You are on page 1of 28

LAPORAN KASUS

KONJUNGTIVITIS TRAKOMA

Pembimbing:
dr. Agah Gadjali, SpM
dr. Hermansyah, SpM
dr. Gartati Ismail, SpM
dr. Mustafa K. Shahab, SpM
dr. Henry A. W, SpM

Disusun oleh:
Fahada Indi
1102007106

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK. 1 RADEN SAID SUKANTO
PERIODE 16 NOVEMBER 2015 18 DESEMBER 2015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

LAPORAN KASUS

I.

II.

IDENTITAS PASIEN
Nama
Jenis kelamin
Tanggal Lahir
Usia
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Suku bangsa
Alamat
No. Rekam medik
Tanggal pemeriksaan

: Ny. I.R
: Perempuan
: Jakarta, 15-03-1973
: 42 tahun
: Islam
: SLTA
: Ibu Rumah Tangga
: Jakarta
: Jl. Kebon Pala No 14 RT 02/07 Halim
: 604016
: 18 November 2015

ANAMNESIS (Autoanamnesis dengan pasien 18 November 2015)

Keluhan utama

: Penglihatan buram pada mata kanan sejak 2


minggu sebelum masuk rumah sakit.

Keluhan tambahan

: Mata merah, berair, gatal dan terasa ada yang


mengganjal

Riwayat penyakit sekarang


:
Pasien datang diantar oleh anaknya ke Poliklinik Mata RS
POLRI dengan keluhan penglihatan buram sejak 2 minggu sebelum masuk
rumah sakit. Awalnya pasien mengeluhkan mata kanannya merah, gatal
dan berair, lalu penglihatannya mulai buram berangsur angsur. Pasien
juga merasa ada yang mengganjal di kelopak mata kanannya, setelah
dilihat ternyata bulu matanya tumbuh seperti menusuk ke dalam mata,
sehingga saat pasien berkedip terasa sakit, dan semakin lama semakin
susah untuk melihat. Pasien mengaku sudah meneteskan obat tetes mata
cendo xitrol dan dirasakan membaik hanya beberapa jam saja. Sedangkan
untuk mata kirinya tidak ada keluhan sama sekali.

Riwayat penyakit dahulu


:
:
Riwayat mengalami benturan atau trauma benda lain disangkal
Riwayat penyakit diabetes melitus disangkal
Riwayat penyakit hipertensi disangkal
Riwayat menggunakan kacamata disangkal
Riwayat sakit serupa disangkal
Riwayat operasi pada mata disangkal
Riwayat alergi makanan disangkal
Riwayat alergi obat disangkal

III.

Riwayat penyakit keluarga


:
- Riwayat keluarga dengan sakit yang sama disangkal
- Riwayat penyakit diabetes melitus disangkal
- Riwayat penyakit hipertensi disangkal

PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis

IV.

Keadaan umum : tampak baik


Kesadaran
: compos mentis
Tanda vital
o Tekanan darah : o Nadi
: 80x/menit
o RR
: 20x/menit
o Suhu
: afebris
Pembesaran KGB retroaurikular dan preaurikular (-)

STATUS OFTALMOLOGI
Visus
Posisi Hirschberg
Gerakan bola mata

OD
4/60

OS
5/60
Ortoforia

Tidak bisa dinilai

Palpebra superior

Edema (-), benjolan (-),


hiperemis (-), nyeri tekan
(-), hematom (-), trikiasis
(+), entropion (+)
Palpebra inferior
Edema (-), benjolan (-),
hiperemis (-), nyeri tekan
(-), hematom (-) trikiasis
(+), entropion (+)
Hiperemis (+), papil (-),
Konjungtiva Tarsal superior edema (-), sikatrik (+)

Edema (-), benjolan (-),


hiperemis (-), nyeri tekan
(-), hematom (-), trikiasis
(-), entropion (-)
Edema (-), benjolan (-),
hiperemis (-), nyeri tekan
(-), hematom (-) trikiasis
(-), entropion (-)
Hiperemis (-), papil (-),
edema (-), sikatrik (-)

Konjungtiva Tarsal inferior

Hiperemis (-), papil (-), Hiperemis (-), papil (-),


edema (-), sikatrik (-)
edema (-), sikatrik (-)

Konjungtiva bulbi

Injeksi konjungtiva (+),


Injeksi siliar (+), Pannus
(+)
keruh, ulkus (-), infiltrat
(-), neovaskularisasi (+)

Kornea

Injeksi konjungtiva (-),


Injeksi siliar (-), Pannus (-)
Jernih, ulkus (-), infiltrat
(-), neovaskularisasi (-)

Bilik mata depan

Dalam, jernih,

Dalam, jernih,

Iris

kripte (-), sinekia (-)

kripte (-), sinekia (-)

Pupil
Lensa
Vitreus

Reguler, RL (+), RTL (+)


Jernih
Tidak dievaluasi

Reguler, RL (+), RTL (+)


Jernih
Tidak dievaluasi

V.

RESUME
Pasien perempuan usia 42 tahun datang diantar oleh anaknya ke
Poliklinik Mata RS POLRI dengan keluhan penglihatan buram sejak 2
minggu sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien mengeluhkan mata
kanannya merah, gatal dan berair, lalu penglihatannya mulai buram
berangsur angsur. Pasien juga merasa ada yang mengganjal di kelopak
mata kanannya, setelah dilihat ternyata bulu matanya tumbuh seperti
menusuk ke dalam mata, sehingga saat pasien berkedip terasa sakit, dan
semakin lama semakin susah untuk melihat. Pasien mengaku sudah
meneteskan obat tetes mata cendo xitrol dan dirasakan membaik hanya beberapa
jam saja. Sedangkan untuk mata kirinya tidak ada keluhan sama sekali.

Pada Pemeriksaan fisik didadapatkan :


Palpebra Superior & Inferior OD
Konjungtiva Tarsalis Superior OD
Konjungtiva Bulbi OD

VI.

Kornea OD

: Trikiasis (+), Entropion (+)


: Hiperemis (+), Sikatrik (+)
: Injeksi konjungtiva (+), Injeksi
siliar (+), Pannus (+)
: Keruh, neovaskularisasi (+)

DIAGNOSIS KERJA
Konjungtivitis Trakoma

VII.

DIAGNOSIS BANDING

VIII. PENATALAKSANAAN

Medikamentosa
Lokal
:
o Pemakaian antibiotik tetrasiklin berupa salep mata dengan
konsentrasi 1% dapakai 3-4 kali sehari, diulaskan pada
konjungtiva forniks inferior.
o Cendo lyteers 0,01 % 3 4 kali sehari 1-2 tetes.
Sistemik
:
o Tetrasiklin 1 1,5 g/hari per oral dalam 4 dosis terbagi selama
3 4 minggu.

Inisial Planning
:
a.Diagnosis
Pemeriksaan Laboratorium : darah lengkap, kultur, pewarnaan
Giemsa, sensitivitas dan resistensi terhadap obat.
b. Operatif
Koreksi bedah (Epilasi) bulu mata yang menusuk ke dalam.

Non Medikamentosa
Edukasi
:
Menggunakan obat secara teratur

Dilarang menggosok mata dengan tangan

Segera cuci tangan dengan sabun setelah kontak dengan mata,


terutama sebelum dan sesudah membersihkan mata dan
memakai obat menjaga higiene untuk mencegah penularan

IX.

MONITORING
o Visus Pasien
o Klinis Pasien : tanda tanda infeksi pada mata dan tanda vital.

X.

PROGNOSIS
o
o
o
o

Quo Ad Vitam
Quo Ad Fungsionam
Quo Ad Sanactionam
Quo Ad Cosmetican

: Ad Bonam
: Ad Bonam
: Dubia Ad Bonam
: Dubia Ad Bonam

TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI DAN FISIOLOGI KONJUNGTIVA
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan
kulit pada tepi kelopak (persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di
limbus. 2 Konjungtiva terdiri dari tiga bagian:
1 Konjungtiva palpebralis (menutupi permukaan posterior dari palpebra)
2 Konjungtiva bulbaris (menutupi sebagian permukaan anterior bola mata)
3 Konjungtiva forniks (bagian transisi yang membentuk hubungan antara
bagian posterior palpebra dan bola mata). 1

Gambar 1. Bagian depan struktur orbita

Konjungtiva palbebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan


melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke
posterior (pada fornices superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera
dan menjadi konjungtiva bulbaris. 1
Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di fornices dan melipat
berkali-kali. Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar
permukaan konjungtiva sekretorik. Duktus-duklus kelenjar lakrimalis bermuara ke
forniks temporal superior. Kecuali di limbus (tempat kapsul Tenon dan konjungtiva
menyatu sejauh 3 mm), konjungtiva bulbaris melekat longgar ke kapsul tenon dan
sklera di bawahnya. Lipatan konjungtiva bulbaris yang tebal, mudah bergerak dan
lunak (plika semilunaris) terletak di kanthus internus dan membentuk kelopak mata
ketiga pada beberapa binatang. Struktur epidermoid kecil semacam daging

(karunkula) menempel superfisial ke bagian dalam plika semilunaris dan merupakan


zona transisi yang mengandung elemen kulit dan membran mukosa. 1
Konjungtiva forniks struktumya sama dengan konjungtiva palpebra. Tetapi
hubungan dengan jaringan di bawahnya lebih lemah dan membentuk lekukanlekukan, juga mengandung banyak pembuluh darah. Oleh karena itu, pembengkakan
pada tempat ini mudah terjadi bila terdapat peradangan mata. 1
Namun, secara letak areanya, konjungtiva dibagi menjadi 6 area yaitu area
marginal, tarsal, orbital, forniks, bulbar dan limbal. 2

Gambar 2. Bagian-bagian konjungtiva

Fungsi
Fungsi dari konjungtiva adalah memproduksi air mata, menyediakan
kebutuhan oksigen ke kornea ketika mata sedang terbuka dan melindungi mata,
dengan mekanisme pertahanan nonspesifik yang berupa barier epitel, aktivitas
lakrimasi, dan menyuplai darah. Selain itu, terdapat pertahanan spesifik berupa
mekanisme imunologis seperti sel mast, leukosit, adanya jaringan limfoid pada
mukosa tersebut dan antibodi dalam bentuk IgA. 3

Histologi

Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder
bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas
karunkula dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari
sel-sel epitel skuamosa.1 Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat
atau oval yang mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan
diperlukan untuk dispersi lapisan air mata secara merata di seluruh prekornea. Sel-sel
epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel-sel superfisial dan di dekat limbus dapat
mengandung pigmen. 1
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial) dan satu
lapisan

fibrosa

(profundus).

Lapisan

adenoid

mengandung jaringan limfoid dan di beberapa tempat


dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa
sentrum

germinativum.

Lapisan

adenoid

tidak

berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3


bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis
inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler
dan mengapa kemudian menjadi folikuler. Lapisan
fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang
melekat pada lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan
gambaran reaksi papiler pada radang konjungtiva.
Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata.1
Gambar 3. Struktur histologi
konjungtiva beserta penyebaran
selnya

Kelenjar Konjungtiva

Pada konjungtiva terdapat dua jenis kelenjar :


1.

Mucin secretoty glands: Merupakan sel goblet (kelenjar uniselullar yang

terletak di dalam epithelium), crypts of henle (terdapat di konjungtiva tarsal)


dan kelenjar manz (terdapat di limbal konjungtiva). Kelenjar ini menghasilkan
mukus yang beguna untuk membasahi kornea dan konjungtiva.5
2.

Kelenjar airmata asesori, meliputi:

Kelenjar

Krause

(terdapat

di

jaringan

subkonjungtiva fornik, dimana terdapar 42


kelenjar di fornik atas, dan 8 kelenjar di fornik

bawah)
Kelenjar Wolfring (terdapat di sepanjang bagian
atas dari tasus superior maupun inferior).5

Gambar 4. Gambar konjungtiva beserta


tempat kelenjar di sekitarnya
Pendarahan, Inervasi, Limfe Konjungtiva
Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri
palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak vena
konjungtiva yang umumnya mengikuti pola arterinya-membentuk jaringanjaringan
vaskuler konjungtiva yang banyak sekali. Pembuluh limfe konjungtiva tersusun dalam
lapisan superficial dan lapisan profundus dan bersambung dengan pembuluh limfe
kelopak mata hingga membentuk pleksus limfatikus yang kaya. Konjungtiva
menerima persarafan dari percabangan (oflalmik) pertama Nervus V (N. Trigeminus).
Saraf ini hanya relatif sedikit mempunyai serat nyeri.2, 3

Gambar 5. Blood Supply of Conjunctiva5

KONJUNGTIVITIS
Definisi
Konjungtivitis adalah peradangan membran mukosa yang membungkus permukaan bagian
anterior mata (sklera) dan permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) yang
disebabkan oleh mikroorganisme (virus, bakteri, jamur, chlamidia), alergi, iritasi bahan-bahan
kimia dan berkaitan dengan penyakit sistemik.2 Reaksi inflamasi ini ditandai dengan dilatasi
vaskular, infiltrasi seluler dan eksudasi. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai
macam gejala, salah satunya adalah mata merah.2, 3
Patogen umum yang dapat menyebabkan konjungtivitis adalah Streptococcus pneumonia,
Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, Neisseria meningitides, sebagian besar strain
adenovirus manusia, virus herpes simpleks tipe 1 dan 2, dan dua picornavirus. Dua agen yang
ditularkan secara seksual dan dapat menimbulkan konjungtivitis adalah Chlamydia trachomatis
dan Neisseria gonorrhoeae.1
Epidemiologi
Konjungtivitis adalah diagnosa yang mencakup bermacam-macam kelompok penyakit yang
terjadi di seluruh dunia dan mengenai semua umur, semua status sosial dan kedua gender. 4
Meskipun tidak ada tokoh yang dapat dipercaya yang mendata insidensi atau prevalensi dari
konjungtivitis, kondisi ini telah disebutkan sebagai salah satu penyebab paling sering dari pasien
untuk memeriksakan sendiri dirinya.1 Konjungtivitis jarang menyebabkan kehilangan
penglihatan yang permanen atau kerusakan struktur, tapi dampak ekonomi dari penyakit ini
dalam hal kehilangan waktu kerja, meskipun tidak terdokumentasi, sangat tidak diragukan lagi.
Sekitar 2% dari seluruh kunjungan ke dokter adalah untuk pemeriksaan mata dengan 54% nya
adalah antara konjungtivitis atau abrasi kornea. 4 Untuk konjuntivitis yang infeksius, 42% sampai
80% adalah bakterial, 3% chlamydial, dan 13% sampai 70% adalah viral. Konjungtivitis viral
menggambarkan hingga 50% dari seluruh konjungtivitis akut di poli umum. Occular cicatrical
pemphigoid dan konjungtivitis neoplasma jarang tampak. 4

Klasifikasi

Berdasarkan waktu:

Akut

Kronis

Berdasarkan penyebabnya: 1
Konjungtivitis Bakteri

Konjungtivitis bakteri hiperakut (N gonorrhoeae, N meningitidis, N kochii)

Konjungtivitis mukopurulen (catarrhal)

Konjungtivitis difteri

Konjungtivitis folikuler

Konjungtivitis angular

Blefarokonjungivitis

Konjungtivitis akut viral

Keratokonjungtivitis epidemika

Demam faringokonjungtiva

Keratokonjungtivitis herpetik

Keratokonjungtivitis New Castle

Konjungtivitis hemoragik akut pendarahan subkonjungtiva (+)

Konjungtivitis Klamidia

Trakoma
Konjungtivitis Inklusi

Konjungtivitis akut jamur


Konjungtivitis imunologik (alergika)

Konjungtivitis vernal

Konjungtivitis flikten

Konjungtivitis neonatorum
Konjungtivitis Rickettsia
Konjungtivitis parasit
Konjungtivitis akibat penyakit autoimun
Konjungtivitis kimia atau iritatif

Konjungtivitis yang penyebabnya tidak diketahui


Konjungtivitis yang berhubungan dengan penyakit sistemik
3. Berdasarkan onset / waktu terjadinya penyakit 5 :
1

Konjungtivitis Hiperakut
a Noenatorum Gonoroe Conjunctivitis
b Chemical Conjunctivitis
c Adult Gonoroe Conjunctivitis
2 Konjungtivitis Akut
a Cataralis Acute Conjunctivitis
b Adult Inclusion Conjunctivitis
c Blennorhoe Inclusion Conjunctivitis
d Acute Follicular Conjunctivitis

Pharyngo Conjunctival Fever (PCF)

Epidemic Kerato Conjunctivitis (EKC)

Herpes Simpleks Conjunctivitis (HSC)

New Castle Conjunctivitis (NCC)

Acute Haemorrhagic Conjunctivitis (AHC)

Inclusion Conjunctivitis

Other Clamidya Conjunctivitis

Konjungtivits Kronik
a Konjungtivitis Trakoma
b Konjungtivitis Non-Trakoma

Temuan

klinis Viral

Bakterial

Klamidial

Alergik

+
Minimal
Serous mucous

++
Berlebihan
Purulen, kuning,

+
Berlebihan
Purulen, kuning,

++
+
Minimal
Viscous

++
+

krusta
++
+
-

krusta
+
+
+

++

dan sitologi
Gatal
Hiperemis
Eksudasi
Sekret
Kemosis
Lakrimasi
Folikel

Papil
Pseudomembran

+
-

Pembesaran

++

KGB
Panus

Bersamaan

Umum

Tidak umum

Umum hanya pada Tidak ada

dengan keratitis
Adenopati
periaurikuler

konjungtivitis

Pewarnaan

Monosit

Bakteri, PMN

terhadap eksudat
dan kerokan
Sakit

inklusi
PMN, sel plasma, Eosinofil
badan inklusi

Kadang-

Kadang-kadang

Tidak pernah

Tidak pernah

tenggorokan dan kadang


demam

yang

menyertai
Tabel 1. Perbedaan macam-macam tipe dari konjungtivitis 1,2
Berikut algoritma yang dapat dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis dengan keluhan
mata merah, termasuk konjungtivitis virus 4 :

Gambar 6. Algoritma keluhan mata merah

KONJUNGTIVITIS TRAKOMA
Trakoma adalah suatu penyakit yang terkenal di dunia sejak dahulu. Mengenai 1/6 dari penduduk
di dunia. Penyakit ini dapat mengenai segala umur tapi lebih banyak ditemukan pada orang muda
dan anak-anak. Daerah yang banyak terkena adalah di semenanjung Balkan. Ras yang banyak
terkena ditemukan pada ras Yahudi, penduduk asli Australia dan Indian Amerika atau daerah
dengan higiene kurang.1
Cara penularan penyakit ini adalah melalui kontak langsung dengan sekret penderita trakoma
atau melalui alat- alat kebutuhan sehari-hari seperti handuk, alat-alat kecantikan dan lain-lain.

Penularan terjadi terutama antara anak-anak dan wanita yang merawatnya. Beberapa sumber
mengkarakteristikkan siklus penularan ini digambarkan bahwa trakoma sebagai disease of day
nursery.
Episode berulang dari reinfeksi dalam keluarga meneyebabkan kronik folikular atau inflamasi
konjungtiva berat (trakoma aktif), yang menimbulakan scarring konjungtiva tarsal. Scarring
pada konjungtiva tarsal atas, pada sebagian individu, berlanjut menjadi entropion dan trichiasis (
cicatrical trachoma). Hasil akhirnya menimbulkan antra lain abrasi kornea, ulkus kornea dan
opasifikasi, dan akhirnya kebutaan.
Pencegahan trakoma berkaitan dengan kebutaan membutuhkan banyak intervensi. WHO
menerapkan strategi surgery, antibiotics, facial cleanliness, dan environmental improvement
(SAFE) untuk mengontrol trakoma.4
A. Definisi

Trakoma adalah suatu bentuk keratokonjungtivitis kronis yang disebabkan oleh infeksi bakteri

Chlamydia trachomatis.4
Trakoma merupakan salah satu jenis penyakit mata yang menular yang disebabkan oleh Chlamidia

trachomatis serotipe A, B, Ba, atau C yang termasuk dari konjungtivitis folikular kronik.
Trakoma juga termasuk infeksi mata yang berlangsung lama yang menyebabkan inflamasi dan
jaringan parut pada konjungtiva dan kelopak mata serta kebutaan

B. Etiologi
Trakoma disebabkan oleh Chlamydia trachomatis serotipe A, B, Ba dan C. Masing- masing
serotipe ditemukan di tempat dan komunitas yang berbeda beda.
Chlamydia adalah gram negatif, yang berbiak intraseluler. Spesies C trachomatis
menyebabkan trakoma dan infeksi kelamin ( serotipe D-K) dan limfogranuloma venerum
( serotipe L1-L3). Serotipe D-K biasanya menyebabkan konjungtivitis folikular kronis yang
secara klinis sulit dibedakan dengan trakoma, termasuk konjungtivitis folikular dengan
pannus, dan konjungtiva scar. Namun, serotipe genital ini tidak memiliki siklus transmisi
yang stabil dalam komunitas. Karena itu, tidak terlibat dalam penyebab kebutaan karena
trakoma.4

C. Patofisiologi
Jika terjadi invasi kuman,bakteri maupun virus maka akan terjadi reaksi di dalam
jaringan tersebut diantaranya infiltrasi, eksudasi, nekrose dan pembentukan jaringan parut.
Reaksi ini di dapat juga di konjungtiva dan kornea jika virus trakoma memasuki jaringan ini.
.
.
.

Yang penting untuk mendirikan diagnosa trakoma adalah pemeriksaan:


Konjungtiva palpebra superior, dimana terlihat prefolikel dan sikatrik
Konjungtiva forniks superior, dapat terlihat folikel dan sikatrik
Kornea 1/3 bagian atas, dimana terlihat infiltrat, neovaskularisasi, folikel, herbets pits
Trakoma merupakan konjungtivitis menahun, yang disertai dengan hipertrofi papilar,
infiltrasi sel darah putih dalam konjungtiva, yang menyebabkan timbulnya folikel, prefolikel
dengan infiltrat dan neovaskularisasi di kornea.5

Prefolikel (PF) merupakan bercak bulat, kecil menonjol, jernih, di konjungtiva tarsalis superior
dan merupakan kumpulan limfosit dan sel plasma yang letaknya subepitel. Prefolikel bukan

merupakan stadium awal dari folikel. Prefolikel tidak dapat besar.


Folikel (F) tampak sebagai tonjolan yang jernih, lebih besar dari prefolikel, kadang-kadang ada
pembuluh darah di atasnya. Ini merupakan kumpulan sel limfosit dan sel plasma disertai nekrose
subepitel. Folikel terdapat di konjuntiva forniks atau di 1/3 atas lombus kornea. Stroma skera dan
kornea bersambungan. Bagian stroma sklera mungkin ada yang menonjol ke bagian stroma
kornea. Bagian ini dinamakan lonula dari Millet. Pada tempat ini dapat timbul folikel yang
tertutup oleh konjungtiva. Bila kemudian folikel ini diresorpsi, maka timbul bekas pada tempat
ini yang disebut Herbert Periferal Pits.5

Harus dapat dibedakan antara folikel trakoma dan non trakoma.


Folikel Trakoma
- mudah pecah
- kalau pecah timbul sikatrik
- terutama di dapat di konjungtiva
forniks superior
- sama besar seperti butiran sagu

Folikel Non Trakoma


- tak mudah pecah
- tak menimbulkan sikatrik
- terutama di konjungtiva
fornik inferior
- tidak sama besar

Papil, bukan tanda khas dari trakoma, oleh karena dapat terjadi peradangan pada konjungtiva
lainnya. Bila ada papil, konjungtiva palpebra tampak seperti beludru dengan titik merah. Hal ini
desebabkan karena adanya hipertrofi epitel, sehingga sel epitel menjadi lebih besar, sampai
permukaan epitel menjadi berkelok-kelok. Di tengah-tengahnya terdapat bintik merah, oleh

karena adanya neovaskularisasi dai bawahnya, yang berjalan tegak lurus, bercabang-cabang di
ujujngnya dan sejajar permukaannya. Di dalamnya terdapat infiltrasi sel limfosit, di bawah epitel.

Dilihat

dari

atas

bentuknya

poligonal,

dengan

pembuluh

darah

di tengah-

tengahnyabercabang. Diantarannya terdapat kripta. Di antaranya terdapat kripta, pada


tempat mana berkumpul sisa-sisa metabolisme dari sel epitel. Kemudian atasnya tertutup,
sehingga merupakan pseudokista, ini dapat mengeras dan terbentuklah litiasis
konjungtiva (post trakomatous deposit PTD).5

Sikatrik, berasal dari folikel atau prefolikel. Tampak sebagai garis-garis yang sejajar dengan
margo palpebra, yang disebut garis artle. Kadang bercabang. Sikatriks ini biadanya halus
sehingga sukar dilihat, peeriksaan harus dilakukan dengan teliti. Kadang garisnya panjang dan
lebar, kadang berupa bintang.5

Panus, berarti tirai. Terdiri dari infiltrat dan neovaskularisasi. Harus diukur dalam mm. Panus
dibedakan menjadi 2 macam:
o

Panus aktif: terdiri dari infiltrat dan neovaskularisasi

Panus non aktif: hanya berdiri dari neovaskularisasi saja, infiltrat di kornea berupa keratitis
pungtata epitel dan sub epitel. Dengan ter fluresin terlihat hijau pada tempat ini. 5

E. Grading Trakoma
Pembagian menurut McCallan

Stadium I, insipien (hiperplasi limfoid): terdapat hipertrofi papil dengan folikel yang kecil-kecil
pada konjungtiva tarsus superior, yang memperlhatkan penebalan dan kongesti pada pembuluh
darah konjungtiva. Sekret yang sedikit dan jernih bila tidak ada infeksi sekunder. Kelainan kornea
sukar ditemukan tetapi kadang-kadang dapat ditemukan neovaskularisasi dan keratitis epitelial
ringan.

Stadium II, established: terdapat hipertrofi papiler dan folikel yang matang (besar) pada
konjungtiva tarsus superior. Pada stadium ini ditemukan pannus trakoma yang jelas. Terdapat
hipertrofi papil yang berat yang seolah-olah mengalahkan gambaran folikel pada konjungtiva
superior. Pannus adalah pembuluh darah yang terletak di daerah limbus atas dengan infiltrat.

Stadium III, parut: terdapat parut pada konjungtiva tarsus superior yang terlihat sebagai garis putih
yang halus sejajar dengan margo palpebra. Parut folikel pada limbus kornea disebut cekungan
Herbert. Gambaran papil mulai berkurang.

Stadium IV, sembuh: suatu pembentukan parut yang sempurna pada konjungtiva tarsus superior
hingga menyebabkan entropion dan trikiasis.1

Pembagaian menurut WHO Simplified Trachoma Grading Scheme


1. Trakoma Folikular (TF)

Trakoma dengan adanya 5 atau lebih folikel dengan diameter 0,5 mm di daerah sentral
konjungtiva tarsal superior

Bentuk ini umumnya ditemukan pada anak-anak, dengan prevalensi puncak pada 3-5
tahun

2. Trakoma Inflamasi berat (TI)

Ditandai konjungtiva tarsal superior yang menebal dan pertumbuhan vaskular tarsal.

Papil terlihat dengan pemeriksaan slit lamp.

3. Sikatrik Trakoma (TS)

Ditandai dengan adanya sikatrik yang mudah terlihat pada konjungtiva tarsal.

Memiliki resiko trikiasis ke depannya, semakin banyak sikatrik semakin besar resiko
terjadinya trikiasis.

4. Trikiasis (TT)

Ditandai dengan adanya bulu mata yang mengarah ke bola mata.

Potensial untuk menyebabkan opasitas kornea

5. Opasitas Kornea (CO)

Ditandai dengan kekeruhan kornea yang terlihat di atas pupil.

Kekeruhan kornea menandakan prevalensi gangguan visus atau kebutaan akibat trakoma.4

F. Diagnosa
1. Riwayat Penyakit
Trakoma aktif biasanya ditemukan pada anak anak, dan penduduk pada daerah endemis,
hanya menimbulkan sedikit keluhan. Penderita dengan trikiasis bisa simtomatis. Beratnya
keluhan bergantung pada banyaknya bulu mata yang menyentuh bola mata, ada atau
tidaknya abrasi kornea, dan ada tidaknya blefarospasme.
2. Pemeriksaan Klinis

Pemeriksaan mata untuk tanda-tanda klinis dari trakoma meliputi pemeriksaan yang teliti
terhadap bulu mata, kornea dan limbus, kemudian eversi palpebra atas, dan inspeksi
konjungtiva tarsal. Binocular Loupes (x2,5) dan pencahayaan yang cukup dibutuhkan, bila
memungkinkan slit lamp dapat digunakan.
3. Pemeriksaan laboratorium
Mikroskopis, kultur sel, direct fluorescent antibody, enzyme immunoassay, serology,PCR,
direct hybridization probe test,Ligasse chain reaction, Strand displacement assay,
quantitative PCR.4
4. Diagnosis Banding1
Trakoma

Konjungtivitis

Vernal katarrh

folikularis
Gambaran

(Dini) papula kecil Penonjolan merah muda Nodul

lebar

Lesi

atau bercak merah pucat tersusun teratur datar

dalam

bertaburandengan

seperti deretan beads

bintik-bintik
kuning

susunan
cobblestone

pada

pada

konjungtiva tarsal

konjungtiva

(Lanjut)

tarsal atas dan

dan

Granula

parut

parut

bawah,

dan

diselimuti

terutama

lapisan susu

pada konjungtiva
tarsal atas
Ukuran
dan
Lesi

Lesi Penonjolan besar, Penonjolan


Lokasi lesi
tarsal

konjuntiva terutama
atas

bawah

lipatan retrotarsal terlibat


kornea-pannus,
abu-abu
pembuluh

konjungtiva besar,

dan tarsal bawah dan forniks limbus

teristimewa

bawah

kecil, Penonjolan

infiltrasi
dan
tarsus

tarsus

tidak forniks
terlibat

tarsus,
dan
dapat

terlibat
Tipe sekresi

Kotoran

air Mukoid aatu purulen

Bergetah,

berbusa

atau

bertali,

frothy

pada

susu

seperti

stadium lanjut
Pulasan

Kerokan

epitel Kerokan

dari

konjungtiva karakteristik

dan

kornea Weeks,

tidak Eosinofil
(Koch- karakteristik dan
Morax konstan

memperlihatkan

Axenfeld,

eksfoliasi,

mikrokokus,pneumokok

proliferasi

pada

sekresi

dan us)

inklusi selular
Penyulit atau Kornea;
sekuela

Panus, Ulkus kornea, Blefaritis Infiltrasi kornea

kekeruhan

Ektropion

Pseudoptosis

kornea,xerosis,
KorneaKonjungtiva:
Simblefaron,
Palpebra;
Entropion,
trikiasis

Penegakkan Diagnosa

Diagnosa trakoma ditegakkan berdasarkan:


a) Gejala Klinik :

Bila terdapat 2 dari 4 gejala klinik yang khas, sebagai berikut :


1 Adanya prefolikel di konjungtiva tarsalis superior
2 Folikel di konjungtiva forniks superior dan limbus kornea 1/3 bagian atas
3 Panus aktif di 1/3 atas limbus kornea
4 Sikatrik berupa garis-garis atau bintang di konjungtiva palpebra/ forniks
superior, Herberts pit di limbus korne 1/3 bagian atas

WHO mengembangkan cara sederhana memeriksa penyakit tersebut :

TF
: Lima atau lebih folikel pada konjungtiva tarsal superior
TI
: Infiltrasi difus dan hipertrofi papiler konjungtiva atas sekurangkurangnya
menutupi 50% pembuluh profunda normal.
TS
: Parut konjungtiva trachomatosa
TT
: Trikiasis atau entropion
CO
: Kekeruahan kornea.

Keterangan :
TF dan TI : menunjukkan trachoma infeksi aktif yang harus diobati
TS
: bukti cedera karena penyakit ini
TT
: berpotensi menyebabkan kebutaan dan indikasi dari
koreksi bedah
palpebra.
CO
: lesi terakhir yang membutakan dari trachoma
b) Kerokan konjungtiva, yang dengan pewarnaan giemsa dapat ditemukan badan inklusi
Halbert staedter Prowazeki. Diagnosa trakoma juga dapat ditegakkan bila terdapat

satu gejala klinis yang khas ditambah dengan kerokan konjungtiva yang
menghasilkan badan inklusi.
c) Biakan kerokan konjungtiva dalam yolk sac, menghasilkan badan inklusi dan
badan elementer dengan pewarnaan giemsa
d) Tes serologis dengan:

Tes fiksasi komplemen, untuk menunjukkan adanya antibodi terhadap trakoma,dengan


menggunakan antigen yang murni. Melakukannya mudah, tak memerlukan peralatan
canggih, cukup mempergunkan antigen yang stabil, mudah didapat di pasaran.
Mempunyai nilai diagnostik yang tinggi.

Tes mikro-imunofluoresen, menentukan antibodi antichlamydial yang spesifik,


beserta sifat-sifatnya (IgM,IgA,IgG). Lebih sukar dan memerlukan peralatan
canggih.6

G. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah untuk mendapatkan konjungtiva dalam keadaan licin dengan
jaringan sikatrik yang minimal. Hal ini bisa dicapai bila pengobatan sedini mungkin. Kunci
pentalaksanaan trakoma yang dikembangkan WHO adalah strategi SAFE (Surgical care,
Antibiotics, Facial cleanliness, Environmental improvement).
1. Terapi antibiotik

WHO merekomendasikan dua antibiotik untuk trakoma yaitu azitromisisn oral dan salep
mata tetrasiklin.

Azitromisin lebih baik dari tetrasiklin namun lebih mahal.


Program pengontolan trakoma di beberapa negara terbantu dengan donasi azitromisin.
Konsentrasi azitromisin di plasma rendah, tapi konsentrasi di jaringan tinggi,

menguntungkan untuk mengatasi organisme intraselular.


Azitromisin adalah drug of choice karena mudah diberikan dengan single dose.
Pemberiannya dapat langsung dipantau. Karena itu compliance nya lebih tinggi

dibanding tetrasiklin.
Azitromisin memiliki efikasi yang tinggi dan kejadian efek samping yang rendah. Ketika
efek samping muncul, biasanya ringan; gangguan GI dan rash adalah efek samping yang

paling sering.
Infeksi Chlamydia trachomatis biasanya terdapat juga di nasofaring, maka bisa terjadi

reinfeksi bila hanya diberi antibiotik topikal.


Keuntungan lain pemberian azitromisin termasuk mengobati infeksi di genital, sistem

respirasi, dan kulit.


Resistensi C. trachomatis terhadap azitromisin dan tetrasiklin belum dikemukakan.
Azitromisin : dewasa 1gr per oral sehari; anak anak 20 mg/kgBB per oral sehari
Salep tetrasiklin 1% : mencegah sintesis bakteri protein dengan binding dengan unit
ribosom 30S dan 50S. Gunakan bila azitromisin tidak ada. Efek samping sistemik
minimal. Gunakan di kedua mata selama 6 minggu

2. Tindakan bedah

Pembedahan kelopak mata untuk memperbaiki trikiasis sangat penting pada penderita

dengan trikiasis, yang memiliki resiko tinggi terhadap gangguan visus dan penglihatan.
Rotasi kelopak mata membatasi perlukaan kornea. Pada beberapa kasus, dapat
memperbaiki visus, karena merestorasi permukaan visual dan pengurangan sekresi okular

dan blefarospasme
Pengobatan massal. Prinsip dasar dalam pengobatan trakoma secara massal harus mencakup :
- pencarian kasus dan mengobatinya
- pendidikan kesehatan pada masyarakat
- merusak agen-agen vektor dan mengerjakan tindakan-tindakan sanitasi, sehingga lalat
yang dapat menyebarluaskan penyakit dapat diberantas. Pada pengobatan massal tidak
dipergunakan sulfa peroral, sebab selain mahal juga dapat menyebabkan keracunan

Cara pengobatan massal :


a

Cara pengobatan yang terus-menerus :


Salep antibiotika 1% atau sulfa diberikan sedikitnya 2 kali sehari sampai sembuh,
umumnya 2 bulan. Makin dini pengobatan dilakukan, hasilnya makin baik.

Cara pengobatan yang terhenti-henti (intermittent) :


Salep antibiotika 1% dipakai 2 kali sehari selama 3 hari berturut-turut. Hal yang sama
diulangi setiap bulan selama 6 bulan berturut-turut. Pengobatan tidak diserahkan kepada
penderita sendiri, tetapi dioleskan oleh yang petugas kesehatan, pada waktu datang
berobat. Menurut Maxwell Lyons (1958), hasilnya sama dengan pemakaian yang terus-

menerus.
Cara pengobatan yang menyeluruh (the blanket treatment method) :
Pada cara pengobatan ini, semua anggota keluarga dari anak yang menderita trakoma,
mendapat pengobatan dengan salep mata antibiotika atau sulfonamide. Cara ini terutama
dipakai untuk daerah dengan insiden trakoma yang tinggi dan tingkat ekonomi yang
rendah. Menurut Maxwell Lyons (1958), memberikan hasil yang baik dimana jumlah
trakoma aktif menurun.
Bila cara pengobatan dengan antibiotika atau sulfa tidak dapat dikerjakan, ada cara lain
dengan menggunakan repository drugs, yaitu obat-obatan yang lambat diabsorpsi atau
dihilangkan, seperti benzathine pennicilin dan sulphamethoxy-pyridazine (Bietti, 1959).

Cara pemakaiannya :
- benzathine pennicilin disuntikkan intramuskular setiap 7, 14, sampai 20
-

hari selama 3 bulan dengan dosis 2500 unit per kgBB.


Sulphamethoxy pyridazine dengan dosis 8-10 mg per kg BB diberikan
setiap 7-10 hari selama 3 bulan.

Tindakan operatif, diperlukan untuk mengatasi gejala sisa seperti trikiasis, entropion, dan
jaringan parut di kornea. Entropion dan trikiasis harus ditangani segera, karena dapat
menimbulkan kerusakan pada kornea. Trikiasis yang ringan diatasi dengan koagulasi dari folikel
bulu mata. Pada trikiasis yang disertai dengan entropion, dilakukan tarsotomi, yang harus
memperbaiki kedudukan bulu mata yang salah, posisi bulu mata yang salah jangan sampai
kambuh lagi dan tidak menimbulkan deformitas yang banyak pada bulu mata. Di Indonesia
banyak dipakai tarsotomi dari Wheeler yang dimodifikasi oleh Sie Boen Lian. Jaringan parut di
kornea, yang menimbulkan gangguan visus bahkan hampir buta, ditanggulangi dengan
keratoplasti, dimana kornea donor yang telah meninggal, dapat menggantikan kornea penderita
yang sudah rusak.3
H. Kriteria Kesembuhan

Kriteria kesembuhan

berdasarkan pemeriksaan dengan mata telanjang, terutama pada

pengobatan masal adalah :


1
2
3
4
5

Folikel (-)
Infiltrat kornea (-)
Panus aktif (-)
Hiperemia (-)
Konjungtiva, meskipun ada sikatri, tampak licin.

Pada kasus individual, kriteria penyembuhan harus ditambah :


1

Pada pemeriksaan fluoresein, yang dilihat dengan slit lamp, menunjukkan tidak ada keratitis

epitelial di kornea.
Pada pemeriksaan mikroskopis dan kerokan konjungtiva, tidak menunjukkan adanya badan
inklusi.6

I. KOMPLIKASI

Parut di konjungtiva adalah komplikasi yang sering terjadi pada trakoma dan dapat
merusak duktuli kelenjar lakrimal tambahan dan menutupi muara kelenjar lakrimal. Hal ini
secara drastis mengurangi komponen air dalam film air mata prekornea, dan komponen
mukus film mungkin berkurang karena hilangnya sebagian sel goblet. Luka parut itu juga
mengubah bentuk palpebra superior dengan membalik bulu mata ke dalam (trikiasis) atau
seluruh tepian palpebra (entropion), sehingga bulu mata terus menerus menggesek kornea.
Ini berakibat ulserasi pada kornea, infeksi bakterial kornea, dan parut pada kornea. Ptosis,
obstruksi duktus nasolakrimalis, dan dakriosistitis adalah komplikasi umum lainnya pada
trakoma.5
J. PROGNOSIS
Khas, trakoma adalah penyakit menahun yang berlangsung lama. Dengan kondisi higiene
yang baik (khususnya mencuci muka pada anak-anak), penyakit ini sembuh atau bertambah
ringan sehingga sekuele berat terhindarkan. Sekitar 6-9 juta orang di dunia telah kehilangan
penglihatannya karena trakoma.5

PEMBAHASAN
Mengapa diagnosis pasien Konjungtivitis Trakoma OD?
Berdasarkan anamnesa:
Keluhan pada OD :

Mata merah
Gatal
Berair
Penglihatan buram
Rasa mengganjal
Bulu mata tumbuh menusuk ke dalam
Gangguan visus (-)
Gatal (-), fotofobia (-)

Berdasarkan hasil pemeriksaan status oftalmologi :

Palpebra Superior & Inferior OD


Konjungtiva Tarsalis Superior OD
Konjungtiva Bulbi OD
siliar (+), Pannus (+)
Kornea OD

: Trikiasis (+), Entropion (+)


: Hiperemis (+), Sikatrik (+)
: Injeksi konjungtiva (+), Injeksi
: Keruh, neovaskularisasi (+)

Apakah penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat?

Penatalaksanaan pasien sudah tepat dengan pemberian Pemakaian antibiotik tetrasiklin


berupa salep mata dengan konsentrasi 1% dapakai 3-4 kali sehari, diulaskan pada
konjungtiva forniks inferior. Dan juga antibiotic sistemik Tetrasiklin 1 1,5 g/hari per oral
dalam 4 dosis terbagi selama 3 4 minggu.

Bagaimana prognosis pasien ini?


Prognosis pada pasien ini adalah baik, tetapi bila dengan kondisi higiene yang baik
(khususnya mencuci muka pada anak-anak), penyakit ini sembuh atau bertambah ringan
sehingga sekuele berat terhindarkan. Sekitar 6-9 juta orang di dunia telah kehilangan
penglihatannya karena trakoma.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, Sidarta. 2014. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2. Riordan-Eva, P. 2013. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Jakarta: EGC.
3. Salomon, A. W. dan Martin, J. H. 2014. Mass Treatment With Single-Dose Azithromycin
for Trachoma. N Engl J Med. Vol. 351: 1962-71.
4. Salomon, A. W. 2012. Diagnosis and Assesment of Trachoma. Clinical
Review. Vol. 17: 982-1011.
5. Taylor, S. H. 2015. Trachoma. http://www.emedicine.com.
6. Wijana, Nana. 2009. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Abadi Tegal

Microbiology

You might also like