You are on page 1of 8

AFASIA

Dalam pembagian sindrom-sindrom, afasia kami telah memiliki klasifikasi Boston yang dibuat
oleg Goodglass dan Kaplan (1972). Klasifikasi ini serasi digunakan dalam praktek untuk
mengenali gangguan bahasa yang menyertainya. Dalam klasifikasi ini harus diingat bahwa
pembagiannya berdasarkan perubahan khas perilaku bicara dan bahasa dan bukan atas lokalisasi
kerusakan. Goodglass dan Kaplan (1972) membuat klasifikasi atas dasar cirri-ciri penamaan
kata, kefasihan, meniru ucapan dan pemahaman auditif. Penamaan kata pada afasia selalu
terganggu dan merupakan cirri khas untuk dapat mengidentifikasi afasia. Cirri-ciri lain
memebedakan berbagai sindrom afasia sebagai berikut :
Afasia

Kelancaran perkataan
Tidak lancar

Afasia global

Meniru

Pemahaman

Tidak lancar
Afasia broca
Tidak lancar
Afasia transkortikal
motoris
Tidak lancer
Afasia transkortikal
campuran
Lancar
Afasia wernicke
Lancar
Afasia transkortikal
sensoris
Lancar
Afasia konduksi
Lancar
Afasia anomis

Benson (19679) membuat pembagian lebih lanjut didalam kelompok afasia Anomis berdasarkan
perbedaan-perbedaan khas yang berkaitan dengan berbagai tempat kerusakan di otak :
1. Anomia produksi kata
2. Anomia seleksi kata
3. Anomia somantis

4. Anomia spesifik kategori


5. Anomia spesifik modalitas

Selain itu Goodglass dan Kaplan membedakan berbagai macam afasia murni, yakni :
1. Kebisuan kata murni
2. Ketulian kata murni
3. Kebutaan kata murni
4. Agrafia murni

Serta membedakan berbagai sindrom diskoneksi kalosum :


1. Afasia taktil unilateral
2. Agrafia dan apraksia unilateral
3. Afasia hemioptis

Dalam penyebutan tempat kerusakan, setiap sindrom bertolak dari keadaan yang paling sering
terjadi, dengan sekaligus membahas aspek-aspek dominasi tangan dan bahasa, yang bersamaan
dengan terjadinya afasia, turut terganggu di hemisfer kiri.
1. Afasia broca

Nama-nama lain : afasia motoris, afasia ekspresif, afasia motoris eferen. Afasia broca
bisa muncul sebagai afasia akut, tetapi seringkali juga mula-mula berkembang dari afasia
global dalam jangka waktu beberapa bulan, beahkan beberapa tahun. Afasia ini
disebabkan oleh GPDO, trauma, tumor atau peradangan. Dalam banyak kasu afasia broca
disebabkan oleh GPDO karena terjadi emboli didaerah arteria serebri media superior kiri.
Tempat kerusakan terletak didaerah fronto-parietal dihemisfer kiri (daerah suprasylvis,
baik operculum maupun insula). Afasia broca biasanya bicara spontan tidak lancer dan
ditandai oleh agramatisme (gangguan dalam gramatika yang memperlihatkan
pengurangan dan penyederganaan bentuk-bentuk gramatika). Afasia broca menyebabkan
gangguan dalam lagu kalimat; disprosodi. Dalam keadaan yang paling parah, proses
bicara terbatas pada kalimat satu kata, yang terdiri atas kata benda.
Pasien afasia broca juga mengalami kesulitan dengan hubungan-hubungan lain yang
dinyatakan dalam bahasa. Penelitian lebih lanjut membuktikan bahwa ternyata
sebenarnya pasien itu tahu betul (bisa menggambarkan) namun tidak mampu menyatakan
gagasannya kedalam bahasa.
2. Afasia wernicke

Nama-nama lain : afasia sensoris, afasia reseptif, afasia akustik. Tempat kerusakan bagian
posterior girus temporal atas dihemisfer kiri. Apabila bahasa tertulis (membaca dengan
pemahaman dan menulis) lebih baik daripada lisan (pemahaman auditif dan bicara), ini
merupakan petunjuk bahwa girus angularis tifak begitu terkena dan kerusakan letaknya
lebih kedepan, di girus temporal atas. Akan tetapi, apabila bahasa lisan lebih baik
daripada tertulis, maka korteks primer dan sekunder yang lebih utuh dan kerusakan
letaknya lebih ke belakang. Bila terdapatbanyak parafasia, maka kemungkinan besar
kerusakan mencapai operculum parietal.
Pasien afasi wernicke, terutama pada awalnya tidak menyadari kesalahan-kesalahannya
dan akan menyalahkan lawan bicaranya mengenai buruknya komunikasi. Baru kemudian,
setelah dia lebih sadar akan kesalahan-kesalahannya, maka kecepatan bicaranya akan
lebih pelab karena ia berusaha mengoreksi diri dan mencari kata yang tepat. Lalu timbul
lebih banyak kata-kata penggambaran dan kata-kata yang mengandung sedikit makna
anu dan itu.
3. Afasia konduksi

Nama lain : afasia sentral, afasia aferen motoris. Tempat kerusakan ; bagian posterior
fasikulus dihemisfer. Kertesz (1978) membedakan dua bentuk yaitu pertama atas dasar
kerusakan lebih anterior di fasikulus arkuatus, yang ditandai oleh bicara yang kurang
lancer dan penggunaan parafasia literal; bentuk kedua atas dasar kerusakan yang lebih
posterior, dengan bicara lancar dan parafasia verbal.
Bicara spontan lancar, hampir normal, tetapi tersendat-sendat karena mencari kata yang
tepat dan berusaha memperbaiki parafasia literal dan verbalnya.upayanya berulang kali
memperbaiki kesalahan ucapanyya terkadang mencapai tujuannya (conduit dapproche)
akan tetapi terkadang justru menjauhinya dari tujuan (conduit decart). Membaca dengan
pemahaman hampir normal dan sepadan dengan pemahaman auditif. Sebaliknya
membaca dengan bersuara terganggu sepadan dengan beratnya dalam meniru ucapan.
Kesalahan waktu menulis seiring dengan waktu bicara spontan dan dapat bervariasi dari
kesalahan ejaan sampai pada parafagia yang serius.
4. Afasia global
Pada afasia global atau total, semua aspek bahasa dan bicara sangat terganggu. Tempat
kerusakan bagian-bagian besar daerah fronto-temporo-parietal perisylvis di hemisfer kiri.
Kerusakan-kerusakan ditempat lain di hemisfer kiri mula-mula dapat menyebabkan
gangguan yyang serupa dengan afasia global, tetapi ini sifatnya hanya sementara.
Penyebabnya seringkali adalah penyumbatan bagian terdepan arteri serebri media kiri,

akan tetapi perdarahan besar atau tumor dapat juga menyebabkan sindrom ini. Biasanya
mula-mula pasien berada dalam koma.
Bicara spontan sangat tidak lancer; pasien pasien praktis tidak dapat bicara. Paling-paling
ia memiliki beberapa kata atau ucapan stereotip. Pemahaman audit sangat terganggu.
Menunjuk biasanya juga tidak bisa lagi sehingga memeriksa pemahaman auditif menjadi
sangat sukar.
5. Afasia transkortikal motoris
Nama lain sindrom isolasi anterior, afasia dinamis. Tempat kerusakan didaerah frontal
hemisfer kiri atau didaerah yang berbatasan langung dengan daerah Broca (didepan atau
dibelakangnya) atau didalam daerah premotoris medial atau superior. Kemungkinan
penyebabnya trauma, tumor (terutama sesudah pengangkatan radikal suatu tumor),
peradangan atau GPDO.
Bahasa spontan ditandai oleh pengurangan yang mencolok, baik banyaknya maupun
kompleksitasnya. Afasia transkortikal motoris terkadang dianggap juga sebagai gangguan
dalam hubungan antara proses pikir dan bahasa. Ketidakmampuan untuk mengalihkan
pikiran kedalam kalimat.
6. Afasia transkortikal sensoris
Tempat kerusakannya di daerah temporo-parieto-oksipital dihemisfer kiri. Penyebabnya
mungkintumor (misalnya di daerah girus angularis), trauma, hematomintra serebral atau
GPDO (seringkali infark didaerah perbatasan posterior akibat penyu,batan arteria karotis
interna kiri). Bicara spontannya lancar, hampa dengan uraian panjang lebar, mungkin
dengan jeda mencari kata yang tepat dan terutama parafasia verbal. Pada kasus-kasus
berat bicaranya menjadi jargon semantic yang tidak dipahami.
Pada afasia transkortikal sensoris, pemahaman auditif terganggu pada taraf pengaitan
bunyi dan arti. Oleh karena fonem-fonem didengar dengan baik dan pengkodeannya tidak
ada masalah, ucapan kata dan kalimat panjang dapat di tiru tanpa kesulitan, sekalipun ia
tidak memahaminya. Biasanya pemahaman auditif tidak terlalu menganggu diabndingkan
dengann afasia wernicke. Pada gangguan pemahaman ringan sindrom ini beralih menjadi
afasia anomis.
7. Afasia transkortikal campuran
Nama lain isolasi dengan bicara dan tempat kerusakannya daerah-daerah besar korteks
asosiasi anterior dan posterior, tetapi daerah perisilvis tidak terkena. Penyebabnya GPDO,
anoksia (misalnya karena keracunan karbondioksida). Biacar spontan tidak ada atau
hampir tidak ada, kecuali ucapan singkat, diulang-ulang, tanpa arti dan stereotip. Tugas
dan pertanyaan diulang secara ekolalis. Rangkaian dan kalimat terbuka diteruskan secara

automatis, tanpa pemahaman. Pemahaman sangat terganggu. Membaca dan menulis


boleh diaktakantidak mungkin dilakukan lagi.
8. Afasia anomis
Nama lain afasia nominal, afasia amnesties. Anomia yaitu kesulitan menemukan kata
pada konfrontasi visual dan pada waktu bicara spontan, merupakan gejala yang menjadi
ciri semua bentuk afasia.
Pada afasi anomis yang terganggu ialah penemuan dan penamaan kata, terutama kata isi
yang jarang dipakai, baik kalau bicara maupun kalau menulis. Pemahaman bahasa lisan
dan tulis baik, bagaimana pun lebih baik daripada yang diuatarakan pasien. Karena ia
mengambil kesimpulan dari korteks, sekalipun ia tidak tahu makna katanya. Membaca
dengan bersuara dan meniru uacapan normal. Adanya gangguang-gangguan lain
tergantung dari tempat kerusakan, Benson (1978) mengusulkan klasifikasi anomia
sebagai berikut :
a. Anomia produksi kata
Pasien mengenal kata, tetapi kata itu tak dapat muncul dalam benaknya. Jika
dipancing (misalnya dengan memberi bunyi awal) biasanya membawa hasil. Keadaan
ini merupakan bagian dari afasia Broca (afasia konduksi) dan oleh karena itu, yempat
kerusakan ialah daerah perisylvil bagian frontal atau bagian fronto-parietal (sentral).
b. Anomia seleksi kata

Pasien tak tahu kata tetapi dapat menggambarkannya. Dipancing tak adanya gunanya,
tetapi ia dapat memilih kata itu dari sejumlah kata. Bentuk ini ditemukan pada
kerusakan daerah temporo-oksipital inferior.
c. Anomia semantic
Makna simbolis kata yang dicari sudah hilang, pasien tidak mengenal lagi kata itu.
Memancing tidak akan menolong dan katanya juga tidak dapat dipilih. Bentuk ini kita
jumpai pada afasia wernicke, afasia transkortikal sensoris, dan biasanya afasia
anomis. Kerusakannya meliputi daerah tempori-parietal.
d. Anomia khusus kategori
Hanya kata-kata yang tergolong kategori tertentu tidak dapat disebut. Yang paling
terkenal ialah anomia untuk warna yang merupakan bagian dari sindrom aleksia
oksipital. Dalam bentuk anomia ini, hubungan antara korteks visual dan daerah
untuk bahasa visual (girus angularis) terputus. Persepsi warna tetap normal.
e. Anomia khusus modalitas

Bentuk anomia ini jarang dijumpai. Ia dibedakan antara agnosia visual (benda atau
gambarnya tidak dikenal jika dilihat dank arena itu, tidak dapat disebut namanya) dan
agnosia taktil (benda tidak dapat dikenal dengan perabaan dan disebut namnya).
9. Ketulian kata murni

Nama lain agnosia auditif untuk bicara, agnosia auditif verbal. Pada ketulian kata murni,
pemahaman bahasa sangat terganggu karena bahasa dapat didengar, tetapi tidak dapat
dikenali lagi, sedangkan kemampuan untuk bicara, membaca dan menulis tetap normal.
Pasien dengan ketulian kata murni berbeda dengan pasien afasia, pasien ketulian kata
murni akan memperhatikan dengan cermat muka lawan bicara mereka dan mencoba
membaca gerakan bibirnya untuk memahami apa yang dikatakan. Mereka mengeluh
dapat mendengar, tetapi tidak dapat memahami apa yang didengar.
Bentuk ini disebabkan oleh kerusakan bilateral simetris pada strukutr-struktur kortikal
dan subkortikal terdepan digirus temporal teratas, sedangkan korteks auditif primer tetap
utuh. Akan tetapi, kerusakan yang terbatas pun dihemisfer kiri bisa menyebabkan
sindrom ini, kalau kerusakan subkortikal telah menghancurkan saraf-saraf yang datang
dari girus temporalia Kanan. Bicara spontan dapat memperlihatkan beberapa parafasia,
jeda mencari kata dan prosodi yang buruk hingga dapat mirip cara bicara orang
tunarungu.
10. Kebisuan kata murni
Nama lain afemia, anartri, afasia motoris murni, afasia motoris subkortikal. Pasien
dengan kebisuan kata murni tidak dapat lagi mengucapkan satu katapun, walaupun ia
dapat menulis dan mengerti bahasa tertulis maupun bahasa lisan.
11. Kebutaan kata murni
Nama lain aleksia oksipital, aleksia tanpa agrafia, aleksia murni, aleksia sensoris, aleksia
verbal. Tempat kerusakan penghentian semua masukan visual ke girus angularis di
hemisfer kiri. Pada kerusakan daerah dorsomedial oksipital kiri, termasuk bagian
belakang splenium, aleksia diiringi hemianopsia dan agnosia warna. Apabila spelenium
tidak rusak, tidak adaagnosia warna, akan tetapi ada hemianopsia. Pada kerusakan di
daerah oksiptal ventrolateralkortikal atau subkortikal kiri tidak terjasi agnosia warna atau
hemianopsia.
Penyebabnya biasanya adalah GPDO dibawah ini arteria serebri posterior kiri ataupun
tumor. Membaca dengan bersuara dan membaca dengan pemahaman sangat terganggu.
Huruf dan angka masih cukup baik bisa dibaca. Oleh karena ini pasien, sambil mengeja,
dapat mengenali kata yang singkat, akan tetapi kata-kata yang lebih panjang dan kalimat
tidak mungkin dikenalinya. Menulis normal, akan tetapi oleh karena pasien juga tidak

dapat membaca tulisannya sendiri, maka wawasannya tidak ada dan kesalahan tidak
diperbaiki. Mengeja kata dan pengenalan kata-kata yang dieja normal. Meniru bahasa
tertulis serta gambar0gambar biasanya terganggu, tetapi kalau pasien diberi waktu, ia
berhasil.
12. Afasia subkortikal
Gangguan bicara dan bahasa sebagai akibat kerusakan subkortikal, khususnya thalamus,
sudah sejak lama diuraikan. Diduga bahwa kerusakan itu berakibat fatal atau merupakan
gangguan yang bersifat hanya sementara. Kerusakan-kerusakannya adalah akibat
perdarahan intraserebral akut atau tumor (jika terjadi penyumbatan pembuluh darah
pengaliran darah akan diambil alih oleh pembuluh kolateral sehingga tidak ada akibat
merusak).
13. Afasia thalamus
Thalamus kiri ternyata terlibat dalan proses-proses bahasa. Kita dapat memancing
kesalahan menamai perkataan yang sama macamnya pada thalamus kiri seperti pada
bagian korteks yang berkaitan dengan bahasa. Kemungkinan besar hanya beberapa
bagian thalamus yang terlibat dalam bahasa, termasuk bagian pulvinar yang anterior
superior dan bagian nucleus ventrolateral sentral medial. Perangsangan pada thalamus
kanan memperlihatkan gangguan ringan bila berbicara, tetapiini bukan merupakan
gangguan bahasa. Perangsangan pada thalamus kiri memperlihatkan gangguan berikut :
a. Perangsangan nucleus ventrolateral : yakhilahi (bicara cepat), palilali (terus-menerus
mengulang kata-kata), perseverasi, berhenti bicara, gangguan penamaan kata.
b. Perangsangan pulvinar : keragu-raguan, perseverasi, gangguan penamaan kata,
parafasia verbal.
Penelitian mengenai afasia thalamus (Lhermitte, 1984) memperlihatkan cirri-ciri sebagai
berikut :
a. Parafasia semantis
b. Gangguan menemukan kata pada waktu berbicara spontan
c. Meniru ucapan baik
d. Menulis terganggu
e. Membaca normal
f.

Biasanya ada perseverasi ; pemahaman pertama-tama tidak terganggu, akan tetapi


oleh karena kesulitan perhatian, informasi linguistic yang rumit dan infromasi berurut
tidak diserap dengan baik.

Pada kasus yang lebih berat kita temukan :

a. Bila bicara, urutan logis suatu cerita hilang karena kata diganti dengan yang lain,

seolah timbul sendiri, yang tidak dimaksudkan, tetapi yang dari segi semantis
memang mirip. (seorang pasien yang selalu mengalami hal ini berkatasesudah
beberapa kalimat; tapi ini sama sekali bukan yang saya ingin katakana);
b. Bicara kadang-kadang menjadi hipofon dan pasien menggumam. Mungkin juga
terjadi apraksia ideomotoris. Biasanya tidak ada hemiplegia, akan tetapi pasien
mungkin menderita kehilangan hemisensoris.

You might also like