Professional Documents
Culture Documents
TUGAS FARMAKOTERAPI I
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Disusun Oleh:
Kelompok 7
Atvinda Prilya Afista
1406664221
1406525496
1406664596
BAB I
Pendahuluan
1.1 Pendahuluan
Pada umumnya diagnosis penyakit dibuat berdasarkan gejala penyakit
(keluhan dan tanda). Hasil pemeriksaan laboratorium dapat menunjang atau
menyingkirkan kemungkinan penyakit yang menyebabkan. Dalam diagnosis
penyakit kadang-kadang tidaklah mudah, terutama pada permulaan penyakit,
gejala klinis penyebabnya masih berupa kemungkinan. Karena itu, diperlukan
data-data tambahan dari pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
penunjang lain.
Selain untuk menunjang diagnosis klinis, pemeriksaan laboratorium juga
berfungsi untuk menyingkirkan kemungkinan suatu diagnosis atau penyakit,
untuk digunakan sebagai pedoman terapi atau manajemen, untuk digunakan
sebagai panduan prognosis, serta untuk mendeteksi suatu penyakit (uji saring).
Konfirmasi pasti diagnosis, yaitu untuk memastikan penyakit yang diderita
seseorang, berkaitan dengan penanganan yang akan diberikan serta berkaitan
erat dengan komplikasi yang mungkin saja dapat terjadi, menemukan
kemungkinan diagnostik yang dapat menyamarkan gejala klinis, membantu
pemantauan pengobatan, menyediakan informasi prognosis atau perjalanan
penyakit (untuk memprediksi perjalanan penyakit dan berkaitan dengan terapi
dan pengelolaan pasien selanjutnya), memantau perkembangan penyakit dan
memantau efektivitas terapi yang dilakukan agar dapat meminimalkan
komplikasi yang dapat terjadi, serta mengetahui ada tidaknya kelainan atau
penyakit yang banyak dijumpai dan potensial membahayakan.
1.2 Tujuan
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memperoleh informasi tentang
pemeriksaan-pemeriksaan yang harus dilakukan guna menegakkan diagnosa.
BAB II
ISI
2.1 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium merupakan pemeriksaan untuk menunjang
diagnosis penyakit, guna mendukung atau menyingkirkan diagnosis lainnya.
Pemeriksaan laboratorium merupakan penelitian perubahan yang timbul pada
penyakit dalam hal susunan kimia dan mekanisme biokimia tubuh (perubahan
ini bisa penyebab atau akibat).
2.2 Fungsi Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium dapat digunakan untuk berbagai tujuan, yakni :
1. Skrining atau uji saring adanya penyakit subklinis, dengan tujuan
menentukan resiko terhadap suatu penyakit dan mendeteksi dini penyakit
terutama bagi individu beresiko tinggi (walaupun tidak ada gejala atau
keluhan).
2. Konfirmasi pasti diagnosis, yaitu untuk memastikan penyakit yang diderita
seseorang, berkaitan dengan penanganan yang akan diberikan dokter serta
berkaitan erat dengan komplikasi yang mungkin saja dapat terjadi
3. Menemukan kemungkinan diagnostik yang dapat menyamarkan gejala
klinis
4. Membantu pemantauan pengobatan.
5. Menyediakan informasi prognosis atau perjalanan penyakit, yaitu untuk
memprediksi perjalanan penyakit dan berkaitan dengan terapi dan
pengelolaan pasien selanjutnya.
6. Memantau perkembangan penyakit, yaitu untuk memantau perkembangan
penyakit dan memantau efektivitas terapi yang dilakukan agar dapat
meminimalkan komplikasi yang dapat terjadi. Pemantauan ini sebaiknya
dilakukan secara berkala.
7. Mengetahui ada tidaknya kelainan atau penyakit yang banyak dijumpai
dan potensial membahayakan.
-- 126 mg/dL
Klasifikasi diagnosis
keadaan penderita
Glukosa plasma
2 jam setelah makan
Normal
Pra-Diabetes
IFG* atau IGT**
--140-199 mg/dL
Diabetes
200 mg/dL
140 200 mg/dl, glukosa puasa antara 110 126 mg/dl dan bila ada glukosuria
yang tidak jelas sebabnya.
TTGO juga dapat diindikasikan untuk diabetes pada kehamilan (diabetes
gestasional). Banyak diantara ibu-ibu yang sebelum hamil tidak menunjukkan
gejala, tetapi menderita gangguan metabolisme glukosa pada waktu hamil.
Penting untuk menyelidiki dengan teliti metabolisme glukosa pada waktu
hamil dengan riwayat keluarga diabetes, riwayat meninggalnya janin pada
kehamilan, atau riwayat melahirkan bayi dengan berat lahir > 4 kg. Skrining
diabetes hamil sebaiknya dilakukan pada umur kehamilan antara 26-32
minggu. Pada mereka dengan resiko tinggi dianjurkan untuk dilakukan skrining
lebih awal.
a. Prosedur
Selama 3 hari sebelum test dilakukan penderita harus mengkonsumsi
sekjitar 150 gram karbohidrat setiap hari. Terapi obat yang dapat
mempengaruhi hasil labioratorium harus dihentikan hingga test dilaksanakan.
Beberapa jenis obat yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium adalah
insulin, kortikosteroid (kortison), kontrasepsi oral, esterogen, antikonvulsi,
diuretik, tiazid, salisilat, asam askorbat. Selain itu penderita juga tidak boleh
minum alkohol.
Kekurangan karbohidrat, tidak ada aktivitas atau berbaring dapat
mengganggu hasil pemeriksaan toleransi glukosa. Karena itu TTGO tidak
boleh dilakukan pada penderita yang sedang sakit, sedang dirawat baring atau
tidak boleh turun dari tempat tidur, orang yang diet yang tidak mencukupi.
Protokol urutan pengambilan darah pada waktu jam, 1 jam, 1 jam dan 2
jam. Sebelum dilakukan tes, penderita harus berpuasa selama 12 jam.
Pengambilan sampel darah dilakukan sebagai berikut :
a) Pada pagi hari setelah puasa, penderita diambil darah vena 3-5 ml untuk
uji glukosa darah puasa. Penderita mengosongkan kandung kemihnya dan
mengumpulkan urinenya.
b) Penderita diberikan minum glukosa Diberikan glukosa 75 gram (orang
dewasa) atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak), yang dilarutkan dalam segelas
air (250 ml). Lebih baik jika ditambahkan perasa, misalnya dengan lemon.
c) Pada waktu jam, 1 jam, dan 2 jam penderita diambil darah untuk
pemeriksaan glukosa. Pada waktu 1 jam dan 2 jam penderita
mengosongkan kandung kemihnya dan mengumpulkan sampel urinenya
secara terpisah.
Selama TTGO dilakukan, penderita tidak boleh minum kopi, teh, makan
permen, merokok, atau melakukan aktivitas fisik yang berat. Minum air putih
yang tidak mengandung gula masih diperkenankan.
b. Nilai rujukan :
Puasa
Jam
1 Jam
Jam
2 Jam
c. Interpretasi
a) Toleransi glukosa normal
Setelah pemberian glukosa, kadar glukosa darah meningkat dan mencapai
puncaknya pada waktu 1 jam, kemudian turun ke kadar 2 jam yang
besarnya di bawah 126 mg/dl (7 mmol/L). Tidak ada glikosuria.
Gambaran yang diberikan disini adalah untuk darah vena. Jika digunakan
darah kapiler, kadar glukosa puasa lebih tinggi 5,4 mg/dl (0,3 mmol/L),
kadar puncak lebih tinggi 19,8 30,6 mg/dl (1,1 1,7 mmol/L), dan kadar
2 jam lebih tinggi 10,8 19,8 mg/dl (0,6 1,1 mmol/L). Untuk plasma
vena kadar ini lebih tinggi sekitar 18 mg/dl (1 mmol/L).
b) Toleransi glukosa melemah
Pada toleransi glukosa yang melemah , kurva glukosa darah terlihat
meningkat dan memanjang. Pada DM kadar glukosa darah di atas 126
mg/dl (7 mmol/L), jika tidak begitu meningkat diabetes bisa didiagnosa
bila kadar antara 1 jam dan kadar 2 jam di atas 180 md/dl (10 mmol/L).
Toleransi glukosa melemah ringan (tak sebanyak diabetes) jika kadar
glukosa puasa dibawah 126 mg/dl (7 mmol/L), kadar antara di bawah 180
mg/dl (10 mmol/L) dan kadar 2 jam antara 126-180 mg/dl (7 10
mmol/L). Terdapat glikosuria, walaupun tak selalu ada dalam sampel
puasa.
10
Pada diabetes gestasional, glukosa puasa normal, glukosa 1 jam 165 mg/dl
(9,2 mmol/L) dan glukosa 2 jam 145 mg/dl (8 mmol/L).
Pada banyak kasus diabetes, tidak ada puncak 1 jam karena kadar glukosa
darah meningkat pada keseluruhan waktu test. Kurva diabetic dari jenis
yang sama dijumpai pada penyakit Cushing yang berat.
Toleransi glukosa yang lemah didapatkan pada obesitas (kegemukan),
kehamilan lanjut (atau karena kontrasepsi hormonal), infeksi yang berat
terutama staphylococci, sindrom cushing, sindrom conn, akromegali,
tirotoksikosis, kerusakan hepar yang luas, keracunan menahun, penyakit
ginjal kronik, pada usia lanjut, dan pada DM yang ringan atau baru mulai.
Test toleransi glukosa yang ditambah dengan steroid dapat membantu
mendeteksi diabetes yang baru mulai. Pada pagi dini sebelum TTGO
dilaksanakan, penderita diberikan 100 mg kortison, maka glukosa darah
pada 2 jam meningkat di atas 138,8 mg/dl (7,7 mmol/L) pada oarng-orang
yang memiliki potensi menderita diabetes.
c) Penyimpanan glukosa yang lambat
Terdapat peningkatan glukosa darah yang curam. Kadar puncak dijumpai
pada jam di atas 180 mg/dl (10 mmol/L). Kemudian kadarnya menurun
tajam dan tingkatan hipiglikemia dicapai sebelum waktu 2 jam. Terdapat
kelambatan dalam memulai homeostatis normal, terutama penyimpanan
glukosa sebagai glikogen. Biasanya ditemukan glukosuria transien.
Kurva seperti ini dijumpai pada penyakit hepar tertentu yang berat dan
kadang-kadang para tirotoksikosis, tetapi lebih lazim terlihat karena
absorbs lebih cepat setelah gastrektomi, gastroentrostomi, atau vagotomi.
Kadang-kadang dapat dijumpai pada orang yang normal.
d) Toleransi glukosa meningkat
Kadar glukosa puasa normal atau rendah, dan pada keseluruhan waktu test
kadarnya tidak bervariasi lebih dari 180 mg/dl (1.0 mmol/L). Kurva ini
bisa terlihat pada penderita miksedema (yang mengurangi absorbs
karbohidrat) atau yang menderita antagonis insulin seperti penyakit
Addison dan hipopituarisme. Tidak ada glikosuria. Kurva yang rata juga
sering dijumpai pada penyakit seliak. Pada glikosuria renal, kurva
11
13
Persentase
HbA1C (%)
Bukan DM
Pra-Diabetes
DM
<5,7
5,7-6,4
>6,5
dehidrasi,
muntah yang parah, diare yang parah, juga pada pengaruh heparin.
2.4.5
16
17
dengan
reaksi
oksidasi
dan
reaksi
esterfikasi
sehingga
TG
5
Metode diatas menghasilkan nilai akurat jika kadar TG < 400 mg/dl.
Untuk pasien dengan kadar TG >400 mg/dl diperlukan metode
ultrasentrifugasi
kompleks.
Penderita
yang
mengalami
peningkatan
Gliserol + ATP
Gliserol Kinase
Gliserol-phosphate + O2
Gliserol-3-phosphate + ADP
Dihidro-aseton-phosphate +
H2O2
H2O2
+ 4-aminofenazon + 4-chlorophenol
Peroksidasi
4-(p-
benzokinonmonoimino)-fenazon + 4 H2O + HC
Prosedur :
1) Standar Trigliserida di buat dengan mengambil 5 l dimasukkan ke
dalam tabung reaksi.
2) Ke dalam tabung reaksi ditambahkan reagen sebanyak 500 l. (Waktu
dan suhu saat direaksikan antara reagen dengan larutan seri dicatat).
3) Masing-masing larutan dikocok hingga homogen.
4) Setelah dikocok, masing-masing larutan tersebut di inkubasi selama
10 menit pada suhu 37o C , kemudian diukur serapannya
menggunakan mikrolab.
5) Hasil yang diperoleh adalah angka absorbansi dari mikrolab.
Penetapan kadar sampel :
1) Darah diambil sebanyak 1mL, lalu dimasukkan ke dalam tabung
reaksi.
2) Ditambahkan EDTA kemudian Didiamkan hingga terjadi koagulasi.
3) Setelah terjadi koagulasi dilakukan sentrifugasi selama 10 menit.
4)
5)
6)
7)
8)
9)
Diperoleh serum.
Bagian serum diambil sebanyak 5 L menggunakan mikropipet.
Di tambahkan reagen sebanyak 500 l, di kocok sampai homogen.
Kemudian di inkubasi selama 10 menit pada suhu 37o C.
Hasil inkubasi di ukur absorbannya menggunaka alat mikrolab.
Absorban yang di ukur alat di catat
Dihitung kadar Trigliserida dalam sampel menggunakan perhitungan
penetapan kadar trigliserida.
19
reaksi.
Didiamkan beberapa saat. Kemudian disentrifugasi selama 10 menit.
Diperoleh plasma dan serum.
Bagian serum diambil sebanyak 5 L menggunakan mikropipet.
Lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
Ditambahkan 500L reagen. (waktu dan suhu dicatat)
Kemudian dikocok hingga homogen.
Setelah dikocok, larutan tersebut diukur serapannya menggunakan alat
mikrolab.
9) Hasil yang diperoleh adalah angka absorbansi dari mikrolab dan di
catat,
10) Dihitung kadar kolesterol dalam sampel menggunakan perhitungan
penetapan kadar kolesterol.
2.4.7
20
Enzim yang ditemukan terutama di otot hati dan jantung dengan jumlah
yang banyak, di otot rangka, ginjal, pankreas. Konsentrasi AST rendah di
darah, kecuali apabila ada cedera sel. SGOT, atau yang sering disebut juga
dengan aspartat aminotransferase (AST), merupakan suatu enzim yang
berperan dalam proses biosintesis urea dan katabolisme asam amino di hati,
dengan mengkatalisis terjadinya reaksi transaminasi. Reaksi transaminasi
saling mengkonversipasangan-pasangan asam -amino dan asam -keto
dengan transfer gugus amino. SGOT mengkatalisis interkonversi oksaloasetat
menjadi aspartat melalui transfer gugus amino dan kopling dari interkonversi
glutamat menjadi oksoglutarat.
Reaksi tersebut bersifat reversible dan dapat digambarkan seperti berikut
:
21
Anak- anak
dibandingkan laki-laki.
Bayi baru lahir: empat kali dari nilai normal
Anak-anak : serupa dengan dewasa
Lansia: Sedikit lebih tinggi daripada orang dewasa
atau
2.4.8
22
LDH adalah
23
laktat. Proporsi relative dari kelima isoenzim tersebut dalam serum normal
adalah LDH2> LDH1> LDH3>LDH4> LDH5. Kelima isoenzim LDH memiliki
profil stabilitas yang sangat bervariasi. LDH4 dan LDH5sangat tidak stabil
pada suhu kulkas (4oC) dan freezer serta suhu tinggi, sedangkan LDH 1 dan
LDH2 tetap stabil pada suhu tersebut (the heat-stable fractions).Pada infark
miokard akut, konsentrasi akan meningkat dalam waktu 24-48 jam, mencapai
puncaknya dalam 3-6 hari setelah onset dan kembali normal setelah 8-14 hari.
LDH mempunyai 5 isoenzim. Isoenzim LDH1 lebih spesifik untuk kerusakan
otot jantung sedangkan LDH4 dan LDH5 untuk kerusakan hati dan otot skelet.
Tabel 6. Komposisi isoenzim LDH di berbagai sumber jaringan
LDH1: 1727%
LDH2: 2838%
LDH3: 1728%
LDH4: 515%
LDH5: 515%
Nilai LDH serum dapat meningkat pada berbagai kondisi, seperti infark
24
dengan
tes
enzimatik
25
dihati
sebagai
respon
pada
cedera
dan
inflamasi
dalam
darah
menunjukkan
Tingginya tingkat
potensi
tinggi
untuk
aterosklerosis.
Tujuan:
a. Untuk melihat peningkatan kadar CRP dalam proses inflamasi akut.
26
Tidak terlihat
Qualitative : > 1 : 2 titer
Quantitative : 20 mg/dl
Tidak terlihat
< 0,175 mg/l
27
Prosedur:
a. Batasi makanan dan cairan, kecuali air, selama 8-12 jam sebelum tes.
b. Kumpulkan 3-5ml darah vena dalam tabung
c. Hindari panas karena CRP termolabil.
Faktor yang mempengaruhi hasil laboratorium:
a. Kehamilan (trimester ketiga) bisa meningkatkan kadar CRP.
b. Kontrasepsi oral dan alat kontrasepsi intrauterine mungkin meningkatkan
kadar CRP
Kelebihan penggunaan hs CRP dalam deteksi resiko penyakit CV:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
adalah kurang valid hasil ujinya pada pasien yang juga mengalami penyakit
inflamasi kronik lainnya, misal: Lupus, RA
2.4.11 Troponin (cTn)
Komponen-komponen kardiomiosit dirilis ke dalam aliran darah dalam
jumlah yang lebih besar menandakan adanya proses patologis pada jaringan.
Konsentrasi penanda kardiak yang meningkat merupakan tanda adanya
kerusakan yang mungkin terjadi akibat ketidakseimbangan suplai dengan
kebutuhan, efek toksik, atau stres hemodinamik.
Troponin merupakan protein kompleks pada filamen tipis bagian
kontraktil otot lurik. Troponin terdiri dari tiga protein berbeda yang dikode
oleh gen yang berbeda. Fungsi dari cardiac troponin (cTn) adalah modulasi
fungsi kontraktil sarkomer sebagai respon terhadap kalsium sitosolik dan
fosforilasi protein. Kompleks cTn berperan penting terhadap regulasi eksitasi
dan kontraksi jantung.
Konsep klinis troponin jantung adalah (1) merupakan komponen
pengatur penting dari bagian kontraktil miokard, (2) troponin dirilis sebagai
akibat adanya kerusakan yang serius dan kemungkinan bersifat irreversible,
28
(3) rilis cTnI dan cTnT sangat spesifik untuk kerusakan miokard, berlawanan
dengan penanda yang digunakan dimasa lampau seperti kreatin kinase dan
isoenzim MB, LDH serta isoenzimnya dan mioglobin, dan (4) tidak hanya
kerusakan akibat iskemi yang menyebabkan rilis cTn, melainkan semua tipe
kerusakan miokard.
Pengukuran cTn dapat berguna untuk menilai efek samping dari
prosedur-prosedur, seperti
(PCI) dan
bypass
arteri koroner
29
30
(0.672.50 kat/L SI units) dan pada pria 38174 U/L (0.632.90 kat/L SI
units). Nilai normal CK-BB adalah 0-1% dari total CK, CK-MB kurang dari
3% total CK, dan CK-MM 95-100% total CK.
Kekurangan penilaian CK-MB antara lain:
1. Kehilangan spesifitas untuk MI pada penyakit otot jantung dan kerusakan
otot miokard akibat bedah
2. Kehilangan sensitifitas saat awal MI akut (onset < 6 jam) atau sesudahnya
setelah onset (36 jam) dan untuk kerusakan otot jantung minor (terdeteksi
dengan troponin)
Setelah nekrosis jaringan, CK-MB2 secara cepat dirilis ke dalam plasma
dan mengalami konversi menjadi CK-MB1. Pada keadaan normal, isoform
CK-MB1 dan CK-MB2 berada dalam kesetimbangan, dengan rasio keduanya
mendekati 1,0. Namun dalam keadaan MI akut, sejumlah besar CK-MB2
yang dirilis tidak secara sempurna dikonversi menjadi CK-MB1.
Hal ini kemudian menyebabkan rasio CK-MB2/CK-MB1 yang lebih
tinggi ( 1,5). Adanya peningkatan rasio CK-MB2/CK-MB1 dapat
digunakansebagai penanda dengan sensitivitas tinggi untuk nekrosis pada
jaringan miokard, tertama hingga 6 jam setelah awal kejadian.
2.4.13 Hidroksibutirat Dehidrogenase (HBD)
Pada umumnya penggunaan HBD untuk menentukan kondisi patologis
seringkali dalam bentuk rasio LD/HBD. Pada pasien MI rasio LD/HBD
berada di bawah nilai normal. Pada pasien MI nilai rasio LD/HBD berada di
bawah 1,2. Nilai HBD ditemukan meningkat dalam jumlah signifikan pada
pasien yang mengalami MI. Peningkatan dalam jumlah yang lebih kecil
ditemukan pada pasien dengan iskemi miokard, infark pulmonari, pneumonia
atau bronkitis. Nilai 140 U/L merupakan nilai yang paling tepat intuk
membedakan MI dengan kondisi patologis lain, termasuk iskemi miokard.
Efisiensi penggunaan HBD sebagai penanda keadaan patologis jantung lebih
besar dibandingkan dengan SGOT, terutama 3 sampai 10 hari setelah episode
akut.
HBD dalam serum berada dalam jangka waktu yang cukup lama setelah
kejadian MI. HBD dapat mendeteksi kondisi patologis selama 48 sampai 72
31
jam. Nilai HBD akan kembali normal dalam waktu 13 hari setelah MI.
Namun saat ini HBD sudah tidak digunakan lagi dalam menilai kondisi
patologis jantung karena kurang spesifik untuk jantung.
2.4.14 Mioglobin
Mioglobin merupakan sebuah protein heme yang berada dalam
sitoplasma jantung dan sel otot rangka. Mioglobin berfungsi sebagai transpor
oksigen intraseluler. Rasio mioglobin dalam jaringan dan plasma sangat
tinggi. Sehingga ketika terjadi nekrosis, kadar mioglobin dalam darah
meningkat dengan cepat. Kadar normal mioglobin dalam darah adalah 0
sampai 0,85 ng/mL. Mioglobin dirilis dalam waktu 1 sampai 2 jam setelah
gejala awal terjadinya MI akut. Kadar mioglobin mencapai puncak dalam
waktu 6 sampai 12 jam, sehingga digunakan untuk mendeteksi awal
terjadinya MI. Durasi peningkatan kadar mioglobin dalam darah kurang dari
24 jam sebelum kembali normal.
Spesifitas mioglobin terhadap jantung yang rendah menyebabkan
mioglobin tidak dapat
Jenis
Uji
Deteksi Penyakit
Kadar Normal
Keterangan
Jika 1 ng/mL atau
MI
1
CtnI
CTnT
lebih: NSTEMI
(non ST Elevation
Myocardial
MI
Infarction)
EKG normal,
g/L SI Unit
cTnT >
32
0,2 ng/mL:
Resiko jantung
koroner
EKG abnormal,
ACS
cTnT
abnormal + akibat
iskemi
miokardial:
MI akut
MI
Cedera otot
CK
Total
rangka parah
Kerusakan CNS
parah
Penyakit pada
saluran cerna,
renal & kemih
Bisa untuk
CK-MB
AMI
<3% CK total
mendeteksi
reinfark
Mioglob
5
in
serum
Mioglob
in urin
AMI
MI
HBD
AST
AMI
AMI
saat
Rasio LD/HBD di
ini tidak
bawah 1,2 : AM
digunakan
Adult : 8 38 unit/l
lagi
AST bukan
Newborns: 4 x nilai
merupakan enzim
normal
Child : similar to
yang pertama
adult
Eldery : sedikit lebih
kalimuncul ketika
terjadi
33
Laktat
9
Infark
Miokard Akut
Cerebrovascul
Dehidro
genase
ar accident
Kanker
Infark Paru-
paru
Akut
Anemia
Hepatitis Akut
Skeletal
kerusakan hati.
LDH1: 17%-27%
LDH2: 28%-38%
LDH3: 17%-28%
LDH4: 5%-15%
LDH5: 5%-15%
muscular
disease
0.01-0.07 mg/dL
low risk
10
Hs CRP
Penyakit CV
Hipertensi
Acute
Myocardial
Infarction
(AMI)
Stroke
0.07-0.11 mg/dL
mild risk
0.12-0.19 mg/dL
moderate risk
0.20-0.38 mg/dL
high risk
0.36-1.50 highest
risk
2.4.15 Elektrokardiografi
Tubuh manusia berisi sejumlah cairan elektrolit sehingga merupakan
suatu konduktor ruang yang homogen, yang dapat menghantarkan medan
listrik dalam tubuh ke semua arah dengan kekuatan yang sama pula. Kegiatan
listrik jantung yang terbangkit selama fase depolarisasi dan repolarisasi sel
miokardium akan menyebar ke jaringan di sekitar jantung dan selanjutnya
dihantarkan ke seluruh jantung. Sebagian kecil dari aktifitas listrik jantung
akan mencapai permukaan kulit tubuh dan dapat dicatat menggunakan
elektroda perekam. Hasil pencatatan kegiatan listrik jantung tersebut
dinamakan elektrokardiografi (EKG) (Santoso, 2008).
34
Ada tiga hal yang perlu diperhatiakan tentang EKG, antara lain:
a. EKG merupakan gambaran sebagian kecil kegiatan listrik jantung yang
diteruskan melalui cairan tubuh ke permukaan kulit, bukan pencatatan
langsung kegiatan listrik yang aktual.
b. EKG merupakan pencatatan kompleks yang menggambarkan penyebaran
aktifitas listrik jantung pada jantung secara menyeluruh, selama fase
depolarisasi dan repolarisasi. Rekaman ini bukanlah pencatatan sebuah
potensial aksi tunggal dari satu sel otot pada satu saat saja. EKG adalah
gambaran sumasi kegiatan listrik seluruh otot jantung yang aktif, saat
sebagian sel mungkin sedang membentuk potensial aksi sedangkan
sebagian lagi mungkin belum teraktivasi. Dengan demikian, pola aktivasi
listrik jantung secara keseluruhan akan bervariasi dengan waktu, sesuai
dengan saat penyebaran impuls selama satu siklus jantung.
c. EKG merupakan pencatatan beda potensial listrik (voltase) antara dua
buah elektroda yang ditempatkan pada dua tempat berlainan di permukaan
kulit, apabila tidak terdapat perbedaan potensial listrik antar dua buah
elektroda pencatat, pada EKG akan tercatat garis lurus mendatar disebut
garis dasar atau garis isoelektris, misalnya pada saat seluruh sel
miokardium
ventrikel
selesai
berdepolarisasi
atau
berepolarisasi.
(Pakpahan, 2012).
Sistem Konduksi Jantung
Konduktor adalah bagian yang memiliki sifat penghantar listrik dan
merupakan jalur listrik jantung mengalir. Menurut Faqih Ruhyanudin
(2007), dalam EKG perlu diketahui tentang system konduksi yang terdiri
atas:
A. SA Node (Sino-Atriale Node)
Terletak di batas atrium kanan (RA) dan vena cava superior (VCS). Sel-sel
dalam SA node ini secara otomatis dan teratur mengeluarkan impuls
(rangsangan listrik) dengan frekuensi 60-100 kali permenit. Kemudian
menjalar ke atrium, sehingga menyebabkan seluruh atrium terangsang.
Iramanya adalah sinus (sinus rhythm).
B. Jalur internodus (traktus internodus)
Jalur listrik antara nodus sinoatrial dan nodus arterioventrikuler.
C. AV Node (Atrio-ventricular node)
Terletak di septum internodal bagian sebelah kanan, di atas katup
tricuspid. Sel-sel dalam AV Node mengeluarkan impuls dengan frekuensi
35
36
Gelombang P
Gelombang ini berukuran kecil dan merupakan hasil dari depolarisasi dari
atrium kanan dan kiri. Nilai normal interval P adalah kurang dari 0,12
detik
B.
Segmen PR
Segmen ini merupakan garis iso-elektrik yang menghubungkan gelombang
C.
D.
E.
F.
QRS pada T
Gelombang T
Merupakan potensial repolarisasi dari ventrikel kanan dan kiri
Gelombang U
Gelombang ini berukuran kecil dan sering tidak ada , asal dari gelombang
ini merupakan hasil repolarisasi dari atria yang sering tidak dikenali
karena ukurannya kecil dan terbenam pada gelombang QRS.(Pakpahan,
2012)
Interpretasi EKG
Secara ringkas interpretasi EKG dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 9.Interpretasi EKG
37
dua
jenis
sudut
pandang
yaitu
pemeriksaan
38
sebenarnya, oleh sebab itu, untuk pemeriksaan jantung dan paru lebih
mendekati dengan pemeriksaan PA, karena lebih dekat dengan film.
Prosedur evaluasi jantung dengan menggunakan metode CXR meliputi:
1. Pengecekan kualitas film yang digunakan, dan menentukan sudut pandang
dari film, posteroanterior (PA) atau anteriorposterior (AP). Dalam hal ini,
film rontgen disediakan oleh bagian farmasi.
2. Pengambilan film (gambar) dilakukan saat inspirasi penuh untuk
meningkatkan kontraksi antara struktur radiolucent dan radiopaque yang
akan memperluas ruang thorax.
3. Cek putaran, apakah tulang punggung telah lurus dibagian tengah sternum
dan diantara clavicals.
Dalam membaca hasil CXR, dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Pastikan dahulu kelengkapan identitas film/foto (nama, umur, jenis
kelamin, nomor film/foto, tanggal dan keterangan klinisnya), hal ini
dilakukan agar tidak tertukar dan memastikan bahwa hasil film/foto
tersebut sesuai dengan identitas pasien.
2. Pastikan foto tersebut layak baca atau tidak, untuk menghindari
misinterpretasi. Syarat foto layak baca diantarnya:
Inspirasi maksimum: tampak Iga ke-6 berpotongan dengan diafragma.
Tulang Clavicula berbentuk huruf V dan jarak antara ujung clavicula.
dengan procesus spinosus adalah sama.
Vertebra Thorakalis tampak dari V ke-1-V ke-5.
3. Tentukan posisi foto AP atau PA.
Posisi AP: skavula tampak mendatar, skapula berada di dalam
lapangan paru, dan yang tampak depan adalah costae anterior.
39
Gambar 8. Hasil CXR rongga dada pada posisi anteriorposterior (AP) dan
posterioranterior (PA).
4. Membandinkan keadaan kiri dan kanan film, kemudian perhatikan :
Dinding torax: costa dan intercosta, clavicula dan scapula, tulang
vertebrae, jaringan lunak dinding torax, bayangan pleura, trachea pada
leher.
Sinus costaprencus berbentuk lancip pada orang normal.
Diafragma (letak tinggi/ rendah/ normal), dapat dilakukan dengan cara
menghitung costa yang berpotongan dengan diafragma. Normalnya 5-
6.
Hialus, tempat keluar masuknya arteri dan vena pulmonalis, bronkus,
dan juga saluran limfe. Normalnya diameter hialus sama dengan
diameter trakea.
Bentuk dan ukuran jantung, dilakukan dengan menggunakan CTR
(Cardiothoraco ratio). Normalnya pada orang dewasa adalah 48-50%,
sedangkan pada anak-anak sebesar 52-53%. Cara menghitungnya
adalah:
40
Gambar 10. Uji latih jantung (Exercise Stress Testing) dengan menggunakan
treadmill
Pada pemeriksaan ini menggunakan elektroda yang diletakkan pada
bagian
ada, dan alat ukur tekanan darah pada lengan. Kemudian pasien
41
Gambar 11. Kardiogram EKG pada kondisi istirahat (atas) dan pada
keadaanbekerja/ berlari pada treadmill (bawah)
Hasil pemeriksaan berupa kardiogram. Gambar di atas merupakan
kardiogram yang dihasilkan EKG pada kondisi istirahat. Terlihat perubahan
depresi segmen ST yang menunjukkan adanya terbentungnya (blok) arteri
pada kardiogram setelah pasien melakukan aktifitas dengan treadmill yang
ditunjukkan oleh tanda panah berwarna merah.
2.4.18 Phonocardiogrphy
Phonocardiography adalah metode diagnosa yang dapat menghasilkan
rekaman grafik suara dan murmur yang dihasilkan oleh jantung, termasuk
katub dan pembuluh darah. Suara jantung ditimbulkan dari detak jantung
akibat adanya aliran darah melalui jantung (khususnya adanya turbulensi
ketika katup jantung tertutup). Pada auskultasi kardiak, pemeriksa bisanya
menggunakan stetoskop untuk mendengar bunyi jantung, pada orang dewasa
yang sehat biasanya terdengar dua bunyi normal jantung yaitu lub dan
dub (atau dup), yang muncul secara berurutan. Bunyi lub menunjukkan
tertutupnya katupatriventrikular (A-V) pada permulaan sistol, dan bunyi dub
menunjukkan tertutupnya katup semilunar (aortic dan pulmonary) pada akhir
sistol.
Bunyi lub disebut sebagai bunyi jantung yang pertama, dan bunyi
dub adalah bunyi jantung yang kedua, hal tersebut dikarenakan pada siklus
normal pompa jantung, biasanya diawali ketika katup A-V tertutup pada onset
ventricular sistol. Selain bunyi normal, terkadang juga terdengar bunyi yang
lain seperti bunyi murmur, bunyi yang tiba-tiba, dan bunyi dengan ritme yang
cepat S3 dan S4.
Bunyi murmur jantung biasanya berkaitan dengan laju alir darah yang
turbulen, yang mengalir keluar maupun ke dalam jantung. Bunyi murmur
merupakan bunyi yang normal (fisiologi), dan bisa juga mengindikasikan
ketidak normalan (patofisiologi). Bunyi murmur yang abnormal dapat
disebabkan oleh terhalangnya katup jantung saat hendak terbuka
oleh
42
stenosis, menyebabkan turbulensi aliran darah yang masuk. Selain itu bunyi
murmur juga muncul dengan ketidak mampuan katup jantung, yang
mengakibatkan mengalirnya kembali darah
menutup dengan baik. Bunyi murmur yang terdengar akan berbeda pada
bagian yang berbeda pula, tergantung penyebab murmurnya.
Pengujian dengan Phonocardiography
Microphone
diantaranya adalah:
1. Daerah mitral : area kelima interkostal sebelah kiri, pertengahan hingga
kiri garis midclavikular.
2. Daerah tricuspid : area keempat interkostal sebelah kiri, sebelah bawah
kiri batas sterna.
3. Daerah aorta : area kedua interkosta sebelah kanan, bagian atas batas
sterna.
4. Daerah pulmonari : area kedua interkosta kiri, bagian atas batas sterna.
Langkah yang dilakukan:
1. Letakkan microphones pada torax daerah utama auskultatori; microphone
yang digunakan akan menangkap suara antara 25-200 Hz, biasanya
dilakukan bersamaan dengan EKG.
2. Pastikan bahwa elketroda melekat dengan aman pada kulit. Jika terlepas,
maka tidak akan diperoleh hasil EKG yang bagus. Subjek harus releks
selama prosedur kalibrasi. Lengan subjek harus rileks sehingga sinyal otot
(EMG) tidak merusak sinyal EKG; posisi terlentang, fisik dan mental
dalam keadaan rileks.
3. Terdapat dua jenis sura yang dihasilkan, yaitu suara berfrequensi tinggi
yang berhubungan dengan menutup dan membukanya katup jantung, dan
suara berfrequensi rendah yang berhubungan dengan pengisian ventrikel
awal dan akhir.
4. Menganalisa perubahan
interval
durasi
secara
mekanik
dan
auskultatori.
- Selaras atau sesuai dengan puncak denyutan
- Dimulai setelah 30-35 ms setelah katup mitral tertutup
Terbukanya mitral dengan keras dan triscupid (suara diastolic)
Nonejection bunyi klik, disebabkan oleh katup mitral (suara
44
ultrasound
merupakan
pemeriksaan
(gelombang
suara)
jantung
frekuensi
2-6
dengan
MHz.
Echocardiography bisa disebut juga USG jantung dan tes gema, merupakan
suatu alat yang mengambil gambar dari jantung dengan menggunakan
gelombang suara. Pengujian
darah
dari
Echocardiography
hati
atau
jantung
tanpa
menggunakan
sinar-x.
45
pembengkakan otot
digunakan
untuk
melihat
pergerakan
echocardiography
struktur
pada
jantung.
empat
jenis
pemeriksaan
yang
dapat
dideteksi
dengan
evhocardiography, yaitu:
a. Trans Thoracal Echocardiography (TTE)
Trans Thoracal Echocardiography
(TTE), merupakan
standar
ini
tergolong
cukup
mudah.
Bagian
dari
echocardiography menjadi
gambar pada layar. Hasil analisa kemudian dapat dilihat pada kertas yang
46
47
[Sumber: http://phc.org.au/services/other-tests/toe/]
Gambar 14. Pemeriksaan Trans Esophageal Echocardiography (TEE)
48
Yuliwardhana, 2010).
yang
berbeda.
adalah
prosedur
khusus
untuk
stressechocardiography:
A. Pada hari pemeriksaan, jangan makan atau minum apapun kecuali air
selama empat jam sebelum tes. Jangan minum atau makan produk kafein
(cola, coklat, kopi,
49
50
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemeriksaan laboratorium adalah suatu tindakan dan prosedur pemeriksaan
khusus dengan fungsi untuk uji saring adanya penyakit subklinis, konfirmasi pasti
diagnosis, menemukan kemungkinan diagnostik yang dapat menyamarkan gejala
klinis, membantu pemantauan pengobatan, menyediakan informasi prognosis atau
perjalanan penyakit, memantau perkembangan penyakit, mengetahui ada tidaknya
kelainan serta memberi ketenangan baik pada pasien maupun klinisi karena tidak
didapati penyakit. Dalam pemeriksaan laboratorium terdapat beberapa tahap
yakni: Pra-analitik, Analitik, dan Pasca analitik.
51
pemeriksaan keton,
SGPT (Serum
Glutamic
Pyruvic
Transaminase),
Laktat
Dehidrogenase (LDH), C-Reactive Protein (CRP) dan High Sensitivity (hs CRP),
kreatin kinase (CK), Hidroksibutirat Dehidrogenase (HBD), mioglobin,
elektrokardiografi,
chest
x-ray,
uji
latih
jantung,
phonocardiography,
echocardiography
3.2 Saran
Bagi mahasiswa diharapkan dapat memanfaatkan makalah ini untuk menambah
pengetahuan tentang pemeriksaan laboratorium yang berguna bagi profesi dan
orang disekitar kita.
Daftar Pustaka
Albert JS, Biasucci LM, Koenig W, Mueller C, Huber K, Hamm C, Jaffe AS, Thygesen
K, Mair J, Katus H, Plebani M,Venge P, Collinson P, LindahlB, Giannitsis E,
Hasin Y, Golvani M, Tubaro M, 2010, Recommendation for The Use of Cardiac
Troponin Measurement in Cardiac Care. European Heart Journal. 31: 2197-220
American Diabetes Association. (2010). Standard of Medical Care in Diabetes (Position
Statement). Diabetes Care 33: (Suppl.1), S11-S36.
Andini, A., Hariyanto, G., Kurniastuti, I., R, A. Y., Silviana, D. A., &Yuliwardhana, R.
(2010). Echocardiography. Teknobiomedik-UniversitasAirlangga .
Andrew, J. Krentz & Clifford, J. Bailey. (2005). Oral Antidiabetic Agents Current Role in
Type 2 Diabetes Mellitus. Review Article Drugs, 65(3), 385-411.
Atlas, S. (2007). The Renin-Angiotensin Aldosteron System: Pathofisisology Role and
Pharmalogic Inhibition. Journal of Managed care Pharmacy, 9-10.
52
Babuin L, Jaffe AS, 2005, Troponin: The Biomarker of Choice for The Detection of
Cardiac Injury. CMAJ. 173(10): 1191-1203
Burnside-Mc Glynn, 1995, Adams Diagnosis Fisik, EGC, Jakarta.
Corwin, E. J. (2008). Handbook of Pathophysiology (3rd ed.). Lippincott Williams &
Wilkins.
Delp and Manning, 1996, Major Diagnosis Fisik, EGC, Jakarta.
Dipiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matske, G. R., Wells, B. G., & Posey, L. M.
(2005).
EKG.
LaboratoriumKlinikProdia:
Radiological Society
Retrieved
September
10,
2014,
from
http://prodia.co.id/pemeriksaan-penunjang/ekg
53
54