You are on page 1of 68

PUSAT KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN KESEHATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA

Modul Dasar [ 2 ]
Konsepsi Sistem Pembiayaan, Akun Kesehatan dan Pembiayaan

Pelayanan Kesehatan
Pemanfaatan Data Epidemiologi dalam Pengambilan Keputusan
dan Manajemen Bencana
Jejaring dan Kemitraan antara Sektor Pemerintah dan NonPemerintah dalam Pelayanan Kesehatan

Program Pelatihan
Peningkatan Kapasitas Manajemen dan Kepemimpinan
berbasis Kinerja di 4 Kabupaten/Kota Papua

MODUL DASAR (2)


Judul

Halaman

Konsepsi Sistem Pembiayaan, Akun


Kesehatan dan Pembiayaan Pelayanan
Kesehatan

Pemanfaatan Data Epidemiologi dalam


Pengambilan Keputusan dan Manajemen
Bencana

19

Jejaring dan Kemitraan antara Sektor


Pemerintah dan Non-Pemerintah dalam
Pelayanan Kesehatan

43

Program Pengembangan Kapasitas Manajemen


dan Kepemimpinan Berbasis Kinerja di Papua
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK)
Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada

MODUL DASAR 4
Konsepsi Sistem Pembiayaan, Akun Kesehatan, dan
Pemerataan Pelayanan Kesehatan

Program Pengembangan Kapasitas Manajemen


dan Kepemimpinan Berbasis Kinerja di Papua

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK)


Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada

Ringkasan Modul Dasar


A. Deskripsi singkat
Modul ini membahas mengenai konsep pembiayaan dan
pemerataan pelayanan kesehatan. Kebijakan pembiayaan kesehatan
tahun 2000-2007 telah berhasil memperbaiki pemerataan sosial
ekonomi. Sebelum krisis, rumah sakit pemerintah maupun swasta
cenderung digunakan oleh kalangan masyarakat mampu. Sebagian
besar masyarakat miskin, belum atau bahkan tidak memanfaatkan
fasilitas pelayanan kesehatan dikarenakan oleh keterbatasan sumber
daya. Dapat disimpulkan bahwa berbagai kebijakan Jaminan
pendanaan seperti Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan dan
Askeskin berhasil mengurangi hambatan bagi masyarakat miskin untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan rumah sakit maupun fasilitas
kesehatan non-rumah sakit lainnya. Adanya program perlindungan
kesehatan bagi masyarakat (ASKESKIN, JAMKESMAS), mempunyai arah
positif menuju semakin terlindunginya kaum miskin dan kaum rentanmiskin terhadap katastropik akibat pengeluaran kesehatan tanpa
membedakan gender. Tetapi secara umum pembiayaan kesehatan
masih terpusat di daerah urban dan belum adanya pembiayaan
kesehatan yang lebih untuk daerah terpencil.
Akan tetapi data tentang akses dan kualitas pelayanan dasar
(puskesmas) dan pelayanan rujukan (rumah sakit) serta pemerataan
sumber daya manusia, masih menunjukkan gejala ketidak merataan
secara horizontal. Jumlah rumah sakit dan dokter tidak terdistribusi
secara merata di berbagai daerah dan kualitas pelayanan juga masih
berbeda-beda sesuai dengan letak geografis daerah masing-masing
yang sulit dijangkau. Keadaan ini perlu dipelajari oleh para pemimpin di
sektor kesehatan. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten dan Propinsi
perlu untuk memahami bagaimana teori equity berjalan di daerahnya,
sesuai dengan harapan permenkes 971 th 2009, tentang Standar
Kompetensi Pejabat Struktural Kesehatan., untuk meningkatkan
Kompetensi para pejabat structural mulai dari Dinas Kesehatan Propinsi
dan Kebupaten/Kota, Kepala Bidang di Dinas Kesehatan Propinsi dan
3 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar


Kabupeten/Kota, Rumah Sakit, Pimpinan Puskesmas dan Unit Pelaksana
Teknis lainnya.
B. Tujuan pembelajaran
a.

Tujuan pembelajaran umum

Setelah selesai proses pembelajaran, Peserta diharapkan


mampu memahmi berbagai masalah kesehatan yang terkait dengan
pembiayaan dan pemerataan (equity) pelayanan kesehatan.
Kompetensi yang diharapkan adalah kemampuan menggunakan data
sosial ekonomi dan manajemen kesehatan sebagai bukti dasar bagi
pengambilan kebijakan kesehatan.
b. Tujuan pembelajaran khusus
Setelah Peserta mengikuti pembelajaran ini, Peserta mampu:
a) Menjelaskan berbagai system pembiayaan untuk mencapai
equity dan universal coverage

PML Papua | 4

Bagi Kepala Dinas Kesehatan Propinsi diharapkan


mampu untuk membuat kebijakan system pembiayaan
kesehatan di tingkat propinsi dalam rangka pemberian
layanan kesehatan kepada masyarakat dengan asas
berkeadilan di kabupaten/kota dalam lingkup wilayah
kerjanya (Propinsi). Untuk dapat menunjang system
pembiayaan kesehatan nasional dalam rangka
pencapaian target Universal Coverage, serta mempu
menjadi mediator dan fasilitator program pemerintah
pusat (JAMKESMAS dan JAMPERSAL)
Bagi Kepala Bidang mampu untuk menggunakan data
statistik, ekonomi, demografi, keuangan, pembiayaan,
dan kependudukan sebagai acuan penerapan rencana
bentuk system pembiayaan jaminan dan pembiayaan
kesehatan yang menganut asas pemerataan dan

Ringkasan Modul Dasar

berkeadil berdasarkan skala prioritas dan kebutuhan,


efisiensi dan efektifitas
Bagi Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten diharapkan
mampu untuk membuat kebijakan betuk system
pembiayaan kesehatan di tingkat kabupaten/kota
dengan berasaskan equity (keadilan) dengan
memprioritaskan kegiatan kepada pelayanan ke
masyarakat yang benar benar membutuhkan.
Bagi Kepala Bidang Dinas Kesehatan Kabupaten
mampu untuk menggunakan data statistik, ekonomi,
demografi, keuangan, pembiayaan dan kependudukan
local/setempat sebagai acuan pembuatan rencana
system pembiayaan kesehatan kabupaten/kota secara
adil berdasarkan skala prioritas dan kebutuhan serta
efisiensi dan efektif.
Bagi Pimpinan Puskesmas diharapkan mampu
menjalankan fungsi pelayanan kesehatan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan oleh dinas
kesehatan kabupaten/kota atau propinsi dengan
menggunakan asas pemerataan dan berkeadilan.

b) Menjelaskan health account untuk alokasi biaya kesehatan


yang efektif dan efisien

Bagi Kepala Dinas Kesehatan Propinsi diharapkan


mampu untuk menjalankan kebijakan alokasi
kesehatan di tingkat propinsi dengan memposisikan
sebagai agen pembiayaan kesehatan yang efektif dan
efisien bagi dana-dana yang berasal; dari pusat (fungsi
dekonsentrasi dan tugas pembantuan) maupun dari
propinsi sendiri. Serta mempu menjadi mediator dan
fasilitator
program
pemerintah
pusat
(asas
dekonsentrasi dan tugas pembantuan)
Bagi Kepala Bidang mampu untuk menggunakan data
anggaran, keuangan dan pembiayaan sebagai acuan
5 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar

c)

rencana kegiatan, alokasi anggaran kerja dan


pembiayaan kesehatan secara efektif dan efisien
Bagi Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten diharapkan
mampu untuk membuat kebijakan anggaran kesehatan
di tingkat kabupaten/kota dengan melihat alur
pendanaan kesehatan yang ada.
Bagi Kepala Bidang Dinas Kesehatan Kabupaten
mampu untuk menggunakan data ekonomi, keuangan,
dan alur pembiayaan lokal/setempat sebagai acuan
pembuatan rencana alokasi anggaran kerja dan
program kesehatan kabupaten/kota secara efektif dan
efisien berdasarkan skala prioritas dan kebutuhan
Bagi Pimpinan Puskesmas diharapkan mampu
menjalankan fungsi pelayanan kesehatan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan oleh dinas
kesehatan kabupaten/kota atau propinsi dengan
menggunakan efisiensi anggaran. Serta mampu untuk
menjadi implikator program dari berbagai macam
sumber pendanaan

Menjelaskan konsep equity dalam kebijakan kesehatan

PML Papua | 6

Bagi Kepala Dinas Kesehatan Propinsi diharapkan


mampu untuk membuat kebijakan kesehatan di tingkat
propinsi dalam rangka keadilan alokasi anggaran di
kabupaten/kota lingkup wilayah kerjanya. Serta
mempu menjadi mediator dan fasilitator program
pemerintah pusat (asas dekonsentrasi dan tugas
pembantuan)
Bagi Kepala Bidang mampu untuk menggunakan data
statistik, ekonomi, demografi, dan kependudukan
sebagai acuan penerapan rencana kegiatan serta
pemerataan alokasi anggaran kerja dan program
kesehatan propinsi secara adil berdasarkan skala
prioritas dan kebutuhan

Ringkasan Modul Dasar

Bagi Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten diharapkan


mampu untuk membuat kebijakan kesehatan di tingkat
kabupaten/kota dengan berasaskan equity (keadilan)
Bagi Kepala Bidang Dinas Kesehatan Kabupaten
mampu untuk menggunakan data statistik, ekonomi,
demografi, dan kependudukan local/setempat sebagai
acuan pembuatan rencana kegiatan serta pemerataan
alokasi anggaran kerja dan program kesehatan
kabupaten/kota secara adil berdasarkan skala prioritas
dan kebutuhan
Bagi Pimpinan Puskesmas diharapkan mampu
menjalankan fungsi pelayanan kesehatan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan oleh dinas
kesehatan kabupaten/kota atau propinsi dengan
menggunakan asas pemerataan dan berkeadilan.

C. Pokok bahasan dan Sub-pokok bahasan


a) Pembiayaan kesehatan
b) Asuransi Kesehatan, jaminan kesehatan,
jaminan sosial nasional
c) Pemerataan pelayanan kesehatan

dan

sistem

D. Uraian Materi
a.

Pembiayaan kesehatan

Biaya kesehatan merupakan besarnya dana yang harus


disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai
upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok
dan masyarakat (Azrul A, 1996).
Adanya sektor pemerintah dan sektor swasta dalam
penyelenggaraan kesehatan sangat mempengaruhi perhitungan total
biaya kesehatan suatu negara. Total biaya dari sektor pemerintah tidak
dihitung dari besarnya dana yang dikeluarkan oleh pemakai jasa, tapi
7 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar


dari besarnya dana yang dikeluarkan oleh pemerintah (expense) untuk
penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
Sumber pembiayaan kesehatan secara garis besar dapat dibagi
menjadi sumber dari pemerintah dan sumber swasta. Tabel di bawah
adalah daftar berbagai sumber dana berdasarkan jenisnya:

Sumber Dana Pemerintah

Sumber Dana Swasta

Dana Dekonsentrasi

Dana Masyarakat

Dana Tugas Pembantuan

Dana hibah

Program Bina Gizi dan Kesehatan


Ibu dan Anak
Program Pengendalian Penyakit
& Penyehatan Lingkungan
Bantuan Operasional Kesehatan

Dana Alokasi Umum

Dana Lembaga Swadaya


Masyarakat

Dana Alokasi Khusus

Dana Perusahaan
(corporate social

responsibility)
Dana Otonomi Khusus

Dana Bantuan Luar Negeri

Masing-masing dana di atas memiliki penggunaan dan aturan


yang berbeda. Misalnya, Dana Alokasi Khusus diarahkan untuk kegiatan
pemenuhan sarana, prasara dan peralatan bagi puskesmas dan
jaringannya. Sementara Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana
perimbangan yang dialokasikan untuk program, seperti pelatihan untuk
kesehatan.
Alokasi masing-masing dana juga berbeda, seperti DAU
ditetapkan berdasarkan fiscal gap atau celah fiskal yang dibutuhkan
PML Papua | 8

Ringkasan Modul Dasar


suatu daerah untuk membiayai semua pengeluaran daerah dalam
rangka penyediaan pelayanan publik. Daerah yang memiliki
kemampuan fiskal tinggi, bisa jadi tidak mendapatkan DAU sama sekali.
Perencana kesehatan di kabupaten/kota perlu memahami cara
penggunaan dan batasan-batasan setiap sumber dana kesehatan.
Detail penggunaan masing-masing sumber dana serta contoh kasus
dapat dipelajari lebih lanjut dalam modul lengkap.
b. Asuransi Kesehatan, jaminan kesehatan, dan sistem jaminan sosial
nasional
Pembiayaan kesehatan juga dapat terdiri dari berbagai asuransi
atau jaminan kesehatan. Asuransi dan jaminan kesehatan ini memiliki
berbagai bentuk dan pengertian.
Dalam perencanaan kesehatan, diperlukan pemahaman
mengenai berbagai bentuk asuransi serta sistem jaminan yang berlaku
di Indonesia. Karena juga akan mempengaruhi pembiayaan dan
perencanaan program-program kesehatan di tingkat kabupaten dan
kota.
Asuransi Kesehatan: adalah salah satu bentuk pengendalian
resiko yang dilakukan dengan cara mengalihkan atau transfer resiko
dari satu pihak kepada pihak lain dalam hal ini adalah perusahaan
asuransi.
Sistem asuransi kesehatan dapat berupa biaya kesehatan yang
ditanggung negara (state-funded system) atau juga berdasar
penghasilan yang didapat melalui pajak (tax-based system). Indonesia
sendiri mengambil bentuk community-based health insurance, di mana
kelompok masyarakat mengumpulkan iuran asuransi kesehatan sendiri
secara sukarela. Sistem ini memberikan proteksi finansial kepada mereka
yang tidak mempunyai akses lain ke pelayanan kesehatan. Walaupun
demikian, kebanyakan community based health insurance preminya
dan benefitnya kecil dan seringkali tidak bisa bertahan.
9 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar


Contoh dari Asuransi Sukarela adalah:

c.

Asuransi Kesehatan Swasta di PT ASKES


Asuransi Kesehatan di PT Prudential
Asuransi Kesehatan di Sinar Mas
Asuransi Kesehatan di BNI Life

Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS)

Jaminan kesehatan masyarakat adalah jaminan perlindungan


untuk pelayanan kesehatan secara menyeluruh (komprehensif)
mencakup pelayanan promotif, preventif serta kuratif dan rehabilitatif
yang diberikan secara berjenjang bagi masyarkat atau peserta yang
iurannya dibayar oleh Pemerintah.
Tujuan Penyelenggaraan JAMKESMAS, secara umum adalah
untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap
seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat
kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien, dengan
tujuan khususnya yaitu:

Meningkatnya cakupan masyarakat miskin dan tidak


mampu yang mendapat pelayanan kesehatan di
Puskesmas serta jaringannya dan di Rumah Sakit
Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan bagi
masyarakat miskin, dan;
Terselengaranya
pengelolaan
keuangan
yang
transparan dan akuntabel

d. Jaminan Persalinan (JAMPERSAL)


Jaminan persalinan merupakan jaminan pembiayaan
pelayanan persalinan yang meliputi pemeriksaan kehamilan,
pertolongan persalinan, pelayanan nifas termasuk pelayanan KB pasca
persalinan dan pelayanan bayi baru lahir yang dilakukan oelh tenaga
kesehtaan di fasilitas kesehatan.
PML Papua | 10

Ringkasan Modul Dasar


Pendanaan Jaminan Persalinan merupakan bagian integral dari
pendanaan Jamkesmas, sehingga pengelolaannya pada Tim
Pengelola/Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tidak dilakukan secara
terpisah baik untuk pelayanan tingkat pertama/pelayanan dasar
maupun untuk pelayanan tingkat lanjutan/rujukan.
e.

Sistem Jaminan Sosial Nasional

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem


Jaminan Sosial Nasional (SJSN) ditetapkan dengan pertimbangan
utama untuk memberikan jaminan sosial yang menyeluruh bagi seluruh
rakyat Indonesia. Melalui sistem jaminan sosial nasional setiap orang
memungkinkan untuk mengembangkan dirinya secara utuh sebagai
manusia yang bermartabat. Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN)
sesuai mandatnya dalam UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan
Sosial
Nasional,
melakukan
sinkronisasi
dalam
penyelenggaraan jaminan sosial, termasuk di dalamnya jaminan
kesehatan.
Sistem jaminan sosial nasional dijalankan oleh lembaga yang
dibentuk Undang-Undang. Lembaga ini dikenal dengan Badan
Penyelenggaran Jaminan Sosial. BPJS sendiri didalamnya mengatur
beberapa program Jaminan Sosial diantaranya Kesehatan. Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disingkat
BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan sesuai UndangUndang Nomor 24 Tahun 2011.
f.

Pemerataan pelayanan kesehatan

Pemerataan dalam bidang kesehatan menjadi sangat penting


karena pelayanan jasa dalam kesehatan juga harus didistribusikan
secara adil dan merata. Untuk mencapai kesejahteraan kesehatan
negara, pemerataan kesehatan di setiap populasi dan daerah sangat
penting. Negara yang memiliki kesenjangan tidak akan mencapai
derajat kesehatan yang tinggi (Wilkinson & Pickett, 2011).
11 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar


Margaret Whitehead (1992) menjelaskan dengan detail konsep
dan dasar-dasar pemerataan/equity dalam kesehatan.
Tiga dimensi pemerataan dalam kesehatan dapat dibagi
menjadi:
a) Pemerataan dalam status kesehatan
Status kesehatan dapat berbeda-beda antar daerah dan
antar populasi. Contohnya adalah perbedaan tingkat kematian
maternal antar provinsi. Di Provinsi Yogyakarta, angka kematian
ibu (AKI) adalah 125 kematian per 100.000 kelahiran hidup,
sementara di Provinsi Papua, AKI mencapai angka 362 per
100.000 kelahiran hidup.
b) Pemerataan dalam penyediaan dan penggunaan layanan
kesehatan
Akses dan penggunaan pelayanan kesehatan
merupakan hal penting dalam peningkatan derajat kesehatan.
Dan penggunaan layanan kesehatan sering dijadikan
perbandingan dalam melihat ketimpangan antar populasi.
Masyarakat yang hidup di DKI Jakarta dapat dengan mudah
mengakses layanan kesehatan, dibandingkan dengan
masyarakat yang hidup di Provinsi NTT misalnya.
Tersebarnya
penduduk
di
Indonesia,
serta
keberanekaragaman sosial ekonomi budaya masyarakat,
menyebabkan diperlukannya pemerataan akses pelayanan,
tersedianya sarana-prasarana serta jumlah tenaga kesehatan
yang sesuai dengan kebutuhan setempat/lokal.
c)

Pemerataan
berkeadilan

dalam

pembiayaan

kesehatan

yang

Kebijakan pembiayaan kesehatan beberapa tahun ini


telah berhasil memperbaiki pemerataan sosial ekonomi secara
PML Papua | 12

Ringkasan Modul Dasar


nasional. Sebelum krisis, rumah sakit pemerintah maupun
swasta cenderung digunakan oleh kalangan masyarakat
mampu. Sebagian besar masyarakat miskin, belum atau
bahkan tidak memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan
dikarenakan oleh keterbatasan sumber daya. Dapat disimpulkan
bahwa berbagai kebijakan Jaminan pendanaan seperti Jaring
Pengaman Sosial Bidang Kesehatan dan Askeskin berhasil
mengurangi hambatan bagi masyarakat miskin untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan rumah sakit maupun
fasilitas kesehatan non-rumah sakit lainnya. Adanya program
perlindungan
kesehatan
bagi
masyarakat
(ASKESKIN,
JAMKESMAS, dsb), mempunyai arah positif menuju semakin
terlindunginya kaum miskin dan kaum rentan-miskin terhadap
katastropik akibat pengeluaran kesehatan.
Namun, pemerataan akses ke pelayanan kesehatan
dasar masih membutuhkan usaha lebih lanjut, termasuk
peningkatan akses finansial kepada masyarakat tidak mampu.
Konsep Elemen-elemen Pemerataan dalam Pelayanan Kesehatan
Sumber: Bank Dunia, 2012

13 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar


Modul ini menekankan pentingnya identifikasi
kesenjangan
dalam
pelayanan
kesehatan,
sehingga
perencanaan kesehatan dapat menciptakan suatu pemerataan
bagi seluruh masyarakat dalam mengakses pelayanan
kesehatan serta dalam mencapai status kesehatan yang baik.
g. Akun pembiayaan kesehatan
Akun Pembiayaan Kesehatan atau sering disebut sebagai
Health Account adalah suatu cara sistematis, komprehensif dan
pemantauan secara konsisten dari aliran dana/pembiayaan pada sistem
kesehatan di suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu.
Akun Pembiayaan Kesehatan Nasional atau sering disebut
sebagai National Health Account (NHA) adalah suatu cara sistematis,
komprehensif dan pemantauansecara konsisten dari aliran
dana/pembiayaan pada sistem kesehatan di suatu negara. Sistem
Kesehatan yang dimaksud disini adalah segala sesuatu upaya yang
dilakukan dengan maksud utamanya adalah untuk mempromosikan,
meningkatkan dan mempertahankan status kesehatan. NHA
merupakan Input untuk mengarahkan dan meningkatkan kinerja
system pembayarankesehatan. Fokusnya adalah pada dimensi
pembiayaan dari suatu sistem kesehatan, terutama pengeluaran biaya
untuk kesehatan Dimensi analisis dari NHA mencakup: Sumber
pembiayaan (Financing Sources), Badan/Agen pembiayaan (Financing
Agents), Pemberi pelayanan (Providers), Fungsi pelayanan kesehatan
(Functions), Siapa yang menerima manfaat ( baik dari sisi demografis,
berbagai tingkatan social ekonomi dan berbagai tingkatan status
kesehatan, serta kewilayahan).
Fungsi utama pengorganisasian dan pelembagaan dari akun
pembiayaan ini adalah untuk:

PML Papua | 14

Pengumpulan data keuangan dan


kesehatan dari berbagai macam sumber

pembiayaan

Ringkasan Modul Dasar

Manajemen data keuangan terkait dengan pelayanan


kesehatan
Bank Data untuk pembiayaan kesehatan
Analisis Output sebagai dasar pengambilan keputusan
Diseminasi hasil/output NHA untuk pengambilan
kebijakan pembiayaan kesehatan.

Akun pembiayaan kesehatan dan reformasi pembiayaan sektor


kesehatan difokuskan pada proses evaluasi penganggaran dan alokasi
pembiayaan kesehatan, dampak desentralisasi fiskal terhadap
pembiayaan kesehatan nasional dan regional, dan pembiayaan
kesehatan yang merata dan berkeadilan untuk seluruh masyarakat.
Kerangka Konsep ; Aliran Dana Umum Dalam Sistem Health Account
Sumber: Laporan NHA 2002, PMPK FK-UGM

District Health Account merupakan suatu cara sistematis,


komprehensif dan pemantauan secara konsisten dari aliran
dana/pembiayaan pada sistem kesehatan di suatu wilayah
kabupaten/kotaatau provinsi.
District Health Account atau akun pembiayaan kesehatan
daerah dilakukan untuk menunjang sistem pembiayaan kesehatan di
tingkat kabupaten. Secara khusus metode ini berguna untuk:
15 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar

Mengetahui situasi pembiayaan secara menyeluruh


dalam konteks aliran dana dari sumber sampai dengan
penggunaan, konsep satu wilayah dan dalam waktu
tertentu
Menyusun kebijakan pembiayaan kesehatan daerah
Menyusun anggaran tahunan kesehatan pemerintah
daerah
Membandingkan pembiayaan antar lintas sumber
pendanaan yang kemudian dikaitkan dengan kinerja
pembangunan kesehatan
DHA berguna sebagai input penyusunan PHA
(Provinsi) dan NHA (Nasional)

Pertanyaannya adalah seberapa penting Health Account


itu?Permasalahan yang muncul dalam pembuatan Health Account di
Indonesia yaitu;

Terkendala pada terbatasnya data yang dikumpulkan


baik ditingkat pusat maupun di tingkat daerah.
SDM yang khusus menangani pembuatan Health
Account masih terbatas dan tidak maksimal dalam
pengerjaan karena beberapa kendala.
Pelatihan
dan
pendampingan
dalam
proses
pembuatan Health Account masih belum maksimal
dengan SDM yang terbatas.
Pembuatan Health Account masih terbatas pada
kegiatan terbatas belum pada tingkat implementasi
secara rutin setiap tahun. Beberapa kendala di atas
menggambarkan bagaimana sulitnya membuat Health
Account.

Dengan adanya konsep Akun Kesehatan ini; dinas kesehatan


dan puskesmas akan mampu untuk mengidentifikasi aliran dana yang
ada di seluruh kegiatan kesehatan. Sehingga terjadi efiensi dan
PML Papua | 16

Ringkasan Modul Dasar


efektifitas biaya untuk menghasilkan program kesehatan yang
berdampak tinggi, akuntabel dan berkelanjutan.
E.

Rujukan

a.

Berbagai Sistem Pembiayaan untuk mencapai Equity dan Universal


Coverage

Arifianto A, Marianti R, Budiyati S, and Tan E.(2005).Making Services


Work for the Poor in Indonesia: A Report on Health Financing
Mechanisms (JPK-Gakin) Scheme in Kabupaten Purbalingga,
East Sumba, and Tabanan. Indonesia: The SMERU Research
Institute and The World Bank. www.smeru.or.id
Saltman R. B., Busse R, and.Figueras J.(2004).Social health insurance
systems in western Europe. World Health Organization (WHO).
New York, USA: Open University Press. www.openup.co.uk
National Endowment for Financial Education.(2006).Understanding
Private Health Insurance.First in the Series MANAGING
MEDICAL BILLS Strategies for Navigating the Health Care
System.Grant
Project
number
004-04-2004.
www.healthinsuranceinfo.net
b. Health Account untuk Alokasi Biaya Kesehatan yang Efektif dan
Efisien
WHO, Guide to producing National Health Account, Canada, 2004
WHO, Guidelines For Producing Reproductive Health Subaccount
Within The NHA Framework, 2005
WHO, Guide to Producing District Health Accounts, 2007 WHO,
Guidelines For Producing Malaria Subaccount Within The NHA
Framework, 2007
WHO, National Health Account Regional Report, New Delhi, 2007
WHO, Indonesia National Health Account Matriks Report, 2008
17 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar


Bappenas, FKM UI, Kajian National Heath Account Indonesia 2002
2007, Jakarta, 2008
c.

Konsep equity dan kebijakan kesehatan

ODonnell, Van Dorslaer, et.al, 2008, Analyzing Health Equity Using


Household Survey Data: A Guide to Techniques and Their
Implementation, WorldBank, Washington.
ODonnell, Van Dorslaer, et.al, 2006, Effect of Payments for Health Care
on Poverty; Estimates In 11 Countries, The Lancet.
ODonnell, Van Dorslaer, et.al, 2007, The Incidence of Public Spending
on Health Care; Comparative Studies among Asia Pacific
Countries, World Bank Economic Review.
ODonnell, Van Dorslaer, et.al, 2008, Who Pays for Health Care in Asia
Pacific, Journal of Health Economics.
ODonnell, Van Dorslaer, et.al, 2007, Catastrophic Payment For Health
Care in Asia Pacific, Journal of Health Economics.
Ping, Whynes, Sach, 2008, Equity in health care financing: The case of
Malaysia, BioMed Central.
Whitehead, 1991, The Concepts And Principles Of Equity And Health,
Health Promotion International, Great Britain

PML Papua | 18

MODUL DASAR 5
Pemanfaatan
Data
Epidemiologi
dalam
Pengambilan Keputusan dan Manajemen Bencana

Program Pengembangan Kapasitas Manajemen


dan Kepemimpinan Berbasis Kinerja di Papua

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK)


Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada

Ringkasan Modul Dasar


A. Deskripsi singkat
Modul ini tersusun atas dua kelompok 5A, yaitu: Penggunaan
data epidemiologi untuk keputusan, dan 5B: Manajemen Bencana.
Mengapa kedua topik ini dijadikan satu modul? Ada satu persamaan
yaitu penggunaan data epidemiologi yang berupa sistem surveilans
respon dan bencana sama-sama mempunyai unsur ketidakpastian.
Terjadinya kejadian luar biasa (KLB) merupakan sesuatu yang tidak
pasti. Bencana juga merupakan hal yang tidak pasti. Ketidakpastian ini
terkait dengan tersedianya dana yang berupa dana kontingensi.
Penggunaan data epidemiologi untuk pengambilan keputusan
merupakan suatu surveilans penyakit atau faktor risiko. Menurut WHO,
Surveilans merupakan proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan
interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran
informasi kepada unit yang membutuhkan surveilans epidemiologi
untuk dapat mengambil tindakan.
Bencana dapat terjadi kapan saja di hampir semua wilayah
negara Republik Indonesia. Wilayah Kalimantan yang secara teoritis
tidak termasuk daerah rawan bencana alam gempa, ternyata dapat
mengalami bencana alam banjir maupun bencana buatan manusia
(mans made disaster), seperti konflik horizontal yang pernah terjadi
beberapa tahun yang lalu. Definisi bencana berubah dan berkembang
dari waktu ke waktu, tetapi secara umum dapat digambarkan bahwa
bencana adalah suatu kejadian mendadak dengan dampak timbulnya
korban, rusaknya infra struktur dan hilangnya harta benda, baik sebagai
akibat langsung maupun tidak langsung dari bencana tersebut.
Penetapan suatu kejadian sebagai bencana atau bukan tidak dapat
hanya didasarkan atas jumlah korban maupun kerugian materi yang
terjadi, tetapi juga harus dengan kondisi setempat. Modul ini
membahas mengenai pengelolaan bencana sebelum dan saat
terjadinya bencana. Materi dalam modul ini, baik materi penggunaan
data epidemiologi dan materi manajemen bencana adalah materi yang
mendukung kompetensi pejabat struktural kesehatan dalam
kompetensi bidang yang mengisi kompetensi orientasi pada kualitas
21 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar


dan orientasi pada pelayanan, dan juga untuk memenuhi kompetensi
khusus dalam pelatihan yang diamanatkan Permenkes No.971 Tahun
2009.
B. Tujuan pembelajaran
a.

Tujuan pembelajaran umum

Setelah mempelajari Modul 5A dan 5B ini, Peserta akan mampu


memahami penggunaan data epidemiologi untuk pengambilan
keputusan dan manajemen bencana.
b. Tujuan pembelajaran khusus
Setelah Peserta mengikuti pembelajaran ini, Peserta mampu:

Menjelaskan surveilans respon


Menjelaskan aplikasi surveilans di dinas kesehatan
Menjelaskan prinsip bencana
Menjelaskan manajemen bencana
Menjelaskan Hospital Disaster Plan (HDP) dan Regional
Disaster Plan (RDP)
Membuat jejaring untuk penanggulangan bencana

C. Pokok bahasan dan Sub-pokok bahasan


a) Penggunaan
keputusan

data

epidemiologi

dalam

pengambilan

Pokok bahasan 1: Surveilans Respon


Pokok bahasan 2: Aplikasi Surveilans di Dinas
Kesehatan

b) Manajemen bencana

PML Papua | 22

Pokok Bahasan 3: Prinsip-prinsip Bencana


Pokok Bahasan 4: Manajamen Bencana

Ringkasan Modul Dasar

Pokok Bahasan 5: Hospital Disaster Plan (HDP) dan


Regional Disaster Plan (RDP)
Pokok Bahasan 6: Jejaring untuk Penanggulangan
Bencana

D. Uraian Materi
a.

Surveilans Respon
a) Surveilans epidemiologi
Surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan,
analisis dan interpretasi data secara sistematik dan terus
menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang
membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan (WHO, 2004).
Menurut Kepmenkes RI No. 1116 Tahun 2003, untuk
lebih menekankan pada aspek analisisnya surveilans
epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan
terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah
kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya
peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah
kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan
penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses
pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi
epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan
(Depkes RI, 2003).
Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan merupakan
subsistem dari SIKNAS, yang mempunyai fungsi strategis
sebagai intelijen penyakit dan masalah-masalah kesehatan yang
mampu berkontribusi dalam penyediaan data dan informasi
epidemiologi.
Tujuan kegiatan Surveilans epidemiologi adalah
tersedianya data dan informasi epidemiologi sebagai dasar
23 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar


manajemen kesehatan untuk pengambilan keputusan dalam
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi program
kesehatan dan peningkatan kewaspadaan serta respon
kejadian luar biasa yang cepat dan tepat.
b) Ruang lingkup surveilans epidemiologi meliputi:

Surveilans
Epidemiologi
Penyakit
Menular,
merupakan analisis terus menerus dan sistematis
terhadap penyakit menular dan faktor risiko untuk
mendukung upaya pemberantasan penyakit
menular.
Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular,
merupakan analisis terus menerus dan sistematis
terhadap penyakit tidak menular dan faktor risiko
untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit
tidak menular.
Surveilans Epidemiologi Kesehatan Lingkungan
dan Perilaku, merupakan analisis terus menerus
dan sistematis terhadap penyakit dan faktor risiko
untuk
mendukung
program
penyehatan
lingkungnan.
Surveilans Epidemiologi Masalah Kesehatan,
merupakan analisis terus menerus dan sistematis
terhadap masalah kesehatan dan faktor risiko
untuk mendukung program-program kesehatan
tertentu.
Surveilans
Epidemiologi
Kesehatan
Matra,
merupakan analisis terus menerus dan sistematis
terhadap masalah kesehatan dan faktor risiko
untuk upaya mendukung program kesehatan
matra.

Aktifitas penting dalam Surveilans yang harus selalu

sustainable adalah:
PML Papua | 24

Ringkasan Modul Dasar

c)

Proses pengumpulan data epidemiologi secara


sistematis sebagai aktifitas rutin
Pengolahan dan analisa serta interpretasi data agar
menghasilkan informasi epidemiolog
Penggunanan
informasi
untuk
menentuan
tindakan perbaikan yang perlu dilakukan atau
peningkatan program dalam penyelesaian masalah

Surveilans Respon

Surveilans respon merupakan suatu reformasi


mendasar dalam menghadapi tantangan meningkatnya
penyakit infeksi, apakah itu penyakit infeksi baru atau penyakit
infeksi lama yang muncul kembali. Dalam awal era kesehatan
masyarakat modern (1940-1960), terminologi surveilans
adalah penerapan pengumpulan data, analisa, interpretasi data
dan diseminasi data kepada mereka yang memerlukan.
Kemudian perkembangan surveilans menjadi pengumpulan
data secara sistematis, terus menerus, analisis dan interpretasi
data untuk dipergunakan dalam perencanaan, implementasi
dan evaluasi upaya kesehatan masyarakat.

25 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar


Kerangka Konsep Surveilans-respons (WHO, 2004)

Menurut WHO (2004) ada 4 fungsi yang harus


dipenuhi dalam penyelenggaraan surveilans respons yang baik
yaitu:

Fungsi pokok surveilanskegiatan utama yaitu:


o Deteksi kasus

respons

meliputi

Merupakan langkah pertama dalam sistem


surveilans respon, deteksi kasus umumnya
dilaksanakan di tingkat pelayanan kesehatan.
Didaerah bencana, deteksi kasus dapat dilakukan di
PML Papua | 26

Ringkasan Modul Dasar


pos
kesehatan,
puskesmas,
pengungsi dan rumah sakit.

penampungan

o Registrasi
Registrasi yang baik akan merekam semua
data kasus termasuk kasus yang ternyata tidak
konfirmasi baik secara epidemiologi maupun secara
laboratories.
Registrasi pada saat bencana terutama
menyangkut registrasi penyakit dan registrasi status
gizi
o Konfirmasi (epidemiologi dan laboratorium)
Konfirmasi
dapat
melalui
kriteria
epidemiologi dan hasil tes laboratorium. Konfirmasi
epidemiology umumnya diperoleh dari hasil
penyelidikan kasus di lapangan. Hasil tes
laboratorium akan membantu dalam penegakan
diagnosis.
o Pelaporan
Pelaporan merupakan upaya untuk
menggerakkan data yang sudah dikumpulkan dari
tingkat yang paling rendah dalam sistem kesehatan
ke tingkat yang lebih tinggi.
Format pelaporan umumnya sudah
ditetapkan misal Register Harian Penyakit pada
Korban Bencana, Laporan Mingguan Penyakit
Korban Bencana, dll.

27 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar


o Analisis
Analisis harus dilaksanakan secepat
mungkin
untuk
menghindari
penundaan
pelaksanaan intervensi yang tepat akurat. Hasil
analisis harus berupa informasi epidemiologis yang
dapat digunakan sebagai dasar tindakan kesehatan
masyarakat.
o Umpan balik
Umpan balik merupakan arus informasi
dan pesan kepada tingkat yang rendah dari tingkat
yang lebih tinggi. Selain itu dalam era teknologi
informasi umpan balik dapat dalam bentuk buletin
elektronik yang dapat disampaikan kepada lintas
sektor
dan
para
pemangku
kepentingan
(stakeholder) sehingga dapat berkontribusi dalam
respons kesehatan masyarakat.
o Respons segera
Keluaran dari proses pengumpulan data
sampai dengan interpretasi data dalam bentuk
informasi epidemiologi tidak dapat dipisahkan
dengan respons kesehatan masyarakat.
Respons segera bersifat langsung, reaktif
dan umumnya termasuk dalam tindakan kesehatan
masyarakat yaitu penyelidikan epidemiologi,
pelacakan kontak penderita dan tindakan
penanggulangan untuk mencegah penularan
penyakit.

PML Papua | 28

Ringkasan Modul Dasar


o Respons terencana
Respons terencana merupakan respons
yang direncanakan dalam periode waktu tahunan,
lima tahunan termasuk perencanaan tindakan dan
penganggaran yang diperlukan. Keterlibatan lintas
sektor dan stakeholder sangat menentukan dalam
respons terencana ini.
Respons segera dan respons terencana
harus dimonitor dan dievaluasi, hasilnya dapat
dipergunakan
untuk
modifikasi
tindakan
pemberantasan dan upaya pencegahan juga untuk
petunjuk modifikasi sistem surveilans yang lebih
baik.
Surveilans respons harus disertai dengan
keputusan sebagai respons dari informasi epidemiologi
hasil dari interpretasi data yang sudah dikumpulkan. Tanpa
respons yang cepat tepat dan akurat, sebaik apapun sistem
surveilans tidak akan bermanfaat untuk menyelesaikan
masalah kesehatan masyarakat.
o Fungsi pendukung
Surveilans respons harus di dukung
dengan: Perumusan Protap & Petunjuk, pelatihan,
supervisi, komunikasi, pengadaan sumberdaya,
koordinasi.
o Mutu surveilans respons
Untuk menjamin mutu surveilans respons
maka kegiatannya harus terus menerus, lengkap,
sederhana, fleksibel dan hasilnya dapat diterima
sebagai informasi kesehatan untuk pengambilan
keputusan
29 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar


o Struktur surveilans respons
Penyelenggaraan surveilans harus sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku termasuk peraturan perundang-undangan
internasional. Struktur penyelenggaraan surveilans
respons harus ada, berdasarkan Kepmenkes RI No.
1116 Tahun 2003 setiap instansi kesehatan
pemerintah, instansi kesehatan propinsi, instansi
kesehatan kabupaten/kota dan lembaga kesehatan
masyarakat dan swasta wajib menyelenggarakan
surveilans epidemiologi, baik secara fungsional
atau struktural, dilengkapi dengan jejaring yang
jelas pula.
b. Manajemen bencana
Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap kejadian
bencana baik bencana alam maupun akibat ulah manusia (man made
disaster). Kejadian bencana gempa bumi berkaitan erat dengan posisi
geografis Indonesia. Indonesia berada pada posisi pertemuan tiga
lempeng/permukaan bumi raksasa yaitu lempeng Eurasia, lempeng
IndoAustralia dan lempeng Samudera Pasifik serta satu lempeng
Filipina. Ditambah dengan kondisi Indonesia yang merupakan negara
kepulauan yang dilalui jalur cincin gunung api dunia, dan sebagian
besar gunung berapi di indonesia yang berada dalam jalur tersebut
masih aktif . Kondisi ini menyebabkan Indonesia rawan terhadap erupsi
gunung berapi dan juga berpotensi memicu gempa bumi. Keadaan
ini yang disebut bencana akibat alam.Bencana akibat ulah manusia
yang sering terjadi adalah bencana transportasi (kecelakaan pesawat
terbang, kapal laut, kereta api dan lain-lain) dan bencana industri yang
sering dikenal menimbulkan masalah adalah bencana kimia. Bencana
kompleks yang biasanya terjadi sering sebagai akibat konflik baik karena
permasalahan politik, agama, etnik, masalah ekonomi dan sosial.

PML Papua | 30

Ringkasan Modul Dasar


Bencana yang terjadi seringkali mengakibatkan banyaknya
korban yang meninggal maupun luka ringan sampai berat, rusaknya
infrastruktur dan banyaknya jumlah pengungsian.
a) Prinsip bencana

Located on 4 moving tectonic plates


(5 Earthquakes / day > 5 RS)
and
Pacific ring of fire with more than

Definisi bencana menurut UU No.24/2007 adalah


peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau non-alam maupun
faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis.

31 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar


b) Manajemen resiko
Bencana terjadi karena ada pemicu dan setiap bencana
berpotensi menimbulkan kekacauan. Ada 4 komponen yang
mempengaruhi bencana yaitu, Bahaya/ancaman (Hazard)
adalah keadaan yang dapat berpotensi menyebabkan korban
jiwa
atau
kerusakan
benda/lingkungan,
Kerentanan
(Vulnerebility) adalah kondisi atau area geografis yang akan
terganggu oleh dampak bahaya tertentu, dekat dengan daerah
rawan bencana, Kapasitas (Capasity) adalah kekuatan dan
potensi yang dimiliki oleh perorangan, keluarga dan
masyarakat yang membuat mereka mampu mencegah,
mengurangi, siap siaga, menanggapi dengan cepat atau segera
pulih dari suatu kedaruratan dan bencana, Resiko (Risk) adalah
besarnya kerugian atau kemungkinan terjadi korban manusia,
kerusakan dan kerugian ekonomi yang disebabkan oleh
bahaya teretentu disuatu daerah pada suatu waktu tertentu.
Perhitungkan resiko bencana :

PML Papua | 32

Bahaya apa yang ada didaerah masing-masing


(Hazard)
Bagaimana wilayah sekitar rawan bencana
(kerentanan)
Persiapan apa yang sudah dimiliki daerah (
kapasitas)
Resiko bahaya dan kerugian akan sangat kecil jika
daerah sudah memiliki persiapan yang cukup
tinggi (resiko)

Ringkasan Modul Dasar

Kapasitas

Hazard

kerentanan

Hazard x Kerentanan
Risiko =

----------------------------Kapasitas

c)

Gambar 2. Menghitung Risiko


Penanggulangan bencana

UU No. 24/2007 mendefinisikan penaggulangan


bencana atau disaster management sebagai serangkaian upaya
yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang
berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana,
tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi. Kompetensi
menurut Permenkes 971 tahun 2000 adalah mampu mengelola
penanggulangan bencana
Ada 3 fase dalam siklus bencana:
a.

Sebelum bencana:
o Mitigasi: serangkaian usaha untuk mengurangi
risiko bencana, melalui pembangunan fisik dan
33 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar

o
o
o

penyadaran serta peningkatan kemampuan


menghadapi ancama bencana. Bentuk mitigasi:
Struktural: membuat checkdam, bendungan,
tanggul sungai, rumah tahan gempa
Non-struktural:
perundang-undangan,
pelatihan, dan lain-lain.
Kesiapsiagaan: serangkaian kegiatan yang
terorganisasi, tepat guna, dan berdaya guna
untuk mengantisipasi bencana yang akan
datang. Misal: penyiapan lokasi evakuasi,
rencana
kontijensi,
dan
sosialisasi
peraturan/edoman penanggulangan bencana.
Peringatan dini: upaya untuk memberikan
tanda peringatan bahwa bencana mungkin
akan segera terjadi. Pemberian peringatan dini
harus menjangkau masyarakat (accessible),
segera
(immediate),
tegas
dan
tidak
membingungkan (coherent), dan bersifat resmi
(official).

b. Saat bencana:
Tanggap darurat: penyelamatan dan evakuasi
korban dan harta benda, jika memungkinkan,
pemenuhan
kebutuhan
dasar,
perlindungan,
pengurusan pengungsi, dan penyelamatan serta
pemulihan prasarana dan sarana
c.

Setelah bencana:

Pemulihan atau recovery: upaya yang


dilakukan seperti memperbaiki atau rekonstruksi
prasarana dan sarana dari pelayanan dasar, seperti:
jalan, listrik, air bersih, pasar, puskesmas, dan lain-lain.

PML Papua | 34

Ringkasan Modul Dasar

Gambar 3. Siklus Bencana


d) Kegiatan-kegiatan Manajemen Bencana
Kegiatan-kegiatan manajemen bencana meliputi:

a. Pencegahan (prevention)
b. Mitigasi (Mitigation)

Sebelum bencana

c. Kesiapan (preparedness)
d. Peringatan dini (early warning)
e. Tanggap darurat (response)
f. Bantuan darurat (relief)

Saat bencana

g. Pemulihan (recovery)
h. Rehabilitasi (rehabilitation)

Sesudah bencana

i. Rekonstruksi (reconstruction)

35 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar


e) Rencana Penanggulangan Bencana di Rumah Sakit atau
Hospital Disaster Plan (HDP)
Banyaknya korban yang membanjiri Rumah Sakit saat
terjadi bencana harus dapat diantisipasi oleh pihak Rumah
Sakit, sehingga Rumah Sakit sebagai tempat rujukan bagi
korban bencana harus mampu menjadi tempat yang aman dan
layak untuk para pasien. Kita mengetahui bahwa dalam setiap
bencana akan selalu terjadi kekacauan (chaos). Dengan adanya
HDP maka kekacauan akan dapat diusahakan waktunya
sesingkat mungkin, sehingga mortalitas dan morbiditas dapat
ditekan seminimal mungkin.
Konsep dasar HDP dan yang perlu diperhitungkan
dalam bencana adalah dengan penderita yang begitu banyak
diperlukan persiapan dan respon yang lebih intensif juga
menyeluruh serta Rumah Sakit harus dapat melindungi semua
pasien, karyawan, dan tim penolong.
Proses penyusunan HDP diawali dengan mengenal
bahaya yang mungkin terjadi di Rumah Sakit , dan untuk itu
perlu dibentuk suatu struktur organisasi tim penanggulangan di
Rumah Sakit. Tim penyusun HDP adalah merupakan gabungan
dari unsur pimpinan, minimal kepala bidanag/ instalasi,unsur
pelayanan gawat darurat (kepala UGD), unsur rumah tangga,
unsur paramedis,dan unsur lainnya yang dipandang perlu.
Keberhasilan menangani situasi kritis pada masa bencana
tergantung pada persiapan yang dilakukan pada masa prabencana. Prosedur disiapkan berdasarkan ancaman yang
potensial maupun pernah terjadi. Masalah pembiayaan supaya
dianggap sebagai investasi yang berdasar pada pengalaman,
sudah terbukti bermanfaat.

PML Papua | 36

Ringkasan Modul Dasar


f)

Rencana Penanggulangan Bencana di


Regional Disaster Plan (RDP)

Daerah atau

Penanggulangan Bencana sebaiknya bertumpu pada


kemampuan lokal (local resiliencies), oleh karena pada saat
awal terjadinya bencana hanya kemampuan lokal inilah yang
selalu ada. Pertolongan dari luar umumya baru bisa tiba setelah
12 hari, bahkan dalam keadaan ekstrem, bisa sampai satu
minggu. Sesuai dengan sistim pemerintahan di Indonesia saat
ini, maka yang dimaksud dengan lokal adalah wilayah
kabupaten yang merupakan unit terdepan dalam sistim
otonomi daerah. Pada penanggulangan bencana, sektor
kesehatan hanya merupakan satu diantara sektor-sektor lain
yang harus ditangani, namun demikian sektor ini merupakan
sektor yang vital karena menyangkut langsung hidup dan
kehidupan manusia.
Prosedur
Penanggulangan
Bencana
adalah
serangkaian prosedur yang sudah disiapkan sebelumnya, untuk
dilakukan bila terjadi bencana. Daerah harus bisa memetakan
kerawanan bencana yang ada, sehingga suatu rencana akan
dapat dijalankan. Rencana penanggulangan bencana didaerah
juga harus sesuai dengan kapasitas dan kompetensi, dilatihkan,
di evaluasi, dan diperbaiki secara periodik. Regional Disaster
Plan (RDP) merupakan gabungan dari Disaster Plan dari
berbagai sektor/pembentukan tim-tim di suatu wilayah melalui
suatu pelatihan agar mampu menyusun disaster plan yang
kemudian dapat diterapkan, oleh karena itu Disaster Plan di
sektor kesehatan harus merupakan bagian integral dari suatu
Disaster Plan regional.
Metode yang sering digunakan dalam pelatihan
Penanggulangan bencana adalah model workshop dan
inHouse Training. Dalam workshop dilakukan table top exercise
sebagai suatu cara pembelajaran. Dalam table top exercise
yang disiapkan secara sistematik dan berdasar peristiwa dan
37 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar


kondisi nyata suatu bencana, para peserta diminta
menghadirkan pengalaman atau pengetahuannya untuk
dibahas dimeja workshop. Pembahasan diharapkan dapat
menjawab pertanyaan-pertanyaan melalui proses yang
kemudian dihayati oleh peserta dan dapat diterapkan di
wilayah masing-masing. In house training dilakukan langsung
ke daerahnya masing-masing, agar peserta dapat langsung
melihat kondisi daerahnya. Selain itu peserta juga memahami
dalam mengenal bahaya dan ancaman apa yang ada di
daerahnya masing-masing. Sehingga disaster plan yang akan
disusun sesuai dengan keadaan daerahnya.
Harapannya dilakukan pelatihan agar daerah mampu
menyusun suatu sistem penanggulangan bencana yang sesuai
dengan situasi di daerah masing-masing dengan melakukan
pemetaan berdasarkan bahaya dan ancaman yang ada. Seperti
juga HDP maka pada proses penyusunan RDP juga perlu
dibentuk lebih dahulu tim penanggulangan bencana
berdasarkan
struktur organisasi yang sudah ada. Tim
penyusunan merupakan gabungan dari unsur pimpinan,
minimal kepala bidang/instalasi, unsur pelayanan gawat
darurat atau kepala UGD, unsur rumah tangga, unsur
paramedis, dan unsur lainnya yang dipandang perlu.
g) Prinsip-prinsip Pengorganisasian
Direktur rumahsakit dan kepala dinas kesehatan
bertanggungjawab untuk mengelola sumber daya yang
dimilikinya,
mengatur
dan
saling
berkoordinasi.
Pengorganisasian yang efektif dan efisien menghasilkan
penanganan korban yang lebih tertata atau order with ini
chaos.
Prinsip pengorganisasian adalah kekacauan memang
tidak dapat dihindari dan selalu akan terjadi terutama pada fase
awal setiap bencana. Namun, pengorganisasian rencana
PML Papua | 38

Ringkasan Modul Dasar


operasional akan berusaha untuk memendekkan fase ini. Dasar
pemikirannya, yaitu:

Rencana pengorganisasian untuk penanganan


bencana harus berdasar pada struktur yang sudah
ada,
Kemungkinan kegagalan akan lebih besar bila
dibuat struktur organisasi baru yang berbeda,
Buat rencana yang sesederhana mungkin tapi
tetap komprensif,
Selalu tanamkan didalam benak kita bahwa
catatan perencanaan yang menyeluruh bagus
untuk persiapan dan pelatihan, namun dalam
kasus kegawatdaruratan hanya checklist yang akan
bermanfaat/membantu.
Pastikan bahwa pelayanan rutin tetap terlaksana.

Empat metode penyusunan bagan organisasi:

Metode Crosswalk

Merupakan sebuah susunan atau inventaris


dari
posisi-posisi
yang
mungkin
memiliki
tanggungjawab harian dalam Job Action Sheet.
Metode ini dapat juga diuraikan seperti perpindahan
dari bagan yang sudah ada sebelumnya ke bagan yang
kosong dan diisi denga oerang-orang yang hanya
diperlukan untuk satu kasus. Tiap kasus biasanya
memerlukan orang-orang yang berbeda atau bisa juga
dengan orang yang sama.

Metode Lembar Kerja atau Worksheet

Merupakan bagan organisasi kosong yang


disiapkan untuk membantu dinas kesehatan dalam
mengidentifikasi posisi-posisi di dalam dinas itu sendiri
39 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar


yang bisa memberikan kepemimpinan di dalam posisi
penting
Contoh: Organizational Chart Worksheet untuk
Hospital Incident Command System

Metode

Penyusunan Staf yang Minimal atau

Minimal Staffing
Metode ini biasanya sudah berjalan di
rumahsakit. Seperti kejadian kecelakaan bisa saat dini
hari akan menemukan pelayanan dan staf rumahsakit
yang minimal. Di dalam system HICS bisa dilakukan
aktivasi minimal dari posisi yang dibutuhkan untuk
memberikan perawatan bagi pasien yang terluka. Dari
struktur organisasi yang ada, kita dapat menugaskan
hanya beberapa staf saja yang diperlukan dalam situasi
bencana kecelakaan tersebut, dan yang diaktifkan
hanya petugas yang dibutuhkan saja. Posisi lain bisa
diaktivasi setelah tambahan staf dan personal hadir.
Harus diingat bahwa satu orang personal mungkin
diperlukan untuk melakukan lebih dari satu pekerjaan.
Contoh: Supervisor

Metode Fleksibiitas

Dalam penyusunan struktur tidak ada aturan


yang mewajibkan jumlah dan posisi yang tetap.
Aktivasi posisi-posisi untuk kecelakaan massal akan
berbeda dengan aktivasi posisi-posisi untuk kecelakaan
akibat kebocoran bahan berbahaya atau untuk
demostrasi buruh. HICS cukup flexible dalam
mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan untuk setiap
kejadian kegawatdaruratan.

PML Papua | 40

Ringkasan Modul Dasar


E.

Rujukan

a.

Penggunaan data epidemiologi dalam pengambilan keputusan

WHO. (2004). Overview of the WHO Framework for Monitoring and


Evaluating
Surveillance
and
Response
Systems
for
Communicable Disease. Weekly Epidemiological Record, 3
September, No. 36, 79, 321-328
McNabb SJN, Chungong S, Ryan M, Wuhib T, Nsubuga P, Alemu W,
Carande-Kulis V, Rodier G. (2002). Conceptual framework of
public health surveillance and action and its application in
health sector refor. BMC Public Health:Research Article.
http://www.biomedcentral.com/1471-2458/2/2
Biomed
Central
U.S. Department of Health and Human Services. (2001). Updated
Guidelines for Evaluating Public Health Surveillance Systems
Recommendations from the Guidelines Working Group.

Morbidity and Mortality Weekly Report: Recommendations and


Reports. July 27, 2001 / Vol. 50 / No. Rr-13. Centers for Disease
Control and Prevention: Atlanta
b. Manajemen bencana
_________. (2006). Public Health Emergency Exercise Toolkit: Planning,
Designing, Conducting, and Evaluating Local Public Health
Emergency Exercises.
Dausey. DJ, Buehler. JW, Lurie. N. (2007). Designing and conducting
table top exercises to assess public health preparedness for
manmade and naturally occurring biological threats. BMC
Public Health Journal, 7:92 doi:10.1186/1471-2458-7-92.
Departemen Kesehatan RI. (2007). Lesson Learnt. Penanganan Krisis
Kesehatan Akibat Gempa Bumi di Provinsi D.I. Yogyakarta dan
Jawa Tengah 27 Mei 2006. Jakarta
EMSA. (2006). Hospital Incident Command System Guidebook.
41 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar


UNDP. Guidlines for Hospital Emergencies Preparedness Planning GOIUNDP DRM Programme 2002-2008. India.
WHO. (2002). A Structural Vulnerability Assessment of Hospital in
Kathmandu Valley. Khatmandu, Nepal.
WHO-PAHO. (2003). Guidelines for the Use of Foreign Field Hospitals in
the Aftermath of Sudden-Impact Disasters. International
meeting Hospital in Disaster-Handle with Care. San Salvador, El
Salvador, 8-10 July.

Hospital
Safety
Index:
Guide
(2008).
Evaluators.Washington, DC. www.bencana-kesehatan.net

WHO-PAHO.

PML Papua | 42

for

MODUL DASAR 6
Jejaring dan Kemitraan antara Sektor
Pemerintah dan Non-Pemerintah dalam
Pelayanan Kesehatan

Program Pengembangan Kapasitas Manajemen


dan Kepemimpinan Berbasis Kinerja di Papua

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK)


Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada

Ringkasan Modul Dasar


A. Deskripsi singkat
Anggaran pemerintah pusat untuk kesehatan dari tahun 2004
ke 2011 meningkat tajam. Sebelumnya adalah sekitar 7 triliun dan naik
secara terus sampai menjadi sekitar 27 triliun di tahun 2011. Kenaikan
ini perlu dicermati dalam konteks kerjasama antara swasta dan
pemerintah. Ada kemungkinan kenaikan anggaran dapat memberikan
pengaruh buruk yang penyerapan yang rendah. Kemitraan antara
pemerintah swasta diperlukan dalam situasi ini. Dana pemerintah dapat
dipergunakan oleh masyarakat untuk berobat di pelayanan kesehatan
swasta, atau dana pemerintah dapat dipergunakan untuk membiayai
pelayanan kesehatan preventif dan promotif yang dilakukan oleh
lembaga swasta. Kemitraan ini perlu dipelajari dengan seksama oleh
kepala dinas kesehatan. Modul ini berusaha membahas hubungan
kemitraan antara swasta dan pemerintah melalui tata kelola yang baik.
Modul ini bertujuan untuk meningkatkan Kompetensi Dasar
kerjasama, dan Kompetensi Bidang inovasi sesuai Permenkes No.
971/2009.
B. Tujuan pembelajaran
a.

Tujuan pembelajaran umum

Para peserta memahami makna kerjasama antara pemerintah


dan swasta di berbagai program kesehatan: preventif/promotif sampai
kuratif.
b. Tujuan pembelajaran khusus
Peserta memahami:

Pengertian dan lingkup kemitraan antara swasta dan


pemerintah
Situasi swasta di sektor kesehatan
45 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar

Makna dan ideologi hubungan kerjasama swasta dan


pemerintah
Kerangka konsep hubungan kerjasama swasta dan
pemerintah serta kebijakannya.
Implementasi inovasi Kemitraan Pemerintah-Swasta (PublicPrivate Partnership) di rumahsakit dan pelayanan kesehatan
primer.

C. Pokok bahasan dan Sub-pokok bahasan


a) Pengertian dan lingkup kemitraan antara swasta dan
pemerintah
b) Situasi swasta di sektor kesehatan.
a. Pelayanan kesehatan primer
b. Pelayanan kesehatan sekunder dan tertier.
c) Ideologi dalam kebijakan swasta dengan pemerintah
a. Peran pasar dan negara dalam pelayanan
kesehatan
b. Perdebatan ideologis dan pragmatisme dalam
pelayanan kesehatan
d) Kerangka konsep hubungan pemerintah dan swasta serta
kebijakannya
e) Berbagai kasus Kemitraan Pemerintah-Swasta (PublicPrivate Partnership) di rumahsakit dan pelayanan kesehatan
primer.
D. Uraian Materi
a.

Pokok Bahasan 1: Pengertian dan lingkup Kemitraan Pemerintah


dan Swasta (Public-Private Partnership) dan Contracting
a) Pengertian Kemitraan Pemerintah-Swasta

Berbagai bentuk kerja sama antara otoritas publik


(pemerintah) dengan sektor swasta untuk membiayai,
membangun, merenovasi, mengelola, menjalankan, atau
PML Papua | 46

Ringkasan Modul Dasar


memelihara suatu infrastruktur atau pelayanan (ADB, tanpa
tahun). Dalam hal ini termasuk pelayanan kesehatan.
Publik adalah: Pemerintah, Kementerian, Departemen,
Pemda atau BUMN. Private: bisa lokal atau internasional, dapat
melibatkan pebisnis atau investor dengan keahlian teknis dan
finansial; Organisasi non-pemerintah (NGO) atau organisasi
berbasis komunitas (CBO) (ADB, tanpa tahun).
b) Mengapa kemitraan kurang berjalan?
Meskipun dalam dua dekade terakhir ini Kemitraan
Pemerintah-Swasta telah banyak diterapkan di dunia (ADB,
tanpa tahun), tetapi di sektor kesehatan di Indonesia dan
banyak negara berkembang lainnya, belum dapat diterima
secara luas. Hal ini antara lain disebabkan oleh:

c)

Kurangnya pengetahuan atau kapasitas dari sektor


publik
Penolakan atau kurangnya dukungan dari staf di
sektor publik
Keterbatasan dana atau mekanisme pendanaan
yang tidak memungkinkan
Tidak adanya sebuah kerangka kebijakan untuk
melibatkan sektor non-pemerintah
Kurang adanya dukungan pada tingkat politis
Kurang tersedianya dukungan dari donor atau
lembaga teknis.

Bentuk Kemitraan Pemerintah dan Swasta

Ada beberapa bentuk Kemitraan Pemerintah dan


Swasta yaitu mulai dari (a) Contracting; (b) manajemen swasta
untuk rumah sakit pemerintah; (c) PFI (Private Financial
Initiatives; Inisiatif Pembiayaan Swasta) hingga (d) co-location
47 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar


atau berbagi lokasi (misalnya: fasilitas perawatan swasta di RS
pemerintah).
Dari berbagai bentuk kemitraan tersebut, pembahasan
akan terfokus pada contracting.
d) Pengertian Contracting
Pengontrakan merupakan mekanisme pembelian yang
digunakan untuk:

memperoleh layanan tertentu,


berdasarkan kuantitas dan kualitas yang telah
ditentukan,
pada harga tertentu,
untuk periode tertentu dari sebuah pemberi
layanan .

Contracting dapat dilakasanakan oleh provider publik


atau swasta. Pemerintah dapat mengikat kontrak dengan
institusi publik otonom atau provider swasta.
Inovasi kunci dalam model pengontrakan ini adalah pemisahan antara
fungsi pembiayaan dan fungsi pelaksanaan.
b. Pokok Bahasan 2: Situasi kesehatan di sektor swasta
Secara keseluruhan, sektor swasta memiliki kontribusi sekitar
50% dalam pembiayaan pelayanan di Indonesia (Trisnantoro et al,
2011). Berbeda dengan Malaysia, Thailand, dan Vietnam, pelayanan RS
swasta di Indonesia tidak hanya dinikmati oleh kelompok kaya, tetapi
juga oleh kelompok menengah dan miskin (Trisnantoro et al, 2011).
Dari sisi penyedia pelayanan kesehatan sektor swasta, menurut
USAID (2009), tak ada data yang bisa dipercaya tentang jumlah
provider sektor swasta. Hal ini disebabkan antara lain akibat
PML Papua | 48

Ringkasan Modul Dasar


desentralisasi; sanksi pemerintah terhadap praktek ganda, dan belum
lengkapnya registrasi para profesional kesehatan.
Diperkirakan sedikitnya 60-70% SDM Kesehatan bekerja ganda
baik di sektor publik maupun sektor swasta. Distribusi penyedia
pelayanan kesehatan, termasuk sektor swasta, tidak merata, dan
berkumpul di daerah perkotaan . Jumlah RS Swasta dan jumlah tempat
tidur RS Swasta terus meningkat. Pada 2006, jumlah RS Swasta ada 626
dengan 52.300 tempat tidur. Meskipun demikian, jumlah total tempat
tidur RS di Indonesia tetap rendah dibandingkan dengan negara
tetangga. RS Swasta cenderung menyediakan pelayanan spesialistis
yang sempit dan pelayanan kesehatan ibu. Sejumlah kecil penyedia
swasta dan LSM mempunyai jaringan kerja di Indonesia tetapi skalanya
kecil
a) Pelayanan Kesehatan Primer (Primary Health Care):

Non-profit: LSM Indonesia, LSM Internasional,


Praktek
Profesional
Swasta,
Yayasan
Kristen/Islam/Kemanusian
For-profit: iSOS Company yang bekerja di
perusahan pertambangan.

b) Pelayanan Kesehatan Sekunder (Secondary Health Care)


(sekitar 700 RS):

Non-profit: RS milik Pemerintah, RS milik Yayasan


(85%)

For-Profit: RS milik perusahaan (15%)

RS for-profit and non-profit seringkali sulit dibedakan.


Secara umum, RS for-profit bertujuan melayani kelompok kaya.
c.

Pokok Bahasan 3: Ideologi dalam kebijakan swasta dengan


pemerintah

Peran pasar dan negara dalam pelayanan kesehatan


49 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar

Perdebatan ideologis, efisiensi, dan pragmatisme dalam


pelayanan kesehatan

Pandangan ideologi dalam peran negara dan sektor swasta


banyak mewarnai kebijakan dalam bidang pengobatan dan pelayanan
kesehatan. Sejak dimulainya sejarah tertulis, pendulum selalu bergerak
dinamis antara ke dua sisi: peran negara yang minimalis atau peran
negara yang dominan dalam sektor kesehatan (Preker et al, 2007).

Contracting dengan penyedia pelayanan non pemerintah


sering dilihat sebagai cerminan ideologi untuk memprivatisasi
pelayanan kesehatan yang dibiayai dana publik; dan membatasi atau
mengakhiri keterlibatan pemerintah dalam pelayanan kesehatan.
Pandangan lain: Pemisahan antara pembeli dan provider merupakan
solusi neoliberal (didasari model new public sector management),
sangat berfokus terhadap efisiensi, tetapi hanya memberikan perhatian
kecil untuk pemerataan.
a) Peran negara di abad 20, dan 50 tahun terakhir
Dalam abad 20, pemerintah di banyak negara menjadi
aktor utama dalam kebijakan kesehatan, baik pembiayaan
maupun pelayanan kesehatan secara luas. Dalam 50 tahun
terakhir, banyak negara berpenghasilan rendah dan
menengah, menyelenggarakan sistem pelayanan kesehatan
yang dibiayai negara melalui sistem birokrasi vertikal yang
terintegrasi.
Mereka yang mendukung peran negara dalam
pelayanan kesehatan memiliki argumentasi bahwa pelayanan
terhadap orang sakit dan cacat merupakan ekspresi dari
kemanusiaan dan mencerminkan aspirasi filosofikal.
b) Pendulum ke arah swasta (1980-1990an)
Pendulum bergeser ke arah swasta pada periode 19801990an, khususnya di era Reagen (AS) dan Thatcher (Inggris).
PML Papua | 50

Ringkasan Modul Dasar


Banyak eksperimen menerapkan pendekatan pasar dalam
sektor sosial termasuk kesehatan. Motivasinya mencakup
argumentasi ideologi dan teknikal. Dari aspek ideology
misalnya, dari berbagai kajian, ternyata pendekatan the
welfare-state gagal untuk memenuhi kebutuhan kesehatan
populasi di seluruh dunia. Muncul dilemma bagi penentu
kebijakan: meskipun keterlibatan negara dalam pelayanan
kesehatan jelas dibutuhkan, tetapi pelayanan yang disediakan
negara banyak yang gagal. Dari aspek teknikal, pendekatan
pasar dipercaya dapat meningkatkan efesiensi (Preker et al,
2007).
c)

Trend: Berbagi Peran?

Kecenderungan saat ini: pemerintah mulai menilai


kembali kapan, di mana, bagaimana, dan berapa banyak
untuk melakukan intervensi sendiri, atau menyerahkannya
kepada mekanisme pasar . Konsensus yang muncul untuk
mengatasi hal ini adalah bagaimana menata ulang peran
negara dan swasta, dengan mempertimbangkan kapabilitas
masing-masing.
d)

Ideologi atau Pragmatisme?

Terkait dengan perdebatan apakah melibatkan sector


swasta dan mengurangi peran negara itu didasari alasan
ideologis atau pragmatism, Loevinsohn & Harding (2004)
menemukan ternyata dalam prakteknya, solusi contracting
bukan didasari masalah ideology, tetapi pragmatisme. Banyak
inisiatif contracting berawal dari fakta tidak adanya pelayanan
pemerintah atau frustrasi dengan masalah kualitas dan
cakupan pelayanan pemerintah khususnya untuk masyarakat
miskin.
Banyak
advokasi
menginginkan
pembiayaan
pemerintah meningkat agar pelayanan dapat dikembangkan
dan ditingkatkan. Keinginan agar pemerintah melibatkan sektor
51 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar


swasta yang telak eksis untuk meningkatkan mutu, akses, dan
koordinasi pelayanan kesehatan.
d. Pokok Bahasan 4: Kerangka konsep hubungan pemerintah dan
swasta serta kebijakannya
Suatu kerangka kerja diperlukan untuk berpikir strategis
tentang hubungan pemerintah dan swasta, serta kebijakan kesehatan
sektor swasta. Salah satu yang dianjurkan adalah Kerangka Kerja dari
Harding-Montagu-Preker. Kerangka Kerja Harding-Montagu-Preker ini
memberikan acuan yang memudahkan kita berpikir dalam menentukan
strategi apa yang paling tepat berikut instrument kebijakannya.

Kerangka Kerja dari Harding-Montagu-Preker: Overview


Goal

Assessment

Fokus
Sektor
Swasta

Strategi

PHSA
Mendapatkan informasi

Grow (Tumbuhkan)

Identifikasi kebutuhan
tambahan
Studi mendalam
Distribusi

Kegiatan

(equity)

RS
Primary Health Care
Lab Diagnostik
Produser / Distributor

Efisiensi
Mutu Pelayanan

Harness (Manfaatkan)

Convert (Alihkan)

Kepemilikan

Sektor
Publik

Perusahaan For-profit
Perusahaan kecil For-profit
Non-profit charitable
Formal/ Informal

Restrict (Batasi)

Source:Adapted from Harding & Preker, Private Participation in Health Services, 2003.

Gambar 1. Kerangka Kerja dari Harding-Montagu-Preker


Kerangka Kerja ini berawal dari goal (tujuan) apa yang ingin
dicapai atau masalah apa yang ingin dipecahkan. Dari aspek sistem
kesehatan, umumnya ada 3 tujuan atau masalah yang terkait dengan
distribusi, efisiensi, dan mutu pelayanan.
PML Papua | 52

Ringkasan Modul Dasar


Sesuai dengan trend terakhir yang berkembang (pokok
bahasan sebelumnya), pemerintah dan sektor swasta mulai berbagi
peran untuk mengatasi masalah atau untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Meskipun demikian, upaya melibatkan sektor swasta tidak
bisa dilakukan begitu saja. Salah satu kendala yang ada adalah kurang
diketahuinya kapasitas sektor swasta oleh pemerintah. Oleh karena itu
perlu dilakukan dahulu PHSA (Private Health Sector Assessment atau
assessment sektor swasta di bidang kesehatan).
Tujuan PHSA ini adalah untuk mendapatkan informasi,
identifikasi kebutuhan tambahan, dan atau studi mendalam. Hal-hal
penting yang perlu diketahui adalah apa saja kegiatannya; siapa
pemiliknya; bagaimana jenis pelayanannya (formal atau informal), dan
lain-lain.
Berdasarkan hasil PHSA, secara teoritis akan diperoleh 4 situasi
kapasitas sektor swasta yaitu:
a) sektor swasta yang telah berfungsi baik;
b) sektor swasta yang telah eksis tetapi menghadapi berbagai
kendala seperti tidak berpartisipasi dalam surveilans
penyakit, mutu yang dipertanyakan, dan perilaku
monopolistik;
c) sektor swasta yang siap mengambilalih peran pemerintah;
dan
d) sektor swasta yang sangat dominan.
Masing-masing kategori berdasarkan kapasitas ini memerlukan
strategi yang berbeda untuk melibatkannya dalam pelayanan
kesehatan. Strategi dasar yang dianjurkan ada 4 yaitu: tumbuhkan
(growth); manfaatkan (harness); alihkan (convert); dan batasi (restrict).
Strategi tumbuhkan (growth) adalah strategi untuk mendorong
penyedia pelayanan swasta untuk mengembangkan pelayanannya,
dan pasien atau area yang dilayani, yang dapat mendukung tujuan
program.
53 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar


Strategi manfaatkan (harness) adalah strategi untuk mengambil
manfaat dari keberadaan provider swasta. Strategi alihkan (convert)
adalah strategi untuk mengalihkan penyediaan pelayanan dari sektor
publik ke sektor swasta dengan tujuan untuk meningkatkan akses,
efisiensi, atau kualitas.
Strategi batasi (restrict) adalah strategi untuk membatasi peran
sektor swasta. Hal ini dapat terjadi jika sektor swasta sangat dominan
tapi membahayakan seperti halnya para penjual obat antibiotik dan anti
malaria yang tak terlatih di Kamboja.
Strategi yang tepat tidaklah cukup. Strategi akan bisa
diimplementasikan jika disertai instrument kebijakan yang tepat. Dalam
hal ini ada sejumlah instrument kebijakan yang bisa dipilih yaitu:
regulasi, contracting, pelatihan/informasi, pemasaran sosial, informasi
ke pasien, akreditasi, transaksi kemitraan publik-swasta, dan
menciptakan lingkungan yang kondusif.
Pilihan strategi tumbuhkan (growth) dapat menggunakan
instrumen kebijakan mengurangi hambatan untuk investasi dan/atau
registrasi fasilitas medis swasta. Instrumen kebijakan ini dapat
digunakan untuk menumbuhkan sektor swasta, karena itu dapat
menjadi acuan bagi penyedia pelayanan pemerintah, dan membuka
kesempatan bagi contracting out ketika kapasitas pemerintah terbatas.
Pilihan strategi perkuat (harness) dapat menggunakan
instrument kebijakan pemasaran sosial. Keduanya membuka
kesempatan untuk meningkatkan sumber daya yang ada di sektor
swasta dan menggunakannya untuk mengembangkan akses demi
keuntungan pelayanan kesehatan publik yang disubsidi.
Pilihan strategi alihkan (convert) dapat menggunakan instumen
kebijakan transaksi kemitraan pemerintah swasta. Dalam hal ini pemilik
baru (swasta) mungkin dikontrak pemerintah untuk melanjutkan
pelayanan kesehatan publik dengan menggunakan aset publik
sebelumnya. Selain itu dapat juga menggunakan instrumen kebijakan
PML Papua | 54

Ringkasan Modul Dasar


privatisasi. Dalam hal ini pemilik baru (swasta) mungkin diijinkan tapi
tidak diwajibkan untuk menyediakan pelayanan kesehatan public.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa seperti di
sektor publik, kebijakan yang baik terhadap sektor swasta harus
dikembangkan secara stratejik.

Apa goal-nya? (penyakit? Kelompok populasi? Daerah?)


Siapa providernya/ penjualnya/ produsernya?
Dengan instrumen kebijakan apa?

a) Kerangka kerja logis pemilihan strategi


Ada 6 langkah yang dianjurkan dalam pemilihan
strategi yaitu menetapkan masalah/tujuan, identifikasi aktoraktor swasta yang relevan, penilaian kegiatan sektor swasta
saat ini, identifikasi perubahan perilaku yang diinginkan, seleksi
strategi untuk merubah perilaku, dan implementasi strategi.
b) Berpikir stratejik tentang instrument kebijakan
Setelah ditentukan apa instrumen kebijakan yang
akan diterapkan, yang perlu dipikirkan selanjutnya adalah
kapan itu mulai diimplementasikan, dan untuk siapa
instrument itu ditujukan. Selain itu harus dipikirkan pula:

Bagaimana cara kerjanya spesifikasinya?


Perilaku siapa yang ditargetkan harus diubah?
Bagaimana motivasi untuk berubah?
Bagaimana
perubahan
akan
berkontribusi
terhadap tujuan?
Provider atau produser mana yang efektif dalam
mempengaruhi perubahan?
Goal apa yang dapat menjadi kontribusi mereka?
Apa peran pemerintah dalam implementasi
kebijakan?
55 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar

e.

Kebijakan lain apa yang akan dibutuhkan


Pihak-pihak mana yang dibutuhkan untuk terlibat?

Pokok Bahasan 5: Berbagai kasus Public-Private Partnership di


rumahsakit dan pelayanan kesehatan
Kasus Kemitraan Pemerintah-Swasta Pengadaan SDM Kesehatan
di Kab. Berau
Ide Kemitraan (contracting out) ini muncul sebagai suatu
alternatif baru untuk mengatasi masalah ketersediaan tenaga
kesehatan di daerah terpencil baik pedalaman maupun
kepulauan di Kabupaaten Berau.
Tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan derajad
kesehatan seluruh masyarakat Kecamatan Kelay. Tujuan
khususnya adalah untuk meningkatkan cakupan pelayanan
kesehatan, meningkatkan mutu pelayanan, dan secara
epidemiologis menurunkan jumlah kasus. Sasaran seluruh
masyarakat Kecamatan Kelay (5.202 jiwa).
Awalnya rencana contracting-out ini akan dilakukan dua
Puskesmas yaitu Puskesmas Kelay sendiri dan Puskesmas Maratua
yang terletak di daerah sangat terpencil di kepulauan sebelah
timur Kabupaten Berau (Laut Sulawesi), dengan alokasi anggaran
sekitar 1,5 miliar rupiah. Tetapi karena adanya tuntutan efisiensi
demi suksesnya penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional
(PON) XVII 6-17 Juli 2008 di Kalimantan Timur, alokasi anggaran
diturunkan hingga menjadi Rp 970 juta. Dengan alokasi
anggaran yang dipangkas ini, uji coba terpaksa hanya dapat
dilakukan di satu Puskesmas, dan yang terpilih adalah Puskesmas
Kelay dengan pertimbangan antara lain biaya transportasi yang
lebih terjangkau sehingga pemantauan nantinya lebih mungkin
dilakukan.
Pendekatan

PML Papua | 56

contracting

out

yang

dipilih

adalah

Ringkasan Modul Dasar


mengontrak pihak ketiga untuk menyediakan tambahan tenaga
kesehatan yang dibutuhkan melalui lelang terbuka. Jumlahnya,
24 orang. Jenis tenaga yang dibutuhkan adalah para staf yang
mempunyai spesifikasi umum berupa pengabdian yang tinggi,
berorientasi pada tugas, mempunyia kepribadian yang baik, dan
mampu beradaptasi dengan situasi daerah terpencil. Spesifikasi
khususnya adalah sesuai dengan kompetensi profesional yang
dibutuhkan.
Tambahan tenaga ini bersifat tim, bukan perorangan
Dalam pendekatan ini, pimpinan puskesmas dan staf lama yang
ada tetap dipertahankan, sementara tenaga kontrak merupakan
tambahan yang tetap sebagai bagian tak terpisahkan dari SDM
Puskesmas Kelay. Jika dibandingkan dengan pengalaman negara
lain, pilihan pendekatan contracting out yang dilakukan Dinas
Kesehatan Kabupaten Berau tersebut merupakan pendekatan
baru yang belum pernah dilakukan di negara manapun.Kontrak
yang akan dilelangkan berupa paket yaitu selain pengadaan SDM
juga kontrak penyelenggaraan pelayanan dan pengadaan
sarana prasarana kesehatan.
Hasil Proses Lelang
Tanggal 30 Mei 2008 Pengumuman pelelangan
dilakukan melalui surat kabar propinsi dan lokal serta dilanjutkan
dengan pembukaan pendaftaran. Tercatat empat perusahaan
yang mendaftar yang setelah dicermati perusahaan ini berasal
dari lokal Kabupaten Berau. Setelah melalui proses evaluasi baik
administrasi, teknis dan penawaran, ternyata lelang dinyatakan
gagal karena tidak ada satupun peserta lelang memenuhi
persyaratan sebagai pemenang lelang Ketika masa sanggah
diberikan beberapa pihak peserta melakukan sanggahan dan
tentu saja pihak panitia dan Pejabat Pembuat Komitmen
melakukan tanggungjawabnya dengan memberi jawaban
sebagaimana mestinya yang tetap berpedoman pada peraturan
yang ada. Oleh karena pelelangan gagal dan jika melakukan
57 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar


lelang ulang memerlukan waktu yang cukup lama sehingga
waktu tersisa menjadi tidak efektif maka dilakukan permohonan
pada Bupati (Panggar Eksekutif) untuk mengalokasikan kembali
anggaran tersebut pada tahun anggaran 2009.

a) Analisis Kegagalan
Berdasarkan literatur, ada sejumlah karakteristik dalam
pendekatan Berau yang menyebabkan kegagalan yaitu:
a.

Pemerintah pusat (Depkes) sendiri belum pernah


melakukannya, padahal menurut Bergstrom (1999)
dukungan pemerintah pusat mutlak adanya.
b. Karena baru pertama kali dilakukan di Indonesia,
dukungan regulasi belum sepenuhnya ada padahal
adanya regulasi baik tingkat nasional maupun lokal
juga mutlak adanya (Abramson, 2004).
c. Pendekatan dengan mengontrak pihak ketiga
untuk menyediakan tambahan tenaga tanpa
merubah sistem pelayanan kesehatan puskesmas
yang ada, berbeda misalnya dengan pendekatan
SDC atau MC yang dilakukan di Cambodia
(Loevinsohn & Harding, 2004).
d. Jumlah penduduk yang menjadi sasaran sangat
sedikit dan hanya dalam satu kecamatan (sangat
berbeda dengan pengalaman di negara lain).
Dalam hal ini skala ekonomi (Loevinsohn &
Harding, 2004) dalam contracting out tidak
tercapai.
e. Waktu pelaksanaan hanya 1 tahun (efektif sekitar 910 bulan karena adanya proses lelang) sangat
singkat dibandingkan pengalaman di negara lain.
Dalam waktu yang singkat akan sulit melihat hasil
contracting out (Loevinsohn & Harding, 2004).
PML Papua | 58

Ringkasan Modul Dasar


f.

Karena baru pertama kali diadakan, tidak banyak


atau bahkan tidak ada pihak ketiga yang siap dan
berpengalaman sebagai pihak ketiga. Keterbatasan
calon kontraktor ini akan mengurangi persaingan
yang sehat sesuai mekanisme pasar, padahal
persaingan inilah yang diinginkan terjadi agar
diperoleh efektivitas dan efisiensi contracting out
(Zarco-Jasso, 2005).

Kasus Kemitraan Pemerintah-Swasta di 6 RSU Kabupaten di NTT


Program Sister Hospital NTT di ke-6 RSD (Soe, Larantuka,
Lewoleba, Waikabubak, Ende, dan Bajawa) merupakan salah
satu bagian dari Revolusi KIA di NTT. RS Mitra yang berpartisipasi
dalam program ini adalah RSD dr. Soetomo, RSUP dr. Wahidin
Sudirohusodo, RSUP Sanglah, RSU dr. Saiful Anwar, RS Bethesda,
dan RS Panti Rapih. Mengapa dilakukan program ini?
AKI dan AKB di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)
masih jauh berada di atas angka nasional dan jauh dari target
MDGs tahun 2015. Usaha untuk menurunkan AKI dan AKB
diperlukan upaya yang luar biasa, tidak bisa hanya dengan caracara seperti yang telah dilakukan selama ini. Hal ini yang
menimbulkan kebijakan Revolusi KIA di NTT. Salah satu kendala
utama dalam penurunan AKI dan AKB adalah terbatasnya
ketersediaan dokter spesialis obstetri-ginekologi, dokter spesialis
kesehatan anak, dokter spesialis anastesi dan tenaga paramedic
pendukung dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak,
khususnya dalam penanganan kasus gawat darurat kebidanan.
Kegiatan yang dilakukan dalam Sister Hospital NTT
adalah melakukan kemitraan dengan rumah sakit di luar NTT.
Sejumlah rumah sakit besar bekerja sama melakukan kontrak
dalam jangka waktu tertentu untuk mengirimkan tenaga
kesehatan yang dibutuhkan ke RSD di kabupaten di NTT.
59 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar


Tenaga kesehatan tersebut adalah dokter spesialis/residen
senior obstetri-ginekologi, dokter spesialis/residen senior
kesehatan anak, dokter spesialis/residen senior anastesi, dan
tenaga paramedis pendukung. Disamping itu diselenggarakan
peningkatan ketrampilan teknis staf di rumah sakit melalui
pelatihan dan pembudayaan teknis kerja dalam kegiatan seharihari dan pelatihan tim tenaga di Puskesmas dalam rangka
penguatan sistem rujukan kesehatan ibu dan anak.
Bersamaan dengan kegiatan tersebut, secara jangka
menengah, ada upaya agar NTT dapat mandiri menyediakan
tenaga kesehatan yang dibutuhkan. Untuk itu dokter umum dari
NTT perlu dididik untuk menjadi dokter spesialis melalui
pendidikan spesialisasi di berbagai perguruan tinggi mitra.
Pendidikan dokter umum menjadi dokter spesialis yang akan
ditugaskan di RSD propinsi NTT dikembangkan melalui
kerjasama dengan 4 perguruan tinggi: Universitas Hasanudin,
Universitas Airlangga, Universitas Brawijaya, dan Universitas
Udayana.
Untuk mencapai tiga tujuan tersebut, PMPK FK UGM
dikontrak oleh AIPMNH untuk melaksanakan Paket Pekerjaan
Penyediaan Jasa Koordinasi, Monitoring, Evaluasi, dan Verifikasi
Bantuan Teknis Kegiatan Outsourcing Klinis Program
Coordination Consultant di NTT.
Kegiatan ini merupakan sebuah reformasi sistem
kesehatan dimana masalah kematian ibu dan anak dicoba
diatasi dengan: Merubah pengorganisasian pelayanan
kesehatan melalui kerjasama antar organisasi (model sister
hospital); Merubah sistem pembayaran untuk tenaga kesehatan
melalui pendekatan kontrak per kelompok; dan merubah
regulasi pelayanan kesehatan ibu dan anak dan pendidikan
tenaga kesehatan (spesialis) melalui kebijakan yang affirmative
untuk daerah sulit seperti NTT.
PML Papua | 60

Ringkasan Modul Dasar


Rancangan
program:
Menggunakan
rancangan
kegiatan before dan after untuk melihat dampaknya dan
evaluasi input dan proses untuk pelaksanaannya.
Hasil evaluasi setelah 6 bulan program Sister Hospital
NTT berjalan menunjukkan bahwa:

Kegiatan Clinical Contracting Out keenam RS Mitra


umumnya menunjukkan peningkatan dalam hal kinerja
baik kinerja klinis maupun kinerja outcomeoutput-proses-

input.

Kegiatan capacity building di RSD telah berjalan meskipun


di beberapa tempat keterlibatan dokter umum RSD belum
optimal.
Kegiatan capacity building untuk tenaga puskesmas
umumnya telah berjalan baik meskipun di beberapa
tempat tidak optimal karena ada kendala koordinasi dan
kerja sama dengan pihak terkait
Kegiatan pengiriman pendidikan dokter spesialis
umumnya
telah
berhasil
mengidentifikasi
dan
mengusulkan dokter umum yang akan mengikuti PPDS
terkait PONEK kecuali untuk spesialisasi anastesi.

Disamping manfaat mengurangi kematian, berbagai


kegiatan pengembangan kapasitas yang dilakukan di RSD dan
ke Puskesmas perlu dicatat sebagai manfaat kegiatan yang
dapat dirupiahkan.
Dalam perpanjangan program Sister Hospital ke tahun
2011, 5 RS Mitra telah menandatangani PKS (Perjanjian Kerja
Sama) dengan pemda kabupaten masing-masing, kecuali RS
Bethesda yang tidak bisa melanjutkan kerja sama ini karena
keterbatasan SDM yang dimiliki. RS Bethesda digantikan oleh
RSUP dr. Sardjito Yogyakarta.

61 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar

Kesimpulan akhir: Program Sister Hospital Provinsi NTT


sudah berjalan baik sesuai dengan harapan dan tahapantahapannya, serta perlu dilanjutkan dengan perbaikan.
E.

Rujukan

Abramson, W. B. (2001) Monitoring and evaluation of contracts for


health service delivery in Costa Rica. Health Policy and Planning
[Internet],
16
(4)
pp.
404-411.
Available
from:
<http://heapol.oxfordjournals.org/cgi/reprint/16/4/404.pdf>
[Accessed 30 April 2007].
ADB (tanpa tahun). Public-Private Partnership Handbook. Metro Manila:
ADB.
Berman, P. (2011) Contracting: Overview. From Strategies for Private
Sector Engagement and Public Private Partnership (PPP) in
Health course in Manila.
Chee, G., Borowitz, M., and Barraclough, A. (2009). Private Sector Health
in Indonesia. North Bethesda, Maryland: USAID
Harding, A. (2011). Private Health Sector Assessments (PHSA). From
Strategies for Private Sector Engagement and Public Private
Partnership (PPP) in Health course in Manila.
Harding, A. & Preker, A.S. (2003). Private Participation in Health Services.
Washington D.C.: The World Bank
Langenbrunner, J. (2011) Contracting with Private Sector. From
Strategies for Private Sector Engagement and Public Private
Partnership (PPP) in Health course in Manila.
Loevinsohn, B. & Harding, A. (2004) Contracting for the Delivery of
Community Health Services: A Review of Global Experience.
Washington D.C: The World Bank
PML Papua | 62

Ringkasan Modul Dasar


Murti, B. (2006) Contracting Out Pelayanan Kesehatan: Sebuah
Alternatif Solusi Keterbatasan Kapasitas Sektor Publik. Jurnal

Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 3 September


2006
PMPK FK UGM (2010) Grand Design Program Sister Hospital NTT.
Yogyakarta: PMPK FK UGM.
PMPK FK UGM (2011) Laporan Akhir Program Sister Hospital NTT.
Yogyakarta: PMPK FK UGM.
Praptoraharjo, I. (2011) Contracting Out Pelayanan Kesehatan
Preker, A.S; Liu, X; Velenyi, E.V; Baris, E. (2007). Public Ends, Private
Means: Strategic Purchasing of Health Services. Washington
D.C: The World Bank
Prinja, S. (2010). Role of Ideas and Ideologies in Evidence-Based Health
Policy. Iranian J Publ Health, Vol. 39, No.1, 2010, pp. 64-69.
(Available at: http://ijph.ir/pdfs/10-%20Dr_Prinja.pdf)
Trisnantoro, L., Farid ul-Hasnain, S., Herrera, M., Supakankunti, S.,
Berman, P., & Montagu, D. (2011). Overview on Asia-Regions
Private Sector in Health System. From Strategies for Private
Sector Engagement and Public Private Partnership (PPP) in
Health course in Manila.
Wang, H; McEuen, M., Mize, L., Cisek, C., & Barraclough, A. (2009).
Private Sector Health in Indonesia: A Desk Review. North
Bethesda, Maryland: USAID.
Zarco-Jasso, H. (2005) Public-private partnership: a multidimensional
model
for
contracting
[Internet].
Available
from:
<http://www.inderscience.com/storage/
f410126115297381.pdf> [Accessed 18 May 2007].

63 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar

PML Papua | 64

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan


Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Gedung IKM Baru Sayap Utara


Jl. Farmako Sekip Utara Yogyakarta 55281
Mail: chpm@ugm.ac.id | Telp: (+62274) 549425
Web: chpm.fk.ugm.ac.id |
www.manajemen-pelayanankesehatan.net/papua

You might also like