You are on page 1of 15

Lab/SMF Ilmu Farmasi/Farmakoterapi

REFERAT

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

CETIRIZINE

EFFI SETYOADI
1110015054

Pembimbing:
Dra. Khemasili Kosala, Apt., Sp. FRS

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Lab/SMF Ilmu Farmasi/Farmakoterapi
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2015
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan hidayah-Nyalah referat ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Referat ini disusun dari berbagai sumber ilmiah sebagai hasil dari
pembelajaran saya. Referat ini secara menyeluruh membahas tentang obat
antihistamin cetirizine.
Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu hingga terselesaikannya referat ini. Pertama-tama saya ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dra. Khemasili K, Apt., Sp. FRS selaku pembimbing klinik laboratorium
farmakologi.
2. Teman-teman seperjuangan yang telah membantu memberikan informasi dan
sumber bacaan.
Saya sengaja menyelesaikan referat ini untuk memenuhi salah satu tugas
kuliah. Tentunya saya selaku penyusun juga mengharapkan agar referat ini dapat
berguna baik bagi penyusun sendiri maupun bagi pembaca di kemudian hari.
Tentunya referat ini sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran serta
kritik yang membangun sangat saya harapkan demi tercapainya kesempurnaan
dari isi laporan referat ini.
Samarinda, 06 November 2015

Effi Setyoadi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1

Latar Belakang..........................................................................................1

1.2

Tujuan Penulisan.......................................................................................2

BAB II......................................................................................................................3
ISI.............................................................................................................................3
2.1

Morfologi...................................................................................................3

2.2

Histamin dan Cetirizine.............................................................................4

2.3

Farmakodinamik........................................................................................6

2.4

Mekanisme Kerja......................................................................................6

2.5

Farmakokinetik..........................................................................................7

2.6

Dosis dan Sediaan.....................................................................................8

2.7

Indikasi......................................................................................................9

2.8

Kontraindikasi...........................................................................................9

2.9

Efek Samping............................................................................................9

2.10

Interaksi Obat............................................................................................9

2.11

Intruksi Khusus..........................................................................................9

BAB III...................................................................................................................11
PENUTUP..............................................................................................................11
2.8

Kesimpulan..............................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Histamin merupakan senyawa amin yang secara biologis berfungsi sebagai
neurotransmitter dan dijumpai diberbagai jaringan bukan saraf, mempunyai efek
fisiologik dan patologik yang rumit melalui berbagai subtipe reseptor multipel,
dan sering dilepaskan setempat (lokal). Bersama dengan peptida endogen,
serotonin, prostaglandin dan leukotrien, serta sitokin, histamin disebut sebagai
autokoid atau hormon lokal (Katzung, 2010).
Histamin dihasilkan oleh bakteri yang mengkontaminasi ergot (Claviceps
purpurea). Pada awal abad ke-19, histamin dapat diisolasi dari jaringan hati dan
paru segar (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009). Histamin disintesis
pada tahun 1907 dan kemudian diisolasi dari berbagai jaringan mamalia. Histamin
bekerja dengan menduduki reseptor tertentu pada sel yang terdapat pada
permukaan membran. Reseptor histamin terbagi menjadi 3 yaitu H 1,H2, H3, dan H4
yang berpasangan dengan protein G (Katzung, 2010).
Histamin adalah mediator kimia .yang memfasilitasi berbagai jenis
hipersensitivitas melalui interaksi dengan reseptor histamin H1. Antibodi IgE
spesifik yang menempel pada permukaan sel mast akan melepaskan histamin dan
mediator imunologik lainnya ketika terjadi pajanan dengan antigen. Reaksi ini
menghasilkan reaksi alergi tipe I ditandai dengan dilatasi oto polos vascular,
peningkatan permeabilitas kapiler dan kontraksi dari otot polos bronkus (Olsen, et
al., 2008). Antihistamin spesifik antagonis reseptor H1 (AH1) dalam dosis terapi
efektif untuk mengobati edema, eritem, pruritus dan mengurangi reaksi alergi dari
pelepasan histamin. Cetirizine merupakan salah satu golongan obat yang bersifat
selektif pada reseptor H1 (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009).
Cetirizine hidroklorida (CTZ) merupakan reseptor piperazine H1 antagonis
hidroksizin yang digunakan untuk mengobati rhinitis alergi musiman, urtikaria
idiopatik kronis, rhinitis alergi, asma, dan dermatitis atopi (Derakhshandeh &
Mohebbi, 2009).

Antihistamin generasi II seperti cetirizine memiliki kamampuan yang


relatif kecil untuk melewati sawar otak (blood brain barrier) sehingga efek sedasi
yang dihasilkan pada proses terapi jauh lebih kecil daripada antihistamin generasi
I dan meminimalkan kerusakan psikomotor (National Center of Biotechnology
Information, 2003). Cetirizine bekerja dengan tidak memblokade reseptor
histamin melainkan dengan menghambat pelepasan histamin dari sel mast dan
beberapa mediator inflamasi lainnya (Katzung, 2010). Cetirizine memperlihatkan
afinitas yang baik terhadap histamin pada reseptor H1 perifer dibandingkan
reseptor H1 sentral. Keadaan ini membuat cetirizine tidak mudah melakukan
penetrasi pada sistem saraf pusat (Apotex Nz Ltd, 2002).
1.2 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui tentang morfologi cetirizine
2. Mengetahui tentang sejarah histamin dan cetirizine
3. Mengetahui tentang farmakodinamik cetirizine
4. Mengetahui tentang mekanisme kerja cetirizine
5. Mengetahui tentang farmakokinetik cetirizine
6. Mengetahui tentang dosis dan sediaan cetirizine
7. Mengetahui tentang indikasi cetirizine
8. Mengetahui tentang kontraindikasi cetirizine
9. Mengetahui tentang efek samping cetirizine
10. Mengetahui tentang interaksi obat cetirizine
11. Mengetahui tentang intruksi khusus cetirizine

BAB II

ISI

2.1

Morfologi
Nama Sistematis (IUPAC): 2- [2-[4-[(4-chlorophenyl)-phenylmethyl]
piperazin-1-yl]ethoxy] acetic acid (National Center of Biotechnology
Information, 2015)
Struktur Kimia:

Gambar 2.1 Struktur Kimia Cetirizine (National Center of Biotechnology


Information, 2015)

Nama: Cetirizine
Rumus Molekul: C21H25CIN2O3
Berat Molekul: 388,8878 g/mol
Nama Dagang: Zirtec, Zyrtec, Reactine
Sinonim: Alerid, Alatrol, Alzene, Cetirizinea, Cetirin, Cetzine, Cetirizine,
Cezin, Histazine, Humex, Letizen, Razene, Reactine, Zyrtec, Zirtec, Zodac,
Zirtek, Zynor, Zyrlek, Zyllergy (National Center of Biotechnology
Information, 2015)
Kelas Terapeutik: Antagonis reseptor H1 (AH1) (Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2009)

2.2

Histamin dan Cetirizine


Histamin disintesis pada tahun 1907 dan kemudian diisolasi dari
berbagai jenis mamalia. Hipotesis awal tentang kemungkinan peran fisiologik
hitamin jaringan didasarkan pada kesamaan antara efek pemberian histamin
intravena dan gejala anafilaktik serta perusakan jaringan. Histamin dibentuk
dari dekarboksilasi asam amino l-histidin, suatu reaksi yang dikatalis oleh
enzim histidin dekarboksilase di jaringan hewan. Jalur metabolik utama
histamin

meliputi

konversinya

menjadi

N-metilhistamin,

asam

metilimidazolasetat, dan asam imidazolasetat (imidazoleacetic acid, IAA)


(Katzung, 2010).

Gambar 2.2 Struktur Kimia Histamin (National Center of Biotechnology


Information, 2015)

Histamin di jaringan tersimpan dalam bentuk granul dalam sel mast


atau basofil. Berbagai rangsangan dapat memicu pelepasan histamin sel mast
melalui reaksi imunologis, pelepasan kimiawi dan mekanis sehingga amin
yang bebas dapat bekerja pada jaringan sekitarnya (Olsen, et al., 2008)..
Histamin melaksanakan kerja biologisnya melalui penggabungan dengan
reseptor sel spesifik yang terdapat dipermukaan membrane. Histamin
memiliki 4 reseptor berlainan yaitu H1,H2, H3, dan H4. Reseptor H1 terdapat
pada otot polos, endotel, dan otak. Reseptor H2 terdapat di mukosa lambung,
otot jantung, sel mast dan otak. Reseptor H 3 terdapat di membran prasinaptik
otak, pleksus mienterik, dan saraf lainnya. Resptor H4 terdapat pada eusinofil,
neutrofil, dan CD4 sel T (Katzung, 2010).
Sewaktu diketahui bahwa histamin banyak mempengaruhi proses
fisiologik dan patologik, maka dicarikan obat yang dapat mengantagonis efek
histamin. Epinefrin merupakan antagonis fisiologik pertama yang digunakan.
Tahun 1937-1972 ditemukan beratus-ratus antihistamin dan sebagian

digunakan dalam terapi, tetapi efeknya tidak banyak berbeda. Antergan,


neoantergan, difenhidramin dan tripelanamin dalam dosis terapi efektif
mengobati edema, pruritus, dan eritem tetapi tidak dapat melawan efek
hipersekresi asam lambung akibat histamin sehingga digolongkan sebagai
AH1. Sesudah tahun 1972, ditemukan kelompok antihistamin baru , yaitu
burinamid, metinamid dan cimetidine yang dapat menghambat sekresi asam
lambung akibat histamin (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009).
Pengaruh histamin yang dihasilkan tubuh dapat dikurangi melalui berbagai
cara yaitu melalui antagonis fisiologik, pelepasan inhibitor degranulasi sel
mast, dan antagonis reseptor histamin (Katzung, 2010). Kedua jenis
antihistamin ini bekerja secara kompetitif, yaitu dengan menghambat reseptor
histamin H1 dan H2 (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009).
Antagonis H1 dapat dibagi menjadi obat generasi I dan II. Kelompok
ini dibedakan melalui adanya efek sedatif kuat pada obat generasi I karena
cenderung memblokade reseptor otonom, seperti golongan etanolamin
(dimenhidrinat dan difenhidramine), etilendiamin (tripelenamine), derivat
piperazin (hidroksizine, siklizine), alkilamin (clorfeniramine), derivat
fenotiazepin (prometazine), dan siproheptadine. Sebaliknya antagonis
antihistamin generasi II memiliki efek sedatif yang lebih ringan dikarenakan
distribusinya yang kurang komplit pada susunan saraf pusat sehingga tidak
memblokade reseptor otonom secara keseluruhan, seperti golongan
antihistamin generasi I, seperti golongan piperadin (fexofenadine), loratadine,
dan cetirizine. Cetirizine merupakan senyawa amin stabil golongan
antihistamin generasi II yang bekerja tidak pada blokade reseptor histamin
melainkan dengan menghambat pelepasan histamin dari sel mast dan
beberapa mediator inflamasi lainnya (Katzung, 2010).
2.3

Farmakodinamik
Aktivitas farmakodinamik cetirizine sebagai antagonis reseptor H1
bekerja pada otot polos bronkus dan usus (Christophe, et al., 2003). Efek
bronkokonstriksi pada bronkus akan dihambat oleh AH 1. Peningkatan
permeabilitas kapiler dan edema akibat histamin, dapat dihambat dengan
efektif oleh AH1 (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009).

Efektivitas AH1 bermanfaat untuk mengatasi reaksi hipersensitivitas akibat


reaksi IgE dan antigen melalui penghambatan sel mast melepaskan histamin
dan mediator lainnya (Katzung, 2010). Cetirizine juga menunjukkan fungsi
seperti levocetirizine yang bersifat kompetitif selektif pada reseptor AH 1
secara reversible terhadap histamin (Christophe, et al., 2003). Pada sistem
saraf pusat (SSP), dosis terapi cetirizine memperlihatkan afinitas yang rendah
terhadap reseptor H1 sentral. Keadaan ini membuat cetirizine tidak mudah
melakukan penetrasi pada sistem saraf pusat. Antihistamin generasi II seperti
cetirizine sangat sedikit menembus sawar otak sehingga pada kebanyakan
pasien biasanya tidak menyebabkan kantuk berat, gangguan koordinasi atau
efek lain pada SSP. Obat-obat golongan seperti ini digolongkan sebagai
antihistamin non sedatif (Apotex Nz Ltd, 2002).
2.4

Mekanisme Kerja
Cetirizine merupakan senyawa metabolit dari hidroksizin yang berperan
sebagai antihistamin. Mekanisme kerjanya dimediasi melalui penghambatan
selektif pada reseptor H1 perifer (National Center of Biotechnology
Information, 2015). Aktivitas antihistamin dari cetirizine telah diuji pada
hewan coba dan manusia. Percobaan secara in vivo dan ex vivo pada hewan
coba mengabaikan efek aktifitas antikolinergik dan antiserotonergik dari
cetirizine. Uji ikatan reseptor cetirizine secara in vitro menunjukkan tidak
adanya kemampuan afinitas metabolit terhadap reseptor lain selain reseptor
H1.
Penelitian

autoradiografik

dengan

radiolabeled

menunjukkan

kemampuan penetrasi yang tidak mudah dalam otak oleh cetirizine.


Percobaan secara ex vivo pada tikus menujukkan pemberian cetirizine secara
sistemik tidak signifikan menempati reseptor H1 di otak (Olsen, et al., 2008).
2.5

Farmakokinetik
a. Adsorbsi
Cetirizine dengan cepat diserap melalui saluran pencernaan dengan
waktu untuk mencapai konsentrasi maksimum (Tmax) sekitar 1 jam setelah
pemberian oral tablet atau sirup pada orang dewasa. Perbedaan
bioavailabilitas ditemukan pada pemberian sediaan obat tablet dan sirup.

Orang sehat yang diberikan beberapa dosis cetirizine tablet 10 mg/hari


selama 10 hari menunjukkan konsentrasi puncak plasma rata-rata (C max)
sebesar 311 ng/ml dan tidak ditemukan danya akumulasi.
Dosis oral pemberian cetirizine berkisar 5 sampai 60 mg. Makanan
tidak berpengaruh pada jendela terapi cetirizine tetapi Tmax tertunda
selama 1,7 jam dan Cmax menurun 23% dengan adanya makanan (Apotex
Nz Ltd, 2002).
b. Distribusi
Cetirizine berikatan dengan protein plasma sebesar 93% dengan
konsentrasi bebas di plasma sekitar 25-1000 ng/ml sesuai dengan
pengamatan kadar plasma saat terapi (US National Institute Health, 2006).
c. Metabolisme
Penelitian yang dilakukan pada 6 laki-laki sehat menunjukkan
bahwa 70% metabolit ditemukan dalam urin dan 10% dalam tinja. Sekitar
50% metabolit yang ditemukan dalam urin sebagai obat yang tidak
berubah. Keadaan ini dikaitkan dengan rendahnya metabolism lintas
pertama terhadap obat induk di hepar. Cetirizine dimetabolisme secara
terbatas oleh oksidatif O-dealkilasi menjadi metabolit lebih sederhana
dengan

meninggalkan

aktivitas

antihistaminnya.

Enzim

yang

bertanggungjawab pada proses metabolism ini masih belum diketahui


(Apotex Nz Ltd, 2002).
d. Ekskresi
Waktu paruh eliminasi cetirizine di 146 orang sehat melalui beberapa
studi farmakokinetik terjadi selama 8,3 jam dengan total bersihan tubuh
sekitar 53 ml/menit (US National Institute Health, 2006).
2.6

Dosis dan Sediaan


Dosis pemberian terapi dengan cetirizine:
a. Dewasa dan anak 12 tahun = 10 mg atau 2 cth atau 1 ml tetes/hari
b. Anak 6-11 tahun = 5-10 mg atau 1-2 cth atau -1 ml tetes/hari
c. Usia 2-5 tahun = 2,5-5 mg atau -1 cth atau - ml tetes/hari
Sediaan yang tersedia berupa:
a. Tablet: 5 mg dan 10 mg
b. Sirup: 5 mg/5 ml
c. Tetes: 10 mg/ml (UBM Medica Asia Pte Ltd, 2010).

Cetirizine berwarna putih berbentuk bubuk kristal dan larut dalam air.
Sirup cetirizine berwarna agak kuning dalam pH 4-5 dan mengandung CTZ
dengan konsentrasi 1 mg/ml (5 mg/5 ml untuk pemberian oral) (Apotex Nz
Ltd, 2002).
Produk yang tersedia di Indonesia:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
p.
q.
r.
s.
t.
2.7

Cerini (Cetirizine HCl)


Cetirizine Hexpharm (Cetirizine diHCl)
Cetirizine OGB (Ceterizin diHCl)
Cetrixal (Ceterizin diHCl)
Cetymin (Ceterizin diHCl)
Cirrus (Ceterizin diHCl 5 mg, pseudoephedrine HCl 120 mg)
Falergi (Ceterizin diHCl)
Histrine (Ceterizin diHCl)
Incidal-OD (Ceterizin diHCl)
Intrizin (Ceterizin diHCl)
Lerzin (Ceterizin diHCl)
Ozen (Ceterizin diHCl)
Risina (Ceterizin diHCl)
Riztec (Ceterizin diHCl)
Rydian (Ceterizin diHCl)
Ryvel (Ceterizin diHCl)
Ryzen (Ceterizin diHCl)
Ryzo (Ceterizin diHCl)
Tiriz (Ceterizin diHCl)
Zenriz (Ceterizin diHCl) (UBM Medica Asia Pte Ltd, 2010)

Indikasi
Cetirizine dapat digunakan sendiri dalam proses pengobatan atau
dengan kombinasi bersama pseudoephedrine

untuk pengobatan rhinitis

alergika, rhinitis musiman,rhinitis perennial, atau alergi saluran napas atas


lainnya. Penggunaan kombinasi kedua obat tersebut dilakukan jika diperlukan
secara bersamaan. Obat cetirizine juga dapat digunakan untuk mengatasi
gejala yang timbul akibat urtikaria idiopatik dan kronik, seperti gatal-gatal.
(Bethesda, 2009)
2.8

Kontraindikasi
Penggunaan obat cetirizine dikontraindikasikan pada pasien yang
memiliki riwayat hipersensitivitas terhadap cetirizine, hidroksizin, atau salah
satu komponen tersebut. Selain itu juga kontraindikasi pada saat laktasi
(UBM Medica Asia Pte Ltd, 2010).

2.9

Efek Samping
Efek samping yang ditimbulkan dapat berupa sakit kepala, pusing,
mengantuk, agitasi, mulut kering karena efek antikolinergik, dan rasa tidak
enak pada saluran pencernaan yang bersifat ringan dan sementara (UBM
Medica Asia Pte Ltd, 2010).

2.10

Interaksi Obat
Interaksi obat terjadi melalui penurunan bersihan cetirizine bila
diberikan bersama teofilin 400 mg. Dengan dosis teofilin yang lebih besar
memungkinkan memiliki efek yang lebih besar pula (UBM Medica Asia Pte
Ltd, 2010).

2.11

Intruksi Khusus
Penjelasan yang perlu diberikan pada pengobatan cetirizine berupa:
a. Penggunaan obat ini dapat mengganggu kemampuan mengemudi
kendaraan atau menjalankan mesin karena kemungkinan menimbulkan
kantuk.
b. Hindari penggunaan bersama alkohol atau obat-obatan lain yang menekan
c.
d.
e.
f.

saraf pusat karena dapat menimbulkan aditif.


Perhatian pada ibu hamil dan ibu munyusui (laktasi).
Hati-hati pemberian pengobatan pada lansia.
Hati-hati pengobatan pada pasien yang memiliki penurunan fungsi ginjal.
Hati-hati pengobatan pada anak usia < 2 tahun (UBM Medica Asia Pte
Ltd, 2010).

BAB III

PENUTUP

2.8

Kesimpulan
1. Cetirizine adalah obat golongan antihistamin generasi II yang bekerja
pada reseptor AH1.
2. Terapi cetirizine bersamaan dengan teofilin dapat menimbulkan interaksi
obat dengan menurunnya pembersihan cetirizine
3. Terapi cetirizine memiliki efek samping dari sakit kepala mulut kering,
hingga gangguan saluran pencernaan ringan dan sementara
4. Perhatian terapi dengan cetirizine dapat menggangu kemampuan
mengemudi dan menjalankan mesin karena berpengaruh pada sistem saraf
pusat.

DAFTAR PUSTAKA

Apotex Nz Ltd. (2002). Apo-Cetirizine. New Zaelan Data Sheet , 1-3.


Bethesda, M. (2009). AHFS Drugs Information. American Society of Health
System Pharmacist , 26.
Christophe, B., Carlier, B., Gillard, M., Chatelain, P., Peck, M., & Massingham,
R. (2003). Histamine H1 receptor antagonis by cetirizine in isolated guinea
pig tissues: influence of receptor reserve and dissociation kinetics. Eur J
Pharmacol , 87-94.
Derakhshandeh, K., & Mohebbi, M. (2009). Oral bioavailability and
pharmacokinetic study of cetrizine HCl in Iranian healthy volunteers. Res
Pharm Sci , 113-121.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2009). Farmakologi dan Terapi.
Jakarta: FKUI.
Katzung, B. G. (2010). Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
National Center of Biotechnology Information. (2015). Cetirizine. PubChem , 111.
National Center of Biotechnology Information. (2003). Histamine H1
Antagonists, Non-Sedating. Pub Med , 1.
National Center of Biotechnology Information. (2015). Histamine. PubChem , 1.

Olsen, L., Bondesson, U., Brostrom, H., Tjalve, H., & Larsson, C. I. (2008).
Cetirizine in horses: Pharmacokinetics and pharmacodynamics following
repeated oral administration. The Veterinary Journal , 242-249.
UBM Medica Asia Pte Ltd. (2010). MIMS Petunjuk Konsultasi Edisi Bahasa
Indonesia. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Komputer.
US National Institute Health. (2006). Current medication Information for Zyrteccetirizine hydrochloride. DailyMed , 2115.

You might also like