You are on page 1of 26

BAB I

PENDAHULUAN
Anemia merupakan masalah medik yang sering dijumpai di
klinik di seluruh dunia, disamping sebagai masalah kesehatan utama
masyarakat, terutama di negara berkembang. Kelainan ini merupakan
penyebab debilitas kronik yang mempunyai dampak besar terhadap
kesejahteraan sosial dan ekonomi, serta kesehatan fisik masyarakat1.
Anemia secara fungsional disefinisikan sebagai penurunan
jumlah massa eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya
untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup kejaringan
perifer2. Secara praktis, anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar
hemogrobin, hematokrit atau hitung eritrosit. Tetapi yang paling
sering digunakan adalah hemoglobin dan hematokrit1,2.
Anemia bukanlah suatu penyakit yang tersendiri, tetapi
merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar. Oleh karena itu
dalam diagnosis anemia tidaklah cukup hanya sampai kepada label
anemia tetapi harus dapat ditetapkan penyakit dasar yang
menyebabkan anemia tersebut. Pada anemia yang disebabkan oleh
penyakit kronis umumnya terkait dengan infeksi, inflamasi dan
kanker. Dengan karakteristik berupa hipoferremia, hiperferitinemia,
kekurangan tranferin, peningkatan besi serum2. Hal ini penting karena
seringkali penyakit dasar itu tersembunyi1.
Gastritis erosif secara relatif tidak menyebabkan perdarahan
gastrointestinal yang berat (<5% kasus), namun lebih sering
menyebabkan kehilangan darah kronis. Erosi mukosa lambung
umumnya disebabkan oleh NSAID, alkohol dan lain-lain3.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan
jumlah massa eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya
untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan
perifer1. Anemia pada dewasa terjadi jika hematokrit <41%
(hemoglobin 13,5gr/dl) pada laki-laki dewasa atau <37% (hemoglobin
<12gr/dl) pada perempuan dewasa3.
Parameter yang menunjukkan penurunan massa eritrosit adalah
kadar hemoglobin, hematokrit dan hitung eritrosit. Kadar hemoglobin
sangat bervariasi secara fisiologis tergantung umur, jenis kelamin,
adanya kehamilan dan ketinggian tempat tinggal. WHO menetapkan
cut off point anemia untuk keperluan penelitian lapangan yaitu untuk
laki-laki dewasa <13gr/dl, untuk wanita dewasa tidak hamil <12gr/dl,
untuk wanita dewasa hamil <11gr/dl. Namun criteria WHO ini sulit
untuk dilaksanakan karena tidak praktis, sehingga beberapa peneliti
Indonesia mengambil jalan tengah dengan menetapkan hemoglobin
<10gr/dl sebagai awal work up anemia1.
2.2 Etiologi dan Klasifikasi anemia
Anemia dapat disebabkan oleh infeksi dan inflammatory
disease, penyakit ginjal dan kanker4. Anemia merupakan suatu
kumpulan gejala yang disebabkan oleh berbagai macam penyebab
antara lain1,3:.
Tabel 1. Klasifikasi anemia berdasarkan etiopatogenesis1
No
1

Klasifikasi anemia berdasarkan etiopatogenesis


Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang
A. kekurangan bahan essensial pembentuk eritrosit
a. Anemia defisiensi besi
b. Anemia defisiensi asam folat
c. Anemia defisiensi vitamin B12
B. gangguan penggunaan besi

a. Anemia akibat penyakit kronik


b. Anemia sideroblastik
C. kerusakan sumsum tulang
a. Anemia aplastik
b. Anemia mieloptisik
c. Anemia pada keganasan hematologi
d. Anemia diseritropoietik
e. Anemia pada sindrom mielodisplastik
Anemia akibat kekurangan eritropoietin: Anemia pada gagal ginjal
kronik
Anemia akibat hemoragi
A. Anemia pasca perdarahan akut
B. Anemia akibat perdarahan kronik
Anemia hemolitik
A. Anemia hemolitik intrakorpuskular
a. Gangguan membran eritrosit (membranopati)
b. Gangguan enzim eritrosit (enzimopati); anemia akibat defisiensi
G6PD
c. Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati)
- Thalassemia
- Hemoglobinopati structural: HbS, HbE
B. Anemia hemolitik ekstrakorpuskular
a. Anemia hemolitik autoimun
b. Anemia hemolitik mikroangiopati
c. Lain-lain
Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan patogenesis
yang komples

Klasifikasi lain untuk gambaran anemia dibuat berdasarkan


gambaran morfologi dengan melihat indeks eritrosit atau hapusan
darah tepi antara lain: 1) anemia hipokrom mikrositer bila MCV<80fL
dan MCH <27pg; 2) anemia normokrom normositer bila MCV 80-95fL
dan MCH 27-34pg; 3) anemia makrositer bila MCV>95fL1.
Tabel 2. Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi 1
No
1

Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi


Anemia hipokromik mikrositer
a. Anemia defisiensi besi
b. Thalasemia mayor
c. Anemia akibat penyakit kronik
d. Anemia sideroblastik
Anemia normokromik normositer
a. Anemia paska perdarahan akut
b. Anemia aplastik
3

c. Anemia hemolitik didapat


d. Anemia akibat penyakit kronik
e. Anemia pada gagal ginjal kronik
f. Anemia pada sindrom mielodisplastik
g. Anemia pada keganasan hematologik
Anemia makrositer
a. Bentuk megaloblastik
1. anemia defisiensi asam folat
2. anemia defisiensi B12, termasuk anemia perniseosa
b. Bentuk non-megaloblastik
1. anemia pada penyakit hati kronik
2. anemia pada hipotiroidisme
3. anemia pada sindrom mielodiplastik

Secara umum jenis anemia yang sering dijumpai di dunia


adalah anemia defisiensi besi, anemia akibat penyakit kronik, dan
thalassemia. Pola etiologi anemia pada dewasa di suatu daerah perlu
diperhatikan untuk membuat diagnosis. Di daerah tropis, anemia
defisiensi besi merupakan penyebab tersering disusul oleh anemia
akibat penyakit kronik dan thalassemia. Pada perempuan hamil,
anemia karena defisiensi asam folat juga perlu diperhatikan. Pada
daerah tertentu, anemia akibat malaria juga sering dijumpai. Pada
anak-anak, thalassemia lebih memerlukan perhatian dibanding
dengan anemia akibat penyakit kronik. Anemia aplastik juga sering
dijumpai di Indonesia1.
2.3 Patogenesis
Salah satu anemia yang paling sering terjadi di Indonesia
diakibatkan oleh adanya penyakit kronik seperti gastritis erosif yaitu
anemia akibat penyakit kronik. Gastritis erosif secara relatif tidak
menyebabkan perdarahan gastrointestinal yang berat (<5% kasus),
namun lebih sering menyebabkan kehilangan darah kronis. Erosi
mukosa lambung umumnya disebabkan oleh NSAID, alkohol dan lainlain3.
Anemia akibat penyakit kronik umumnya mulai dari ringan
sampai sedang, disertai dengan lemah serta penurunan berat badan.
Pada umumnya anemia pada penyakit kronis ditandai oleh kadar Hb
berkisar 7-11gr/dl, kadar Fe serum menurun disertai kadar total iron
binding capacity (TIBC) yang rendah, cadangan Fe yang tinggi
dijaringan serta produksi sel darah merah yang kurang1,2.
Patogenesis anemia akibat penyakit kronik
4

1. Pemendekan masa hidup eritrosit


Diduga anemia yang terjadi merupakan bagian dari sindrom
stress hematologik, dimana terjadi produksi sitokin yang berlebihan
karena kerusakan jaringan akibat infeksi, inflamasi atau kanker 2.
Sitokin (IL-1, IL-6, TNF-, INF-) menyebabkan sekuestrasi makrofag
sehingga mengikat lebih banyak zat besi, meningkatkan destruksi
eritrosit di limpa, menekan produksi eritropoietin oleh ginjal, serta
perangsangan yang inadekuat pada eritropoiesis di sumsum tulang.
Penghambatan eritropoietin sebagai prekursor pembentuk eritrosit
menyebabkan retensi besi di system retikuloendotelial, saluran
gastrointestinal dan hepatosit2,5. Pada keadaan lebih lanjut, malnutrisi
menyebabkan penurunan transformasi T4 menjadi T3 menyebabkan
hipotiroid fungsional dimana terjadi penurunan kebutuhan Hb yang
mengangkut O2 sehingga sintesis eritropoietin-pun akhirnya
berkurang1.
2. Penghancuran eritrosit
Beberapa penelitian membuktikan bahwa masa hidup eritrosit
memendek
pada
20-30%
pasien,
defek
ini
terjadi
di
ekstrakorpuskular. Aktivasi makrofag oleh sitokin menyebabkan
meningkatnya daya fagositosis makrofag tersebut dan sebagai bagian
dari
filter
limpa,
menjadi
kurang
toleran
terhadap
1,2
perubahan/kerusakan minor pada eritrosit .

Gambar 1. Patogenesis anemia akibat penyakit kronik5

3. Produksi eritrosit
6

a. Gangguan metabolisme zat besi.


Kadar besi yang rendah meskipun cadangan besi cukup
menunjukkan adanya gangguan metabolism zat besi pada penyakit
kronis, hal ini menunjukkan bahwa anemia disebabkan oleh
penurunan kemampuan Fe dalam sintesis Hb. Pada umumnya
memang terdapat gangguan absorbsi, walaupun ringan. Ambilan zat
besi ke sel-sel usus dan pengikatan oleh apoferritin intrasel masih
normal, sehingga defek agaknya terjadi saat pembebasan Fe dari
makrofag dan sel-sel hepar pada pasien penyakit kronis1,5.
Terjadinya
hipoferemia
disebabkan
karena
meningkatnyapenyimpanan besi, hal ini disebabkan oleh kerusakan
mobilisasi besi dengan peningkatan pengambilan dan retensi besi
pada system retikuloendotelial. Terhambatnya pengeluaran besi
kedalam sirkulasi menyebabkan terbatasnya kemampuan besi
sebagai progenitor pembentukan eritrosit. Hepcidin merupakan
peptide kecil yang berasal dari hepar yang berfungsi dalam mengatur
transport besi dari jaringan ke plasma dan memberikan respon
terhadap status kadar besi dalam tubuh, hipoksia dan inflamasi.
Hepcidin dapat diisolasi dari plasma dan urin. Sejak peptide ini
diproduksi oleh hepatosit dan memberikan efek antimicrobial, peptida
ini menjadi penanda pertama yang dikeluarkan hepar untuk
mengekspresikan antimicrobial peptide-1 (LEAP-1)7.
Tabel 3. Perbedaan parameter Fe pada orang normal, anemia
defisiensi besi, anemia penyakit kronik1
No
1
2
3
4
5
6

Normal
Fe plasma (mg/dl)
TIBC
Persen saturasi
Kandungan
Fe
di
makrofag
Feritin serum
Reseptor
transferin
serum

70-90
250-400
30
++

Anemia def.
Fe
30
>450
7
-

Anemia peny.
Kronik
30
<200
15
+++

20-200
8-28

10
>28

150
8-28

b. Fungsi sumsum tulang.


Meskipun sumsum tulang yang normal dapat mengkompensasi
pemendekan masa hidup eritrosit, diperlukan stimulus eritropoietin

oleh hipoksia akibat anemia. Pada penyakit kronis, kompensasi yang


terjadi kurang dari yang diharapkan akibat berkurangnya
penglepasan atau menurunnya respon terhadap eritropoietin.
Penelitian mengenai pelepasan eritropoietin menunjukkan hasil yang
berbeda-beda, hal ini disebabkan oleh sitokin, seperti IL-1 dan TNF-
yang dikeluarkan oleh sel-sel yang cedera. Penelitian secara in-vitro
menunjukkan bahwa sitokin ini mengurangi sintesis eritropoietin1,5.
2.4 Gejala Klinis
Gejala umum anemia (sindrom anemia) adalah gejala yang
timbul pada setiap kasus anemia, apapun penyebabnya, apabila
kadar hemoglobin turun dibawah harga tertentu. Gejala umum
berupa: 1. anoksia organ; 2. mekanisme kompensasi tubuh terhadap
berkurangnya daya angkut oksigen. Gejala umum anemia menjadi
jelas (anemia simtomatik) apabila kadar hemoglobin turun di bawah
7gr/dl. Berat ringannya gejala umum anemia tergantung pada: 1.
derajat penurunan hemoglobin; 2. usia; 3. adanya kelainan jantung
atau paru sebelumnya1.
Gejala anemia dapat digolongkan menjadi tiga jenis gejala yaitu:
1. Gejala umum anemia
Disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul karena iskemia
organ target akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap
penurunan kadar hemoglobin. Gejala ini muncul setiap penurunan
hemoglobin sampai kadar tertentu (Hb<7gr/dl). Sindrom anemia
terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga berdenging, mata
berkunang-kunang, kaki terasa dingin, pucat,nafas cepaat, nafas
pendek, sesak nafas, dyspepsia5. Pada pemeriksaan pasien tampak
pucat, terutama pada konjungtiva, mukosa mulut telapak tangan dan
jaringan dibawah kuku. Sindrom anemia bersifat tidak spesifik karena
dapat ditimbulkan oleh penyakit diluar anemia dan tidak sensitif
karena timbul setelah penurunan hemoglobin (Hb<7gr/dl)1.
Gejala klinis anemia akibat penyakit kronik
Karena anemia yang terjadi umumnya derajat ringan dan
sedang, seringkali gejalanya tertutup oleh gejala penyakit dasarnya,
karena kadar Hb 7-11gr/dl umumnya asimtomatik. Meskipun demikian
apabila demam atau debilitas fisik meningkat, pengurangan kapasitas
transport O2 jaringan akan memperjelas gejala anemianya atau
memperberat keluhan sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik umumnya

hanya dijumpai konjungtiva yang pucat tanpa kelainan yang khas dari
anemia jenis ini, dan diagnosis tergantung dari hasil pemeriksaan
laboratorium1.
2. Gejala khas
Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis
angularis, kuku sendok. Anemia megaloblas: glositis, gangguan
neurologic pada defisiensi vit B12. Anemia hemolitik: ikterus,
splenomegali, hepatomegali. Anemia aplastik: perdarahan dan tanda2
infeksi
3. Gejala penyakit dasar
Gajala yang timbul akibat penyakit dasar menyebabkan anemia
sangat bervariasi tergantung dari penyebab anemia tersebut1.
Tabel 4. Anemia berdasarkan berat ringan6
Hb (gr/dl)

Anemia ringan
>10-12

Anemia sedang
8-10

Anemia berat
<8

Tabel 5. Tanda dan gejala anemia6


No Anemia ringan
1
kelelahan
2
Peningkatan
detak
jantung
3
Penurunan
perfusi
jaringan
4
Dilatasi
system
vascular
5
Ekstraksi O2 jaringan
naik
6

Anemia sedang
kelelahan
Sulit konsentrasi

Anemia berat
Ofrwhelming
Kelelahan

Detak
jantung Pening
>100x/menit
Berdebar-debar
Pusing
Dispnea
beraktivitas

saat Depresi-gangguan
tidur
Dispnea saat istirahat

2.5 Pemeriksaan
Merupakan penunjang
anemia, terdiri dari1:

diagnostic

1. Pemeriksaan penyaring

pokok

dalam

diagnosis

Terdiri dari pengukuran kadar hemoglobin, indeks eritrosit dan


hapusan darah tepi. Dari sini dapat dipastikan adanya anemia serta
jenis morfologi anemia tersebut.
2. Pemeriksaan darah seri anemia
Meliputi hitung leukosit, trombosit, hitung retikulosit dan laju
endap darah. Sekarang banyak dipakai hematology analyzer yang
memberikan hasil lebih baik
3. Pemeriksaan sumsum tulang
Memberikan informasi tentang hematopoiesis. Pemeriksaan ini
mutlak diperlukan untuk anemia aplastik, anemia megaloblastik, dan
kelainan hematologik yang dapat mensupresi system eritroid.
Pemeriksaan cadangan besi sumsum tulang merupakan alat
penunjang diagnostik yang paling baik untuk membedakannya. Di
anemia defisiensi besi, cadangan besi sangat berkurang. Sebaliknya
di anemia penyakit kronis, cadangan besi meningkat. Namun, oleh
karena teknik pemeriksaan yang invasif menyebabkan cara ini tidak
digunakan dalam pelayanan rutin. Reseptor transferin terlarut lebih
banyak digunakan dibandingkan dengan sumsum tulang untuk
mengetahui cadangan besi meskipun
pada kondisi tertentu tidak memberikan korelasi positif terhadap
gambaran cadangan besi9.
4. Pemeriksaan khusus

Anemia defisiensi: serum iron. Total iron binding capacity (TIBC),


saturasi transferin, protoporfirin, eritrosit, feritin serum,
reseptor transferin dan pengecatan besi pada sumsum tulang
(perls stain).
Anemia megaloblastik: folat serum, vitamin B12 serum, tes
supresi deoksiuridin dan tes schilling.
Anemia hemolitik: bilirubin serum, tes comb, elektroforesis
hemoglobin dan lain-lain.
Anemia aplastik: biopsi sumsum tulang
Juga diperlukan pemeriksaan non-hematologik tertentu seperti
tes faal hati, faal ginjal, faal tiroid1.

Pada anemia akibat penyakit kronik, morfologi umumnya adalah


normokrom-normositer, meskipun banyak pasien yang mempunyai
gambaran hipokrom dengan MCHC <31gr/dl dan beberapa
mempunyai sel mikrositer dengan MCV <80fL. Nilai retikulosit dalam
batas normal atau sedikit meningkat. Perubahan leukosit dan
10

trombosit tidak konsisten, tergantung dari penyakit dasar. Terjadi


penurunan Fe serum setelah onset suatu infeksi atau inflamasi yang
mendahului terjadinya anemia.. konsentrasi transferin menurun,
sehingga saturasi Fe meningkat dibanding defisiensi besi. Penurunan
kadar transferin lebih lambat dibandingkan Fe serum karena waktu
paruh transferin lebih lama (8-12 hari), dibandingkan dengan Fe (90
menit) dan karena fungsi metabolik yang berbeda1.
Pemeriksaan serum transferring reseptor (sTFR), sTFR
ditemukan diseluruh sel tubuh, tapi keberadaan tertingginya berada
pada progenitor pembentuk eritrosit. Selain sTFR, pemeriksaan red
cell terdiri dari reticulocyte haemoglobin content (CHr) dan the
percentage hypochromic red cells (%HYPO). Pemeriksaan hepcidin
dan pemeriksaan growth differentiation factor 158.
2.6 Penatalaksanaan
Dua prinsip terapi pada anemia akibat penyakit kronik5:
1. Anemia dapat dihilangkan oleh diri sendiri, hal ini membutuhkan
kompensasi dari jantung dengan meningkatkan cardiac output untuk
tetap dapat menyuplai oksigen keseluruh jaringan.
2. Anemia terkait dengan buruknya prognosis pada berbagai kondisi.
Pada anemia sedang dibutuhkan koreksi kembali, terutama
pada pasien >65 tahun, dengan faktor risiko tambahan seperi
coronary artery disease, pulmonary disease, chronic kidney disease,
atau kombinasi semua faktor risiko. Pada pasien dengan gagal ginjal
yang menerima dialysis dan pada pasien kanker yang menjalani
kemoterapi, koreksi anemia untuk peningkatan Hb adalah >12gr/dl
terkait dengan perbaikan kualitas hidup. Pada pasien yang memiliki
prognosis buruk dengan berbagai kondisi berupa kanker coronary
artery disease, pulmonary disease, chronic kidney disease5.
Penatalaksaan anemia akibat penyakit kronik1,5,8:
a. Terapi utama adalah mengobati penyakit dasarnya.
b.Transfusi merupakan pilihan untuk kasus-kasus yang disertai
gangguan hemodinamik.
c. Preparat besi, pemberian preparat besi dengan tujuan mencegah
pembentukan TNF-. Selain itu, pada inflamasi usus dan gagal ginjal,
preparat besi terbukti meningkatkan hemoglobin.. namun, sampai

11

saat ini preparat besi belum direkomendasikan untuk diberikan pada


anemia penyakit kronik.
d. Eritropoietin, memberikan keuntungan berupa: mempunyai efek
antiinflamasi dengan cara menekan TNF- dan interferon-. Namun,
juga dapat meningkatkan proliferasi sel-sel kanker ginjal,
meningkatkan rekurensi kanker kepala dan leher1,5.
e. pengobatan terbaru yaitu dengan mengurangi produksi hepcidin
dan meningkatkan aktivitas ferroportin yang dapat memperbaiki
bioavailabilitas besi dari makanan dan memobilisasi pengeluaran besi
dari penyimpanan dalam tubuh untuk eritropoiesis, tanpa
menyebabkan risiko yang merugikan11.
2.7 Diagnosis Banding
Tabel 6. Diagnosis Banding1

Derajat
anemia
MCV
MCH
Besi serum
TIBC
Saturasi
transferin
Besi sumsum
tulang
Protoporfirin
eritrosit
Feritin serum
Elektroforesis
Hb

Anemia
defisiensi
besi
Ringan-berat

Anemia
akibat peny.
kronik
ringan

<30
>360
<15%

thalassemia

Anemia
sideroblastik

ringan

Ringan-berat

/N
/N
<50
<300
/N 10-20%

/N
/N
>20%

/N
/N
/N
/N
>20%

++

+++

+ dg ring
sideroblas
N

<20g/l
N

N20-200g/l
N

>50g/l
Hb.A2

>50g/l
N

BAB III
STATUS PASIEN
Identitas

12

Nama pasien

: Jaruna

Umur

: 55 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Alamat

: Alahan panjang, rumbio jaya

Status pernikahan

: Sudah menikah

Pendidikan

: Tamat SD

Agama

: Islam

Tanggal masuk

: 18/09/2015

Anamnesis
Autoanamnesis
Keluhan utama
Pasien merasa pusing-pusing sejak seminggu yang lalu
Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke RSUD Bangkinang dengan keluhan pusingpusing sejak seminggu yang lalu. Pusing terasa saat melihat
kondisi disekitar, seperti berputar. Pusing dirasakan memberat
jika dibawa beraktivitas dan berkurang jika dibawa beristirahat.
Pasien juga mengeluhkan badannya yang terasa semakin lemah
tidak bertenaga, lesu, cepat lelah,
Pandangan berkunang-kunang.
Kaki tangan terasa dingin.
Pasien mengatakan bahwa pasien menderita anemia sejak
setahun yang lalu. Dan sudah melalukan transfusi darah hampir
5 kali dalam setahun ini. Transfusi dilakukan sekali dalam 4
bulan, sebanyak 5 sampai 7 kantong darah.
Pasien juga mengeluhkan nyeri di ulu hati, nyeri terasa seperti
ditusuk-tusuk. Nyeri ulu hati ini sudah diderita sejak masih
remaja, hingga sekarang. Nyeri semakin memberat dalam
sebulan ini. Pasien juga mengeluhkan buang air besar yang
berwarna kehitaman yang diderita sejak dua tahun yang lalu.
Buang air besar terkadang bisa lembek ataupun padat, namun
selalu berwarna kehitaman.
13

Riwayat penyakit dahulu


Pasien dahulu tidak ada menderita sakit seperti ini
Riwayat penyakit maag sejak 30 tahun yang lalu
Riwayat diabetes mellitus tidak ada
Riwayat anemia sejak setahun yang lalu
Riwayat penyakit jantung tidak ada
Riwayat penyakit keluarga
Keluarga pasien tidak ada sakit seperti ini
Riwayat pekerjaan, sosial ekonomi, kejiwaan dan kebiasaan
Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga, menjaga cucunya, dan
bekerja di ladang menanam sayuran
Pasien mempunyai kebiasaan mandi di sungai ketika pulang dari
lading atau ketika air kering dirumahnya.
Pasien tidak merokok, tidak minum alkohol, olahraga tidak teratur
Pemeriksaan Tanda Vital
Tekanan darah

: 90/60mm/Hg

Nadi

: 76 x/menit

Pernafasan

: 24 x/menit

Suhu

: 36,3 C

Pemeriksaan Fisik diagnostik


Keadaan umum
Keadaan gizi
Kesadaran

: tampak sakit sedang


: sedang
: komposmentis

Tinggi badan

: 155

Berat badan

: 41kg

Pemeriksaan Generalisata

14

A. Pemeriksaan Kepala
Kepala
: Normocephal,

rambut

hitam,

distribusi

merata
Mata

: Pupil isokor, konjungtiva anemis, sklera tidak

ikterik
Hidung

:Bentuk normal, tidak ada septum deviasi, ada

sekret berwarna
Telinga
:Normotia,

kuning
tidak ada

gangguan

pendengaran,

bentuk telinga
normal, simetris kiri dan kanan
Mulut
: Dalam batas normal
B. Pemeriksaan Leher
Inspeksi
: Bentuk simetris
Palpasi
: Tidak teraba pembesaran kelenjar getah
bening
Trakea
: Tidak ada deviasi trakea
Kelenjar tiroid
: Tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid
C. Pemeriksaan Thorak
Paru
Inspeksi
: Normochest, tidak ada retraksi
Perkusi
: Sonor pada kedua lapangan paru
Palpasi
: Fremitus sama kiri dan kanan
Auskultasi
: Suara nafas utama fsikuler, wheezing (-/-), rhonki
(-/-)
Jantung
Inspeksi
Palpasi

: Iktus kordis tidak terlihat


: Iktus kordis teraba di linea midclavikula

sinistra di SIC V, tidak


kuat angkat
Perkusi
: batas atas : SIC III kiri
Batas kanan
: linea parasternalis dextra
Batas kiri : di linea midclavikula sinistra
Batas bawah
: SIC V
Auskultasi
: Bunyi jantung regular, gallop (-/-), murmur (-/-)
D. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi
: Datar, simetris, tidak ada sikatrik
Auskultasi
: Terdengar bising usus, normal 28 kali per menit
Perkusi
:Timpani pada seluruh lapangan abdomen, SIC V
batas paru
Palpasi

hepar
:Tidak teraba

epigastrium (+), hepar dan


E. Pemeriksaan Ekstremitas

massa,

nyeri

lien tidak teraba

15

tekan

di

Tangan

:Akral dingin, pucat, CRT >2detik, tidak ada

oedema pada tangan


kanan dan kiri
Tungkai
: tidak ada Oedema tungkai kiri dan kanan
Kaki
: tidak ada Oedema pada kaki kiri dan kanan, kaki
dingin
Pemeriksaan Lokalisata
Pemeriksaan abdomen : Nyeri tekan di ulu hati
Pemeriksaan penunjang
Darah lengkap
Hemoglobin

: 4,2 gr%

Leukosit

: 6,1 103/mm3

Hematokrit

: 15,8 %

Trombosit

: 390 103/mm3

Diabetes
KGD

: 98 mg/dl

Fungsi hati
SGOT

: 13 U/L

SGPT

: 10 U/L

Fungsi ginjal
Creatinin
Ureum

: 0,6 mg/dl
: 15 mg/dl

Feses rutin
Makro : Warna

: kuning kecoklatan

Konsistensi : padat
Darah

: nefatif

Lender

: nefatif

16

Mikro : eritrosit

: 0-2 LPB

Leukosit

: 0-3 LPB

Amoeba

: nefatif

Sisa makanan

: positif

Telor cacing: nefatif


Morfologi
Eritrosit: mikrositer, hipokrom, polikromasi (-), anisositosis,
fragmentosit (+), benda-benda inklusi (-), eritrosit berinti (-)
Leukosit: jumlah cukup, toksik granul (-), hitung jenis ditemukan
peningkatan jumlah eosinofil 20%, immature graanul (-), bentukbentuk dysplasia (-), blast (-)
Trombosit: jumlah cukup, morfologi normal
Kesan: anemia hipokrom
gambaran defisiensi besi

mikrositer

EKG: hipertrofi fntrikel kanan

Daftar Masalah
Pusing
Lemas
Pandangan berkunang-kunang
Kaki tangan dingin
Anemia
Nyeri ulu hati
BAB kehitaman
Diagnosis dan Diagnosis banding
Diagnosis kerja:
PSMBA ed gastritis erosif

17

dengan

sangkaan

suatu

Anemia gravis
Diagnosis banding:
Anemia defisiensi besi
Penatalaksanaan
Non farmakologi
Tirah baring
Farmakologi
Diet sonde via NGT
IVFD NaCl 0,9% 20tpm
Omeprazol 90gr/12 jam
Cefotaksim /12 jam ganti ceftriaxone
Asam traneksamat sirup /24 jam
Episan sirup 3x1
Benozym 3x1
Follow up
1. 19-09-2015
S

: nyeri uluhati (+), BAB hitam (+), pusing (+), lemah (+)

: BP : 90/60
Pulse : 76

Hb : 4,2
CA : (+/+) SI : (-/-)

RR: 24
T : 36,3
A

: PSMBA ed gastritis erosif + anemia gravis

: tirah baring + diet bubur


Episan syr
Benozym 3x1
IVFD NaCl
18

Ceftriaxone 2x1
Omeprazole 2x1
Asam tranexamat 1x1
2. 20-09-2015
S

: nyeri uluhati (+), BAB hitam (+), pusing (+), lemah (+)

: BP : 100/60
Pulse : 80

Hb : 4,2
CA : (+/+) SI: (-/-)

RR: 24
T :36,3
A

: PSMBA ed gastritis erosif + anemia gravis

: tirah baring + diet bubur


Episan syr
Benozym 3x1
IVFD NaCl
Ceftriaxone 2x1
Omeprazole 2x1
Asam tranexamat 1x1

3. 21-09-2015
S

: nyeri uluhati (+), BAB hitam (+), pusing (+), lemah (+)

: BP : 110/60
Pulse : 6

Hb: 6,6
CA : (+/+) SI : (-/-)

RR: 20
T :36,5
A

: PSMBA ed gastritis erosif + anemia gravis

P
: tirah baring + diet sonde via NGT, puasa sementara 6 jam,
selanjutnya diet 200
cc/6 jam

19

Episan syr
Benozym 3x1
Pirantel pamoat 1x500
IVFD NaCl
Ceftriaxone 2x1
Omeprazole 2x1
Asam tranexamat 1x1
Rencana endoskopi rabu
Cek feses rutin
EKG
Cek darah rutin
Cek feses rutin
Transfusi 5 bag PRC 250cc
4. 22-09-2015
S

: nyeri uluhati (-), BAB hitam (+), pusing (-), lemah (-)

: BP : 100/70

Hb : 6,6

Pulse : 84

CA : (+/+) SI : (-/-)

RR: 20
T :36,1
A

: PSMBA ed gastritis erosif + anemia gravis

: tirah baring + diet bubur


Episan syr
Benozym 3x1
IVFD NaCl
Ceftriaxone 2x1
Omeprazole 2x1
20

Asam tranexamat 1x1


Rencana endoskopi rabu
5. 23-09-2015
S

: nyeri uluhati (-), BAB hitam (+), pusing (-), lemah (-)

: BP : 120/70

Hb : 6,6

Pulse : 68

CA : (+/+) SI : (-/-)

RR: 24
T :36,3
A

: PSMBA ed gastritis erosif + anemia gravis

: tirah baring + diet bubur


Episan syr
Benozym 3x1
IVFD NaCl
Ceftriaxone 2x1
Omeprazole 2x1
Asam tranexamat 1x1
Belum bisa endoskopi, kerena Hb masih 6,6, harus perbaiki KU

dulu
Pasien mengatakan dahulu pernah endoskopi dirumah sakit
pekanbaru
Dr. Dedi minta lanjutkan USG
Transfusi I 250 cc PRC

6. 24-09-2015

21

: nyeri uluhati (-), BAB hitam (+), pusing (-), lemah (-)

: BP : 110/70
Pulse : 76

Hb : 6,6
CA : (-/-) SI : (-/-)

RR: 24
T : 36,3
A

: PSMBA ed gastritis erosif + anemia gravis

: tirah baring + diet bubur


Episan syr
Benozym 3x1
IVFD NaCl
Ceftriaxone 2x1
Omeprazole 2x1
Asam tranexamat 1x1
Transfusi II 250 cc PRC

7. 25-09-2015
S

: nyeri uluhati (-), BAB hitam (+), pusing (-), lemah (-)

: BP : 110/70
Pulse : 60

Hb : 6,6
CA : (-/-) SI : (-/-)

RR: 20
T :36,3
A

: PSMBA ed gastritis erosif + anemia gravis

: tirah baring + diet bubur


Episan syr
Benozym 3x1
IVFD NaCl
Ceftriaxone 2x1
22

Omeprazole 2x1
Asam tranexamat 1x1
USG
Rencana endoskopi
Transfusi III 250 cc PRC
8. 26-09-2015
S

: nyeri uluhati (-), BAB hitam (+), pusing (-), lemah (-)

: BP : 110/70
Pulse : 64

Hb : 10,1
CA : (-/-) SI : (-/-)

RR: 24
T :36,7
A

: PSMBA ed gastritis erosif + anemia gravis

: tirah baring + diet bubur


Episan syr
Benozym 3x1
IVFD NaCl
Ceftriaxone 2x1
Omeprazole 2x1
Asam tranexamat 1x1
Transfusi IV, V 250 cc PRC
Pasien Pulang

BAB IV
23

PEMBAHASAN
Anemia merupakan masalah medik yang sering dijumpai di
klinik di seluruh dunia, disamping sebagai masalah kesehatan utama
masyarakat, terutama di negara berkembang. Kelainan ini merupakan
penyebab debilitas kronik yang mempunyai dampak besar terhadap
kesejahteraan sosial dan ekonomi, serta kesehatan fisik masyarakat.
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan
jumlah massa eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya
untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan
perifer. Parameter yang menunjukkan penurunan massa eritrosit
adalah kadar hemoglobin, hematokrit dan hitung eritrosit. Kadar
hemoglobin sangat bervariasi secara fisiologis tergantung umur, jenis
kelamin, adanya kehamilan dan ketinggian tempat tinggal. WHO
menetapkan cut off point anemia untuk keperluan penelitian
lapangan yaitu untuk laki-laki dewasa <13gr/dl, untuk wanita dewasa
tidak hamil <12gr/dl, untuk wanita dewasa hamil <11gr/dl. Namun
criteria WHO ini sulit untuk dilaksanakan karena tidak praktis,
sehingga beberapa peneliti Indonesia mengambil jalan tengah
dengan menetapkan hemoglobin <10gr/dl sebagai awal work up
anemia
Pada kasus di atas, dari anamnesis didapatkan bahwa pasien
mengalami nyeri ulu hati, pasien merasa lemas, BAB yang berwarna
kehitaman sejak 2 tahun lalu. Kemudian pada pemeriksaan fisik
ditemukan konjungtiva anemis, tangan kaki pucat, dan dari
pemeriksaan penunjang ditemukan Hb 4,2gr/dl, Ht 15,8, morfologi
eritrosit mikrositer hipokrom. Hal ini menyatakan bahwa pasien telah
mengalami perdarahan kronik saluran cerna bagian atas, perdarahan
kronis ini disebabkan oleh peradangan pada lambung yang telah
mengalami erosif, sehingga Hb pasien ditemukan sangat rendah dan
termasuk kedalam kriteria berat.

24

DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, W.A., Setiyo, H., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S.
2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publishing. Jakarta
Pusat
2. Hassan, B.A. 2013. Anemia of Chronic Diesease(ACD).Available
from: http://www.esciencecentral.org/journals/anemia-ofchronic-diseases-acd-2329-6836.1000e104.pdf [Accessed: 25
Oktober 2015]
3. Mcpee, S.J., Papadakis, M.A. 2011. Current Medical Diagnosis
and Treatment. Lange. Mc Graw Hill
4. NIH. 2009. Anemia of Inflamation and Chronic Disease. Available
from: http://www.niddk.nih.gov/health-information/healthtopics/blood-diseases/anemia-inflammation-chronicdisease/Documents/Anemia-ChronicDisease_508.pdf [Accessed:
25 Oktober 2015]
5. Weiss, G., Goodnough, L.T. 2005. Anemia of Chronic Disease.
The New England Journal of Medicine. Available from:
http://www.researchgate.net/profile/Guenter_Weiss/publication/7
976451_Anemia_of_chronic_disease._N_Engl_J_Med/links/00b49
51b04fc0599cd000000.pdf?
inViewer=true&pdfJsDownload=true&&origin=publication_detail
&inViewer=true [Accessed: 25 Oktober 2015]
6. Panjaitan, S. 2003. Beberapa aspek anemia penyakit kronik
pada lanjut usia. Available from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6356/1/penydal
am-suryadi.pdf [Accessed: 28 september 2015]
7. Anemia of Chronic Disease: A Unique Defect of Iron Recycling
for Many Different Chronic Disease. Available from:
http://www.ejinme.com/article/S0953-6205(13)00189-1/pdf
[Accessed: 25 Oktober 2015]
8. Cullis, J.O. 2011. Diagnosis and Management of Anemia of
Chronic Disease. Brithish Journal of Haematology. Available
from:
https://s3.amazonaws.com/objects.readcube.com/articles/downl
oaded/wiley/c819f1322b5e4b6226b61fb833994b3582f73b5051
1abe261257a2f1054007ff.pdf?
AWSAccessKeyId=AKIAIJZYFKH6APDFT3HA&Expires=144590400
0&Signature=wwWeCGovIZWjCTyIDo%2BSHr

25

%2FJQW0%3D&response-content-disposition=attachment%3B
%20filename%3D%22Cullis-2011British_Journal_of_Haematology.pdf%22 [Accessed: 25 Oktober
2015]
9. Muhammad, A., Sianipar, O. 2005. Penentuan Defisiensi Besi
Anemia Penyakit Kronis Menggunakan Peran Indeks Stfr-F.
Available from: http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/IJCPML-121-03.pdf [Accessed: 24 Oktober 2015]
10.
Santosh, H.N., Nagaraj T., Sasidaran, A. 2015. Anemia of
Chronic Disease : A Comprehensive Review. Available from:
http://www.jmrps.net/eJournals/_eJournals/4_REVIEW
%20ARTICLE.pdf [Accessed: 25 Oktober 2015]

26

You might also like