You are on page 1of 5

A.

Topik
Pemanfaatan Rempah-rempah untuk Bahan suplemen dalam Pembuatan
Tempe
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengaruh penambahan rempah-rempah terhadap
kualitas tempe berdasarkan warna, tekstur, aroma, dan rasa tempe,
2. Untuk mengetahui perbedaan kualitas tempe yang ditambah dengan
berbagai macam rempah-rempah.
C. Waktu Pelaksanaan
Kamis, 20 November 2014
D. Dasar Teori
Tempe merupakan hasil olahan kedelai melalui proses fermentasi.
Selama proses fermentasi berlangsung, kedelai akan mengalami perubahan
nilai gizi dan tekstur. Enzim pencernaan pun akan dihasilkan oleh Rhizopus
oligosporus (kapang tempe) selama proses fermentasi berlangsung, itulah
yang membuat tempe lebih nyaman di lambung (Gentara, 2013).
Pengolahan kedelai menjadi tempe juga turut menurunkan kadar
stakiosa dan raffinosa, dua zat penyebab perut kembung. Tak hanya itu, tempe
juga memiliki kandungan protein yang cukup tinggi. Dalam 100 gr tempe
terkandung sekitar 20,8 gr protein, sehingga cocok dijadikan menu harian
bagi Anda yang menerapkan diet tinggi protein (Gentara, 2013).
Keutamaan tempe yang lain adalah, karbohidrat, protein, dan lemak
sehat yang terkandung di dalamnya lebih mudah dicerna dan diserap tubuh.
Baik dikonsumsi oleh anak-anak untuk mengoptimalkan pertumbuhan atau
menjaga fungsi organ tubuh bagi orang dewasa. Tapi yang perlu Anda
perhatikan, agar semua nutrisi tempe dapat bermanfaat dan berkhasiat bagi
tubuh, maka masaklah tempe dengan cara direbus, dibacem, disemur atau
sebagai campuran sayur sup. Jika tempe dimasak dengan digoreng maka akan
menghilangkan berbagai kandungan nutrisi di dalamnya (Gentara, 2013).
Menurut penelitian terbaru, kandungan gizi tempe disejajarkan dengan
kandungan gizi yang ada pada yogurt. Tempe merupakan sumber protein
nabati. Mengandung serat pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi.
Kandungan antibiotika dan antioksidan di dalamnya dapat menyembuhkan
infeksi serta mencegah penyakit degeneratif. Dalam 100 gram tempe

mengandung protein 20,8 gram, lemak 8,8 gram, serat 1,4 gram, kalsium 155
miligram, fosfor 326 miligram, zat besi 4 miligram, vitamin B1 0,19
miligram, karoten 34 mikrogram (Gentara, 2013).
Tempe mudah dicerna dalam lambung karena tempe telah mengalami
proses fermentasi yang memecah molekul-molkul besar protein dalam
kedelai. Selain itu akibat dari proses fermentasi menyebabkan terjadinya
proses peningkatan derajat ketidakjenuhan terhadap lemak. Dengan
demikian, asam lemak tidak jenuh majemuk (polyunsaturated fatty acids,
PUFA) meningkat jumlahnya. Dalam proses itu asam palmitat dan asam
linoleat sedikit mengalami penurunan, sedangkan kenaikan terjadi pada asam
oleat dan linolenat (asamlinolenat tidak terdapat pada kedelai). Asam lemak
tidak jenuh mempunyai efek penurunan terhadap kandungan kolesterol
serum, sehingga dapat menetralkan efek negatif sterol di dalam tubuh
(Sunaryanto, 2014).
Di dalam tempe juga ditemukan suatu zat antioksidan dalam bentuk
isoflavon. Seperti halnya vitamin C, E, dan karotenoid, isoflavon juga
merupakan antioksidan yang sangat dibutuhkan tubuh untuk menghentikan
reaksi pembentukan radikal bebas. Dalam kedelai terdapat tiga jenis
isoflavon, yaitu daizein, glisitein,dan genistein. Pada tempe, di samping
ketiga jenis isoflavon tersebut juga terdapat antioksidan faktor II (6,7,4trihidroksi isoflavon) yang mempunyai sifat antioksidan paling kuat
dibandingkan dengan isoflavon dalam kedelai. Antioksidan ini disintesis pada
saat terjadinya proses fermentasi kedelai menjadi tempe oleh bakteri
Micrococcus luteus dan Coreyne bacterium. Penuaan (aging) dapat dihambat
bila dalam makanan yang dikonsumsi sehari-hari mengandung antioksidan
yang cukup. Karena tempe merupakan sumber antioksidan yang baik,
konsumsinya dalam jumlah cukup secara teratur dapat mencegah terjadinya
proses penuaan dini. Penelitian yang dilakukan di Universitas North Carolina,
Amerika Serikat, menemukan bahwa genestein dan fitoestrogen yang terdapat
pada tempe ternyata dapat mencegah kanker prostat dan payudara.
Dalam proses fermentasi Tempe juga terjadi proses netralisasi asam
fitat yang banyak terdapat dalam kedelai. Asam fitat merupakan senyawa

yang mampu menghalangi proses serapan mineral di dalam tumbuh. Asam


fitat adalah senyawa pada kotiledon kacang-kacangan. Asam fitat
mengandung sekitar 70% fosfor. Namun demikian seyawa tersebut sulit
dicerna sehingga fosfor dari asam fitat tidak dapat digunakan oleh tubuh
manusia. Kadar fitat dalam kacang-kacangan bervariasi, tergantung jenisnya,
misalnya 0,54-1,58% pada kacang merah; 0,43% (kacang tolo); dan 1,4%
(kedelai). Asam fitat dapat mengikat unsur-unsur mineral, terutama kalsium,
seng, besi, dan magnesium, serta mengurangi ketersediaannya bagi tubuh
karena menjadi sangat sulit untuk dicerna. Asam fitat juga dapat bereaksi
dengan protein membentuk senyawa kompleks sehingga dapat menghambat
pencernaan protein oleh enzim proteolitik akibat terjadinya perubahan
konformasi protein. Kompleks protein-fitat berkemampuan mengikat mineral
yang lebih besar dibandingkan asam fitat bebas. Kandungan asam fitat yang
tinggi (1% atau lebih) dalam makanan dapat menyebabkan defisiensi mineral,
misalnya defisiensi seng (Zn) pada anak ayam, defisiensi magnesium (Mg)
pada manusia, serta kekurangan kalsium (Ca) pada manusia dan hewan.
Menurut beberapa peneliti, masalah gizi yang paling penting sehubungan
dengan fitat adalah kemampuannya untuk menurunkan ketersediaan elemen
seng.
Jika bicara mengenai makanan fermentasi, tentu tidak lepas dengan
peran mikrooganisme dalam proses pembuatan makanan tersebut. Yang
menarik dalam tempe, bahwa peran pembentukan tempe (khususnya tempe
yang berasal dari Indonesia) dalam proses fermentasi tidak hanya ditentukan
oleh satu jenis mikroba saja, namun ada peran dari beberapa mikroba seperti
kapang, yeast, bakteri asam laktat dan beberapa bakteri asam laktat
(Steinkraus et al. 1983). Hal inilah yang diduga menjadi penyebab cita rasa
dan aroma tempe setiap industri tempe tradisional berbeda-beda. Sebagai
contoh bakteri asam laktat akan bertanggungjawab pada rasa masam karena
asam-asam organik yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat. Adanya bakteri
Micrococcus luteus dan Coreyne bacterium berperan dalam pembentukan
senyawa isoflavon dalam tempe. Rhizopus oryzae dan Mucor spp. berperan
dalam pembentukan flavour dan tekstur serta nilai nutrisi tempe. Menurut
Sharmah dan Sarbhoy 1984 mikroba yang paling dominan dalam

pembentukan tempe adalah Rhizopus oligosporus. Dalam penelitian Heseltine


et al (2000) dari hasil isolasi beberapa kapang dari sampel tempe di pasar
Indonesia ternyata hanya Rhizopus yang dapat dibuat sebagai starter tempe
secara kultur tunggal (kultur murni). Namun demikian secara organoleptik
penggunaan kultur tunggal akan memberikan citra, aroma dan tekstur yang
kurang diminati masyarakat. Ada kemungkinan pembuatan tempe secara
tradisonal yang memanfaatkan pembungkus tempe dengan dedaunan akan
melibatkan konsorsium mikroba yang lebih banyak yang berperan dalam
pembentukan aroma dan tekstur tempe.
E. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut.
1. Alat :

Sendok
Nampan/ baki
Timbangan
Jarum Kasur

Rak penyangga
Thermometer
Pengering (Drier)
Lemari pemeram

2. Bahan:

Kedelai
Ragi tempe
Kantong plastik
Isolasi

Kertas merang
Rempah-rempah

(Bawang

putih, cabai, kemiri, merica,


dan ketumbar)

F. Cara Kerja
Mencuci bersih biji kedelai kemudian merebus biji kedelai selama
satu jam
Mengupas kedelai dan membersihkan kepingan kedelai tersebut
Merendam biji kedelai selama semalam, kemudian merebusnya
sampai lunak
Meniriskan biji kedelai tersebut dan menunggunya sampai dingin
Menebarkan biji-biji kedelai diatas lembaran las yang bersih, agar
air menguap sampai biji cukup kering

Menambahkan ragi tempe dan mencampurkannya sampai merata


pada biji-biji kedelai
Menambahkan serbuk rempah-rempah dengan konsentrasi 2%,
mencampurkannya sampai merata pada biji-biji kedelai
Memasukkan biji kedelai yang sudah diragi dan ditambah
rempah-rempah ke dalam kantong plastik berlubang dengan jarak
antar lubang 2 cm, masing-masing kantong plastik berisi 100gr
kedelai. Mencatat suhu awalnya, kemudian mengemas masingmasing kantong dengan kerapatan yang cukup padat
Mencatat hasil pengamatan yang meliputi suhu, tekstur, warna,
berat akhir, rasa dan aroma
DAFTAR PUSTAKA
Gentara, Lukas. 2013. Kandungan Gizi Tempe dan Manfaatnya Bagi Kesehatan.
dalam:
http:
//www.gen22.net/2013/04/kandungan-gizi-tempe-danmanfaatnya .html.Diakses pada 23 November 2014.
Sunaryanto, Rofiq. 2014. Ada Apa Dengan Tempe?. dalam: http://biotek. bppt.
go.id/ index.php/ artikel-sains/ 128-ada-apa-dengan-tempe. diakses pada
23 November 2014.
Steinkraus, K.H., B.H. Yap, J.P. Van Buren, M.I.Provvidenti and D.B. Hand, 1983.
Studies on tempeh an Indonesian fermented soybean food. Food Res.,25:
777.
Sharma, R. and A.K. Sarbhoy, 1984. Tempeh a fermented food from soybean.
Current Science, 53: 325-326.
Hesseltine, C.W., M. Smith, B. Bradle and K.S. Djien, 1963. Investigations of
tempeh, an Indonesian food. Developments in Industrial Microbiology, 4:
275-287.

You might also like