You are on page 1of 16

TINJAUAN PUSTAKA

1. Sediaan Apus Darah


Sediaan apus darah adalah suatu sarana yang digunakan untuk menilai berbagai unsur sel
darah tepi, seperti eritrosit, leukosit, dan trombosit. Selain itu dapat pula digunakanuntuk
mengidentifikasi adanya parasit seperti malaria, mikrofilaria, dan lain-lain.Sediaan apus yang
dibuat dan dipulas dengan baik merupakan syarat mutlak untukmendapatkan hasil pemeriksaan
yang baik.
Bahan pemeriksaan yang terbaik adalah darah segar yang berasal dari kapiler atau kapiler
dengan atau tanpa EDTA. Sediaan yang disimpan tanpa difiksasi terlebihdulu tidak dapat dipulas
sebaik sediaan segar. Kebanyakan cara memulas sediaandarah menggunakan prinsip
Romanowski, seperti Wright, Giemsa, May-Grunwald-Biemsa atau Wright-Giemsa.
Berbagai macam sel darah dapat jelas dibedakan dengan pewarna Pappenheimpada film
darah (pewarna May-Grunwald dan pewarna Giemsa). Struktur nukleus lebihkurang bersifat
sangat basofil dibandingkan sitoplasma, dengan cara tersebut granuladapat diperhatikan dengan
baik (Martoprawiro 1986).Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian yaitu plasma
darah dansel darah. Sel darah terdiri dari tiga jenis yaitu eritrosit, leukosit dan trombosit.
Volumedarah secara keseluruhan adalah satu per dua belas berat badan atau kira-kira lima liter.
Sekitar 55% adalah plasma darah, sedang 45% sisanya terdiri dari sel darah.(Evelyn C. Pearce,
2006)
Dalam sediaan apus darah diperlukan pengamatan yang baik untukmengidentifikasi jenis sel
darah, beberapa sel darah yang perlu diamati yaitu:Eritrosit, tampak seperti bangunan bundar
berwarna merah dengan bagiantengahnya pucat tersebar di seluruh permukaaan sajian. Lihatlah
sajian secarakeseluruhan dengan perbesaran kecil lalu carilah bagian yang selnya agak jarang
untukmempelajari unsur darah yang lain. Eritrosit berbentuk cakram bikonkaf dengan diameter
7,5 m dengan ketebalan tepi 2 m. Tengah-tengah cakra tersebut lebih tipis dengan
ketebalan 1 m. bentuk bikonkaf yang menarik ini mempercepat pertukaran gas-gas
antara sel-sel dan plasma darah. Jumlahnya sekitar 5 juta sel per mm 3darah.Sel darah putih
(leukosit) warnanya bening, bentuknya lebih besar biladibandingkan dengan sel darah merah
(eritrosit), tetapi jumlahnya lebih sedikit. Dalamsetiap 1mm3 darah terdapat 6000-9000 sel darah
putih. Sel ini berisi sebuah inti yangberbelah banyak dan protoplasmanya berbulir (granulosit)
(Irianto 2004).

Leukosit merupakan sel darah yang berinti yang berfungsi sebagai pertahananseluler dan
humoral terhadap benda-benda asing. Pada darah normal jumlahnya sekitar 6000-10000
sel/mm. Sel netrofil paling banyak dijumpai pada sel darah putih. Sel golongan inimewarnai
dirinya dengan pewarna netral atau campuran pewarna asam dan basa sertatampak bewara
ungu. Seleosinofil hanya sedikit dijumpai pada sel darah putih. Sel inimenyerap pewarna yang
bersifat asam (eosin) dan kelihatan merah, sedangkan selbasofil menyerap pewarna basa dan
menjadi biru (Irianto 2004).Neutrofil, selnya cukup besar, hampir 1,5 kali ukuran eritrosit. Intinya
berlobusbanyak, 2-5 buah; satu sama lain dihubungkan dengan benang kromatin halus.Kromatin
intinya kasar dan padat. Pada sajian darah wanita, kadang dapat dilihat bangunan kecil mirip
palu gendang (drumstick) menonjol dari salah satu lobus intinya dan berhubungan
dengan inti melalui benang kromatin halus. Dapat pula ditemukanneutrofil muda dengan inti
berbentuk batang bengkok, tidak berlobus, yang disebutneutrofil batang.
Sitoplasma neutrofil mengandung granula spesifik halus, berwarnamerah muda. segmen
(tembereng) yang merupakan prekursor bagi neutrofil dapat dijumpai dengan penampakan 2
lobus. Lobus-lobus ini nampak dihubungkan oleh serabut kromatin halus. Neutrofil dapat
melakukan fagositosis, menunjukkan gerakanamuboid dan kesanggupan hidup dalam keadaan
anaerob bermanfaat dalammemerangi bakteri jahat. Tingginya kadar neutrifil dalam tubuh
mengindikasikan tubuhorang tersebut memilki sistem pertahanan yang kuat
Eosinofil, sel ini ukurannya kurang lebih sama dengan neutrofil. Bentuk intiumumnya mirip
gagang telepon atau kaca mata dengan kromatin yang tidak sepadatneutrofil. Sitoplasmanya
bergranula kasar dengan ukuran yang kurang lebih seragamdan bewarna merah jingga. Sel ini
agak sukar ditemukan karena jumlahnya lebih sedikitdari neutrofil. Banyaknya jumlah granul
membuat sel ini berwarna lebih gelap. Bentukinti sel ini merupakan bentuk pada fase eusinofil
yang telah dewasa. Granul pada sel inimengandung protein yang mampu membunuh cacing
seperti Schistosoma.Basofil, Sel ini ukurannya kurang lebih sama dengan neutrofil. Namun sel
iniagak sukar dicari karena jumlahnya dalam keadaan normal sedikit, bahkan lebih sedikitdari
eosinofil. Bentuk intinya tidak menentu, bahkan sering tidak jelas karena tertutup granula. Kadang
juga terlihat berlobus atau berbentuk batang bengkok.
Granulasitoplasma berwarna biru kehitaman, ukuranya tidak seragam, dan tersebar
menutupiinti.Limfosit, Ukuran sel ini beragam. Ada yang seperti eritroeit dan ada yangsebesar
neutrofil. Limfosit dengan garis tengah 6-8 mikrometer dikenal sebagai limfositkecil. Di dalam
peredaran darah, terdapat sedikit limfosit berukuran sedang dan besar dengan garis tengah

mencapai 18 mikrometer. Limfosit yang lebih besar diyakinisebagai sel yang telah diaktifkan oleh
antigen spesifik. Pada sediaan apus darah, anakinti leukosit tidak terlihat, namun dapat terlihat
dengan pulasan khusus denganmikroskop elektron. Sitoplasma limfosit bersifat basa lemah, dan
berwarna biru mudapada sediaan yang terpulas. Sitoplasma ini mungkin mengandung granul
azurofilik. Intiselnya kebanyakan bulat atau seperti kacang bogor, atau kadang mirip ginjal.
Kromatininti amat padat dan bewarna biru gelap. Sitoplasma sel ini relatif sedikit dan berwarnabiru
langit tanpa granul spesifik, namun pada beberapa sel terlihat granula azurofil,yang jika
pulasannya baik akan bewarna ungu kemerahan. Nilai normal beberapa komponen sel dalam
darah manusia:

2. Penentuan Kadar Haemoglobin


Bentuk sel darah berasal dari sel induk (Stem Cells) dalam sumsum tulang
belakang serta memasuki aliran darah guna memenuhi kebutuhan tertentu pada
hewan. Pigmen merah pembawa oksigen di dalam eritrosit merupakan hemoglobin.
Hemoglobin suatu molekul globulin dibentuk menjadi 4 sub unit. Pada tiap sub unit
mengandung suatu gugusan heme yang dikonjungsi ke suatu peptida. Heme adalah

suatu turunan porifrin (merah) yang mengandung besi dan globin yang merupakan
protein globular yang terdiri dari 4 rantai asam amino. Fungsi hemoglobin dalam
eritrosit sebagai pengangkut gas, baik oksigen maupun karbondioksida. Hemoglobin
darah dapat mengangkut sekitar 60 kali oksigen lebih banyak apabila dibandingkan
dengan air pada saat dalam kondisi dan jumlah yang sama. Hemoglobin dapat
bergabung dengan oksigen udara yang terdapat dalam paru-paru karena
mempunyai daya afinitas yang tinggi, sehingga terbentuklah oksihemoglobin yang
kemudian oksigen tersebut dilepaskan ke sel-sel jaringan tubuh. Kadar hemoglobin
diukur dalam gram per 100mL darah atau dalam gram persen (Poejiadi, 1994).
Eritrosit merupakan sarana transportasi gas oksigen dan karbondioksida. Hal ini
disebabkan karena eritrosit memiliki pigmen hemoglobin. Hemoglobin mampu
mengikat O2 dan CO2 (Praseno,2003). Hemoglobin merupakan zat padat dalam
eritrosit yang menyebabkan warna merah. Dibandingkan dengan sel-sel lain dalam
jaringan, eritrosit kurang mengandung air. Tekanan osmosis dalam sel sama dengan
tekanan osmosis pada plasma. Bila terjadi perubahan tekanan osmosis pada larutan
diluar sel darah merah akan berpengaruh terhadap besar sel. Larutan hipotonik
menyebabkan air masuk ke dalam sel dan sel akan bertambah besar kemudian
pecah dan hemoglobin akan keluar dari sel. Proses ini disebut hemolisis. Proses ini
dapat disebabkan oleh faktor lain seperti adanya pelarut lemak misalnya eter dan
kloroform (Poejiadi, 1994).
Sel darah merah mengandung sekitar 35% berat hemoglobin. Hemoglobin ini
mengandung dua rantai dan dua rantai serta empat gugus heme, yang masingmasing berikatan dengan rantai polipeptida. Masing-masing gugus heme dapat
mengikat 1 molekul oksigen karena sejumlah besar hemoglobin yang terdapat dalam
sel darah merah, 100 mL darah mamalia, jika dioksigenasi penuh, dapat membawa
21 gas O2. Jumlah O2 yang diikat oleh hemoglobin bergantung kepada empat faktor
yaitu tekanan parsial, pH, konsentrasi 2,3-difosfogliserat DPG dan konsentrasi CO 2
(Lehninger, 1995).
Pada paru-paru dimana tekanan parsial oksigen tinggi (90-100 mmHg) dan pH
dan juga pH relatif tinggi (25-40 mmHg) dan pH juga relatif rendah (7,2-7,3), terjadi
pembebasan

oksigen yang terikat ke dalam

massa jaringan yang melakukan

respirasi. Vena darah yang meninggalkan jaringan, mengandung hemoglobin yang

tingkat kejenuhannya 65%. Oleh karena itu, hemoglobin berdaur diantara kejenuhan
oleh oksigen 65% dan 97%, dalam sirkuit berulang diantara paru-paru dan jaringan
perifer (Lehninger, 1994).
Suatu pengatur derajat hemoglobin yang penting adalah 2,3-difosfogliserat
(DPG). Konsentrasi DPG yang tinggi didalam sel menyebabkan afinitas hemoglobin
terhadap oksigen yang lebih rendah. Jika pengiriman oksigen ke jaringan sangat
terbatas seperti pada orang yang mengalami defisiensi sel darah merah atau orang
yang hidup didataran tinggi, konsentrasi DPG didalam sel menjadi lebih tinggi
daripada individu normal yang hidup normal didaerah permukaan laut. Hal ini
menyebabkan hemoglobin membebaskan oksigen yang diikatnya segera ke dalam
jaringan untuk mengimbangi penurunan oksigenasi hemoglobin didalam paru-paru
(Praseno, 2003).
Hemoglobin berfungsi sebagai pengangkut gas baik oksigen (O 2) maupun
karbondioksida (CO2). Selanjutnya melepaskan oksigen tersebut ke sel-sel jaringan
yang terdapat di dalam tubuh. Proses ini disebut oksigenasi, yang membutuhkan
besi dalam bentuk ferro dalam molekul hemoglobin. Zat gizi tersebut menuju
sumsum tulang sehingga menjadi bagian dari molekul heme guna membentuk
eritrosit (Frandson, 1992). Kadar hemoglobin pada umumnya diukur dalam gram per
100mL darah. Karena adanya hemogobin, darah dapat mengangkut sekitar 60 kali
oksigen lebih banyak apabila dibandingkan dengan air dalam jumlah dan kondisi
yang sama (Smith, 1998).
PH darah menggambarkan konsentrasi ion hidorgen, yang menentukan
keasaman atau kebasaan relatif dari larutan. Dalam air destilasi, ion hidrogen (H +)
(yang bersifat asam) setara dengan ion hidroksil (OH -) (yang bersifat basa atau
alkalis); pH nya 7, yang menggambarkan keadaan netral, tidak bersifat asam dan
tidak bersifat basa. Larutan dengan pH antar 1 sampai 7 adalah larutan asam;
semakin kecil angka itu, semakin asamlah sifatnya. pH untuk larutan basa berkisar
dari 7 sampai 14; semakin besar angkannya, semakin basalah larutan itu. Dalam
keadaan normal pH terletak diantara 7,35 dan 7,45, sedikit berada didaerah yang
basanya netral. pH darah dipertahankan didalam suatu batas-batas yang relatif
sempit oleh adanya buffer kimia, terutama natrium bikabornat. Buffer bereaksi

dengan asam kuat atau basa kuat hingga menghasilkan garam netral dan asam atau
basa lemah. Suatu contoh adalah natrium bikabornat atau sistem asam karbonat :
HCL + NaHCO3 NaCl + H2CO3
NaOH + H2CO3NaHCO3 + H2O
H2CO3CO2 + H2O
Kemampuan untuk menetralkan asam ini didapatkan dari metabolisme yang
mengarah ke istilah cadangan alkali sebagai sinonim bikabornat yang tersedia
didalam darah. Karbon dioksida yang dihasilkan dikeluarkan dari darah melalui paru.
Hiperventilasi dengan cara membuang banyak karbon dioksida, dapat menyebabkan
timbulnya alkalosis sementara di dalam darah. Dalam beberapa keadaan dan
penyakit, cadangan alkali menurun demikian rupa sehingga menimbulkan keadaan
asam dalam darah (asidosis) yang ditimbulkan oleh karena banyaknya CO 2
(Frandson,1992).
3. Penentuan Jumlah Kadar Eritrsoit dan Leukosit
Eritrosit
Eritrosit (sel darah merah) pada dasarnya adalah suatu kantong hemoglobin
yang terbungkus plasma, berupa lempeng bikonkaf dengan garis tengah 8m, tepi
luar tebalnya 2 m, dan tengahnya setebal 1 m. Setiap millimeter darah
mengandung rata-rata sekitar 5 miliar eritrosit (5 juta sel per l).
Perhitungan eritrosit secara klinis dilakukan dengan mengencerkan darah
dengan larutan tertentu. Jumlah sel darah

dalam volume pengenceran tersebut

dihitung dengan menggunakan kamar hitung. Jumlah eritrosit dihitung dalam volume
tertentu, dengan menggunakan factor konversi, jumlah eritrosit per l darah dapat
dihitung. Larutan pengencer yang dipakai adalah larutan Hayem yang berisi natrium
sulfat 5 g, natrium klorida 1 g, merkuri klorida 0,5 g dan aquadest 200 ml (Tim
Dosen, 2012).
Struktur eritrosit terdiri atas membrane sel yang merupakan dinding sel
substansi seperti spons yang stroma.Sel darah merah berisi substansi yang
bermacam-macam diantaranya enzim, glukosa, garam-garam organic dan anorganik
(Dahelmi, 1991).

Sel darah merah memiliki jumlah yang sangat banyak disbanding sel darah
putih. Wanita normal mempunyai kira-kira 4,5 juta sel darah dalam tiap ml darah.
Pada laki-laki normal rata-rata jumlahnya paling tinggi sekitar 5 juta (Kimball, 1996).
Pada sumsum tulang, terdapat sel-sel stem hemopoietik pluripoten, yang
merupakan asal dari seluruh sel-sel dalam darah sirkulasi. Kemudian terbentuk
suatu jalur sel khusus yang dinamakan sel stem commited, sebagai unit pembentuk
koloni atau disebut juga Coloni Form Unit(CFU). Sel stem commited yang
menghasilkan eritrosit disebut unit pembetuk koloni eritrosit yang disingkat menjadi
CFU-E. Pertumbuhan dan reproduksi sel stem diatur oleh bermacam-macam protein
yang disebut penginduksi pertumbuhan, salah satunya adalah interleukin-3.
Penginduksi pertumbuhan akanmemicu pertumbuhan tetapi tidak membedakan selsel. Protein lain yang berfungsi memicu deferensiasi sel disebut penginduksi
diferensiasi. Masingmasing dari protein ini akan menghasilkan satu tipe sel stem
untuk berdeferensiasi menuju tipe akhir pada sel darah dewasa (Guyton dan Hall
1997).
Selpertama yang termasuk dalam rangkaian sel darah merah adalah
proeritoblas yang
akan membelah membentuk basofil eritoblas. Sel-sel generasi pertama ini disebut
basofil eritoblas sebab dapat dipulas dengan zat warna basa, sel ini mengumpulkan
sedikit sekali hemoglobin.Tahapan berikutnya, sel sudah dipenuhi oleh hemoglobin
dengan konsentrasi 34%, maka nukleus memadat menjadi kecil. Pada saat yang
sama, retikulum endoplasma direabsorbsi. Pada tahap ini, sel disebut retikulosit
karena masih mengandung sedikit bahan basofilik yang secara normal akan
menghilang dan kemudian sel menjadi eritrosit matur (Guyton dan Hall 1997). Limpa
bertindak sebagai tempat penyimpanan untuk eritrosit, yang akan dikeluarkan ke
sistem sirkulasi sebagaimana yang dibutuhkan (Bell 2002).
Fungsi

utama

eritrosit

adalah

mengangkut

hemoglobin

yang

selanjutnyahemoglobin ini mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan (Guyton


dan Hall, 1997). Faktor yang mempengaruhi jumlah eritrosit dalam sirkulasi antara
lainhormon eritropoietin yang berfungsi merangsang eritropoiesis dengan memicu
produksi proeritroblas dari sel-sel hemopoietik dalam sumsum tulang. Vitamin B12
dan asam folat mempengaruhi eritropoiesis pada tahap pematangan akhir dari

eritrosit.Sedangkan hemolisis dapat mempengaruhi jumlah eritrosit yang berada


dalam sirkulasi (Meyer dan Harvey 2004).
Hematocrit adalah penentu utama seluruh viskositas darah, peningkatan
hematocrit berhubungan dengan penurunan laju aliran darah ke otak dan berperan
terhadap kecenderungan trombotik di PV.Selain peningkatan kekentalan darah,
Migrasi aksial sel darah merah terjadi dengan perpindahan trombosit ke zona
plasma mural, Erythrocytosis meningkatkan interaksi platelet-vaskular, Terutama
pada shear rate yang tinggi ditemukan di arteriol dan vascular. Peningkatan masa
sel darah merah di PV juga dapat menyebabkan aktivasi trombosit meningkat.
Namun demikian, efek dari hemorrheologic erythrocytosis tidak bisa menjadi
satu-satunya penjelasan untuk kecenderungan trombotik di PV; Derajat sebanding
atau lebih besar dri kedua erytrocytosis tidak berhubungan dengan trombosit, dan
bahkan normalisasi hematocrit di PV tidak sepenuhnya melindungi terhadap risiko
thrombosis (Adel Gourl et al, 2013)
Anemia pada remaja merupakan masalah kesehatan masyarakat, karena
prevalensinya di atas 20% ( I ) . Beberapa penelitian menemukan prevalensi anemia
tinggi pada remaja, antara lain hasil penelitian Saidin (2), Permaesih (3), dan
Leginem (4)yaitu masing-masing mendapatkan 4 1 %, 25% dan 88%. Anemia pada
remaja adalah suatu keadaan kadar hemoglobin dalam darah lebih rendah dari nilai
normal. Nilai batas ambang untuk anemia menurut WHO 200 1 (') adalah untuk
umur 5-1 1 tahun <11,5 g/L, 11-14 tahun 5 2,O g/L, remaja diatas 15 tahun untuk
anak perempuan <12,O g/L dan anak laki-laki <3,O g/L, (Puslitbang Gizi dan
Makanan, Badan Litbangkes Bul. Penel. Kesehatan, Vol. 33, No. 4, ,2005: 162-171)
Faktor utama penyebab anemia adalahasupan zat besi yang kurang. Sekitar
dua per tiga zat besi dalam tubuh terdapat dalam sel darah merah hemoglobin ( 5 ).
Faktor lain yang berpengaruh terhadap kejadian anemia antara lain gaya hidup
seperti merokok, minum minuman keras, kebiasaan sarapan pagi, sosial ekonomi
dan demografi, pendidikan, jenis kelamin, umur dan wilayah (6). Wilayah perkotaan
atau pedesaan berpengaruh melalui mekanisme yang berhubungan dengan
ketersediaan sarana fasilitas kesehatan maupunketersediaan makanan yang pada
gilirannya berpengaruh pada pelayanan kesehatan dan asupan zat besi.Remaja lakilaki maupun perempuan dalam masa pertumbuhan membutuhkan energi, protein

dan zat-zat gizi lainnya yang lebih banyak dibanding dengan kelompok umur lain.
Pematangan

seksual

pada

remaja

menyebabkan

kebutuhan

zat

besi

meningkat.Kebutuhan zat besi remaja perempuan lebih tinggi dibanding remaja lakilaki, karena dibutuhkan untuk mengganti zat besi yang hilang pada saat menstruasi
(7).Anemia dapat menyebabkan lekas lelah, konsentrasi belajar menurun sehingga
prestasi belajar rendah dan dapat menurunkan produktivitas kerja. Disamping itu
juga menurunkan daya talian tubuh sehingga mudah terkena infeksi ( I ) . Anemia
dapat mempengaruhi tingkat kesegaran jasmani seseorang (Dewi&Susilowati, 2001)
Jumlah sel darah merah yang melebihi batas normal disebut Polisitemia.
Polisitemia adalah suatu keadaan yang menghasilkan tingkat peningkatan sirkulasi
sel darah merah dalam aliran darah. Orang dengan polisitemia memiliki peningkatan
hematokrit, hemoglobin, atau jumlah sel darah merah di atas batas normal melebihi
6 juta/ mm atau hemoglobinnya melebihi 18 g/dl, ( Wiwik, 2008). Peningkatan jumlah
eritrosit dapat menyebabkan viskositas darah untuk meningkatkan sebanyak lima
kali normal. Kapiler dapat menjadi terpasang oleh darah yang sangat kental, dan
aliran darah melalui pembuluh cenderung sangat lamban. Penyebab dari polisitemia
terbagi atas primer dan sekunder. Primer dalam hal ini adalah kondisi dimana
sumsum tulang memproduksi terlalu banyak sel darah merah dan disebut dengan
polisitemia vera akibat dari mutasi genetik. Kondisi ini jarang terjadi dan predileksi
usia adalah usia separuh baya dan orang tua

Leukosit

Kurang dari 1 % darah manusia adalah leukosit. Ukuran leukosit lebih besar
daripada eritrosit. Leukosit tidak mengandung haemoglobin, memiliki nucleus dan
pada dasarnya dijumpai dalam keadaan tidak berwarna (Kimball, 1996).
Ada 2 macam tipe leukosit yaitu granular dan agranular. Granulosit adalah
leukosit sirkular dan memiliki granule pada sitoplasmanya. Sedangkan agranulosit
tidak memiliki granule pada sitoplasmanya. Granulosit terdiri atas 3 tipe yaitu sel
metrofil, dimana paling banyak dijumpai, mewarnai dirinya dengan pewarna netral
atau campuran pewarna asam basa dan tampak berwarna ungu; sel eusinofil,
dimana sel ini sedikit dijumpai, penyerap warna yang bersifat asam atau eosin dan
kelihatan merah; sel basofil yang menyerap pewarna basa dan menjadi biru.

Sedangkan agranulosit terdiri atas monosit, yang berfungsi untuk menutup daerah
luka, membungkus dan memfagosit setelah netrofil dan basofil (Pearce, 2002).
Diferensiasi dini dari sel stem hemopoietik pluripoten menjadi berbagai sel stem
commited. Selain sel-sel commited untuk membentuk sel darah merah, terbentuk
pada dua silsilah utama dari sel darah putih, silsilah mielositik dan limfositik. Silsilah
mielositik dimulai dengan mieloblas dan silsilah limfositik yang dimulai dengan
limfoblas (Guyton, 1997).
Granulosit dan monosit hanya ditemukan pada sumsum tulang. Limfosit dan sel
plasma teritama diproduksi dalam organ limfogen, termasuk kelenjar limfe, limpa,
timus, tonsil dan berbagai kantung jaringan limfoid dimana saja dalam tubuh,
terutama dalam sumsum tulang dan plak player dibawah epitel dinding usus(Guyton,
1997).
Sel darah putih yang dibentuk dalam sumsum tulang, terutama granulosit,
disimpan dalam sumsum sampai mereka diperlukan di sistem sirkulasi. Kemudian
bila kebutuhannya meningkat, bermacam-macam factor menyebabkan granulosit
dikeluarkan. Dalam keadaan normal, granulosit yang bersirkulasi dalam seluruh
darah kira-kira 3X jumlah yang disimpan dalam sumsum. Jumlah ini sesuai dengan
persediaan granulosit dalam 6 hari (Guyton, 1997).
Limfosit sebagian besar disimpan dalam berbagai area jaringan limfoid kecuali
pada sedikit limfosit yang secara temporer diangkut dalam darah. Megakariosit juga
dibentuk dalam sumsum tulang dan merupakan bagian dari kelompok mielogenosa
dalam sumsum tulang. Megakariosit ini lalu pecah dalam sumsum tulang, menjadi
fragmen kecil yang dikenal dengan platelets atau trombosit yang selanjutnya masuk
ke dalam darah (Guyton, 1997).
Leukosit merupakan unit yang mobil/aktif dari sistem pertahanan tubuh. Luekosit
ini sebagian dibentuk di sumsum tulang (granulosit dan monosit serta sedikit limfosit)
dan sebagian lagi di jaringan limfe (limfosit dan sel-sel plasma). Setelah dibentuk,
sel-sel ini diangkut dalam darah menuju berbagai bagian tubuh untuk digunakan.
Manfaat sesungguhnya dari sel darah putih ialah bahwa kebanyakan ditranspor
secara khusus ke daerah yang terinfeksi dan mengalami peradangan serius, jadi,

menyediakan pertahanan yang cepat dan kuat terhadap setiap bahan infeksius yang
mungkin ada (Guyton, 1995).
Komposisi sel darah putih dengan nilai normalnya yaitu Leukosit pada manusia
memiliki nilai normalnya 5000 10.000/L, dimana leukosit terdiri dari granular
meliputi netrofil 60 70%, eosinofil 2 4%, basofil 0.5 1%; dan Agranular meliputi
limposit 20 25% dan monosit 3 8% (Azhar, 2009).
Jumlah leukosit dipengaruhi oleh umur, penyimpangan dari keadaan basal dan
lain-lain . Pada bayi baru lahir jumlah leukosit tinggi, sekitar 10.00030.000/l.
Jumlah leukosit tertinggi pada bayi umur 12 jam yaitu antara 13.000 38.000 /l.
Setelah itu jumlah leukosit turun secara bertahap dan pada umur 21 tahun jumlah
leukosit berkisar antara 4500 11.000/l. Pada keadaan basal jumlah leukosit pada
orang dewasa berkisar antara 5000 10.0004/1. Jumlah leukosit meningkat
setelah melakukan aktifitas fisik yang sedang, tetapi jarang lebih dari 11.000/l4
(Miale, 1972).
Penyakit yang disebabkan akibat kelebihan sel darah putih yaitu leukemia atau
kanker darah yang merupakan sekelompok penyakit neoplastik yang beragam,
ditandai oleh perbanyakan secara tak normal dari sel-sel pembentuk darah di
sumsum tulang dan jaringan limfoid. Sel-sel normal di dalam sumsum tulang
digantikan oleh sel tak normal atau abnormal. Sel abnormal ini keluar dari sumsum
dan dapat ditemukan di dalam darah perifer atau darah tepi. Sel leukemia
mempengaruhi hematopoiesis atau proses pembentukan sel darah normal dan
imunitas tubuh penderita. Pada leukemia, sel darah putih membelah diri tidak
terkendali dan sel darah muda yang normalnya hanya hidup di sumsum tulang dapat
keluar dan bertahan hidup (Azhar, 2009).
Kondisi sel darah putih yang turun di bawah normal disebut leukopeni. Pada
kondisi ini seseorang harus diberikan obat antibiotik untuk meningkatkan daya tahan
dan keamanan tubuh. Apabila tidak, maka orang tersebut dapat meninggal dunia.
Pada orang yang terkena kanker darah atau leukemia, sel darah putih bisa
mencapai 20 ribu butir/mm3 atau lebih. Kondisi di mana jumlah sel darah putih naik
di atas jumlah normal disebut leukositosis (Ahmadi, 2010)

CARA KERJA
A. Membuat Sediaan Apus Darah
1.

Mengambil darah vena dan mencampurkan dengan EDTA, lalu meneteskan 1


tetes darah dengan menggunakan pipet (garis tengah tetesan tidak lebih dari
2 mm). Meletakkan gelas objek tersebut di atas meja dengan tetes darah di
sebelah kanan.

2.

Mengambil objek lain yang digunakan sebagai kaca penghapus, memilih yang
bertepi benar-benar rata.

3.

Meletakkan kaca penghapus di sebelah kiri tetesan darah dengan tangan


kanan, menyentuhkan kaca pada tetesan darah dan membiarkannya hingga
darah menyebar ke seluruh sisi kaca tersebut. Menunggu sampai darah
mengenai titik cm dari sudut kaca.

4.

Mengatur sudut kaca penghapus antara 30 - 40 dan segera Menggerakkan


kaca ke arah kiri sambil memegangnya dengan sudut. Jangan menekan kaca
pembesar itu ke bawah. Mengusahakan darah telah habis sebelum kaca
penghapus mencapai ujung lain dari gelas objek. Hapusan darah tidak boleh
terlalu tipis atau terlalu tebal. Ketebalan dapat diatur dengan mengubah sudut
antara kedua kaca objek dan kecepatan menggeser. Makin besar sudut atau
makin cepat menggeser, makin tipis hapusan darah yang dihasilkan.
Membiarkan sediaan kering di udara.

5.

Meletakkan sediaan yang akan dipulas di atas rak tempat memulas dengan
lapisan darah ke atas.

6.

Meneteskan methanol ke atas sediaan itu, sehingga bagian yang terlapis


darah tertutup seluruhnya. Membiarkan selama 5 menit atau lebih lama.

7.

Menuang kelebihan methanol dari kaca.

8.

Meliputi sediaan itu dengan Giemsa yang telah diencerkan dengan larutan
penyanggah dan membiarkan selama 20 menit. Membilas dengan air suling.

9.

Meletakkan sediaan dalam sikap vertikal dan membiarkan mengering pada


udara.

B. Memeriksa Sediaan Apus Darah


1.

Meneteskan satu tetes minyak emersi pada bagian sediaan apus yang baik
untuk diperiksa dan menutup dengan kaca penutup (Deck Glass).

2.

Melihat sediaan dengan pembesaran lemah (lensa objektif 10x dan lensa
okuler 10x) untuk mendapat gambaran menyeluruh.

3.

Memperhatikan penyebaran sel-sel darah yang telah cukup merata, dan


jumlah leukosit dan kelompok trombosit.

4.

Selanjutnya melihat dengan lensa objektif 40x dengan pembesaran ini


diberikan penilaian terhadap eritrosit, leukosit, trombosit, dan ke lain-lain yang
ada.

5.

Bila diperlukan melakukan penilaian lebih lanjut pada sediaan apus dengan
menggunakan lensa objektif 100x menggunakan minyak emersi dengan
menyingkirkan kaca penutup, mendorongnya ke tepi dan mengangkatnya.
meneteskan 1 tetes minyak emersi pada sediaan apus, menggunakan objektif
yang sesuai.

6.

Melakukan penilaian terhadap ukuran, bentuk, warna eritrosit. Penilaian


dilakukan pada daerah pandangan dimana eritrosit terletak saling berdekatan
tetapi tidak saling menumpuk, jangan menilai pada tempat dimana eritrositnya
jarang-jarang.

7.

Melakukan penilaian terhadap jumlah, dihitung jenis dan morfologi leukosit.


Saat dilakukan hitung jenis leukosit, sediaan digerakkan sedemikian rupa
sehingga satu lapang pandang tidak dinilai lebih dari satu kali. Mencatat
semua jenis leukosit yang dijumpai. Perlu diingat bahwa kebenaran
perihitungan jenis sel dipengaruhi oleh jumlah total sel yang dihitung,
mengikuti hukum Poisson. Makin banyak leukosit yang dihitung, makin kecil
kesalahan yang terjadi. Biasanya perhitungan dilakukan atas 100 leukosit.

8.

Melakukan penilaian terhadap jumlah dan morfologi trombosit. Dalam


keadaan normal dapat dijumpai 4 8 trombosit per 100 eritrosit.

Percobaan 2. Menentukan Kadar hemoglobin

Mencari terlebih dahulu pembuluh darah arteria branchialis dan kelurkan darahnya
+ 1,0 ml (jika menggunakan manusia) atau keluarkan darah melalui intra cardiac
(jika menggunakan hewan coba tikus), meletakkan darah dalam botol penampung
Mengisi tabung pengencer / pengukur hemometer dengan 0,1 N HCl sampai
menunjukkan angka 2

Menghisap darah dengan pipet Hb sampai angkanya menunjukkan 20, menghapus


darah yang melekat pada ujung pipet
Sebelum mengalami penjedalan, memasukkan darah kedalam tabung pengencer
hemometer yang telah berisi 0,1 N HCl
Menghisap HCl dalam tabung kedalam pipet dan dikeluarkan lagi, ulangi sampai 3
kali.

Mendiamkan

selama

8-10

menit.

Mengencerkan dengan menambahkan akuades setetes demi setetes sambil


diaduk dengan batang pengaduk, sampai warnanya sesuai dengan warna standart.
Membaca angka yang sesuai dengan tinggi permukaan larutan darah
( menunjukkan kadar Hb ).
PRAKTIKUM PERHITUNGAN JUMLAH ERITROSIT
1. Menusuk salah satu ujung jari dengan jarum suntik hingga mengeluarkan darah
2. Menghisap darah menggunakan kapiler sampai angka 1 pada mikropipet
3. Menghisap larutan Hayem (yang sudah dituangkan terlebih dahulu ke dalam tabung)
sampai menunjukkan angka 101
4. Melepaskan pipet karet dari mikropipet kemudian menutup kedua ujung mikropipet
dengan jari dan mengocoknya selama 2 menit
5. Membuang 2-3 tetes cairan pada ujung mikropipet, meletakkan ujung mikropipet dan
menuangkan cairan darah ke Improved Neubauer
6. Mencari bilik hitung Improved Neubauer di bawah mikroskop
7.

Menghitung semua jumlah eritrosit yang terdapat di dalam bujur sangkar pada
masing-masing pojok.
Jumlah bujur sangkar yang dihitung

: 80 kali

Volume tiap bujur sangkar

: 1/4000 mm3

Darah yang diencerkan

: 100 kali

Jumlah eritrosit yang terhitung


Maka jumlah eritrosit per mm3

:E
: E/80 x 4000 x 100

1. Menusuk salah satu ujung jari dengan jarum suntik hingga mengeluarkan darah
2. Menghisap darah menggunakan kapiler sampai angka 1 pada mikropipet

3. Menghisap larutan Hayem (yang sudah dituangkan terlebih dahulu ke dalam tabung)
sampai menunjukkan angka 101
4. Melepaskan pipet karet dari mikropipet kemudian menutup kedua ujung mikropipet
dengan jari dan mengocoknya selama 2 menit
5. Membuang 2-3 tetes cairan pada ujung mikropipet, meletakkan ujung mikropipet dan
menuangkan cairan darah ke haemacyometer
6. Mencari bilik hitung di bawah mikroskop
7.

Menghitung semua jumlah eritrosit yang terdapat di dalam bujur sangkar pada
masing-masing pojok.
Jumlah bujur sangkar yang dihitung

: 80 kali

Volume tiap bujur sangkar

: 1/4000 mm3

Darah yang diencerkan

: 100 kali

Jumlah eritrosit yang terhitung


Maka jumlah eritrosit per mm3

:E
: E/80 x 4000 x 100

MENGHITUNG JUMLAH LEUKOSIT

1. Menusuk salah satu ujung jari dengan jarum suntik hingga mengeluarkan darah
2. Menghisap darah menggunakan kapiler sampai angka 1 pada mikropipet
3. Menghisap larutan Turk (yang sudah dituangkan terlebih dahulu ke dalam tabung)
sampai menunjukkan angka 101
4. Melepaskan pipet karet dari mikropipet kemudian menutup kedua ujung mikropipet
dengan jari dan mengocoknya selama 2 menit
5. Membuang 2-3 tetes cairan pada ujung mikropipet, meletakkan ujung mikropipet dan
menuangkan cairan darah ke haemacyometer
6. Mencari bilik hitung di bawah mikroskop
7.

Menghitung semua jumlah eritrosit yang terdapat di dalam bujur sangkar pada
masing-masing pojok.
Jumlah bujur sangkar yang dihitung

: 80 kali

Volume tiap bujur sangkar

: 1/4000 mm3

Darah yang diencerkan

: 100 kali

Jumlah eritrosit yang terhitung


Maka jumlah eritrosit per mm3

:E
: E/80 x 4000 x 100

DAFTAR PUSTAKA
Adel, Gourl et al. 2013. Polycythemia Vera and Acute Coronary Syndromes:
Pathogenesis, Risk Factors

and

Treatment.

Journal

of

Hematology

&

Thromboembolic Diseases
http://dx.doi.org/10.4172/jhtd.1000107 ( diakses tanggal 20/10/2013, pukul 13.20 )

Bell, DD. 2002. Anatomy of The Chicken. In: Bell DD and Weaver Jr WD, editor.
Commercial Chicken Meat and Egg Production.Fifth edition. USA:
Springer Science+Business Media, Inc.
Dahelmi.1991. Fisiologi Hewan. UNAND Padang
Guyton dan Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Irawati Stiawan,
penerjemah. Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Textbook of Medical
Physiology.
Handayani,Wiwik.2008.Asuhan Keperawaan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.
Jeyaratnam, J.2009. Praktik Kedokteran Kerja. Jakarta : EGC
Kimball, J.W. 1996. Biologi. Jakarta: Erlangga
Meyer D J and Harvey JW. 2004. Veterinary Laboratory Medicine Interpretation &
Diagnosis.Third edition. USA: Saunders.
Permaesih, Dewi dan Susilowati Herman. 2001. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Anemia

pada Remaja.

Syaifuddin.1997. Anatomi Fisiologi untuk Siswa Perawat. Jakarta : EGC


Tim Dosen. 2012.Penuntun Praktikum Anatomi dan Fisologi Manusia. Jakarta:
Universitas

Negeri Jakarta

You might also like