You are on page 1of 31

Kebijakan dan Peraturan Perundangundangan Limbah B3

(Uji Karakteristik: Toxic/racun)


Prof. Yayat Dhahiyat, Ph.D
PPSDAL-LPPM, FPIK
Universitas Padjadjaran

KUMPULAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN


PENGELOLAAN LIMBAH B3
1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009
Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 tahun
2007 tentang pembagian urusan pemerintahan
antara
pemerintah, Pemerintahan Daerah kabupaten Kota.
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 74 tahun
2001 tentang pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun.
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 18 tahun
1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan berbahaya dan
Beracun
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 85 tahun
1999 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor
18 Tahun 1999 Tentang pengelolaan Limbah bahan
Berbahaya dan Beracun.

6. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 18 tahun 2009


tentang tata-cara perizinan pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun
7. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 30 tahun 2009
tentang tata laksana perizinan dan pengawasan pengelolaan Limbah
bahan Berbahaya dan beracun serta pengawasan pemulihan akibat
pencemaran limbah bahan berbahaya dan beracun oleh Pemerintah
Daerah.
8. Peraturan Menteri Negara Lingungan Hidup Nomor 33 tahun 2009
tentang tata cara pemulihan lahan terkontaminasi limbah bahan
berbahaya dan beracun.
9. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 05 tahun 2009
Tentang pengelolaan Limbah di Pelabuhan

10. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 02


tahun 2008 Tentang pemanfaatan limbah bahan berbahaya dan
beracun Menteri Negara Lingkungan Hidup
11. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 03
tahun 2008 Tentang Tata Cara pemberian simbol dan label Bahan
Berbahaya dan Beracun
12. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 03
tahun 2007 Tentang fasilitas Pengumpulan dan Penyimpanan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di Pelabuhan
13. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 12
tahun 2006 tentang Persyaratan dan tatacara Perizinan
Pembuangan Air Limbah kelaut.
14. Keputusan Menteri Negara lingkungan Hidup Nomor 128
tahun 2003 Tentang cara dan persyaratanTeknis Pengolahan
Limbah Minyak bumi dan tanah terkontaminasi oleh minyak
bumi secara biologis.

15. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan


Nomor :KEP-02/BAPEDAL/01/1998 Tentang Tata laksana dan
pengawasan Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun
16. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Nomor : KEP-03/BAPEDAL/01/1998 tentang
program
kemitraan dalam pengelolaan bahan berbahaya dan beracun.
17. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Nomor : KEP-04/BAPEDAL/01/1998 tentang Penetapan
Prioritas Propinsi daerah tingkat 1 Program Kemitraan dalam
pengelolaan limbah berbahaya dan beracun.
18. Keputusan Kepala Bapedal No. 225 tahun 1996 Tentang :
taacara dan persyaratan penyimpanan dan pengumpulan minyak
pelumas bekas

19. Keputusan Kepala BAPEDAL No.205 Tahun 1996 Tentang


Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran udara Sumber Tidak
bergerak
20.Keputusan Kepala badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Nomor : KEP-01/BAPEDAL/09/1995 tentang tatacara dan
persyaratan Pengumpulan limbah bahan Berbahaya dan Beracun
21. Keputusan Kepala badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Nomor : KEP-02/BAPEDAL/09/1995 tentang Dokumen Limbah
bahan berbahaya dan Beracun
22. Keputusan Kepala badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Nomor :KEP-03/BAPEDAL//09/1995 Tentang Persyaratan
teknis Pengolahan limbah Bahan Berbahaya beracun

23. Keputusan Kepala Badan Pengendalian dampak Lingkungan


Nomor :KEP-04/BAPEDAL/09/1995 Tentang tata cara
Persyaratan Penimbunan Hasil Pengolahan, Persyaratan Lokasi
Bekas pengolahan dan lokasi bekas penimbunan limbah bahan
berbahaya beracun.
24. Keputusan kepala badan pengendalian dampak lingkungan
nomor : kep-05/bapedal/09/1995 tentang simbol dan label limbah
bahan berbahaya dan beracun
25. Surat edaran menteri negara lingkungan hidup no. 8 tahun
1997 tentang : penyerahan minyak pelumas bekas.
26. Rancangan PPRI Nomor Tahun Tentang Bahan
Berbahaya dan Beracun, Pengelolaan Limbah B3 dan Dumping
Limbah B3.

Perairan Tawar dan


Perairan Pesisir dan Laut
1. Peraturan Pemerintah Pemerintah
Indonesia Nomor 82 Tahun 2001,
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air
A. Kualitas satu, air baku air minum
B. Kualitas dua, air prasarana
/sarana rekreasi air, pembudayaan
air tawar, peternakan, air untuk
mengairi pertanaman

Lanjutan:
C. Kelas tiga, pembudidayaan air tawar,
peternakan, air untuk mengairi tawar
D. Kelas empat, air untuk menairi
pertanian dan atau peruntukan lain yang
memepersyarat mutu air air (industri).
Karakter kualitas air melalui: parameter
fisik, kimiawi dan biologi
Khusus kimiawi: termasuk logam berat
dan pestisida yang mengalami
pencemaran tokis.

Peraturan Perundang-undangan
Ekosistem Perauran Peisisr dan
Laut
1. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun
1999, tentang Pengendalian dan/atau
Peusakan Laut
Peraturan tersebut mengatur:
perlindungan mutu laut, pengendalian
pencemaran laut, pencegahan
perusakan laut, penanggulangan
pencemaran dan/atau perusakan laut,
pemulihan mutu air, keadaan darurat,
dumping, pengawasan, pembiayaan,
dan ganti rugi.

Undang-Undang Republik Indonesia


Nomor 32 Tahun 2009
Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Adalah upaya sistematis dan terpadu yang


dilakukan untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup dan mencegah terjadinya
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup
yang
meliputi
perencanaan,
pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan,
pengawasan dan penegakan hukum.

Pencemaran Lingkungan Hidup

adalah masuk atau dimasukannya


makhluk hidup, zat, energi, dan/atau
komponen lain kedalam lingkungan
hidup oleh kegiatan manusia sehingga
melampaui baku mutu lingkungan hidup
yang telah ditetapkan.

LIMBAH
DAN
BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN
(LIMBAH B3)

Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau


kegiatan.
Bahan berbahaya dan beracun yang
selanjutnya disingkat B3 adalah zat,
energi, dan/atau komponen lain yang
karena sifat, konsentrasi, dan/atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun
tidak langsung dapat mencemarkan
dan/atau merusak lingkungan hidup
dan/atau membahayakan lingkungan
hidup, kesehatan, serta kelangsungan
hidup manusia dan makhluk hidup lain.

Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun,


yang selanjutnya disebut Limbah B3
adalah sisa suatu usaha dan/atau
kegiatan yang mengandung B3.
Pengelolaan limbah B3 adalah kegiatan
yang
meliputi
pengurangan,
penyimpanan,
pengumpulan,
pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan,
dan/atau penimbunan.

Dumping (pembuangan)

adalah
kegiatan
membuang,
menempatkan, dan/atau memasukan
limbah dan/atau bahan dalam jumlah
konsentrasi, waktu dan lokasi tertentu
dengan persyaratan tertentu ke media
lingkungan hidup tertentu.

Pengelolaan Bahan Berbahaya


dan Beracun
Serta Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun

Pasal 58
Ayat 1
Setiap orang yang memasukan kedalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia, menghasilkan, mengangkut,
mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang,
mengolah, dan/atau menimbun B3 wajib melakukan
pengelolaan B3
Ayat 2
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan B3
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dalam peraturan
pemerintah

Dumping
Pasal 60
Setiap orang dilarang melakukan dumping
limbah dan/atau bahan ke media lingkungan
hidup tanpa izin.
Pasal 61 ayat 1
Dumping sebagaimana dimaksud dalam
pasal 60 hanya dapat dilakukan dengan izin
dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya

Pasal 61 ayat 2
Dumping sebagaimana dimaksud pada ayat 1
hanya dapat dilakukan di lokasi yang telah
ditentukan
Pasal 61 ayat 3
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
dan persyaratan dumping limbah atau bahan
diatur dalam peraturan pemerintah

Parameter Uji Karakteristik dan


Kriteria Penetapan Limbah Bahan
Berbahaya dan Berbahaya (B3)
Uji Karakteristik Beracun (toxic-T):
Limbah B3 beracun adalah limbah
yang memiliki karakteristik beracun
berdasarkan uji penentuan
karakteristik beracun melalui
prosedur pelindian (TCLD/toxicity
characteristic leching procedur), uji
LD50 dan LC50, dan uji sub-kronis

Penentuan Karakteristik Beracun


prosedur pelindian TCLP
1. Limbah B3 beracun adalah limbah yang
memiliki salah satu atau lebih parameter
dengan nilai sama atau lebih besar dari
ambang batas konsentrasi maksimum
berdasarkan penentuan karakteristik
beracun melalui prosedur pelindian (TCLP)
2. Penentuan karakteristik beracun melalui
prosedur melalui prosedur pelindian (TCLP)
untuk identifikasi limbah B3 dapat dilakukan
secara langsung (purposive) terhadap
parameter kimia/fisika yang dikandung
dalam limbah dimaksud

LD50 dan LC50


Limbah diidentifikasi sebagai limbah B3
apabila memiliki nilai sama atau lebih kecil
dai:
A. LD50 orang (7 hari) dengan nilai < 5.000
mg/kg berat badan pada hewan uji mencit;
dan
B. LC50 (48 jam) dari dengan nilai < 30.000
mg/L pada hewan uji Daphnia sp; atau
C. LC50 (96 jam) dengan nilai < 30.000 mg/L
pada hewan uji Penaeus sp., untuk limbah
yang beracun media air laut air payau.

Lanjutan LD50 dan LC50


Nilai LD50 dan LC50 dihasilkan dari
toksikologi, yaitu penentuan sifat akut
limbah melalui uji hayati untuk mengukur
hubungan dosis-respon antara limbah
dengan kematian hewan uji. Yang dimaksud
dengan LD50 (lethal dose fifty) adalah
dosis limbah yang mengahasilkan 50%
respons kematian pada hewan uji dan
yang dimaksud dengan LC50 (lethal
concentration fifty) adalah konsentrasi
limbah yang menghasilkan 50% respons
kematian pada populasi hewan uji.

Lanjutan LD50 dan LC50


Uji toksikologi untuk identifikasi
limbah dilakukan uji LD50 dan LC50.
Dalam hal nilai LD50 dan/atau LC50
memenuhi kriteria sebagai limbah
B3, limbah dimaksud diidentifikasi
sebagai limbah B3.
Nilai LD50 dan LC50 diperoleh dari
analisis data secara grafis dan/atau
statistik terhadap hewan uji. Contoh
PROBIT ANALISIS

Sub-kronis
Limbah diidentifikasi sebagai limbah B3
apabila uji tokisikologi sub-kronis pada
hewan uji mencit selama 30 (sembilan
pulu) hari, Dapnia sp., dan/atau
Penaeus monodon selama 14 (empat
belas) hari menunjuukkan sifat racun
sub-kronis, berdasarkan hasil
pengamatan terhadap pertumbuhan,
akumulasi/biokonsentrasi, studi
perilaku (respons antar individu hewan
uji), dan/atau histopatologis.

Lanjutan Sub-kronis
Uji toksikologi sub-kronis
menggunakan hewan uji Penaeus sp.
Dilakukan untuk limbah yang berasal
dari media air laut/atau air payau
Uji toksikologi sub-kronis wajib
dilakukan terhadap 2 (dua) jenis
hewan uji mencit dan Daphnia sp.
Atau mencit dan Penaeus sp. Sesuai
jenis limbah yang diidentifikasi.

Kronis
Limbah diidentifikasi sebagai limbah B3
apabila uji toksikologi kronis pada
a. Hewan uji mencit selama 365 (tiga ratus
enam puluh lima) hari menunjukkan sifat
racun kronis, berdasarkan hasil
pengamatan terhadap karsinogenesis,
mutagenesis, dan/atau teratogenesis; dan
b. Hewan uji Dapnia sp. melaui uji
reproduksi selama 21 (dua puluh satu) hari
dan pengamatan pertumbuhan
menunjukkan sifat racun kronis; atau

Lanjutan Kronis
c. hewan uji Penaeus sp. melalui uji
pertumbuhan selama 4 (empat) bulan dan
pengamatan pertumbuhannya dan
histopatologis menunjukkan sifat racun kronis.
Uji toksikologi kronis menggunakan hewan uji
Penaeus sp. dilakukan untuk limbah yang
berasal dari media air laut dan/atau air payau.
Uji toksikologi kronis wajib dilakukan terhadap
2 (dua) jenis hewan uji yaitu mencit dan
Daphnia sp. atau mencit dan Penaeus sp.
sesuai jenis limbah yang diidentifikasi.

Catatan
1. Limbah ditetapkan sebagai limbah
B3 apabila satu atau lebih dari uji
karakteristik limbah menunjukkan
sebagai limbah B3.
2. Uji karakteristik eksplosif, mudah
menyala, infeksius, dan/atau korosif
dari suatu limbah yang dilakukan
secara tidak berurutan dan ditunjukan
secara langsung (purposive) terhadap
karakteristik limbah dimaksud.

TERIMAKASIH

You might also like