You are on page 1of 15

PENDAHULUAN

Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang


mengenai parenkim paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi:1,2
1. Pneumonia lobaris
2. Pneumonia interstisial (bronkiolitis)
3. Bronkopneumonia
Bronkopneumonia yaitu suatu peradangan pada parenkim paru yang
terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus
disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh
bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.
Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai
keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi
primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang dewasa.3
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak
di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di
Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada
anak di bawah umur 2 tahun. Pada tahun 2007, di Indonesia, 15% kematian pada
anak umur 1-4 tahun disebabkan oleh pneumonia. Diagnosis pneumonia di rumah
sakit ditegakkan berdasarkan pertimbangan klinis dengan didukung pemeriksaan
laboratorium dan penunjang medis lainnya.1
Berikut akan dibahas sebuah refleksi kasus mengenai bronkopneumonia
pada pasien anak yang dirawat di ruangan bangsal perawatan anak RSUD Undata
Palu.

KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama

: An. AZ

Umur

: 7 bulan

Jenis kelamin

: laki-laki

Alamat

: Jln. Dewi Sartika

Agama

: Islam

Tanggal masuk

: 18 Februari 2014

ANAMNESIS
Keluhan utama : batuk
Riwayat penyakit sekarang
Pasien anak laki-laki masuk dengan keluhan batuk. Pasien mengalami
batuk kering dan sesak napas saat batuk sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
Tidak ada beringus. Ibu pasien juga mengeluhkan anaknya demam naik turun
yang dialami sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam akan turun setelah
minum obat penurun panas tapi akan naik kembali setelah beberapa jam. Saat
demam pasien tidak menggigil dan mengigau. Tidak ada kejang, pusing dan sakit
kepala. Pasien muntah kurang lebih 4 kali sejak 3 hari sebelum masuk rumah
sakit. Muntah berupa makanan yang dikonsumsi, berwarna putih dan tidak ada
darah. Nafsu makan baik dan BAB lancar. BAK lancar tidak ada keluhan. Tidak
ada mimisan dan gusi berdarah. Tidak ada nyeri otot dan sendi.
Riwayat penyakit dahulu:
Pasien pernah masuk rumah sakit 2 bulan yang lalu dengan keluhan yang
sama.

Riwayat penyakit keluarga:


Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit yang sama.
Riwayat sosial-ekonomi :
Menengah ke atas
Riwayat Kehamilan dan persalinan :
Tempat Kelahiran di Rumah Sakit, anak lahir secara spontan, dengan usia
kehamilan cukup bulan dan Berat Badan Lahir : 2900 gram
Anamnesis Makanan :
Anak mengkonsumsi ASI sampai sekarang. Anak mengkonsumsi bubur
saring pada usia 6 bulan. Nafsu makan menurun saat sakit.
Riwayat Imunisasi: Sampai saat ini imunisasi dasar lengkap sesuai umur
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum

: Sakit berat

Kesadaran

: Compos Mentis

Berat badan

: 6,1 kg

Tinggi badan

: 65 cm

Status Gizi (CDC)

: Gizi kurang

= 6,1/7,9 = 77%

Tanda vital

Kulit

= 65/67 = 97%

: Nadi

= 6,1/7,9 = 77%

= 136 x/menit, reguler isi cukup,kuat angkat

Respirasi

= 80 x/menit

Suhu badan

= 37,6 0C

: tidak sianosis, tidak ikterik, turgor < 2 detik, rumple leede


negatif, patekie (-)

Kepala

: Normocephal, rambut hitam, tidak mudah dicabut


3

Mata

: Simetris, konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, refleks


kornea kesan normal, refleks cahaya normal, tidak cekung

Hidung

: Rhinorrhea (-), epistaksis (-), pernapasan cuping hidung (+)

Mulut

: faring tidak hiperemis, tidak ada caries gigi, mukosa bucal


dalam batas normal

Tonsil

: Tonsil T1/ T1, tidak hiperemis

Leher

: Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada


perbesaran kelenjar tiroid

Toraks

: Bentuk simetris, tidak ada luka, jejas, sikatrik

Paru
Inspeksi

: pergerakan dinding dada simetris,tidak terlihat adanya massa,

Palpasi

retraksi subcostal (+)


: tidak teraba massa, tidak teraba krepitasi, tidak ada nyeri tekan,
vocal Fremitus kanan sama dengan kiri

Perkusi paru

: Sonor pada lapang paru kanan dan kiri

Auskultasi

: Suara napas bronchovesikuler (+/+), ronchi basah halus (+/+),


wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: teraba pulsasi ictus cordis pada midclavicula sinistra SIC V

Perkusi

: pekak, batas atas pada SIC II para sternal sinistra, batas kiri
jantung pada SIC V midclavicula sinistra dan batas kanan pada
SIC IV para sternal dextra

Auskultasi

: Bunyi jantung I-II murni regular, tidak ada murmur, tidak ada
gallop

Abdomen
Inspeksi

: Datar, tidak tampak sikatrik, dan tidak tampak massa.

Auskultasi

: peristaltik usus (+) kesan normal

Palpasi

: nyeri tekan epigastrik (-) ,Turgor kulit baik, hepar dan lien

tidak teraba
Perkusi

: Timpani

Genitalia

: dalam batas normal

Anggota gerak

: Akral hangat, kekuatan otot normal, tidak dijumpai edema.

Punggung

: Tidak Skoliosis, Lordosis, dan kifosis

Refleks

: Tidak ada kelainan

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium : 3 Januari 2014
Darah rutin :
- RBC

: 5,27 x 1012/L (normal)

range normal : 4,0 4,9 mill/mm3

- HCT

: 39,3 % (normal)

range normal : 35 42 %

- PLT

: 484 x 109/L (meningkat)

range normal : 150 400 x 103 /mm3

- WBC

: 11 x 109/L (meningkat)

range normal : 5,0 10 x 103 / mm3

- HGB

: 12,9 g/dL (normal)

trange normal : 11,5 14,5 g/dL

(range normal menurut American Academy of Pediatric)

RESUME
Pasien anak laki-laki masuk dengan keluhan batuk. Pasien mengalami
batuk kering dan sesak napas saat batuk sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
Ibu pasien juga mengeluhkan anaknya demam naik turun yang dialami sejak 1
hari sebelum masuk rumah sakit. Saat demam pasien tidak menggigil dan
mengigau. Pasien muntah kurang lebih 4 kali sejak 3 hari sebelum masuk rumah
sakit. Muntah berupa makanan yang dikonsumsi, berwarna putih dan tidak ada
darah. Pasien pernah masuk rumah sakit 2 bulan yang lalu dengan keluhan yang
sama.

Pemeriksaan fisik didapat keadaan umum compos mentis, tampak sakit


berat, gizi baik. Pemeriksaan tanda vital didapatkan Nadi 136 x/menit, RR 80
x/menit, reguler, suhu 37,6oC. Pada pemeriksaan thoraks didapatkan suara napas
bronkovesikular, ronchi basah halus (+/+), retraksi subcostal (+). Pada
pemeriksaan laboratorium didapapatkan semuanya dalam batas normal.

DIAGNOSIS : Bronkopneumonia
TERAPI :
-

IVFD RL 12 gtt
Ampicillin syr. 2 x 1 cth
Ambroxol 3 mg
dibuat puyer
Salbutamol 0,6 mg
dosis 3 x 1
Sanmol drop 4 x 0,8 cc (jika demam)

ANJURAN
- Pemeriksaan tambahan : Foto Thorax posisi PA

FOLLOW UP
19 Februari 2014
S : panas (-), batuk ( + ), muntah 1 kali
O : Keadaan umum : sakit berat, kesadaran : kompos mentis
Nadi
Pernafasan

: 120 x/ menit
: 55 x/menit

Suhu

: 36,5 0C

Hidung : pernapasan cuping hidung (+), rhinorrhea (-), epistaksis (-)


Paru
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris,tidak terlihat adanya massa,
retraksi subcostal (+)

Auskultasi : Suara napas bronchovesikuler (+/+), ronchi basah halus (+/


+), wheezing (-/-)
Abdomen
Auskultasi : peristaltik usus (+) kesan normal
Palpasi : nyeri tekan epigastrik (-)
A : Bronkopneumonia
P:
-

IVFD RL 12 gtt
Ampicillin syr. 2 x 1 cth
Ambroxol 3 mg
dibuat puyer
Salbutamol 0,6 mg
dosis 3 x 1
Sanmol drop 4 x 0,8 cc (jika demam)

Pemeriksaan tambahan : Foto Thorax posisi PA


20 Februari 2014
S : batuk berlendir ( + ), demam (-), muntah (-)
O : Keadaan umum : sakit sedang, kesadaran : kompos mentis
Nadi
: 120 x/ menit
pernafasan : 40 x/menit

suhu

: 37,2 0C

Hidung : pernapasan cuping hidung (+), rhinorrhea (-), epistaksis (-)


Paru
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris,tidak terlihat adanya massa,
retraksi subcostal (+)
Auskultasi : Suara napas bronchovesikuler (+/+), ronchi basah halus (+/
+), wheezing (-/-)
Abdomen
Auskultasi : peristaltik usus (+) kesan normal
Palpasi : nyeri tekan epigastrik (-)
A : Bronkopneumonia

P:
-

IVFD RL 12 gtt
Ampicillin syr. 2 x 1 cth
Ambroxol 3 mg
dibuat puyer
Salbutamol 0,6 mg
dosis 3 x 1
Sanmol drop 4 x 0,8 cc (jika demam)

Pemeriksaan tambahan : Foto Thorax posisi PA


21 Februari 2014
S : batuk berlendir ( + ), demam (-), muntah (-)
O : Keadaan umum : sakit sedang, kesadaran : kompos mentis
Nadi : 138 x/ menit
pernafasan : 44 x/menit

suhu

: 36,7 0C

Hidung : pernapasan cuping hidung (-), rhinorrhea (-), epistaksis (-)


Paru
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris,tidak terlihat adanya massa,
retraksi subcostal (-)
Auskultasi : Suara napas bronchovesikuler (+/+), ronchi basah halus (+/
+), wheezing (-/-)
Abdomen
Auskultasi : peristaltik usus (+) kesan normal
Palpasi : nyeri tekan epigastrik (-)
A : Bronkopneumonia
P:
-

IVFD RL 12 gtt
Ampicillin syr. 2 x 1 cth
Ambroxol 3 mg
dibuat puyer
Salbutamol 0,6 mg
dosis 3 x 1
Sanmol drop 4 x 0,8 cc (jika demam)

Pemeriksaan tambahan : Foto Thorax posisi PA

DISKUSI
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan
bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy
distribution). Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang
disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh
penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas setempat.3
Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah :1,4,5
1. Faktor Infeksi
a. Pada neonatus: Streptokokus group B, RSV.
b. Pada bayi :
- Virus: Virus parainfluensa, virus influenza,Adenovirus,
RSV, Cytomegalovirus.
- Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
- Bakteri: Streptokokus pneumoni, Haemofilus
influenza, Mycobacterium tuberculosa, Bordetellapertusis.
c. Pada anak-anak :
-

Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV


Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosis

2. Faktor Non Infeksi.


Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi
a. Bronkopneumonia hidrokarbon :
Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde
lambung.
b. Bronkopneumonia lipoid :
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara
intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu
mekanisme menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan
posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak
9

ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung


pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang
mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya
seperti susu dan minyak ikan.
Pada kasus ini bronkopneumoni terjadi disebabkan oleh infeksi virus dilihat
dari pemeriksaan laboratorium dimana terjadi leukositosis sebesar 11 x 109/L.
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan,
dan pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli
telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti
secara klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan. Berdasarkan lokasi lesi di
paru, pneumonia dibagi menjadi Pneumonia lobaris, pneumonia interstitialis dan
bronkopneumonia.2
Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim
paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan
anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme
pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier
aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon
inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin,
makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel. Infeksi paru terjadi bila
satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi organisme
bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi
atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui
hematogen.1,2
Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif
jaringan ikat paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial.
Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu :
1. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan

10

peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.


Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari
sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediatormediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel
mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama
dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler
paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi
pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh
oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling
berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai
bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh
karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna
paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara
alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak,
stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium III (3-8 hari berikutnya)
Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa
sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap
padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu
dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
4. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)
Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.5
11

Pneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi


saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak
dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah,
dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan
sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal
penyakit, anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya
berupa batuk kering kemudian menjadi produktif. Pada pasien ditemukan gejala
retraksi dinding dada, pernapasan cuping hidung, sesak napas, ronkhi basah halus,
demam. Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut :2,3,4
1. Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding
dada
2. Panas badan
3. Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles)
4. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus
5. Leukositosis
Pada kasus didapatkan adanya keluhan batuk kering dan sesak napas saat batuk
sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Setelah itu batuk kering berubah menjadi
batuk berdahak. pasien juga demam naik turun yang dialami sejak 1 hari sebelum
masuk rumah sakit. Terdapat juga pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksaan
thoraks didapatkan adanya retraksi subcostal dan pada auskultasi terdengar bunyi
ronki basah halus pada kedua lapangan paru dan suara napas bronchovesikuler.
Pemeriksaan darah rutin pada pasien menunjukkan adanya leukositosis
sebesar 11 x 109/L. Pemeriksaan penunjang laboratorium darah rutin pada
bronkopneumonia menunjukkan leukositosis. Leukositosis menunjukkana danya
infeksi bakteri, sering ditemukan pada keadaan bakteremia,dan resiko terjadinya
komplikasi lebih tinggi. Nilai hemoglobin (Hb) biasanya tetap normal atau sedikit
menurun. Peningkatan Laju Endap Darah (LED)3.. Pemeriksaan radiologi ditandai
dengan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa bercak-bercak infiltrat

12

yang dapat meluas hingga daerah perifer paru,disertai dengan peningkatan corakan
peribronkial. Pemeriksaan foto thorax pada pasien tidak dilakukan 2,5
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam
rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran
bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah
komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi. Penatalaksanaan
pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri dari 2 macam, yaitu
penatalaksanaan umum dan khusus 5
1. Penatalaksaan Umum
a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang
b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
c. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
2. Penatalaksanaan Khusus
a. Mukolitik dan ekspektoran
b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung
c. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan
manifestasi klinis. Pneumonia ringan amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di
wilayah dengan angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan
menjadi 80-90 mg/kgBB/hari). Pneumonia berat diberi
ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam), yang
harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak memberi
respons yang baik maka diberikan selama 5 hari.
Pada kasus ini diberikan ampisilin karena pada kasus ini termasuk dalam
pneumonia berat dimana ditemukan manifestasi klinis pernapasan cepat
yaitu >50 kali/menit, terdapat pernapasan cuping hidung, pada auskultasi
terdengar rhonki, dan adanya retraksi subcostal.
Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak
harus dipertimbangkan berdasakan pengalaman empiris, yaitu bila tidak
ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama)
menurut kelompok usia.

13

Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)


a. beta laktam amoksisillin
b. amoksisillin - asam klavulanat
c. golongan sefalosporin
d. kotrimoksazol
e. makrolid (eritromisin)
Bronkopneumonia pada kasus ini memiliki prognosis yang baik bila
didiagnosis dini dan ditangani secara adekuat. Mortalitas lebih tinggi didapatkan
pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi- protein dan datang terlambat untuk
pengobatan.4,6

14

DAFTAR ISI
1. Rahajoe N., Supriyatno B., Setyanto D. 2010. Buku Ajar Respirologi Anak,
Edisi Pertama. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.
2. Sumarmo, S., Soedarmo, P., Hadinegoro, S. R. 2010. Buku Ajar Infeksi dan
Pediatri Tropis. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.
3.

Sectish, Theodore C, and Charles G, Prober. Tuberculosis Paru. Dalam:


Behrman R.E., et.al (editor). 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelsons vol. 2

4.
5.

edisi. 15. Jakarta: EGC.


FKUI. 1985. Ilmu Kesehatan Anak Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
IDAI, 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak edisi I.

6.

Jakarta : Badan Penerbit IDAI.


McPhee,S., Papadakis,MA. 2008. Curreny Medical Diagnosis and
Treatment, California : McGraw hill.

15

You might also like