You are on page 1of 21

Bagian Farmakologi Klinik

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

P- TREATMENT

EPILEPSI
Dipresentasikan pada tanggal: 3 November 2015

Oleh:

Anggriyuni Nursanti
Rheza Giovanni
Yuji Aditya
Pembimbing:

dr. Ika Fikriah, M.Kes

Dibawakan dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik pada


Lab/SMF Farmakologi Klinik RSUD A. Wahab Sjahranie
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2015
EPILEPSI
Definisi

Epilepsi didefinisikan sabagai suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan


berulang sebagai akibat adanya gangguan fungsi otak secara intermitten, yang
disebabkan oleh lepasnya muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuronneuron secara paroksismal, dan disebabkan oleh berbagai etiologi.
Bsngkitan epilepsi adalah manifestasi klinik dari bangkitan serupa,
berlangsung secara mendaak dan sementara dengan atau tanpa perubahan
kesadaran, disebabkan oleh suatu penyakit otak.
Klasifikasi
Pada dasarnya, epilepsi dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu :

1. Bangkitan umum primer (epilepsi umum) terdiri dari :


a. Bangkitan tonik-klonik (epilepsi grand mal)
b. Bangkitan lena (epilepsi petit mal atau absences)
c. Bangkitan lena yang tidak khas (atypical absences), bangkitan tonik,
bangkitan klonik, bangkitan atonik, bangkitan infantil (spasme infantil)

2. Bangkitan parsial atau fokal atau lokal (epilepsi parsial atau fokal)
a. Bangkitan parsial sederhana
Berasal dari lobus motor frontal : tonik, klonik, tonik-klonik,
Jacsonians

Berasal dari somatosensoris (visual, auditorik, olfaktorius,


gustatorius, vertiginosa

Autonom
Psikis murni
b. Bangkitan parsial kompleks, misalnya epilepsi psikomotor (epilepsi
lobus temporalis)

c. Bangkitan lain-lain
Etiologi
Penyebab epilepsi dibagi menjadi tiga golongan, yaitu idiopatik, kriptogenik
dan simptomatik. Sebagian besar penyebab timbulnya epilepsi adalah idiopatik

yang tidak diketahui penyebabnya, umumnya mempunyai predisposisi genetik.


Sedangkan penyebab epilepsi kriptogenik dianggap suatu simtomatik yang
penyebabnya belum diketahui, termasuk disini adalah sindrom west, sindrom
Lennox-Gastaut dan epilepsi mioklonik. Gambaran klinis sesuai dengan
ensefalopati difus. Etiologi epilepsi yang terakhir yaitu yang simptomatik
disebabkan oleh kelainan/lesi susunan saraf pusat, misalnya cedera kepala, infeksi
susunan saraf pusat (SSP), kelainan kongenital, lesi desak ruang, gangguan
peredaran

darah

otak,

toksik

(alkohol,

obat),

metabolik

an

kelainan

neurodegeneratif.
Mekanisme Terjadinya Bangkitan Epilepsi
Mekanisme dasar terjadinya bangkitan umum primer adalah karena adanya
cetusan listrik di fokal korteks. Cetusan listrik tersebut akan di lampaui ambang
inhibisi neuron di sekitarnya, kemudian menyebar melalui hubungan sinaps
kortikal-kortikal. Tidak ada gejala klinis yang tampak, abnormalitas EEG tetap
terekam pada periode antar kejang. Kemudian, cetusan korteks tersebut menyebar
ke korteks kontralateral melalui jalur hemisfer dan jalur nukleus subkorteks.
Gejala klinis tergantung bagian otak yang tereksitasi misalnya eksitasi dan
terjadi penyebaran cetusan listrik ke neuron-neuron spinal melalui jalur
kortikospinal dan retikulospinal sehingga menyebabkan kejang tonik-klonik
umum. Secara klinis terjadi fase tonik-klonik berulang kali dan akhirnya timbul
kelelahan neuron pada fokus epilepsi dan menimbulkan paralisis dan kelelahan
pascaepilepsi.
Mekanisme dasar terjadinya bangkitan parsial mrliputi dua fase, yakni :
1. Fase inisiasi terdiri atas letupan potensial aksi frekuensi tinggi yang
melibatkan

peranan

kanal

ion

Ca++

dan

Na+

serta

hiperpolarisasi/hipersinkronisasi yang dimediasi oleh reseptor GABA atau


kanal ion K+
2. Fase propagasi. Dalam keadaan normal, penyebaran depolarisasi akan
dihambat oleh neuron-neuron inhibisi di sekitarnya yanng mengadakan
hiperpolarisasi. Namun, pada fase propagasi terjadi peningkatan K+ intrasel
(yang mendepolarisasi neuron di sekitarnya), akumulasi Ca ++ pada ujung

akhir

pre

sinaps

(meningkatkan

pelepasan

neurotransmitor),

serta

menginduksi reseptor eksitasi NMDA dan meningkatkan ion Ca ++ sehingga


tidak terjadi inhibisi oleh neuron-neuron di sekitarnya. Kemudian akan
dilanjutkan dengan penyebaran dari korteks hingga sponal, sehingga dapat
menyebabkan epilepsi umum/epilepsi sekunder.
Diagnosis
Penegakan diagnosa epilepsi ditegakkan atas dasar adanya gejala dan tanda
klinis dalam bentuk bangkitan epilepsi (minimum 2 kali) yang ditunjang oleh
gambaran epileptiform pada EEG. Secara lengkap urutan pemeriksaan untuk
menuju ke diagnosis adalah sebagai berikut :

1. Anamnesis (auto dan alo-anamnesis)


a. Pola/bentuk bangkitan
b. Lama bangkitan
c. Gejala sebelum, selama, dan pasca bangkitan
d. Frekuensi bangkitan
e. Faktor pencetus
f. Ada/tidak adanya penyakit laun yang diderita sekarang
g. Usia pada saat terjadinya bangkitan pertama
h. Riwayat pada saat dalam kandungan, persalinan/kelahiran dan
perkembangan bayi/anak

i. Riwayat terapi epilepsi sebelumnya


j. Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologik
hal-hal yang perlu diperiksa antara lain adanya tanda-tanda dari
gangguan yang berhubungan dengan epilepsi, misalnya trauma kepala,
infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital, gangguan neurologik fokal
atau difus, kecanduan alkohol atau obat terlarang, dan kanker.

3. Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai dengan bukti-bukti klinik dan/atau


indikasi, serta bila keadaan memungkinkan untuk pemeriksaan penunjang.

a. Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG)


Rekaman EEG sebaiknya dilakukan pada saat bangun, tidur,
dengan stimulasi fotik, hiperventilasi, stimulasi tertentu sesuai pencetus
bangkitan (pada epilepsi reflex). Bila EEG pertama menunjukkan hasil
normal sedangkan persangkaan epilepsi sangat tinggi, maka dapat
dilakukan EEG ulangan dalam 24-48 jam setelah bangkitan atau
dilakukan dengan persyaratan khusus.
Indikasi pemeriksaan EEG :

- Membantu menegakkan diagnosis epilepsi


- Menentukan prognosis pada kasus tertentu
- Pertimbangan dalam penghentian obat anti epilepsi
- Membantu dalam menentukan letak fokus
- Bila ada perubahan bentuk bangkitan (berbeda dengan bangkitan
sebelumnya)

b. Pemeriksaan pencitraan otak


Indikasi :

- Semua kasus bangkitan pertama yang diduga ada kelainan struktural


- Adanya perubahan bentuk bangkitan
- Terdapat defisit neurologik fokal
- Epilepsi dengan bangkitan parsial
- Bangkitan pertama di atas usia 25 tahun
- Untuk persiapan tindakan pembedahan
Magnetic Resonance Imaging (MRI) merupakan prosedur pencitraan
pilihan untuk epilepsi dengan sensitivitas tinggi dan lebih spesifik
dibanding dengan Computed Tomography Scan (CT-scan). MRI dapat
mendeteksi sklerosis hipokampus, disgenesis kortikal, tumor dan
hemangioma kavernosa. Pemeriksaan MRI diindikasikan untuk
epiplepsi yang sangat mungkin memerluukan terapi pembedahan.

c. Pemeriksaan laboratorium
-

Pemeriksaan darah, meliputi hemoglobin, leukosit, hematokrit,


trombosit, apus darah tepi, elektrolit (natrium, kalium, kalsium,
magnesium), kadar gula, fungsi hati (SGOT, SGPT, gamma GT,
alkali fosfatase), ureum kreatinin, dan lain lain atas indikasi.

Pemeriksaan cairan serebrospiinal, bila dicurigai adanya infeksi SSP

Pemeriksaan lain dilakukan atas indikasi misalnya ada kelainan


metabolik bawaan

Diagnosis Banding
Diagnosis banding pada kasus epilepsi ini dibedakan berdasarkan umur penderita.
1. Pada neonatus dan bayi
a. Jittering
b. Apneic spell
2. Pada anak
a. Breth holding spells
b. Sinkope
c. Migren
d. Bangkitan psikogenik/konversi
e. Prolonged QT syndrome
f. Night terror
g. Tic
h. Hypersianotic attack
3. Pada dewasa
a. Sinkope
b. Serangan iskemik sepintas
c. Vertigo
d. Transient global amnesia
e. Narkolepsi
f. Bangkitan panic, psikogenik
g. Sindrom menier
h. Tics

Tatalaksana
Tujuan utama terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal
untuk pasien, sesuai dengan perjalanan penyakit epilepsi dan disabilitas fisik
maupun mental yang dimilikinya. Psinsip terapi farmakologi :
1. OAE mulai diberikan bila :
a. Diagnosis epilepsi telah ditentukan
b. Setelah pasien atau keluarganya menerima penjelasan tujuan pengobatan
c. Pasien dan keluarganya telah diberitahu tentang kemungkinan efek
samping yang timbul
2. Terapi dimulai dengan monoterapi, menggunakan OAE pilihan sesuai
dengan jenis bangkitan dan sindrom epilepsi
3. Pemberian obat dimulai dengan dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai
dosis efektif tercapai atau timbul efek samping, kadar obat plasma ditentukan
bila bangkitan bila bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif.
4. Bila dengan penggunaan dosis maksimum obat pertama tidak dapat
mengontrol bangkitan, maka perlu ditambahkan OAE kedua. Bila OAE telah
mencapai kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap perlahanlahan.
5. Penambahan obat ketifa baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak
dapat diatasi dengan penggunaan dosis maksimal kedua OAE pertama.

Pemilihan OAE berdasarkan jenis bangkitan :

Dosis obat OAE untuk dewasa :

Untuk menghentikan pemberian OAE pada penderita yang sudah lama


mengkonsumsi OAE ada beberapa syarat yang harus dipenuhi :
1. Syarat umum untuk menghentikan pemberian OAE adalah sebagai berikut
a. Penghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau keluarganya
setelah bebas bangkitan selama minimal 2 tahun
b. Gambaran EEG normal
c. Harus dilakukan secara bertahap, umumnya 25% dosis semula, setiap
bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan
d. Penghentian dimulai dari satu OAE yang bukan utama
2. Kekambuhan setelah penghentian OAE lebih besar kemungkinannya pada
keadaan sebagai berikut :

a. Semakin tua usia


b. Epilepsi simtomatik
c. Gambaran EEG abnormal
d. Semakin lama adanya bangkitan sebekum dapat dikendalikan
e. Tegantung bentuk sindrom epilepsi yang diderita
f. Penggunaan lebih dari satu OAE
g. Masih mendapatkan satu atau lebih bangkitan setelah memulai terapi
h. Mendapat terapi 10 tahun atau lebih
3. Kemungkinan untuk kambuh lebih kecil pada pasien yang telah bebas dari
bangkitan selama 3-5 taun, atau lebih dari 5 tahun. Bila bangkitan timbul
kembali maka gunakan dosis efektif terakhir (sebelum pengurangan dosis
OAE), kemudian di evaluasi kembali.

KASUS
Kasus
Seorang ibu muda usia 25 tahun datang ke poli syaraf RSUD Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda dengan keluhan kejang berulang sejak 1
minggu yang lalu. Kejang umum seluruh tubuh, lama sekitar 2 menit,
frekuensi kejang 1 kali dengan diawali kaku seluruh tubuh, sekitar 30 detik
diikuti dengan kelonjotan sekitar 1 menit. Saat kejang pasien tidak sadar,
mata mendelik keatas, lidah tergigit, mulut berbuih. Saat dan sesudah
kejang pasien tidak sadar. Setelah sadar pasien tampak kebingungan. Kejang
tidak disertai demam. Pasien pernah mengalami kejang sekitar 2 tahun yang
lalu. Setelah itu berobat dan minum obat. Dari hasil pemeriksaan fisik
didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg, RR 16 kali/menit, suhu 36,5
derajat Celcius. Pemeriksaan neurologi semua dalam batas normal.

Keluhan utama

: Kejang seluruh tubuh disertai penurunan kesadaran saat


kejang

Pemeriksaan fisik

: Tanda-tanda vital dalam batas normal.


Tidak didapatkan kelainan neurologis

Pemeriksaan lab.

:-

Diagnosis

: Epilepsi Genealisata (Umum) Tonik Klonik (Grand Mal)

P-TREATMENT
1.

2.

Menentukan Problem Pasien


-

KU: Kejang seluruh tubuh

Diagnosis: Grandmall epilepsy tipe tonik klonik

Menentukan Tujuan Terapi


-

3.

Mencegah muncul serangan kejang berulang

Pemilihan Terapi
a.

Terapi Non Farmakologis


Menghindari faktor pencetus epilepsy seperti alcohol, stress emosional,
obat-obatan tertentu (anti depresan trisiklik, obat tidur (sedatif), atau
fenotiasin),

kurang tidur, alcohol, terlalu lelah, kilatan cahaya seperti

diskotek atau flash light, dan faktor-faktor lainnya.

Hindakan barang-barang berbahaya di sekitar pasien ketika serangan

dating.
Hindarkan memberi minum air saat tidak sadar atau menahan kejang
karena dapat menyebabkan cedera lain.

10

b.

Terapi Farmakologis

Pilihan obat farmakologis adalah sebagai berikut:


TERAPI EPILEPSI drug of choice untuk grandmall epilepsy tipoe tonik klonik
dan obat alternative
Tipe Kejang

Terapi
Drugs of Choice

Carbamazepine
phenytoin . Valproat

Alternatif

Phenobarbital
Primidone

TONIC-CLONIC (Grand Mal)

Golongan
Hidantion

Efficacy
+++
Farmakodinamik
:
Mengubah
konduktan Na+, K+,
dan Ca2+, potensi
membran, dan
konsentrasi asam
amino dan
neurotransmitter
norepinefrin,
asetilkolin, dan
GABA
Farmakokinetik:
A: absorbsi
Natrium Fenitoin
dari GIT hampir
sempurna
mencapai puncak
berkisar 3-12 jam

Safety
++
Efek samping :
CNS : Diplopia, ataksia,
pusing, nistagmus, bicara
tidak jelas, kekacauan
mental

Suitability
+++
Kontraindikasi :
pasien dgn
penyakit
gangguan ginjal,
ibu hamil

GIT : Hiperplasia
gingiva, anoreksi, nyeri
ulu hati, mual,muntah
Kulit : ruam
morbiliformis,keratosis
Lain-lain :
hepatosisitas,anemia
megaloblastik

D: banyak diikat
protein plasma
M: dimetabolisir di
11

Cost
+++
Rp
9001500

hepar oleh enzim


mikrosom hepar
manjadi HPPH
E: melalui urine
Barbiturat

++
Farmakodinamik:
Memacu proses
penghambatan dan
mengurangi
transmisi eksitasi.
Menekan pelepasan
dari fokus.
Menekan melalui
konduksi Na+,
lepasnya frekuensi
tinggi renjatan
saraf yang berulang
dalam kultur. Pada
konsentrasi tinggi,
barbiturat
menghambat arus
Ca2+ (tipe L dan
M).

+
Efek samping :
Mengantuk, penurunan
kesadaran, distrasia,
ataksia, stimulasi
paradoksal yang
disebabkan oleh
disinhibisi tingkah laku,
depresi SSP sampai koma
dan henti pernapasan,
laringospasme

++
Kontraindikasi :
Pophiria, depresi
sistem
pernapasan,
gangguan hati
berat

Farmakokinetik :
A: Bioavailabilitas
oral sekitar 90%.
Puncak konsentrasi
plasma dicapai 812 jam setelah
pemberian oral
D: memiliki ikatan
protein sangat
rendah (20 sampai
45%).
M: dimetabolisme
oleh hati, terutama
melalui hidroksilasi
dan glukoronidasi,
dan menginduksi

12

++
Rp.
5000

banyak isozymes
dari sistem
sitokrom P450
E: diekskresikan
oleh ginjal

Karbamazepin

+++
Farmakodinamik:
Menutup kanal
Natrium pd
konsent. Terapi dan
menghbt pelepasan
berulang frekuensi
tinggi pd kultur
saraf. Presinaptik
menurunkan
transmisi sinaptik.
Menghambat
ambilan dan
pelepasan
norepinefrin.
Farmakokinetik :
A : kadar puncak
6-8 jam pemberian
obat, lambat
diabsorbsi setelah
makan

+++
Efek samping :
Hilang nafsu mkn, mulut
kering, mual, diare,
konstipasi, pusing,
mengantuk, ataksia,
diplopia, hiponatremia,
ruam kulit, sjs, net,
rambut rontok,
leukopenia, pembesaran
KGB, proteinuria,
hepatitis, anemia aplastik

+++
Kontraindikasi :
Apabila
digunakan
bersama MAO
Inhibitor, riwayat
mielosupresi,
hipersensitif
terhadap
antidepresan
trisiklik.

+++
Rp.
12001600

++
Efek samping :
Mual,muntah dan
gangguan pencernaan
lain seperti nyeri
perut,kantuk,ataksia dan
tremor, hepatotoksik

+++
Kontraindikasi :
Penyakit hepar
aktif

+++

D : lambat, 70%
terikat protein
plasma
M: metabolisme
sempurna di hepar
Asam valproat

E: melalui urine
+++
Farmakodinamik
:
Mamblokade kanal
natrium dan
menyebabkan
hiperpolarisasi
potensial istirahat
membran neuron
akibat peningkatan

13

Rp.
7003000

daya konduksi
membran untuk
kalium. Memiliki
efek anti konvulsi
dengan
meningkatkan
GABA di otak
Farmakokinetik :
A: pemberian
melalui oral
diabsorbsi cepat,
makanan
mempengaruhi
penyerapan.
D: Kadar
maksimum dicapai
setelah 1-3 jam
dengan waktu
paruh 8-10 jam.
M: Metabolisme di
hati.
E: urin

Berdasakan table diatas, maka terpilihlah golongan obat KARBAMAZEPIN


sebagai terapi dari kasus ini.

Golongan

Efficacy

Safety

Suitability

Cost

Karbamazepin

+++
Farmakodinamik
:
Menurunkan
influks ion natrium
dan kalsium ke
membran neuron,
mengurangi
aktivitas kejang.
Efektif untuk
semua serangan
epilepsi parsial dan
sangat efektif

+++
Efek samping :
Pusing, vertigo, ataksia,
mual, muntah, reaksi
alergi berupa dermatitis,
leucopenia.

+++
Kontraindikasi
:
Apabila
digunakan
bersama MAO
Inhibitor,
riwayat
mielosupresi,
hipersensitif
terhadap
antidepresan
trisiklik.

+++
Rp. 12001600

Dosis:
Dewasa:
awal 100-200 mg 1-2
x/hari, dosis
ditingkatkan 400 mg 23x/hari. Pada beberapa

14

untuk serrangan
tonik klonik
Farmakokinetik :
A: lengkap dan
lambat, disaluran
cerna berikatan
dengan protein
75%.
M: di hati.
E:urin.
Waktu paruh 25-65
jam.

pasien perlu s/d 16002000 mg/hari.


Anak:
10-20mg/kgBB/hari

Indikasi:
epilepsi
(bangkitan
parsial,
bangkitan umum
pimer atau
sekunder dengan
komponen tonik
klonik, jenis
epilepsi
campuran).
Pengobatan
manik-depresif.
Neuralgia
trigemial
idiopatik atau
karena MM
Golongan obat yang dipilih yaitu Carbamazepine, karena ditinjau dari

Efficacy, cost, dan suitability-nya hampir sama dengan obat lainnya, namun safety
nya cukup baik. Dan juga obat ini merupakan terapi lini pertama dalam
pengobatan epilepsy grand mall tipe tonik klonik.
4.

Pemberian Terapi
a.

Terapi Non Farmakologis


i.

Menghindari factor pencetus suatu bangkitan, seperti

ii.
iii.

minum alcohol.
Menghindari kelelahan fisik maupun mental.
pasien dirujuk ke bagian neurologi untuk dilakukan
pemeriksaan EEG

b.

PRAKTER DOKTER BERSAMA


dr. Rheza Giovanni
Terapi Farmakologis

Jl. Unmul 6 No.22 kampus gn. kelua Telp.0541-777777


Carbamazepine 100-200 mgSIP.
2 x1110015052
1. Sediaan tablet 200 mg, tablet

kunyah

100 mg, table lepas terkontrolSamarinda,


200 mg, siruo
100 mg/5 ml,
kapsul salut
3 November
2015
selaput 200 mg.
/ Carbamazepin tab 200 mg No. LX
Pilihan : dosis 200 mg dengan sediaan tablet 200 mg

2dd1 tab

Penulisan Resep

Pro: Nn. Z
Umur: 25 thn
Alamat: Jl. X No.X

15

5.

Komunikasi Terapi
a.

Informasi Penyakit :
i. Epilepsi adalah suatu penyakit gangguan gelombang sistem saraf pusat
di otak dan bukan suatu penyakit menular, bukan pula penyakit
keturunan, dapat terjadi pada setiap orang, dan dapat diobati serta
dapat dikendalikan.
ii. Penyakit ini memiliki beberapa bentuk, namun serangan pasien adalah
bentuk epilepsi yang paling sering ditemukan. Serangan meyebabkan
hilangnya kesadaran, jadi merupakan suatu hal yang wajar jika pasien
mengalami kehilangan kesadaran saat serangan berlangsung.
iii. Tidak perlu panik karena kejang akan mereda sendiri
iv. Hindarkan barang-barang yang berbahaya di sekitar pasien ketika
serangan datang seperti benda tajam yang dapat melukai pasien
v. Hindarkan tindakan yang salah seperti memberi minum saat tidak
sadar atau menahan kejang serta disiram air. Menahan badan pasien
pada saat serangan bisa menyebabkan cedera lain pada pasien.
vi. Ketika kejang pasien ditidurkan, pakaian dilonggarkan
vii. Cegah orang-orang menonton pasien.

16

b.

Informasi Terapi Non Farmakologis


Menjelaskan kepada pasien bahwa harus menghindari faktor pencetus
epilepsy seperti alcohol, stress emosional, obat-obatan tertentu (anti
depresan trisiklik, obat tidur (sedatif), atau fenotiasin),

kurang tidur,

alcohol, terlalu lelah, kilatan cahaya seperti diskotek atau flash light, dan
faktor-faktor lainnya.

Pasien penyandang epilepsi dianjurkan untuk secepatnya menghubungi


dokter dan mengikuti nasehat serta disiplin minum obat yang diberikan

Pasien tidak boleh putus obat dan mengurangi sendiri dosis obat tanpa
sepengetahuan doker.

c.

Informasi Terapi Farmakologis


i.

Indikasi : epilepsi (bangkitan parsial, bangkitan umum


pimer atau sekunder dengan komponen tonik klonik, jenis epilepsi
campuran).

ii.

Kontraindikasi : Apabila digunakan bersama MAO


Inhibitor, riwayat mielosupresi, hipersensitif terhadap antidepresan
trisiklik.

iii.

Dosis : 1 tablet Karbamazepine 200 mg diminum dua kali


sehari

iv.

Cara pemakaian : oral

v.

Efek samping obat : Pusing, vertigo, ataksia, mual, muntah,


reaksi alergi berupa dermatitis, leucopenia.

6.

Monitoring dan Evaluasi


a.

Kontrol pengobatan
Pasien diharuskan dating kembali untuk control beserta meminta obat lagi
sebelum obat habis karena penyakit ini tidak boleh putus obat

b.

Obat dihentikan minimal setelah dua tahun bebas serangan dan


tidak dijumpai retardasi psikomotorik dan defisit neurologis, secara

17

bertahap. Dengan cara mengurangi dosis sebesar 25% tiap dua atau empat
minggu
c.

Monitoring obat anti epilepsi dalam serum


.

Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah menyembuhkan atau bila tidak mampu
menyembuhkan, paling tidak membatasi gejala-gejala dan mengurangi efek
samping pengobatan. Pada sindrom epileptik atau penyakit epilepsi, bila kelainan
structural, metabolik, atau endokrin yang dapat disembuhkan tidak dijumpai,
maka tujuan pengobatan adalah memperbaiki kualitas hidup penderita dengan
menghilangkan atau mengurangi frekuensi tanpa menimbulkan efek samping yang
tidak dikehendaki (Harsono, 2005).

18

Beberapa prinsip dasar yang perlu dipertimbangkan dalam terapi


epilepsi:
1. Pada kejang yang sangat jarang dan dapat dihilangkan faktor pencetusnya,
pemberian obat harus dipertimbangkan.
2. Pengobatan diberikan setelah diagnosis ditegakkan, ini berarti pasien
mengalami lebih dari 2 kali kejang yang sama.
3. Obat yang digunakan disesuaikan dengan jenis kejang
4. Sebaiknya menggunakan monoterapi karena dengan cara ini toksisitas akan
berkurang, mempermudah pemantauan dan menghindari interaksi obat.
5. Dosis obat disesuaikan secara individual.
6. Evaluasi hasilnya
7. Pengobatan dihentikan setelah kejang hilang selama minimal 2-3 tahun.
Pengobatan dihentikan secara berangsur dengan menurunkan dosisnya
(Mansjoer, dkk, 2000).
Tabel 1. Obat pilihan berdasarkan jenis kejang (Mansjoer, dkk, 2000)
Bangkitan
Fokal/parsial

Jenis obat

Sederhana

Karbamazepine, Fenobarbital, Fenitoin

Kompleks

Karbamazepine, Fenobarbital, Fenitoin, Asam valproat

Tonik-klonik umum

Karbamazepine, Fenobarbital, Fenitoin, Asam valproat

Umum
Tonik-klonik

Karbamazepine, Fenobarbital, Fenitoin, Asam valproat

Mioklonik

Klonazepam, Asam valproat

Absens/petit mal

Klonazepam, Asam valproate

DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, A., Suprohaita., Wardhani, WI., Setiowulan, W. (2000). Kapita Selekta
Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua. Jakarta: Media Aesculapius.
Gunawan, S. (2008). Farmakologi & Terapi. Edisi 5. Jakarta: Departemen
Farmakologi dan Terapeutik FK UI.

19

Harsono, Kustiowati E, Gunadharma S, editors. (2008). Pedoman tatalaksana


epilepsi. Edisi ke-3. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia

20

You might also like