Professional Documents
Culture Documents
Cisyana (406138051)
BAB I
PENDAHULUAN
Nyeri kepala merupakan keluhan utama yang paling sering dijumpai dalam praktek
sehari hari dan salah satunya dapat disebabkan oleh karena gangguan pada cabang saraf
ke-5 yaitu Nervus Trigeminus. Gangguan tersebut dikenal dengan penyakit Neuralgia
Trigeminal atau dikenal dengan istilah lain Tic Douloureux yang berupa adanya keluhan
serangan nyeri hebat diwajah salah satu sisi yang berulang dan dapat berlangsung dalam
beberapa detik sampai menit. Narasi pertama yang dicatat adalah oleh seorang doker dari
Jerman Johanes Laurentius Bausch pada tahun 1671 yang mengalami nyeri disisi kanan
wajahnya sehingga dia tidak bisa berbicara dan makan dan akhirnya mengalami
malnutrisi. Kemudian istilah Tic Douloureux digunakan oleh seorang dokter dari Perancis
Nicolaus Andre pada tahun 1756.1
Trigeminal Neuralgia merupakan suatu keluhan serangan nyeri wajah satu sisi
yang berulang. Disebut Trigeminal neuralgia, karena nyeri di wajah ini terjadi pada satu
atau lebih saraf dari tiga cabang saraf Trigeminal. Saraf yang cukup besar ini terletak di
otak dan membawa sensasi dari wajah ke otak. Rasa nyeri disebabkan oleh terganggunya
fungsi saraf Trigeminal sesuai dengan daerah distribusi persarafan salah satu cabang saraf
Trigeminal yang diakibatkan oleh berbagai penyebab. Serangan neuralgia Trigeminal
dapat berlangsung dalam beberapa detik sampai dua menit. Beberapa orang merasakan
sakit ringan, kadang terasa seperti ditusuk. Sementara yang lain merasakan nyeri yang
cukup kerap, berat, seperti nyeri saat kena setrum listrik.2,3
Trigeminal Neuralgia merupakan penyakit yang relatif jarang, tetapi sangat
mengganggu kenyamanan hidup penderita, namun sebenarnya pemberian obat untuk
mengatasi Trigeminal neuralgia biasanya cukup efektif. Obat ini akan memblokade sinyal
nyeri yang dikirim ke otak, sehingga nyeri berkurang, hanya saja banyak orang yang tidak
mengetahui dan menyalah artikan Neuralgia Trigeminal sebagai nyeri yang ditimbulkan
karena kelainan pada gigi, sehingga pengobatan yang dilakukan tidaklah tuntas.4
Cisyana (406138051)
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
DEFINISI:
Neuralgia trigeminal disebut juga tic douloureux, adalah suatu kondisi nyeri
kronis yang mengenai saraf kranial ke-5 atau saraf trigeminal yaitu salah satu saraf
yang paling banyak didistribusikan di kepala. Neuralgia trigeminal merupakan nyeri
neuropatik (rasa sakit yang terkait dengan cedera saraf atau lesi saraf).5
Dalam Konsensus Nasional II kelompok studi nyeri kepala Perdossi, neuralgia
trigeminal dideskripsikan sebagai suatu serangan nyeri wajah dengan gejala khas
berupa nyeri unilateral, tiba tiba, seperti tersengat aliran listrik atau terbakar
berlangsung singkat, jelas terbatas pada satu atau lebih distribusi cabang nervus
trigeminus. Nyeri umumnya dicetuskan oleh stimulus ringan dan timbul respon
neuralgia trigeminal. Pada umumnya terjadi remisi dalam jangka waktu yang
bervariasi.
Trigeminal neuralgia menurut IASP ( International Association for the study of
Pain ) ialah nyeri di wajah yang timbulnya mendadak, biasanya unilateral. Nyerinya
singkat dan berat seperti ditusuk disalah satu atau lebih cabang nervus trigeminus.
Sementara menurut IHS (International Headache Society) trigeminal neuralgia
adalah nyeri wajah yang menyakitkan, nyeri singkat seperti tersengat listrik pada satu
atau lebih cabang nervus trigeminus. Nyeri biasanya muncul akibat stimulus ringan
seperti mencuci muka, bercukur, gosok gigi, berbicara.6
2.2.
EPIDEMIOLOGI:
Banyak literatur yang menyebutkan bahwa 60% penderita neuralgia adalah
wanita. Insidensi kejadian untuk wanita sekitar 5,9 per 100.000 wanita; untuk pria
sekitar 3,4 kasus per 100.000 pria. Kejadian juga berhubungan dengan usia, dimana
neuralgia banyak diderita pada usia antara 50 sampai 70 tahun, walaupun kadang
kadang ditemukan pada usia muda terutama jenis atipikal atau sekunder. Berdasarkan
laporan yang ada, usia paling muda yaitu 12 bulan terkena neuralgia trigeminal dan
pada anak lain terjadi pada usia 3 sampai 11 tahun. Faktor ras dan etnik tampaknya
tidak terpengaruh terhadap kejadian Neuralgia Trigeminal. Angka prevalensi maupun
Cisyana (406138051)
insidensi untuk Indonesia belum pernah dilaporkan . Bila insidensi dianggap sama
dengan Negara lain maka terdapat 8000 penderita baru pertahun. Akan tetapi
mengingat harapan hidup orang Indonesia makin tinggi maka diperkirakan
prevalensi penderita Neuralgia Trigeminal akan meningkat.4,7
2.3.
Cisyana (406138051)
n.mandibularis. Serabut sensoris n.mandibularis mensarafi kulit pipi dan kulit atas
mandibula dan sisi kepala. Juga mensarafi articulation temporomandibularis dan gigi
rahang bawah, mukosa pipi, dasar mulut, dan bagian depan lidah. Serabut motoris
n.mandibularis mensarafi otot-otot pengunyah.
2.4.
ETIOLOGI:
Ada banyak pendapat yang berbeda tentang etiologi dari trigeminal neuralgia,
namun beberapa dari mereka masih kontroversial karena kurangnya bukti objektif.
Saat ini ada tiga etiologi yang paling populer. Teori pertama berdasarkan pada
penyakit yang berhubungan, kedua adalah trauma langsung pada saraf dan teori
ketiga merambat asal polyetiologic penyakit.9
Penyakit yang berhubungan seperti gangguan dari vaskularisasi, multipel
sklerosis, diabetes melitus, rematoid, dan lain-lain. Pada trauma langsung pada saraf
dibagi menjadi dua bagian yaitu trauma pada bagian perifer dan sentral. Teori yang
ketiga yaitu polyetiologic, faktor yang mungkin dapat berpengaruh dan menimbulkan
demielinisasi dan disatrofi.9
2.5.
Cisyana (406138051)
PATOFISIOLOGI:
Hingga saat ini patogenesis trigeminal neuralgia masih kompleks, tidak jelas
dan masih menjadi topik perdebatan di dunia medis. Banyak teori dan hipotesis yang
saat ini menjelaskan mekanisme patofisiologis sentral maupun perifer. Pada awalnya
trigeminal neuralgia dideskripsikan sebagai penyakit fungsional karena tidak ada
bukti kelainan organik (morfologi) pada nervus trigeminus. Sekitar 40 tahun yang
lalu, Kerr mengamati spesimen rhizotomi pasien secara histologi dan menemukan
perubahan dari nervus trigeminus secara morfologi yang mirip dengan neuritis
interstitial, demielinisasi serat saraf, dan sklerosis perineural dan endoneural. Untuk
beberapa tahun teori yang dapat diterima dari gangguan mekanisme perifer yaitu
teori hubungan pendek yang diajukan oleh Dott pada tahun 1956. Menurut teori ini,
serangan trigeminal dimulai dari interkoneksi akson demielinisasi, aktivitas
peningkatan impuls ektopik yang spontan. Kemudian ada data yang diterbitkan tidak
hanya perubahan morfologi nervus di perifer tetapi juga terjadi perubahan di struktur
sentral dari nervus trigeminus. Teori mekanisme sentral menyatakan, trigeminal
neuralgia dimulai dari thalamus, nukleus nervus trigeminus, batang otak, atau cedera
pada korteks serebri. Meskipun belum ada teori yang dapat menjelaskan gejala dan
perjalanan klinis penyakit.9
Serangan trigeminal neuralgia seperti reflek multineuronal, yang melibatkan
beberapa struktur: trigeminal dan sistem nervus facial, pembentukan retikularis,
nukleus diensepalon, dan korteks pada otak. Beberapa peneliti mengindikasikan
Cisyana (406138051)
bahwa stimulus psikologis aferen dari reseptor nervus trigeminal dan menginduksi
fokus eksitasi paroksimal pada struktur sentral sehingga terjadi impuls eferen ke
perifer.9
Distrofi nervus merupakan kemunduran saraf secara progresif dan akan
berakhir pada cabang perifer dari nervus trigeminus. Berdasarkan perjalanan
penyakit, progresifitas distropi tidak hanya pada cabang perifer nervus trigeminus
tapi juga terjadi pada bagian nervus intrakranial. Hal ini telah ditunjukkan bahwa
reaksi alergi imun dari cabang nervus trigeminus dengan cepat terjadi degranulasi sel
mast. Agen-agen seperti histamin, serotonin, heparin, bradikinin, dan yang lain
bermigrasi menuju ruang intraseluler selama sel mas berdegranulasi. Degranulasi sel
mast dengan segera membangkitkan reaksi hiperergic. Reaksi ini dimulai ketika
imunoglobulin, terutama IgE memperbaiki reseptor spesifik dari sel mast. Sel yang
memproduksi IgE berada pada jaringan limpoid, telinga, hidung, rongga mulut, dan
membran saluran pernafasan bagian atas. Pada penyakit ini, konsentrasi dari IgE
meningkat pada inflamasi pada telinga, mulut, dan tenggorokakan sebanyak 3 kali
dan pada polip hidung meningkat 5-6 kali. Oleh karena itu jumlah antibodi IgE
meningkat ketika individu mengalami inflamasi pada daerah tersebut. Histamin
meningkat secara signifikan pada periode trigeminal akut. Histamin adalah suatu
regulator aktif aktivitas struktur saraf fungsional termasuk mediasi reaksi nyeri.
Telah terbukti bahwa nervus trigeminus adalah kemoreseptor trigger zone histamin.
Hal ini mungkin menjelaskan mengapa histamin yang dilepaskan selama reaksi imun
lokal akan segera terakumulasi pada saraf trigeminal. Bundel neurovaskular pada
saraf trigeminus terlokalisasi di osseus kanal. Oleh karena itu, edema saraf perifer
ditimbulkan oleh peradangan sering menyebabkan manifestasi "tunnel syndrome".
Ini berarti bahwa kanal osseus akan menjadi sempit sehingga menekan saraf yang
dapat menyebabkan trigeminal neuralgia.9
Karlov mengusulkan "teori patogenesis sentral" sejak hubungan sistem saraf
trigeminus dengan struktur sentral mampu mengerahkan aksi penghambatan pada
formasi segmental dan suprasegmental. Tindakan ini mampu menghambat
pembentukan iritasi fokus stabil tipe paroksismal terletak di SSP. Teori patogenesis
sentral dikonfirmasi lebih lanjut oleh Smith dan McDonald. Mereka membuktikan
bahwa demielinasi bisa menjadi sumber impuls ektopik yang membangkitkan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 27 Juli 29 Agustus 2015
Cisyana (406138051)
gangguan fungsional dan nyeri pada pembentukan fokus dominan dalam segmental
batang otak dan di pusat-pusat otak suprasegmental. Dengan demikian, distrofi di
TNS merangsang mekanisme patogenesis pusat neuralgia. Tidak diragukan lagi,
harus ada kondisi yang sesuai dalam tubuh untuk mekanisme patogenetik. 9
2.6.
KLASIFIKASI:
IHS (International Headache Society) membedakan Neuralgia Trigeminal
menjadi NT klasik dan NT simptomatik. Termasuk NT klasik adalah semua kasus
yang etiologinya belum diketahui (idiopatik). Sedangkan NT simptomatik dapat
diakibatkan karena tumor, multipel sklerosis atau kelainan di basis kranii. Perbedaan
neuralgia trigeminus idiopatik dan simptomatik.7
Trigeminal Neuralgia Idiopatik:
1
Penderita berusia lebih dari 45 tahun , wanita lebih sering terkena dibanding
laki-laki.
Nyeri timbul terus menerus dengan puncak nyeri, lalu hilang timbul kembali.
Tidak memperlihatkan kecendrungan pada wanita atau pria dan tidak terbatas
pada golongan usia.
2.7.
MANIFESTASI KLINIS:
Trigeminal neuralgia memberikan gejala dan tanda sebagai berikut : 8,10,11
Cisyana (406138051)
Rasa nyeri berupa nyeri neuropatik, yaitu nyeri berat paroksimal, tajam,
seperti menikam, tertembak, tersengat listrik, terkena petir, atau terbakar yang
berlangsung singkat beberapa detik sampai beberapa menit tetapi kurang dari
dua menit, tiba-tiba dan berulang. Diantara serangan biasanya ada interval
2.8.
DIAGNOSIS:
Anamnesa yang perlu diperhatikan adalah lokalisasi nyeri, kapan dimulainya
nyeri, menentukan interval bebas nyeri, menentukan lamanya, efek samping, dosis
dan respons terhadap pengobatan, menanyakan riwayat penyakit lain seperti ada
penyakit herpes atau tidak.12
Pemeriksaan fisik neurologi dapat ditemukan sewaktu terjadi serangan,
penderita tampak menderita, sedangkan diluar serangan tampak normal. Reflek
kornea dan test sensibilitas untuk menilai sensasi pada ketiga cabang nervus
trigeminus bilateral. Membuka mulut dan deviasi dagu untuk menilai fungsi otot
masseter (otot pengunyah) dan fungsi otot pterygoideus. Trigeminal neuralgia
Cisyana (406138051)
kasus-kasus
nyeri
wajah
lainnya
melalui
anamnesis,
Cisyana (406138051)
MRI sering digunakan untuk melihat adanya tumor atau abnormalitas lain yang
menyebabkan sakit tersebut. Pemeriksaan MRTA (high-definition MRI angiography)
pada nervus trigeminal dan brain stem dapat menunjukkan daerah nervus yang
tertekan oleh vena atau arteri.13
2.9.
DIAGNOSIS BANDING:
Neuralgia trigeminal harus dibedakan dari tipe nyeri lainnya yang muncul
pada wajah dan kepala.14
1. Nyeri neuralgia postherpetikum dapat menyerupai neuralgia trigeminal, tetapi
adanya eskar bekas erupsi vesikel dapat mengarahkan kepada neuralgia
postherpetikum. Neuralgia postherpetikum pada wajah biasanya terbatas pada
daerah yang dipersarafi oleh nervus trigeminus cabang pertama.14
2. Sindrom Costen yang bermanifestasi sebagai nyeri menjalar ke rahang bawah dan
pelipis saat mengunyah, dapat menyerupai neuralgia trigeminal tetapi hanya
dipicu
oleh
proses
mengunyah;
biasanya
disebabkan
oleh
artrosis
Persebaran
Karakteristik Klinis
10
Faktor yang
Meringankan/
Memperburuk
Daerah
persarafan
cabang II
dan III
nervus
trigeminus,
unilateral
Neuralgia
Fasial
Atipik
Unilateral
atau
bilateral, pipi
atau angulus
nasolabialis,
hidung
bagian dalam
Unilateral
Biasanya
pada daerah
persebaran
cabang
oftalmikus
nervus V
Unilateral,
dibelakang
atau di depan
telinga,
pelipis,
wajah
Orbitofrontal,
rahang atas,
angulus
nasolabial
Neuralgia
Post
herpetikum
Sindrom
Costen
Migren
2.10.
Cisyana (406138051)
Titik-titik
rangsang
sentuh,
mengunyah,
senyum,
bicara, dan
menguap
Riwayat herpes
Nyeri seperti sensasi terbakar,
berdenyut-denyut
Parastesia, kehilangan sensasi
sensorik keringat
Sikatriks pada kulit
Sentuhan,
pergerakan
Mengunyah,
tekanan sendi
temporomandi
bular
Alkohol pada
beberapa kasus
Tidak ada
TATALAKSANA:
Seperti diketahui terapi dari trigeminal neuralgia ada 2 macam yaitu terapi
11
Cisyana (406138051)
12
Cisyana (406138051)
Karbamazepine
Karbamazepine bekerja dengan cara menghambat aktivitas neuronal pada
kanal natrium, sehingga dapat mengurangi rangsangan neuron. Karbamazepine
memperlihatkan efek analgesik yang selektif, yang sukar diatasi dengan analgesik
biasa. Sebagian besar penderita trigeminal neuralgia mengalami penurunan sakit yang
berarti dengan menggunakan obat ini. Karena potensi untuk menimbulkan efek
samping sangat luas, khususnya gangguan darah seperti leukopeni, anemia aplastik
dan agranulositosis maka pasien yang akan diterapi dengan obat ini dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan nilai basal dari darah dan melakukan pemeriksaan ulang
selama pengobatan.3,14
Pemberian karbamazepine dihentikan jika jumlah leukosit abnormal (rendah).
Jika efek samping yang timbul parah, dosis karbamazepine perhari dapat dikurangi 13 perhari, sebelum mencoba menambah dosis perharinya lagi. Karbamazepine
diberikan dengan dosis berkisar 200-1200 mg, dimana hampir 70% memperlihatkan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 27 Juli 29 Agustus 2015
13
Cisyana (406138051)
perbaikan. Dosis dimulai dengan dosis minimal 1-2 pil perhari, secara bertahap dapat
ditambah hingga rasa sakit hilang atau mulai timbul efek samping. Selama periode
remisi dosis dapat dikurangi secara bertahap. Karbamazepine dapat dikombinasi
dengan fenitoin atau baklofen bila nyeri menetap, atau diubah ke oxykarbazepine.3
Efek samping yang timbul dalam dosis yang besar yaitu drowsiness, mental
confusion, dizziness, nystagmus, ataxia, diplopia, nausea dan anorexia. Terdapat juga
reaksi serius yang tidak berhubungan dengan dosis yaitu allergic skin rash, gangguan
darah seperti leukopenia atau agranulocytosis, atau aplastic anemia, keracunan hati,
congestive heart failure, halusinasi dan gangguan fungsi seksual.3,14
Oxykarbazepin
Oxykarbazepine merupakan ketoderivat karbamazepine dimana mempunyai
efek samping lebih rendah dibanding dengan karbamazepine dan dapat meredakan
nyeri dengan baik. Pada umumnya dosis dimulai dengan 2 x 300 mg yang secara
bertahap ditingkatkan untuk mengontrol rasa sakitnya. Dosis maksimumnya 24003000 mg perhari. Efek samping yang paling sering adalah nausea, mual, dizziness,
fatique dan tremor. Efek samping yang jarang timbul yaitu rash, infeksi saluran
pernafasan, pandangan ganda dan perubahan elektrolit darah. Seperti obat anti-seizure
lainnya, penambahan dan pengurangan obat harus secara bertahap.3
Lamotrigine
Lamotrigin berefek pada saluran natrium, menstabilkan membran saraf dan
menghambat pelepasan rangsangan neurotransmiter. Dosis awal 25 mg/hari secara
perlahan meningkat sampai dosis 200 - 400 mg/hari dibagi dua dosis. Efek samping
dapat berupa pusing, mual, penglihatan kabur dan ataksia. Sekitar 7- 10% pasien
dapat terjadi ruam pada kulit selama terapi 4 - 8 minggu. Dapat juga terjadi kelainan
berupa deskuamasi atau terkait gejala parah demam atau limfadenopati indikasi
Stevens - Johnson sindrom yang membutuhkan penghentian segera.3
Phenitoin
Phenitoin berefek anti konvulsi tanpa menyebabkan depresi umum SSP. Sifat
anti konvulsi obat ini berdasarkan pada penghambatan penjalaran rangsang dari fokus
kebagian lain di otak. Penggunaan phenitoin harus hati-hati dalam mengkombinasikan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 27 Juli 29 Agustus 2015
14
Cisyana (406138051)
Gabapentin
Dosis yang dianjurkan 1200-3600 mg/hari. Obat ini hampir sama efektifnya
dengan karbamazepine tetapi efek sampingnya lebih sedikit. Dosis awal biasanya
3x300 mg/hari dan ditambah hingga dosis maksimal. Reaksi merugikan paling sering
adalah somnolen, ataksia, fatique dan nystagmus. Seperti semua obat, penghentian
secara cepat harus dihindari.3
b. Terapi Pembedahan
Terapi farmakologik umumnya efektif akan tetapi ada juga pasien yang tidak
bereaksi atau timbul efek samping yang tidak diinginkan maka diperlukan terapi
pembedahan.3
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 27 Juli 29 Agustus 2015
15
situasi
yang
Cisyana (406138051)
mengindikasikan
untuk
dilakukannya
terapi
2.11.
PROGNOSIS:
Setelah serangan awal, trigeminal neuralgia dapat muncul kembali selama
16
Cisyana (406138051)
BAB III
KESIMPULAN
Neuralgia Trigeminal adalah suatu keadaan nyeri yang sangat hebat dengan
ditandai serangan nyeri yang mendadak dan terus menerus seperti menusuk atau seperti
tersengat aliran listrik yang berlangsung singkat dan berakhir dalam beberapa detik sampai
beberapa menit. Neuralgia trigeminal kebanyakan bersifat unilateral dan mengenai daerah
yang disarafi nervus trigeminus. Ada dua macam etiologi yang pertama adalah idiopatik
atau disebut Neuralgia Trigeminal primer dan yang kedua adalah simptomatik yang
disebut Neuralgia Trigeminal sekunder sedangkan patofisiologi sampai sekarang masih
belum jelas dan sejauh ini belum ada pemeriksaan spesifik baik secara klinis maupun
laboratorium untuk mendiagnosa Neuralgia Trigeminal. Pada saat sekarang pengobatan
utama adalah pemberian
17