You are on page 1of 22

MODUL DASAR 6

Jejaring dan Kemitraan antara Sektor


Pemerintah dan Non-Pemerintah dalam
Pelayanan Kesehatan

Program Pengembangan Kapasitas Manajemen


dan Kepemimpinan Berbasis Kinerja di Papua

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK)


Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada

Ringkasan Modul Dasar


A. Deskripsi singkat
Anggaran pemerintah pusat untuk kesehatan dari tahun 2004
ke 2011 meningkat tajam. Sebelumnya adalah sekitar 7 triliun dan naik
secara terus sampai menjadi sekitar 27 triliun di tahun 2011. Kenaikan
ini perlu dicermati dalam konteks kerjasama antara swasta dan
pemerintah. Ada kemungkinan kenaikan anggaran dapat memberikan
pengaruh buruk yang penyerapan yang rendah. Kemitraan antara
pemerintah swasta diperlukan dalam situasi ini. Dana pemerintah dapat
dipergunakan oleh masyarakat untuk berobat di pelayanan kesehatan
swasta, atau dana pemerintah dapat dipergunakan untuk membiayai
pelayanan kesehatan preventif dan promotif yang dilakukan oleh
lembaga swasta. Kemitraan ini perlu dipelajari dengan seksama oleh
kepala dinas kesehatan. Modul ini berusaha membahas hubungan
kemitraan antara swasta dan pemerintah melalui tata kelola yang baik.
Modul ini bertujuan untuk meningkatkan Kompetensi Dasar
kerjasama, dan Kompetensi Bidang inovasi sesuai Permenkes No.
971/2009.
B. Tujuan pembelajaran
a.

Tujuan pembelajaran umum

Para peserta memahami makna kerjasama antara pemerintah


dan swasta di berbagai program kesehatan: preventif/promotif sampai
kuratif.
b. Tujuan pembelajaran khusus
Peserta memahami:

Pengertian dan lingkup kemitraan antara swasta dan


pemerintah
Situasi swasta di sektor kesehatan
45 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar

Makna dan ideologi hubungan kerjasama swasta dan


pemerintah
Kerangka konsep hubungan kerjasama swasta dan
pemerintah serta kebijakannya.
Implementasi inovasi Kemitraan Pemerintah-Swasta (PublicPrivate Partnership) di rumahsakit dan pelayanan kesehatan
primer.

C. Pokok bahasan dan Sub-pokok bahasan


a) Pengertian dan lingkup kemitraan antara swasta dan
pemerintah
b) Situasi swasta di sektor kesehatan.
a. Pelayanan kesehatan primer
b. Pelayanan kesehatan sekunder dan tertier.
c) Ideologi dalam kebijakan swasta dengan pemerintah
a. Peran pasar dan negara dalam pelayanan
kesehatan
b. Perdebatan ideologis dan pragmatisme dalam
pelayanan kesehatan
d) Kerangka konsep hubungan pemerintah dan swasta serta
kebijakannya
e) Berbagai kasus Kemitraan Pemerintah-Swasta (PublicPrivate Partnership) di rumahsakit dan pelayanan kesehatan
primer.
D. Uraian Materi
a.

Pokok Bahasan 1: Pengertian dan lingkup Kemitraan Pemerintah


dan Swasta (Public-Private Partnership) dan Contracting
a) Pengertian Kemitraan Pemerintah-Swasta

Berbagai bentuk kerja sama antara otoritas publik


(pemerintah) dengan sektor swasta untuk membiayai,
membangun, merenovasi, mengelola, menjalankan, atau
PML Papua | 46

Ringkasan Modul Dasar


memelihara suatu infrastruktur atau pelayanan (ADB, tanpa
tahun). Dalam hal ini termasuk pelayanan kesehatan.
Publik adalah: Pemerintah, Kementerian, Departemen,
Pemda atau BUMN. Private: bisa lokal atau internasional, dapat
melibatkan pebisnis atau investor dengan keahlian teknis dan
finansial; Organisasi non-pemerintah (NGO) atau organisasi
berbasis komunitas (CBO) (ADB, tanpa tahun).
b) Mengapa kemitraan kurang berjalan?
Meskipun dalam dua dekade terakhir ini Kemitraan
Pemerintah-Swasta telah banyak diterapkan di dunia (ADB,
tanpa tahun), tetapi di sektor kesehatan di Indonesia dan
banyak negara berkembang lainnya, belum dapat diterima
secara luas. Hal ini antara lain disebabkan oleh:

c)

Kurangnya pengetahuan atau kapasitas dari sektor


publik
Penolakan atau kurangnya dukungan dari staf di
sektor publik
Keterbatasan dana atau mekanisme pendanaan
yang tidak memungkinkan
Tidak adanya sebuah kerangka kebijakan untuk
melibatkan sektor non-pemerintah
Kurang adanya dukungan pada tingkat politis
Kurang tersedianya dukungan dari donor atau
lembaga teknis.

Bentuk Kemitraan Pemerintah dan Swasta

Ada beberapa bentuk Kemitraan Pemerintah dan


Swasta yaitu mulai dari (a) Contracting; (b) manajemen swasta
untuk rumah sakit pemerintah; (c) PFI (Private Financial
Initiatives; Inisiatif Pembiayaan Swasta) hingga (d) co-location
47 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar


atau berbagi lokasi (misalnya: fasilitas perawatan swasta di RS
pemerintah).
Dari berbagai bentuk kemitraan tersebut, pembahasan
akan terfokus pada contracting.
d) Pengertian Contracting
Pengontrakan merupakan mekanisme pembelian yang
digunakan untuk:

memperoleh layanan tertentu,


berdasarkan kuantitas dan kualitas yang telah
ditentukan,
pada harga tertentu,
untuk periode tertentu dari sebuah pemberi
layanan .

Contracting dapat dilakasanakan oleh provider publik


atau swasta. Pemerintah dapat mengikat kontrak dengan
institusi publik otonom atau provider swasta.
Inovasi kunci dalam model pengontrakan ini adalah pemisahan antara
fungsi pembiayaan dan fungsi pelaksanaan.
b. Pokok Bahasan 2: Situasi kesehatan di sektor swasta
Secara keseluruhan, sektor swasta memiliki kontribusi sekitar
50% dalam pembiayaan pelayanan di Indonesia (Trisnantoro et al,
2011). Berbeda dengan Malaysia, Thailand, dan Vietnam, pelayanan RS
swasta di Indonesia tidak hanya dinikmati oleh kelompok kaya, tetapi
juga oleh kelompok menengah dan miskin (Trisnantoro et al, 2011).
Dari sisi penyedia pelayanan kesehatan sektor swasta, menurut
USAID (2009), tak ada data yang bisa dipercaya tentang jumlah
provider sektor swasta. Hal ini disebabkan antara lain akibat
PML Papua | 48

Ringkasan Modul Dasar


desentralisasi; sanksi pemerintah terhadap praktek ganda, dan belum
lengkapnya registrasi para profesional kesehatan.
Diperkirakan sedikitnya 60-70% SDM Kesehatan bekerja ganda
baik di sektor publik maupun sektor swasta. Distribusi penyedia
pelayanan kesehatan, termasuk sektor swasta, tidak merata, dan
berkumpul di daerah perkotaan . Jumlah RS Swasta dan jumlah tempat
tidur RS Swasta terus meningkat. Pada 2006, jumlah RS Swasta ada 626
dengan 52.300 tempat tidur. Meskipun demikian, jumlah total tempat
tidur RS di Indonesia tetap rendah dibandingkan dengan negara
tetangga. RS Swasta cenderung menyediakan pelayanan spesialistis
yang sempit dan pelayanan kesehatan ibu. Sejumlah kecil penyedia
swasta dan LSM mempunyai jaringan kerja di Indonesia tetapi skalanya
kecil
a) Pelayanan Kesehatan Primer (Primary Health Care):

Non-profit: LSM Indonesia, LSM Internasional,


Praktek
Profesional
Swasta,
Yayasan
Kristen/Islam/Kemanusian
For-profit: iSOS Company yang bekerja di
perusahan pertambangan.

b) Pelayanan Kesehatan Sekunder (Secondary Health Care)


(sekitar 700 RS):

Non-profit: RS milik Pemerintah, RS milik Yayasan


(85%)

For-Profit: RS milik perusahaan (15%)

RS for-profit and non-profit seringkali sulit dibedakan.


Secara umum, RS for-profit bertujuan melayani kelompok kaya.
c.

Pokok Bahasan 3: Ideologi dalam kebijakan swasta dengan


pemerintah

Peran pasar dan negara dalam pelayanan kesehatan


49 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar

Perdebatan ideologis, efisiensi, dan pragmatisme dalam


pelayanan kesehatan

Pandangan ideologi dalam peran negara dan sektor swasta


banyak mewarnai kebijakan dalam bidang pengobatan dan pelayanan
kesehatan. Sejak dimulainya sejarah tertulis, pendulum selalu bergerak
dinamis antara ke dua sisi: peran negara yang minimalis atau peran
negara yang dominan dalam sektor kesehatan (Preker et al, 2007).

Contracting dengan penyedia pelayanan non pemerintah


sering dilihat sebagai cerminan ideologi untuk memprivatisasi
pelayanan kesehatan yang dibiayai dana publik; dan membatasi atau
mengakhiri keterlibatan pemerintah dalam pelayanan kesehatan.
Pandangan lain: Pemisahan antara pembeli dan provider merupakan
solusi neoliberal (didasari model new public sector management),
sangat berfokus terhadap efisiensi, tetapi hanya memberikan perhatian
kecil untuk pemerataan.
a) Peran negara di abad 20, dan 50 tahun terakhir
Dalam abad 20, pemerintah di banyak negara menjadi
aktor utama dalam kebijakan kesehatan, baik pembiayaan
maupun pelayanan kesehatan secara luas. Dalam 50 tahun
terakhir, banyak negara berpenghasilan rendah dan
menengah, menyelenggarakan sistem pelayanan kesehatan
yang dibiayai negara melalui sistem birokrasi vertikal yang
terintegrasi.
Mereka yang mendukung peran negara dalam
pelayanan kesehatan memiliki argumentasi bahwa pelayanan
terhadap orang sakit dan cacat merupakan ekspresi dari
kemanusiaan dan mencerminkan aspirasi filosofikal.
b) Pendulum ke arah swasta (1980-1990an)
Pendulum bergeser ke arah swasta pada periode 19801990an, khususnya di era Reagen (AS) dan Thatcher (Inggris).
PML Papua | 50

Ringkasan Modul Dasar


Banyak eksperimen menerapkan pendekatan pasar dalam
sektor sosial termasuk kesehatan. Motivasinya mencakup
argumentasi ideologi dan teknikal. Dari aspek ideology
misalnya, dari berbagai kajian, ternyata pendekatan the
welfare-state gagal untuk memenuhi kebutuhan kesehatan
populasi di seluruh dunia. Muncul dilemma bagi penentu
kebijakan: meskipun keterlibatan negara dalam pelayanan
kesehatan jelas dibutuhkan, tetapi pelayanan yang disediakan
negara banyak yang gagal. Dari aspek teknikal, pendekatan
pasar dipercaya dapat meningkatkan efesiensi (Preker et al,
2007).
c)

Trend: Berbagi Peran?

Kecenderungan saat ini: pemerintah mulai menilai


kembali kapan, di mana, bagaimana, dan berapa banyak
untuk melakukan intervensi sendiri, atau menyerahkannya
kepada mekanisme pasar . Konsensus yang muncul untuk
mengatasi hal ini adalah bagaimana menata ulang peran
negara dan swasta, dengan mempertimbangkan kapabilitas
masing-masing.
d)

Ideologi atau Pragmatisme?

Terkait dengan perdebatan apakah melibatkan sector


swasta dan mengurangi peran negara itu didasari alasan
ideologis atau pragmatism, Loevinsohn & Harding (2004)
menemukan ternyata dalam prakteknya, solusi contracting
bukan didasari masalah ideology, tetapi pragmatisme. Banyak
inisiatif contracting berawal dari fakta tidak adanya pelayanan
pemerintah atau frustrasi dengan masalah kualitas dan
cakupan pelayanan pemerintah khususnya untuk masyarakat
miskin.
Banyak
advokasi
menginginkan
pembiayaan
pemerintah meningkat agar pelayanan dapat dikembangkan
dan ditingkatkan. Keinginan agar pemerintah melibatkan sektor
51 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar


swasta yang telak eksis untuk meningkatkan mutu, akses, dan
koordinasi pelayanan kesehatan.
d. Pokok Bahasan 4: Kerangka konsep hubungan pemerintah dan
swasta serta kebijakannya
Suatu kerangka kerja diperlukan untuk berpikir strategis
tentang hubungan pemerintah dan swasta, serta kebijakan kesehatan
sektor swasta. Salah satu yang dianjurkan adalah Kerangka Kerja dari
Harding-Montagu-Preker. Kerangka Kerja Harding-Montagu-Preker ini
memberikan acuan yang memudahkan kita berpikir dalam menentukan
strategi apa yang paling tepat berikut instrument kebijakannya.

Kerangka Kerja dari Harding-Montagu-Preker: Overview


Goal

Assessment

Fokus
Sektor
Swasta

Strategi

PHSA
Mendapatkan informasi

Grow (Tumbuhkan)

Identifikasi kebutuhan
tambahan
Studi mendalam
Distribusi

Kegiatan

(equity)

RS
Primary Health Care
Lab Diagnostik
Produser / Distributor

Efisiensi
Mutu Pelayanan

Harness (Manfaatkan)

Convert (Alihkan)

Kepemilikan

Sektor
Publik

Perusahaan For-profit
Perusahaan kecil For-profit
Non-profit charitable
Formal/ Informal

Restrict (Batasi)

Source:Adapted from Harding & Preker, Private Participation in Health Services, 2003.

Gambar 1. Kerangka Kerja dari Harding-Montagu-Preker


Kerangka Kerja ini berawal dari goal (tujuan) apa yang ingin
dicapai atau masalah apa yang ingin dipecahkan. Dari aspek sistem
kesehatan, umumnya ada 3 tujuan atau masalah yang terkait dengan
distribusi, efisiensi, dan mutu pelayanan.
PML Papua | 52

Ringkasan Modul Dasar


Sesuai dengan trend terakhir yang berkembang (pokok
bahasan sebelumnya), pemerintah dan sektor swasta mulai berbagi
peran untuk mengatasi masalah atau untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Meskipun demikian, upaya melibatkan sektor swasta tidak
bisa dilakukan begitu saja. Salah satu kendala yang ada adalah kurang
diketahuinya kapasitas sektor swasta oleh pemerintah. Oleh karena itu
perlu dilakukan dahulu PHSA (Private Health Sector Assessment atau
assessment sektor swasta di bidang kesehatan).
Tujuan PHSA ini adalah untuk mendapatkan informasi,
identifikasi kebutuhan tambahan, dan atau studi mendalam. Hal-hal
penting yang perlu diketahui adalah apa saja kegiatannya; siapa
pemiliknya; bagaimana jenis pelayanannya (formal atau informal), dan
lain-lain.
Berdasarkan hasil PHSA, secara teoritis akan diperoleh 4 situasi
kapasitas sektor swasta yaitu:
a) sektor swasta yang telah berfungsi baik;
b) sektor swasta yang telah eksis tetapi menghadapi berbagai
kendala seperti tidak berpartisipasi dalam surveilans
penyakit, mutu yang dipertanyakan, dan perilaku
monopolistik;
c) sektor swasta yang siap mengambilalih peran pemerintah;
dan
d) sektor swasta yang sangat dominan.
Masing-masing kategori berdasarkan kapasitas ini memerlukan
strategi yang berbeda untuk melibatkannya dalam pelayanan
kesehatan. Strategi dasar yang dianjurkan ada 4 yaitu: tumbuhkan
(growth); manfaatkan (harness); alihkan (convert); dan batasi (restrict).
Strategi tumbuhkan (growth) adalah strategi untuk mendorong
penyedia pelayanan swasta untuk mengembangkan pelayanannya,
dan pasien atau area yang dilayani, yang dapat mendukung tujuan
program.
53 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar


Strategi manfaatkan (harness) adalah strategi untuk mengambil
manfaat dari keberadaan provider swasta. Strategi alihkan (convert)
adalah strategi untuk mengalihkan penyediaan pelayanan dari sektor
publik ke sektor swasta dengan tujuan untuk meningkatkan akses,
efisiensi, atau kualitas.
Strategi batasi (restrict) adalah strategi untuk membatasi peran
sektor swasta. Hal ini dapat terjadi jika sektor swasta sangat dominan
tapi membahayakan seperti halnya para penjual obat antibiotik dan anti
malaria yang tak terlatih di Kamboja.
Strategi yang tepat tidaklah cukup. Strategi akan bisa
diimplementasikan jika disertai instrument kebijakan yang tepat. Dalam
hal ini ada sejumlah instrument kebijakan yang bisa dipilih yaitu:
regulasi, contracting, pelatihan/informasi, pemasaran sosial, informasi
ke pasien, akreditasi, transaksi kemitraan publik-swasta, dan
menciptakan lingkungan yang kondusif.
Pilihan strategi tumbuhkan (growth) dapat menggunakan
instrumen kebijakan mengurangi hambatan untuk investasi dan/atau
registrasi fasilitas medis swasta. Instrumen kebijakan ini dapat
digunakan untuk menumbuhkan sektor swasta, karena itu dapat
menjadi acuan bagi penyedia pelayanan pemerintah, dan membuka
kesempatan bagi contracting out ketika kapasitas pemerintah terbatas.
Pilihan strategi perkuat (harness) dapat menggunakan
instrument kebijakan pemasaran sosial. Keduanya membuka
kesempatan untuk meningkatkan sumber daya yang ada di sektor
swasta dan menggunakannya untuk mengembangkan akses demi
keuntungan pelayanan kesehatan publik yang disubsidi.
Pilihan strategi alihkan (convert) dapat menggunakan instumen
kebijakan transaksi kemitraan pemerintah swasta. Dalam hal ini pemilik
baru (swasta) mungkin dikontrak pemerintah untuk melanjutkan
pelayanan kesehatan publik dengan menggunakan aset publik
sebelumnya. Selain itu dapat juga menggunakan instrumen kebijakan
PML Papua | 54

Ringkasan Modul Dasar


privatisasi. Dalam hal ini pemilik baru (swasta) mungkin diijinkan tapi
tidak diwajibkan untuk menyediakan pelayanan kesehatan public.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa seperti di
sektor publik, kebijakan yang baik terhadap sektor swasta harus
dikembangkan secara stratejik.

Apa goal-nya? (penyakit? Kelompok populasi? Daerah?)


Siapa providernya/ penjualnya/ produsernya?
Dengan instrumen kebijakan apa?

a) Kerangka kerja logis pemilihan strategi


Ada 6 langkah yang dianjurkan dalam pemilihan
strategi yaitu menetapkan masalah/tujuan, identifikasi aktoraktor swasta yang relevan, penilaian kegiatan sektor swasta
saat ini, identifikasi perubahan perilaku yang diinginkan, seleksi
strategi untuk merubah perilaku, dan implementasi strategi.
b) Berpikir stratejik tentang instrument kebijakan
Setelah ditentukan apa instrumen kebijakan yang
akan diterapkan, yang perlu dipikirkan selanjutnya adalah
kapan itu mulai diimplementasikan, dan untuk siapa
instrument itu ditujukan. Selain itu harus dipikirkan pula:

Bagaimana cara kerjanya spesifikasinya?


Perilaku siapa yang ditargetkan harus diubah?
Bagaimana motivasi untuk berubah?
Bagaimana
perubahan
akan
berkontribusi
terhadap tujuan?
Provider atau produser mana yang efektif dalam
mempengaruhi perubahan?
Goal apa yang dapat menjadi kontribusi mereka?
Apa peran pemerintah dalam implementasi
kebijakan?
55 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar

e.

Kebijakan lain apa yang akan dibutuhkan


Pihak-pihak mana yang dibutuhkan untuk terlibat?

Pokok Bahasan 5: Berbagai kasus Public-Private Partnership di


rumahsakit dan pelayanan kesehatan
Kasus Kemitraan Pemerintah-Swasta Pengadaan SDM Kesehatan
di Kab. Berau
Ide Kemitraan (contracting out) ini muncul sebagai suatu
alternatif baru untuk mengatasi masalah ketersediaan tenaga
kesehatan di daerah terpencil baik pedalaman maupun
kepulauan di Kabupaaten Berau.
Tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan derajad
kesehatan seluruh masyarakat Kecamatan Kelay. Tujuan
khususnya adalah untuk meningkatkan cakupan pelayanan
kesehatan, meningkatkan mutu pelayanan, dan secara
epidemiologis menurunkan jumlah kasus. Sasaran seluruh
masyarakat Kecamatan Kelay (5.202 jiwa).
Awalnya rencana contracting-out ini akan dilakukan dua
Puskesmas yaitu Puskesmas Kelay sendiri dan Puskesmas Maratua
yang terletak di daerah sangat terpencil di kepulauan sebelah
timur Kabupaten Berau (Laut Sulawesi), dengan alokasi anggaran
sekitar 1,5 miliar rupiah. Tetapi karena adanya tuntutan efisiensi
demi suksesnya penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional
(PON) XVII 6-17 Juli 2008 di Kalimantan Timur, alokasi anggaran
diturunkan hingga menjadi Rp 970 juta. Dengan alokasi
anggaran yang dipangkas ini, uji coba terpaksa hanya dapat
dilakukan di satu Puskesmas, dan yang terpilih adalah Puskesmas
Kelay dengan pertimbangan antara lain biaya transportasi yang
lebih terjangkau sehingga pemantauan nantinya lebih mungkin
dilakukan.
Pendekatan

PML Papua | 56

contracting

out

yang

dipilih

adalah

Ringkasan Modul Dasar


mengontrak pihak ketiga untuk menyediakan tambahan tenaga
kesehatan yang dibutuhkan melalui lelang terbuka. Jumlahnya,
24 orang. Jenis tenaga yang dibutuhkan adalah para staf yang
mempunyai spesifikasi umum berupa pengabdian yang tinggi,
berorientasi pada tugas, mempunyia kepribadian yang baik, dan
mampu beradaptasi dengan situasi daerah terpencil. Spesifikasi
khususnya adalah sesuai dengan kompetensi profesional yang
dibutuhkan.
Tambahan tenaga ini bersifat tim, bukan perorangan
Dalam pendekatan ini, pimpinan puskesmas dan staf lama yang
ada tetap dipertahankan, sementara tenaga kontrak merupakan
tambahan yang tetap sebagai bagian tak terpisahkan dari SDM
Puskesmas Kelay. Jika dibandingkan dengan pengalaman negara
lain, pilihan pendekatan contracting out yang dilakukan Dinas
Kesehatan Kabupaten Berau tersebut merupakan pendekatan
baru yang belum pernah dilakukan di negara manapun.Kontrak
yang akan dilelangkan berupa paket yaitu selain pengadaan SDM
juga kontrak penyelenggaraan pelayanan dan pengadaan
sarana prasarana kesehatan.
Hasil Proses Lelang
Tanggal 30 Mei 2008 Pengumuman pelelangan
dilakukan melalui surat kabar propinsi dan lokal serta dilanjutkan
dengan pembukaan pendaftaran. Tercatat empat perusahaan
yang mendaftar yang setelah dicermati perusahaan ini berasal
dari lokal Kabupaten Berau. Setelah melalui proses evaluasi baik
administrasi, teknis dan penawaran, ternyata lelang dinyatakan
gagal karena tidak ada satupun peserta lelang memenuhi
persyaratan sebagai pemenang lelang Ketika masa sanggah
diberikan beberapa pihak peserta melakukan sanggahan dan
tentu saja pihak panitia dan Pejabat Pembuat Komitmen
melakukan tanggungjawabnya dengan memberi jawaban
sebagaimana mestinya yang tetap berpedoman pada peraturan
yang ada. Oleh karena pelelangan gagal dan jika melakukan
57 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar


lelang ulang memerlukan waktu yang cukup lama sehingga
waktu tersisa menjadi tidak efektif maka dilakukan permohonan
pada Bupati (Panggar Eksekutif) untuk mengalokasikan kembali
anggaran tersebut pada tahun anggaran 2009.

a) Analisis Kegagalan
Berdasarkan literatur, ada sejumlah karakteristik dalam
pendekatan Berau yang menyebabkan kegagalan yaitu:
a.

Pemerintah pusat (Depkes) sendiri belum pernah


melakukannya, padahal menurut Bergstrom (1999)
dukungan pemerintah pusat mutlak adanya.
b. Karena baru pertama kali dilakukan di Indonesia,
dukungan regulasi belum sepenuhnya ada padahal
adanya regulasi baik tingkat nasional maupun lokal
juga mutlak adanya (Abramson, 2004).
c. Pendekatan dengan mengontrak pihak ketiga
untuk menyediakan tambahan tenaga tanpa
merubah sistem pelayanan kesehatan puskesmas
yang ada, berbeda misalnya dengan pendekatan
SDC atau MC yang dilakukan di Cambodia
(Loevinsohn & Harding, 2004).
d. Jumlah penduduk yang menjadi sasaran sangat
sedikit dan hanya dalam satu kecamatan (sangat
berbeda dengan pengalaman di negara lain).
Dalam hal ini skala ekonomi (Loevinsohn &
Harding, 2004) dalam contracting out tidak
tercapai.
e. Waktu pelaksanaan hanya 1 tahun (efektif sekitar 910 bulan karena adanya proses lelang) sangat
singkat dibandingkan pengalaman di negara lain.
Dalam waktu yang singkat akan sulit melihat hasil
contracting out (Loevinsohn & Harding, 2004).
PML Papua | 58

Ringkasan Modul Dasar


f.

Karena baru pertama kali diadakan, tidak banyak


atau bahkan tidak ada pihak ketiga yang siap dan
berpengalaman sebagai pihak ketiga. Keterbatasan
calon kontraktor ini akan mengurangi persaingan
yang sehat sesuai mekanisme pasar, padahal
persaingan inilah yang diinginkan terjadi agar
diperoleh efektivitas dan efisiensi contracting out
(Zarco-Jasso, 2005).

Kasus Kemitraan Pemerintah-Swasta di 6 RSU Kabupaten di NTT


Program Sister Hospital NTT di ke-6 RSD (Soe, Larantuka,
Lewoleba, Waikabubak, Ende, dan Bajawa) merupakan salah
satu bagian dari Revolusi KIA di NTT. RS Mitra yang berpartisipasi
dalam program ini adalah RSD dr. Soetomo, RSUP dr. Wahidin
Sudirohusodo, RSUP Sanglah, RSU dr. Saiful Anwar, RS Bethesda,
dan RS Panti Rapih. Mengapa dilakukan program ini?
AKI dan AKB di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)
masih jauh berada di atas angka nasional dan jauh dari target
MDGs tahun 2015. Usaha untuk menurunkan AKI dan AKB
diperlukan upaya yang luar biasa, tidak bisa hanya dengan caracara seperti yang telah dilakukan selama ini. Hal ini yang
menimbulkan kebijakan Revolusi KIA di NTT. Salah satu kendala
utama dalam penurunan AKI dan AKB adalah terbatasnya
ketersediaan dokter spesialis obstetri-ginekologi, dokter spesialis
kesehatan anak, dokter spesialis anastesi dan tenaga paramedic
pendukung dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak,
khususnya dalam penanganan kasus gawat darurat kebidanan.
Kegiatan yang dilakukan dalam Sister Hospital NTT
adalah melakukan kemitraan dengan rumah sakit di luar NTT.
Sejumlah rumah sakit besar bekerja sama melakukan kontrak
dalam jangka waktu tertentu untuk mengirimkan tenaga
kesehatan yang dibutuhkan ke RSD di kabupaten di NTT.
59 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar


Tenaga kesehatan tersebut adalah dokter spesialis/residen
senior obstetri-ginekologi, dokter spesialis/residen senior
kesehatan anak, dokter spesialis/residen senior anastesi, dan
tenaga paramedis pendukung. Disamping itu diselenggarakan
peningkatan ketrampilan teknis staf di rumah sakit melalui
pelatihan dan pembudayaan teknis kerja dalam kegiatan seharihari dan pelatihan tim tenaga di Puskesmas dalam rangka
penguatan sistem rujukan kesehatan ibu dan anak.
Bersamaan dengan kegiatan tersebut, secara jangka
menengah, ada upaya agar NTT dapat mandiri menyediakan
tenaga kesehatan yang dibutuhkan. Untuk itu dokter umum dari
NTT perlu dididik untuk menjadi dokter spesialis melalui
pendidikan spesialisasi di berbagai perguruan tinggi mitra.
Pendidikan dokter umum menjadi dokter spesialis yang akan
ditugaskan di RSD propinsi NTT dikembangkan melalui
kerjasama dengan 4 perguruan tinggi: Universitas Hasanudin,
Universitas Airlangga, Universitas Brawijaya, dan Universitas
Udayana.
Untuk mencapai tiga tujuan tersebut, PMPK FK UGM
dikontrak oleh AIPMNH untuk melaksanakan Paket Pekerjaan
Penyediaan Jasa Koordinasi, Monitoring, Evaluasi, dan Verifikasi
Bantuan Teknis Kegiatan Outsourcing Klinis Program
Coordination Consultant di NTT.
Kegiatan ini merupakan sebuah reformasi sistem
kesehatan dimana masalah kematian ibu dan anak dicoba
diatasi dengan: Merubah pengorganisasian pelayanan
kesehatan melalui kerjasama antar organisasi (model sister
hospital); Merubah sistem pembayaran untuk tenaga kesehatan
melalui pendekatan kontrak per kelompok; dan merubah
regulasi pelayanan kesehatan ibu dan anak dan pendidikan
tenaga kesehatan (spesialis) melalui kebijakan yang affirmative
untuk daerah sulit seperti NTT.
PML Papua | 60

Ringkasan Modul Dasar


Rancangan
program:
Menggunakan
rancangan
kegiatan before dan after untuk melihat dampaknya dan
evaluasi input dan proses untuk pelaksanaannya.
Hasil evaluasi setelah 6 bulan program Sister Hospital
NTT berjalan menunjukkan bahwa:

Kegiatan Clinical Contracting Out keenam RS Mitra


umumnya menunjukkan peningkatan dalam hal kinerja
baik kinerja klinis maupun kinerja outcomeoutput-proses-

input.

Kegiatan capacity building di RSD telah berjalan meskipun


di beberapa tempat keterlibatan dokter umum RSD belum
optimal.
Kegiatan capacity building untuk tenaga puskesmas
umumnya telah berjalan baik meskipun di beberapa
tempat tidak optimal karena ada kendala koordinasi dan
kerja sama dengan pihak terkait
Kegiatan pengiriman pendidikan dokter spesialis
umumnya
telah
berhasil
mengidentifikasi
dan
mengusulkan dokter umum yang akan mengikuti PPDS
terkait PONEK kecuali untuk spesialisasi anastesi.

Disamping manfaat mengurangi kematian, berbagai


kegiatan pengembangan kapasitas yang dilakukan di RSD dan
ke Puskesmas perlu dicatat sebagai manfaat kegiatan yang
dapat dirupiahkan.
Dalam perpanjangan program Sister Hospital ke tahun
2011, 5 RS Mitra telah menandatangani PKS (Perjanjian Kerja
Sama) dengan pemda kabupaten masing-masing, kecuali RS
Bethesda yang tidak bisa melanjutkan kerja sama ini karena
keterbatasan SDM yang dimiliki. RS Bethesda digantikan oleh
RSUP dr. Sardjito Yogyakarta.

61 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar

Kesimpulan akhir: Program Sister Hospital Provinsi NTT


sudah berjalan baik sesuai dengan harapan dan tahapantahapannya, serta perlu dilanjutkan dengan perbaikan.
E.

Rujukan

Abramson, W. B. (2001) Monitoring and evaluation of contracts for


health service delivery in Costa Rica. Health Policy and Planning
[Internet],
16
(4)
pp.
404-411.
Available
from:
<http://heapol.oxfordjournals.org/cgi/reprint/16/4/404.pdf>
[Accessed 30 April 2007].
ADB (tanpa tahun). Public-Private Partnership Handbook. Metro Manila:
ADB.
Berman, P. (2011) Contracting: Overview. From Strategies for Private
Sector Engagement and Public Private Partnership (PPP) in
Health course in Manila.
Chee, G., Borowitz, M., and Barraclough, A. (2009). Private Sector Health
in Indonesia. North Bethesda, Maryland: USAID
Harding, A. (2011). Private Health Sector Assessments (PHSA). From
Strategies for Private Sector Engagement and Public Private
Partnership (PPP) in Health course in Manila.
Harding, A. & Preker, A.S. (2003). Private Participation in Health Services.
Washington D.C.: The World Bank
Langenbrunner, J. (2011) Contracting with Private Sector. From
Strategies for Private Sector Engagement and Public Private
Partnership (PPP) in Health course in Manila.
Loevinsohn, B. & Harding, A. (2004) Contracting for the Delivery of
Community Health Services: A Review of Global Experience.
Washington D.C: The World Bank
PML Papua | 62

Ringkasan Modul Dasar


Murti, B. (2006) Contracting Out Pelayanan Kesehatan: Sebuah
Alternatif Solusi Keterbatasan Kapasitas Sektor Publik. Jurnal

Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 3 September


2006
PMPK FK UGM (2010) Grand Design Program Sister Hospital NTT.
Yogyakarta: PMPK FK UGM.
PMPK FK UGM (2011) Laporan Akhir Program Sister Hospital NTT.
Yogyakarta: PMPK FK UGM.
Praptoraharjo, I. (2011) Contracting Out Pelayanan Kesehatan
Preker, A.S; Liu, X; Velenyi, E.V; Baris, E. (2007). Public Ends, Private
Means: Strategic Purchasing of Health Services. Washington
D.C: The World Bank
Prinja, S. (2010). Role of Ideas and Ideologies in Evidence-Based Health
Policy. Iranian J Publ Health, Vol. 39, No.1, 2010, pp. 64-69.
(Available at: http://ijph.ir/pdfs/10-%20Dr_Prinja.pdf)
Trisnantoro, L., Farid ul-Hasnain, S., Herrera, M., Supakankunti, S.,
Berman, P., & Montagu, D. (2011). Overview on Asia-Regions
Private Sector in Health System. From Strategies for Private
Sector Engagement and Public Private Partnership (PPP) in
Health course in Manila.
Wang, H; McEuen, M., Mize, L., Cisek, C., & Barraclough, A. (2009).
Private Sector Health in Indonesia: A Desk Review. North
Bethesda, Maryland: USAID.
Zarco-Jasso, H. (2005) Public-private partnership: a multidimensional
model
for
contracting
[Internet].
Available
from:
<http://www.inderscience.com/storage/
f410126115297381.pdf> [Accessed 18 May 2007].

63 | PML Papua

Ringkasan Modul Dasar

PML Papua | 64

You might also like