You are on page 1of 17

RESUME DASAR-DASAR ILMU TANAH

KLASIFIKASI TANAH, SURVEI PEMETAAN TANAH, KAPABILITI


LAHAN, DAN SUITIBILITI LAHAN

Disusun Oleh:
Nama

: Encep Farokhi
Heri

240110130069
240110130080

Kelas

: TMIP B 1

Dosen

: Ir. H. Bambang Aris Sistanto, Dip-IE.,M.P.

DEPARTEMEN TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2014

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................2
BAB I.......................................................................................................................1
KLASIFIKASI TANAH..........................................................................................1
1.

Klasifikasi pedogenetik dan deskripsi tanah.................................................1

2.

Sistem klasifikasi..........................................................................................1

BAB II......................................................................................................................5
SURVEI PEMETAAN TANAH..............................................................................5
3.

2.1. Peta Tanah.............................................................................................5

4.

Peta tanah detil (detailed soil map)...............................................................7

5.

Peta tanah semi detil (semi-detailed soil map)..............................................7

6.

Peta tanah tinjau (reconnaissance soil map).................................................7

7.

Peta tanah eksplorasi (exploratory soil map)................................................8

8.

Peta tanah bagan (schematic soil map).........................................................8

BAB III..................................................................................................................10
KAPABILITI LAHAN...........................................................................................10
BAB IV..................................................................................................................12
SUITIBILITI LAHAN...........................................................................................12
BAB V....................................................................................................................14
KESIMPULAN......................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................15

BAB I
KLASIFIKASI TANAH
1. Klasifikasi pedogenetik dan deskripsi tanah
Ada beberapa sistem klasifikasi pedogenetik yang berkembang dengan
mempertimbangkan faktor, sifat, atau kombinasi faktor dan sifat. Dalam hal ini,
pengelompokan dan pemerian jenis tanah menggunakan sistem morfogenetik.
2. Sistem klasifikasi
Sistem klasifikasi tanah yang dibuat oleh Pusat Penelitian Tanah (PPT)
Bogor tahun 1982 merupakan pengembangan dan modifikasi dari sistem
klasifikasi tanah yang dibuat oleh Dudal Dan Supraptoharjo tahun 1957 dan 1961.
Sistem yang dibuat oleh Dudal dan Supraptoharjo digunakan untuk keperluan
survey tanah di Indonesia. Sistem ini mirip dengan sistem klasifikasi Amerika
Serikat tahun 1937 serta sistem Thorp dan Smith tahun 1949. Modifikasi sistem
klasifikasi tanah Indonesia juga dilakukan setelah dikeluarkannya sistem
klasifikasi tanah FAO/UNESCO pada tahun 1974. Dasar-dasar klasifikasi tanah
yang dibuat oleh Dudal dan Supraptoharjo adalah: (1) Morfologi tanah merupakan
kriteria untuk pengklasifikasian tanah, (2) klasifikasi tanah dilakukan pada
kategori yang berbeda-beda, (3) klasifikasi tanah harus dikaitkan dengan
keperluan survey tanah dan (4) dilakukannya korelasi yang sistematik dan
berkelanjutan antara klasifikasi tanah dan survey tanah. Pada sistem klasifikasi
tanah tahun 1957 terdapat 13 tanah dan 1961 terdapat 19 jenis tanah di Indonesia.
Tanah dibedakan atasada atau tidaknya terjadi perkembangan profil tanah,
susunan horison utama, berdasarkan warna, dan sifat fisik utama tanah (tekstur)
pada kedalam 50 cm. Kategori yang digunakan adalah (1)Golongan, (2)
Kumpulan, (3) Jenis, (4) Macam, (5) Rupa dan (6) Seri.
Jenis tanah menurut Dudal dan Suparaptoharjo (1957) terdiri dari:
1. Latosol: adalah tanah yang telah mengalami pelapukan lanjut dengan
kandungan bahan organik, mineral primer dan unsur hara rendah, bereaksi

masam (pH 4.5 5.5), terjadi akumulasi seskuioksida, tanah berwarna


merah, coklat kemerahan hingga coklat kekuningan atau kuning. Tanah
terdapat mulai dari daerah pantai hingga 900 m dengan curah hujan antara
2500 7000 mm per tahun.
2. Andosol: adalah tanah yang berwarna hitam sampai coklat tua dengan
kandungan bahan organik tinggi, remah dan porous, licin (smeary) dan
reaksi tanah antara 4.5 6.5.Horison bawah-permukaan berwarna coklat
sampai coklat kekuningan dan kadang dijumpai padas tipis akibat
semenatsi silika. Tanah ini dijumpai pada daerah dengan bahan induk
vulkanis mulai dari pinggiran pantai sampai 3000 m diatas permukaan laut
dengan curah hujan yang tinggi serta suhu rendah pada daerah dataran
tinggi.
3. Podsolik Merah Kuning: merupakan tanah sangat tercuci yang berwarna
abu-abu muda sampai kekuningan pada horison permukaan sedang lapisan
bawah berwarna merah atau kuning dengan kadar bahan organik dan
kejenuhan basa yang rendah serta reaksi tanah yang masam sampai sangat
masam (pH 4.2 4.8). Pada horison bawah permukaan terjadi akumulasi
liat dengan struktur tanah gumpal dengan permeabilitas rendah. Tanah
mempunyai bahan induk batu endapan bersilika, napal, batu pasir dan batu
liat. Tanah ini dijumpai pada ketinggian antara 50 350 m dengan curah
hujan antara 2500 3500 mm/tahun.
4. Mediteran Merah Kuning: merupakan tanah yang berkembang dari bahan
induk batu kapur dengan kadar bahan organik rendah, kejenuhan basa
sedang sampai tinggi, tekstur berat dengan struktur tanah gumpal, reaksi
tanah dari agam masam sampai sedikit alkalis (pH 6.0 7.5). Dijumpai
pada daerah mulai dari muka laut sampai 400 m pada iklim tropis basah
dengan bulan kering nyata dan curah hujan tahunan antara 800 2500
mm.
5. Regur: merupakan tanah yang berwarna kelabu tua sampai hitam, kadar
bahan organik rendah, tekstur liat berat, reaksi tanah netral sampai alkalis.
Tanah akan retak-retak jika kering dan lekat jika basah. Bahan induk tanah

dari marl, shale (napal), berkapur, endapan alluvial atau volkanik.


Ditemukan mulai dari muka laut sampai 200 m dengan iklim tropis basah
sampai subtropics dengan curah hujan tahunan antara 800 2000 mm.
6. Podsol: merupakan tanah dengan bahan organik cukup tinggi yang
terdapat diatas lapisan berpasir yang mengalami pencucian dan berawrna
kelabu pucat atau terang. Dibawah horison berpasir terdapat horison
iluviasi berwarna coklat tua sampai kemerahan akibat adanya iluviasi
bahan organik dengan oksida besi dan alumunium. Tanah ini berkembang
dari bahan induk endapan yang mengandung silika , batu pasir atau tufa
volkanik masam. Tanah dijumpai mulai dari permukaan laut sampai 2000
m dengan curah hujan 2500 3500 mm/tahun.
7. Tanah Sawah: disebut juga sebagai paddy soil yang mempunyai horison
permukaan berwarna pucat karena terjadi reduksi Fe dan Mn akibat
genangan air sawah. Senyawa Fe dan Mn akan mengendap dibawah
lapisan reduski dan membentuk konkresi dan horison agak memadas. Sifat
tanah sawah beragam tergantung dari bahan induk penyusunnya. Oleh
sebab itu istilah tanah sawah tidak digunakan lagi pada sistem klasifikasi
tanah selanjutnya.
8. Hidrosol: merupakan tanah yang banyak dipengaruhi oleh kadar air tanah.
Nama Hidrosol terlalu umum maka nama ini tidak lagi digunakan. Tanah
yang termasuk Hidrosol ini dapat dibedakan atas glei humus, hidromorf
kelabu, planosol, glei humus rendah dan laterit air tanah. Dasar pembeda
dari jenis-jenis tanah ini adalah tinggi rendahnya kadar air tanah.
9. Calcisol: merupakan nama kelompok tanah yang kaya akan kalsium.
Tanah dapat dibedakan menjadi: rendzina, brown forest soil, mediteran
kalsimorfik.
10. Regosol: merupakan tanah muda yang berkembang dari bahan induk lepas
(unconsolidated) yang bukan dari bahan endapan alluvial dengan
perkembangan profil tanah lemah atau tanpa perkembangan profil tanah.

11. Litosol: merupakan tanah yang dangkal yang berkembang diatas batuan
keras dan belum mengalami perkembangan profil akibat dari erosi.
Dijumpai pada daerah dengan lereng yang curam.
12. Aluvial: merupakan tanah yang berasal dari endapan alluvial atau koluvial
muda dengan perkembangan profil tanah lemah sampai tidak ada. Sifat
tanah beragam tergantung dari bahan induk yang diendapkannya serta
penyebarannya tidak dipengaruhi oleh ketinggian maupun iklim.
13. Tanah Organik: merupakan tanah dengan kadar bahan organik tinggi dan
lapisan gambut yang tebal. Tanah jenuh air sepanjang tahun dengan reaksi
tanah masam, dranase sangat buruk dan curah hujan yang tinggi.

BAB II
SURVEI PEMETAAN TANAH
Survei tanah adalah usaha mempelajari tanah dalam lingkungannya yang langsung
diselenggarakan di lapangan (on the track of earth field land area).
Suatu kegiatan survey tanah menghasilkan rangkaian data dan peta tanah
menyangkut peta tanah pada lahan-lahan yang dipetakan pada suatu areal tertentu
di suatu wilayah yang bisa berskala persil, bukit, lembah, dataran sempit, dataran
luas, desa, kecamatan, kabupaten, di suatu provinsi suatu Negara.
Peta tanah/lahan akan menunjukkan suatu penyebaran satuan-satuan tanah/lahan.
Melalui survey tanah diperoleh pengetahuan berdasarkan data-data yang diperoleh
mengenai sifat-sifat tanah, dan atas dasar itu tersedia landasan bagi penerapan
data dan informasi atas tanah dan lahan bagi manfaat penggunaannya.
Data, informasi dan pengalaman dalam survey tanah sangat-sangatlah bermanfaat
menajdi dasar membangun daerah/Negara. Peta, data, informasi atas tanah
berpotensi untuk berperanan menjadi jembatan untuk menerapkan pengetahuan
yang diperoleh dari pengalaman pada tanah yang sama.
Oleh karena itu batas-batas tanah dengan sifat yang sama bisa disebut sebagai
satuan tanah yang kemudian menjadi batas-batas atas lahan yang mempunyai sifat
tanah yang sama.
3. 2.1. Peta Tanah
Peta tanah adalah suatu peta yang sengaja dibuat untuk menunjukkan penyebaran
tipe-tipe tanah atau satuan-satuan peta tanah sehingga akan menggambarkan
dengan jelas dalam hubungannya dengan sifat-sifat fisik tanah/lahan dengan social
cultural (bisa juga ekonomi) pada suatu permukaan bumi.
Hal tersebut hanya berlaku untuk lahan tipe penggunaan suatu sector. Apabila
penggunaannya ke arah konservasi (reklamasi, rehabilitasi, restorasi), maka sifat
fisik tanah/lahan akan dihubungkan dengan fungsi garansi lahan dan ekosistem
terhadap kehidupan semua mahkluk yang memerlukannya (manusia, hewan,
tumbuhan, mikroba).
Satuan-satuan tanah/lahan

Dapat ditunjukkan secara tersendiri atau asosiasi tanah, namun kecenderungan


sekarang bersifat individu tanah jadi tidak berasosiasi (USDA: soil taxonomy).
Satuan-satuan taksonomik menjadi sangat penting karena apabila kita menamakan
tanah atas dasar suatu system penamaan tertentu (taksonomi/taxonomy) maka tiap
tingkat penamaan menunjukkan cirri-ciri utama dan khusus tanah yang
bersangkutan.
Sistem taksonomi yang berkembang di Indonesia saat ini sistem Puslitannak
Bogor, FAO, dan USDA (United State Department of Agriculture).
Dikenal dua tipe utama peta tanah yaitu:
(i)

Peta tanah detail

(ii)

Peta tanah tinjau dan eksplorasi.

Perbedaannya terletak pada intensitas pekerjaannya, sehingga secara teknis yang


berbeda adalah ketelitian dan tingkat generalisasinya.
Ketelitian adalah banyaknya unit/satuan tanah dari wilayah yang dilakukan survey
dengan unit-unit area jumlah titik pengambilan pengamatan dan sampel.
Generalisasi adalah menarik kesimpulan menjadi umum dari beberapa atau
banyaknya satuan tanah/unit tanah yang diperoleh dari survey tanah/lahan.

Tabel 1. Beda dan karakteristik peta detil dan tinjau/eksplorasi


Item Karakter

Kehomogenan

Peta Detil

Homogen sangat

Peta Tinjau dan Eksplorasi

Tidak homogeny

homogen
Satuan tanah

Seri tanah atau tipe tanah Order/ordo great group/jenis

Cara penentuan batas-

Pengamatan langsung

Hanya pengamatan berselang, jadi

batas satuan tanah

detil di lapangan untuk

batas ditentukan di atas meja (tidak

Tingkat ketelitian

penentuan batas

dengan menelusur di lapangan)

Sangat teliti teliti;

Tidak teliti; kategori tinggi

kategori rendah
Intensitas

Sangat tinggi tinggi

Rendah

pengamatan/pekerjaan

Jenis-jenis Peta Tanah:


Dikenal beberapa jenis peta tanah yang berkaitan dengan tingkat survey tanah.
Peta-peta itu ialah:
4. Peta tanah detil (detailed soil map)
Peta ini berskala 1 : 1.000 sampai 3 : 25.000. dihasilkan dari satu sampai dua
pengamatan tiap hektar, dengan seri tanah, asosiasi tanah, atau tipe tanah sebagai
satuan peta. Peta ini digunakan untuk perencanaan irigasi dan perencanaan
usahatani intensif.
5. Peta tanah semi detil (semi-detailed soil map)
Peta ini berskala 1 : 50.000 sampai 1 : 200.000, dihasilkan dari satu sampai lima
pengamatan tiap 100 ha lahan, dengan asosiasi seri atau keluarga tanah sebagai
satuan peta. Peta ini digunakan untuk perencanaan irigasi dan usahatani pada
tingkat yang lebih kasar. Peta ini juga dipergunakan untuk keperluan konservasi
sumberdaya lahan, perencanaan kota, dan pengembangan regional.
6. Peta tanah tinjau (reconnaissance soil map)
Peta ini berskala 1 : 200.000 sampai 1 : 500.000, dihasilkan dari satu sampai
sepuluh pengamatan tiap 10.000 ha lahan, dengan asosiasi atau kompleks
kelompok atau marga tanah sebagai satuan peta. Peta ini digunakan untuk
penilaian sumberdaya tanah dan perencanaan tataguna tanah pada tingkat regional
atau propinsi. Peta ini juga digunakan untuk pendekatan pertama pada orientasi
dan aplikasi penelitian pertanian.

7. Peta tanah eksplorasi (exploratory soil map)


Peta ini berskala 1 : 500.000 sampai 1 : 2.500.000, dihasilkan dari dua sampai
lima pengamatan tiap 100.000 ha lahan, dengan asosiasi atau kompleks marga
atau rumpun tanah sebagai satuan peta tanah. Batas-batas satuan peta tanah
didasarkan pada interpretasi hubungan penyebaran tanah dengan factor-faktor
lingkungan. Peta ini digunakan untuk menunjukkan penyebaran sumberdaya tanah
pada tingkat Negara, yaitu dalam perencanaan yang bersifat umum tataguna tanah
pada tingkat Negara. Peta ini juga digunakan untuk tujuan pendidikan dan studi
geografi.
8. Peta tanah bagan (schematic soil map)
Peta ini berskala 1 : 500.000 atau lebih kecil. Peta ini tidak dibuat berdasarkan
pengamatan langsung di lapangan, tetapi merupakan hasil kompilasi literature dan
pengetahuan mengenai hubungan penyebaran tanah dengan factor-faktor
pembentuk tanah. Peta ini digunakan untuk menunjukkan penyebaran tanah pada
skala dunia, digunakan terutama untuk pendidikan dan studi geografi.
Satuan peta tanah
Digunakan untuk memberikan rambu ketelitian yang harus dipenuhi oleh surveyor
dan pembuat peta tanah.
USDA

FAO-UNESCO

IPB

(system taksonomi)

PUSLITANNAK

(nama lama LPT)

Order

Ordo

Golongan

Sub order

Rumpun

Kumpulan

Great group

Great group (marga)

Marga

Jenis

Sub group

Sub group (kelompok)

Kelompok

Macam

Family

Keluarga

Rupa

Series

Seri

Seri

BAB III
KAPABILITI LAHAN
Kemampuan penggunaan lahan adalah suatu sistematika dari berbagai
penggunaan lahan berdasarkan sifat-sifat yang menentukan potensi lahan untuk
berproduksi secara lestari. Lahan diklasifikasikan atas dasar penghambat fisik.
Sistem klasifikasi ini membagi lahan menurut faktor- faktor penghambat serta
potensi bahaya lain yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Jadi, hasil
klasifikasi ini dapat digunakan untuk menentukan arahan penggunaan lahan secara
umum (misalnya untuk budidaya tanaman semusim, perkebunan, hutan produksi
dsb). Di areal HTI hasil klasifikasi ini terutama akan bermanfaat untuk alokasi
areal sistem tumpangsari. Klasifikasi Kemampuan Penggunaan Lahan (KPL)
menggunakan metoda yang dikembangkan oleh USDA dan telah diadaptasikan di
Indonesia melalui Proyek Pemetaan Sumber Daya Lahan kerjasama antara Land
Care Research New Zealand dengan Dept. Kehutanan tahun 1988- 1990 di
BTPDAS Surakarta (Fletcher dan Gibb, 1990). Ada tiga kategori dalam
klasifikasi KPL, yaitu : Klas, Sub Klas dan Unit. Pengelompokan Klas didasarkan
pada intensitas faktor penghambat, sedangkan Sub Klas menunjukkan jenis faktor
penghambat. Tingkat terendah adalah Unit yang merupakan pengelompokan lahan
yang mempunyai respon sama terhadap sistem pengelolaan tertentu. Secara
umum sistem ini menggunakan delapan Klas. Apabila makin besar faktor
penghambatnya dan makin tinggi Klasnya maka akan semakin terbatas pula
penggunaannya. Pembagian Klas-klas tersebut adalah sebagai berikut :
Klas I IV dapat digunakan untuk sawah, tegalan atau tumpangsari
Klas V untuk tegalan atau tumpangsari dengan tindakan konservasi tanah
Klas VI untuk hutan produksi
Klas VII untuk hutan produksi terbatas

10

Klas VIII untuk hutan lindung Adapun penghambat yang digunakan


adalah e (erosi), w (drainase), s (tanah), c (iklim) dan g (kelerengan). Pada
klasifikasi ini dikenal prioritas penanganan penghambat berdasarkan tingkat
kemudahan penanganannya. Pada kelas yang sama, bilamana mempunyai
beberapa penghambat maka akan dipilih prioritas penghambat yang paling besar.
Urutan prioritas penghambat tersebut adalah (dari yang paling mudah diatasi) e
w s c g. Jadi apabila hasil klasifikasi dalam satu unit lahan menunjukkan
Klas IVe, IVw dan IVs, maka akan ditetapkan sebagai Klas IVs karena
mempunyai jenis penghambat yang paling sulit ditangani. Deskripsi tiap Klas,
Sub Klas dan Unit dalam sistem klasifikasi KPL mengikuti standar yang ada.
Deskripsi tersebut dapat dinyatakan dalam satu tabel kriteria. Kriteria ini
kemudian digunakan untuk melakukan sortasi data karakteristik lahan di setiap
unit lahan. Contoh kriteria untuk Klas I antara lain adalah adanya teknik
konservasi tanah yang baik, tidak ada erosi, kedalaman tanah > 90 cm, lereng 0
8 % dan tidak ada batuan singkapan pada permukaan tanah. Secara lengkap
kriteria Kemampuan Penggunaan Lahan dapat dilihat pada Lampiran 2. Contoh
operasi klasifikasi secara sederhana dapat diuraikan sebagai berikut:
Suatu wilayah mempunyai kondisi tertentu yang dinilai berdasarkan
beberapa kriteria dan hasilnya ditulis pada Tabel 13 kolom 2. Setiap parameter
dinilai berdasarkan kriteria Lampiran 2 dan hasilnya masuk ke kolom 3.
Berdasarkan prinsip klasifikasi, maka lokasi yang mempunyai
karakteristik lahan tersebut termasuk Kelas VIg (termasuk kelas VI karena
hambatan kemiringan lereng). Penentuan Unit didasarkan pada tipe batuan yang
ada. Bila tipe batuannya sama, maka penentuan unit didasarkan pada bentuk
lahannya. Operasi klasifikasi tersebut dilakukan pada setiap unit lahan.

11

BAB IV
SUITIBILITI LAHAN
Berbeda dengan klasifikasi Kemampuan Lahan yang merupakan
klasifikasi tentang potensi lahan untuk penggunaan secara umum, Kesesuaian
Lahan lebih menekankan pada kesesuaian lahan untuk jenis tanaman tertentu.
Dengan demikian klasifikasi kemampuan dan kesesuaian lahan akan saling
melengkapi dan memberikan informasi yang menyeluruh tentang potensi lahan.
Ada beberapa metoda yang dapat digunakan untuk pelaksanaan klasifikasi
kesesuaian lahan, misalnya metode FAO (1976) yang dikembangkan di Indonesia
oleh Puslittanak (1993), metode Plantgro yang digunakan dalam penyusunan
Rencana Induk Nasional HTI (Hacket,1991 dan National Masterplan Forest
Plantation/NMFP, 1994) dan metode Webb (1984). Masing-masing mempunyai
penekanan sendiri dan kriteria yang dipakai juga berlainan. Metoda FAO lebih
menekankan pada pemilihan jenis tanaman semusim, sedangkan Plantgro dan
Webb lebih pada tanaman keras.
Pada prinsipnya klasifikasi kesesuaian lahan dilaksanakan dengan cara
memadukan antara kebutuhan tanaman atau persyaratan tumbuh tanaman dengan
karakteristik lahan. Oleh karena itu klasifikasi ini sering juga disebut species
matching. Klas kesesuaian lahan terbagi menjadi empat tingkat, yaitu : sangat
sesuai (S1), sesuai (S2), sesuai marjinal (S3) dan tidak sesuai (N). Sub Klas pada
klasifikasi kesesuaian lahan ini juga mencerminkan jenis penghambat. Ada tujuh
jenis penghambat yang dikenal, yaitu e (erosi), w (drainase), s (tanah), a
(keasaman), g (kelerengan) sd (kedalaman tanah) dan c (iklim). Pada klasifikasi
kesesuaian lahan tidak dikenal prioritas penghambat. Dengan demikian seluruh
hambatan yang ada pada suatu unit lahan akan disebutkan semuanya. Akan tetapi
dapat dimengerti bahwa dari hambatan yang disebutkan ada jenis hambatan yang
mudah (seperti a, w, e, g dan sd) atau sebaliknya hambatan yang sulit untuk
ditangani (c dan s). Dengan demikian maka hasil akhir dari klasifikasi ditetapkan
berdasarkan Klas terjelek dengan memberikan seluruh hambatan yang ada.

12

Perubahan klasifikasi menjadi setingkat lebih baik dimungkinkan terjadi apabila


seluruh hambatan yang ada pada unit lahan tersebut dapat diperbaiki. Untuk itu
maka unit lahan yang mempunyai faktor penghambat c atau s sulit untuk
diperbaiki keadaannya.
Klasifikasi kesesuaian lahan dilakukan dengan melalui sortasi data
karakteristik lahan berdasarkan kriteria kesesuaian lahan untuk setiap jenis
tanaman. Contoh beberapa kriteria pertumbuhan tanaman dapat dilihat pada
Prinsip klasifikasi kesesuaian lahan hampir sama dengan kemampuan lahan, yaitu:
1. Katagori Kelas diputuskan sesuai dengan Kelas kesesuaian terendah. 2. Pada
kelas yang sama tetapi ada beberapa sub Kelas yang berbeda, semua sub kelas
yang ada perlu disebut dan tidak ada prioritas. Bila suatu wilayah akan dinilai
tingkat kesesuaiannya terhadap tanaman jati (Tectona grandis), maka diperlukan
inventarisasi kondisi iklim, tanah dan lahannya. Hasil inventarisasi tersebut
kemudian dicocokkan dengan criteria tempat tumbuh tanaman.

13

BAB V
KESIMPULAN
Tanah adalah bagian penting dari unsur bumi yang kita pijak setiap
harinya. Secara kasat mata, tanah berwarna coklat dan ada pula yang kemerahmerahan. Namun, sebenarnya klasifikasi tanah sangatlah banyak. Tanah
merupakan penopang kehidupan manusia di muka bumi. Dapat dikatakan bahwa
tanah adalah jantung bumi dan kehidupan. Banyak sekali kegunaan tanah bagi
kelangsungan hidup. Tanah sebagai tempat penyimpanan air dan tumbuhnya
tanaman serta pohon-pohon yang dapat menjaga kita dari bencana alam, seperti
longsor. Di dalam tanah atau perut bumi terkandung unsur-unsur dan kekayaan
alam yang tidak ternilai, contonhya minyak bumi, batu bara, emas, dan lain-lain.
Zaman dahulu, konon tanah juga sering digunakan untuk menyimpan atau
mengubur harta karun. Tanah pun dapat dijadikan barang atau hiasan yang
mengandung nilai komersil. Tanah liat dapat digunakan sebagai bahan dasar
pembuatan batu bata dan kerajinan tangan seperti patung, vas bunga, guci, kendi
atau teko, dan lain-lain. Pada zaman purba, tanah digunakan untuk membangun
tempat tinggal dan tempat pemujaan. Candi-candi dan piramid peninggalan zaman
purba dibuat dari tanah liat yang dibentuk menjadi batu bata, kemudian dibakar
agar awet dan tidak mudah pecah. Selain digunakan untuk membuat bangunan,
masyarakat purba menggunakan tanah untuk membuat peralatan rumah tangga,
seperti gerabah. Sistem klasifikasi tanah terbaru ini memberikan Penamaan Tanah
berdasarkan sifat utama dari tanah tersebut. Menurut Hardjowigeno (1992)
terdapat 10 ordo tanah dalam sistem Taksonomi Tanah USDA 1975, yaitu:

14

DAFTAR PUSTAKA
Adyatma, Sidharta. dkk. 2008. Bahan Ajar Geografi Tanah. Banjarmasin : FKIP
UNLAM.
Darmawijaya, I. 1990. Klasifikasi Tanah. Gajah mada Univ. Press
Sri Adiningsih, J., A. Semali, S. Effendi, S. Hadiwigeno. 1990. reasource and
problem associated with the Development of Upland areas in
indonesia. Technologies for sustainable agric. On Marginal
Uplands in S. Asia. In: aciar proc. 33:45-54
Sudibyakto, H. A. dkk. 2004. Geografi Kelas X. Yogyakarta : Fakultas Geografi
Universitas Gajah Mada.
Susanto, Rachman. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah konsep dan kenyataan.
PENERBIT KANISIUS. Bandung

15

You might also like