Professional Documents
Culture Documents
yang
hemangioblastoma
didapat
pada
secara
retina
dominan
dan
SSP,
dengan
karsinoma
karakteristik
sel
renal,
penelusuran
klinis
dan
radiologis
yang
menunjukkan
LAPORAN KASUS
Seorang pria 34 tahun, Sumba, Kristen, Petani, Tamat SD, Kinan datang
dengan keluhan nyeri kepala. Nyeri kepala dikatakan terjadi sejak 20 hari
Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS). Nyeri kepala dirasakan di belakang
kepala, terasa berat dan kadang-kadang berdenyut. Awalnya nyeri kepala
masih bisa ditahan namun semakin hari nyeri kepala dirasakan semakin
bertambah berat sehingga membuat pasien tidak mampu melaksanakan
pekerjaannya. Pasien lebih banyak tertidur namun nyeri kepala masih tetap
dirasakan. Keluhan nyeri kepala ini disertai dengan muntah sebanyak satu
kali, menyemprot tanpa didahului dengan mual, volume sekitar 1 gelas kecil
dengan isi cairan dan makanan yang dikonsumsi. Pasien juga mengeluhkan
pandangan kabur yang dirasakan sejak 2 minggu SMRS, pasien tidak mampu
melihat dengan jelas benda yang berjarak 2 meter. Pandangan ganda tidak
dikeluhkan. Pasien tidak ada mengeluhkan kelemahan pada separuh tubuh,
tidak ada keluhan kesemutan separuh tubuh. Pasien tidak mampu berjalan
lagi sejak 2 minggu SMRS karena dikatakan kedua kakinya sulit berjalan dan
berjalan sebelumnya dengan posisi mengangkang. Pasien juga kesulitan
mengambil sesuatu dengan menggunakan tangan kirinya, jangkauan pasien
tidak tepat untuk mengambil barang. Pusing berputar tidak dikeluhkan,
kesemutan sekitar bibir disangkal.
Pasien dikatakan oleh keluarganya mulai tampak gelisah dan bicara
tidak
nyambung
sejak
minggu
SMRS,
pasien
tidak
bisa
diajak
berkomunikasi karena nyeri kepala yang diderita. Saat itu pasien sempat
dibawa dan dirawat di RSUD Waikabubak selama 5 hari kemudian pasien
pulang paksa karena tidak ada perubahan pada pasien. Setelah dirawat
selama 3 hari pasien dibawa lagi ke RSUD untuk dirawat karena kontak
2
Serebelum
ec
tumor
serebelum
ec
astrositoma
pilokistik
dd
tiap
jam
pemberian.
Tindakan
pembedahan
berupa
VP(Ventriculo-
patologi
dan
imunohistokimia
didapatkan
gambaran
hemangioblastoma.
Pasien mengalami perkembangan klinis menuju ke arah baik. Setelah
dilakukan tindakan VP Shunt pada pasien masih didapatkan defisit neurologis
berupa nistagmus dan gangguan koordinasi pada sisi tubuh kiri, fukuda test
(+) 45 derajat ke arah kiri, gait ataksia (+) VAS 6-7. Pemeriksaan visus
didapatkan penurunan visus dengan visus 6/12 pada okuli dekstra dan 6/30
pada okuli sinistra. Pada funduskopi didapatkan papil N II bulat berbatas
tegas dengan perbandingan arteri dengan vena sebesar 2/3, retina baik dan
reflek makula (+). Selama perawatan gangguan koordinasi pada pasien
mengalami perbaikan, pasien mulai mampu melakukan tes dengan gerakan
yang semakin tangkas namun belum bisa berjalan lurus sampai pasien
dipulangkan pada tanggal 9 Nopember 2011 dengan VAS 2. Pada tanggal 18
Nopember 2011 pasien sudah mampu melakukan tes koordinasi dengan
gerakan yang tangkas dan pasien mampu mengikuti garis lurus, VAS 0 .
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesa pada kasus didapatkan nyeri kepala yang semakin
memberat disertai muntah proyektil dan penurunan kesadaran yang
merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial akibat adanya suatu
space occupying lession (SOL). Gejala tumor intrakranial dapat dibagi
menjadi (Ngoerah, 1991):
1. Gejala umum dari tekanan intrakranium yang meningkat
a. Nyeri Kepala
Nyeri kepala ini dirasakan seperti berdenyut, dapat pula kepalanya
dirasakan seperti penuh. Nyeri kepala itu terutama dirasakan pada
pagi hari, baru bangun tidur karena saat tidur kepala letaknya lebih
rendah dan oleh karena PCO2 saat malam meningkat maka aliran
darah otak akan meningkat. Nyeri kepala itu akan bertambah keras
bila penderita mengejan bersin atau batuk. Bila nyeri kepala itu
dirasakan unilateral, maka mungkin tumor serebri lokasinya di sisi
nyeri
kepala
itu
dirasakan.
Tumor
subtentorial
biasanya
Tekanan
intrakranium
yang
meningkat
dapat
menimbulkan
Disamping
itu
tumor
serebelar
dapat
menimbulkan
nistagmus dan ataksia serebelar. Bila tumor itu ada pada satu hemisfer
serebelum maka akan timbul ataksia hemiserebelar di sisi ipsilateral
(Ngoerah,1991).
Pada
pasien
ditemukan
gangguan
koordinasi
menuju
formasio
retikularis.
Beberapa
serat
eferen
keluar
dari
serebelum
media
menuju
hemisfer
serebelum.
Serat
korteks
serebri.
Motorik
talamus
bertugas
untuk
dan
dentatus
menyebabkan
kombinasi
beberapa
defisit
menuju
sisi
lesi.
Hal
ini
terjadi
karena
inti
serebelum
(serebelorubralspinal)
dan
lengkung
umpan
balik
(cerebelloolivary-
kerusakan
serebelum
terjadi
pada
sisi
lesi
karena
terjadi
intrakranial
yang
meningkat
secara
progresif
akan
sehingga
terjadi
kompresi
pada
medula
oblongata
(Ngoerah,1991).
Klinis akan tampak penderita mengalami nyeri kepala yang berat di
suboksiput. Disamping itu ada kaku kuduk dan spasme dari otot-otot
kuduk. Bila hanya satu tonsila serebelum yang mengalami herniasi
kedalam foramen magnum, maka akan timbul kedudukan distonik dari
kepala. Kedudukan ini dikenal dengan nama tonsillar tilt. Dalam
keadaan ini oksiput terputar ke bawah dan ke sisi kontralateral dari
tonsil yang terjepit. Hal ini mendukung didapatkannya kaku kuduk
pada pasien kasus ini, kemungkinan pada pasien sudah terjadi herniasi
tonsilar serebelum akibat adanya SOL serebelum.
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik mengarahkan kecurigaan
terjadinya SOL Serebelum akibat tumor serebelum. Berikut tumor-tumor
yang sering terjadi pada serebelum (Duus, 1994): tumor intrinsik yang
mengikuti aliran sirkulasi merupakan kasus yang sering terjadi. Tumor
tersebut jarang hanya terbatas pada daerah hemisfer serebelum yang
spesifik dan biasanya mencakup daerah di dekatnya bahkan juga daerah
yang jauh dengan menginvasi atau menekan dan menggeser daerah
tersebut. Tumor yang tumbuh dengan lambat, tidak memberikan tanda dan
gejala. Tumor dapat tidak memberikan tanda-tanda untuk beberapa waktu
karena kemampuan serebelum yang masih utuh untuk mengkompensasi
defisit yang berasal dari kerusakan yang menyerang satu atau lebih dari
segmen-segmennya. Oleh karena itu, jika tanda dan gejala serebelar
13
pertama kali timbul, tumor biasanya sudah jauh lebih besar daripada yang
diharapkan.
Dua tumor intrinsik ditemukan paling sering pada masa kanak-kanak
dan
pradewasa.
Tumor
tersebut
adalah
astrositoma
serebelum
dan
meduloblastoma (Duus,1994).
a. Astrositoma Serebelum
Tumor ini dapat berkembang sebagai massa tumor yang agak padat
pada satu hemisfer, dalam vermis atau dalam dinding ventrikel
keempat dengan utama kedalam ventrikel dan tekanan utama
mendesak tegmentum pons. Tumor ini biasanya tidak menginfiltrasi
jaringan disekitarnya seperti pada astrositoma serebrum. Pada
kenyataannya tumor tersebut tetap relatif kecil dan dapat dikelilingi
oleh kista besar berdinding lunak yang berisi cairan bening atau
berwarna dan kadang-kadang cairan gelatinosa. Dalam kasus seperti
ini yang merupakan SOL adalah kista yang mengelilingi, bukannya
tumornya itu sendiri (Duus, 1994).
b. Meduloblastoma
Tumor ganas ini timbul hanya pada serebelum. Jika berkembang pada
masa kanak-kanak, tempat terjadinya adalah di vermis dan lobus
flokulomodularis. Akibatnya anak-anak akan berjalan dengan gaya
jalan lebar-lebar, tersentak-sentak dan berayun dari satu sisi ke sisi
yang lain. Hanya jika tumor tumbuh kedalam hemisfer atau menekan
serebelum, akan timbul gejala dan tanda serebelar yang lain seperti
ataksia, asinergia, dismetri,disdiadokinesis, tremor hebat, hipotonia
dan akhirnya nistagmus, berkembang secara bertahap. Pertumbuhan
tumor kedalam pedunkulus serebelaris dan dari sana kedalam batang
otak, menimbulkan defisit saraf kranialis tambahan. Obliterasi
akuaduktus, ventrikel keempat atau foramen Magendie mempersulit
situasi klinis dengan menyebabkan kenaikan tekanan intrakranial
akibat
hidrosefalus
cenderung
hipertensif
menyebar
melalui
nonkomunikans.
ruang
Meduloblastoma
subaraknoid
dan
dapat
14
Tumor dapat
SSP,
tumor
jinak
atau
kista
epididimis
dan
Patogenesis
Inaktivasi tumor suppressor gene VHL menyebabkan tumor yang sangat
tervaskularisasi. VHL bekerja melalui dua jalur dengan pertama kali
melibatkan degradasi faktor A yang terinduksi hipoksia dan downregulasi
gen target proangiogeniknya yaitu gen vascular endothelial growth factor
(VEGF) dan platelet derived growth factor-B (PDGF B),dan jalur kedua
memicu penyusunan extacellular matrix (ECM). Sekresi faktor proangiogenik
merupakan penginduksi angiogenesis utama. Berkurangnya penyusunan
ECM berkaitan dengan angiogenesis pada penyakit VHL. Inaktivasi jalur
penyusunan VHLECM, terlihat tumor memiliki vaskularisasi yang banyak,
ECM yang rusak dan aktivitas matriks metaloproteinase 2 yang meningkat.
16
darah
mikro
pada
otak
dan
retina.
Mikroskop
elektron
sel
endotel
pembuluh
darah
tonsil
yang
normal.
Temuan
ini
b. VEGFR 2
Serupa dengan VEGFR 1, pembuluh darah besar seperti arteriol,
venula, arteri dan vena negatif atau terwarna lemah untuk VEGFR2.
Pewarnaan granular VEGFR2 selalu ditemukan pada kapiler dekat
epitel dan jaringan limfoid yang memiliki VEGFR1 positif. Pada
jaringan limfoid, pewarnaan VEGFR2 lemah pada arteriol dan venula
dan berbeda pada endotelium sinusoid. Pada SSP, pewarnaan
VEGFR2 tidak ada pada pembuluh darah, berlawanan dengan
VEGFR1.
c. VEGFR 3
Kolokalisasi VEGFR3 dengan VEGFR1 dan VEGFR2 ditemukan pada
kepiler dekat epitel dan kapiler jaringan limfoid. Pada jaringan
limfoid, pewarnaan VEGFR3 lemah pada arteriol, berbeda dengan
yang terjadi pada venula dan vena dan sangat kuat pada endotel
sinosoid. Pewarnaan VEGFR3 pada pembuluh darah menunjukkan
pola intraseluler granular yang baik. Pengecatan VEGFR3 tidak ada
pada pembuluh darah pada SSP. Pengecatan VEGFR3 yang sangat
kuat terlihat pada pembuluh limfa hati berdinding tipis, vili saluran
pencernaan, ginjal, kulit dan jaringan limfoid. Pengecatan VEGFR3
pada jaringan nonvaskular terdapat pada parenkim serebri, sesuai
dengan pengecatan VEGFR3 yang difus pada elemen retina.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa up-regulation VEGF
pada sel stroma dan VEGFR terkait pada sel endotel tumor menegaskan
bahwa VEGF berfungsi sebagai regulator neovaskularisasi dan pembentukan
kista pada hemangioblastoma yang terkait penyakit VHL ataupun yang
sporadis (Voos et al, 1995).
Adanya VEGFR pada sel tumor terbukti pada kasus ini. Pada pengecatan
imunohistokimia didapatkan adanya VEGFR3 yang diselingi oleh banyak sel
stroma. Jadi pemeriksaan ini dapat meningkatkan nilai diagnostik pada
pasien hemangioblastoma serebelum.
18
Diagnosis
Diagnosis hemangioblastoma SSP secara tipikal ditegakkan sekitar 25
minggu dari onset gejala neurologis awal. Pasien umumnya mengeluh gejala
nyeri kepala, pusing, ataksia, dan mual (Fisher et al,2006). Tumor ini
berbatas tegas dan tervaskularisasi serta tidak menginvasi jaringan otak
sekitarnya, penyebaran tumor jarang terjadi. Walaupun penatalaksanaan
tumor sporadis telah terstandarisasi dan tidak menyebabkan masalah
umum, hemangioblastoma familial memerlukan pendekatan klinis yang
berbeda secara lengkap tertuju pada pasien dan keluarganya. Penegakkan
diagnosis masih tetap menemukan kesulitan dan kadang terlewatkan karena
sindrome ini bervariasi dalam keparahannya, jumlah lesi, dan jumlah organ
yang terkena serta analisis pedigree sering tidak dilakukan secara cukup
teliti.
Hemangioblastoma merupakan manifestasi paling sering dari penyakit
VHL, analisis genetik molekular yang aman yaitu gen VHL pada pasien
hemangioblastoma
mempunyai
peranan
penting
dalam
penegakkan
ditegakkan beberapa tahun setelah onset gejala. Deteksi dini dan follow up
selanjutnya cukup esensial untuk penatalaksanaan sindrom ini secara
adekuat. Kejadian hemangioblastoma multiple hanya ditemukan pada satu
kasus
sporadis,
sedangkan
64%
kasus
familial
mengalami
Pada kasus ini ditemukan terjadi peningkatan sedikit jumlah sel darah
merah yang menurun setelah dilakukan pembedahan. Hal ini dapat
dijelaskan sebagai berikut. Terjadinya eritrositosis pada pasien dengan
hemangioblastoma serebelum diketahui dengan jelas. Hal ini terjadi dominan
pada pria dengan perbandingan 8:1, yang dapat dijelaskan terjadinya variasi
dalam
aktivitas
stimulasi
eritroid,
perbedaan
hormaonal,
kekurangan
simpanan zat besi pada wanita (Trimble et al,1991). Tidak ada gambaran
histologis spesifik yang dapat membedakan kelompok eritrositotik dengan
yang noneritrositotik. Eritrositosis selalu membaik setelah eksisi tumor.
Waldmann et al seperti dikutip oleh Trimble et al merupakan orang pertama
20
preoperatif
dan
postoperatif
sehingga
tidak
dapat
Resonanse)
menunjukkan
karakteristik
intensitas
rendah
sampai medium sinyal pada T-1 weighted images dan intensitas sinyal yang
tinggi pada T2-weighted images. Pembuluh darah yang memberikan makan
(feeding) atau yang mengaliri sel tumor didalam komponen perifer dan solid
dapat tampak sebagai area tubular aliran cairan (Leung et al, 2008).
Terdapat beberapa temuan karakteristik pada MRI,yang merupakan ciri
patognomonik pada massa fossa posterior intraaksial. Temuan yang paling
penting adalah (a) massa kistik, (b) jaringan solid nodul mural pada tepi
piamater yang mengalami penyangatan dengan pemberian kontras dan (c)
pembuluh darah besar didalam dan atau pada tepi massa (Jayaraman,2009).
Pada kasus ini penegakkan diagnosis secara radiologi hanya menggunakan
CT sken kepala, dimana nilai CT Sken memiliki nilai diagnostik yang lebih
rendah dalam menentukan lesi kistik. Namun dari hasil CT sken ditemukan
21
adanya suatu lesi kistik pada fossa posterior yang menyangat dengan
pemberian kontras dan terjadinya hidrosefalus obstruktif akibat massa kistik
tersebut. Dari gambaran CT sken ini kita mampu mengerucutkan diagnosa
banding
lesi
kistik
pada
fossa
posterior,
dimana
hemangioblastoma
Secara
mikroskopis,
gambarannya
berbeda
dengan
dasar
penggunaan
terapi
antiangiogenik
spesifik
pada
dini
lesi
SSP
yang
kecil
dan
untuk
memperlihatkan
dengan
hemangioblastoma
sporadis
(Neumann
et
al,
1992).
Parameter yang lain adalah lokasi tumor dan gambaran makroskopis dan
histopatologi, yang tidak berbeda secara signifikan pada kedua kelompok.
Follow
up
pemeriksaan
diperlukan
pada
pasien
dengan
selama
program
skrining.
Hal
ini
mengindikasikan
bahwa
masih dengan reseksi yang menunjukkan hasil luaran yang baik. Sekarang
ini
telah
berdasarkan
dikembangkan
terapi
pengetahuan
alternatif
terhadap
berupa
patogenesis
antiangiogenesis
dan
patologi
hemangioblastoma.
DAFTAR PUSTAKA
Auethavekiat et al. 2005. Hemangioblastomas: Diagnosis of von HippelLindau Disease and Antiangiogenic Treatment with SU5416. Journal of
Clinical Oncology. Available at :http://jco.ascopubs.org. (Accessed: Nov
24,2011).
Campbell, William, W., 2005. DeJongs The Neurologic Examination. Sixth
edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Pp 511-533.
25
Blood
99:3851-3853.
Available
at:http://bloodjournal.hematologylibrary.org (Accessed: Nov 24,2011).
Slater, A., Moore, N.R., Huson, S.M. 2003. The natural history of cerebellar
hemangioblastomas in von Hippel-Lindau Disease. AJNR 24:1570-1574.
Available at:http://www.ajnr.com (Accessed: Nov 24,2011).
Trimbel, M., Caro, J., Talalia, A., Brain, M. 1991. Secondary erythrocytosis due
to Cerebellar Hemangioblastoma : Demonstration of erythropoietin
mRNA
in
the
tumor.Blood.78:599-601.
Available
at
http://bloodjournal.hematologylibrary.org. (Accessed: Nov 20,2011)
Voos, S.W., Breier, G., Risau, W. 1995. Up-regulation of vascular endothelial
growth factor and its receptors in von Hippel-Lindau Disease-associated
and sporadic hemangioblastoma. Cancer Research 55: 1358-1364.
Available at:http://cancerres.aacrjournals.org (Accessed: Nov 24,2011)
Witmer, A.N., Dai, J., Weich, H.A., Vrenten, G.F.J.M., Schlingeman, R.O. 2002.
Expression of vascular endothelial growth factor receptors 1, 2, and 3 in
quiescent endothelia. The Journal of Histochemistry & Cytochemistry
50(6): 767-777. Available at:http://www.jhc.org. (Accessed: Nov
24,2011).
Woodward, E.R; Wall, K., Forsyth, J., Macdonald, F.,Maher, E.R. 2007. 2VHL
mutation analysis in patients with isolated central nervous system
haemangioblastoma. Brain, 130:836-842.
27