronis; atau
Lanjutan Kronis
c. hewan uji Penaeus sp. melalui uji
pertumbuhan selama 4 (empat) bulan dan
pengamatan pertumbuhannya dan
histopatologis menunjukkan sifat racun kronis.
Uji toksikologi kronis menggunakan hewan uji
Penaeus sp. dilakukan untuk limbah yang
berasal dari media air laut dan/atau air payau.
Uji toksikologi kronis wajib dilakukan terhadap
2 (dua) jenis hewan uji yaitu mencit dan
Daphnia sp. atau mencit dan Penaeus sp.
sesuai jenis limbah yang diidentifikasi.
Catatan
1. Limbah ditetapkan sebagai limbah
B3 apabila satu atau lebih dari uji
karakteristik limbah menunjukkan
sebagai limbah B3.
2. Uji karakteristik eksplosif, mudah
menyala, infeksius, dan/atau korosif
dari suatu limbah yang dilakukan
secara tidak berurutan dan ditunjukan
secara langsung (purposive) terhadap
karakteristik limbah dimaksud.
TERIMAKASIH