Professional Documents
Culture Documents
IMUNISASI
1. Pengertian Imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten,
jadi pengertian imunisasi adalah tindakan untuk memberi kekebalan dengan
cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh manusia. Dengan demikian
imunisasi bermanfaat untuk menurunkan angka morbiditas, mortalitas, serta
bila mungkin didapatkan eradikasi suatu penyakit dari suatu daerah.
Sedangkan pengertian imunisasi menurut Departemen Kesehatan RI adalah
suatu cara untuk menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang
secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan
penyakit tersebut tidak akan menderita penyakit tersebut.
Imunisasi merupakan salah satu upaya pelayanan kesehatan dasar yang
memegang peranan dalam menurunkan angka kematian bayi dan ibu. Upaya
pelayanan imunisasi dilakukan melalui kegiatan imunisasi rutin dan tambahan
dengan tujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat
penyakit penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Tujuan
tersebut dapat tercapai apabila ditunjang dengan sumber daya manusia yang
berkualitas dan ketersediaan standar, pedoman, sistem pencatat-pelaporan
serta logistik yang memadai dan bermutu.
Tujuan Khusus
Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI), yaitu
cakupan imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi
3.
Jenis Imunisasi
Di Indonesia, imunisasi dasar merupakan imunisasi yang dianjurkan
bagi bayi berusia 0 11 bulan. Imunisasi ini sendiri terbagi dalam 5 jenis,
antara lain :
Kontra indikasi :
sebanyak itu secara akurat, harus menggunakan spuit dan jarum kecil
yang khusus.
3.
2.
3.
4.
5.
Prosedur
1.
Cuci tangan
2.
3.
4.
5.
6.
7.
9.
masukkan vaksin.
10. Tarik spuit setelah vaksin habis dan jangan dimasase
11. Usap area bekas injeksi dengan kapas bersih jika ada darah yang
keluar
12. Lepas sarung tangan dan cuci tangan.
13.catat respon yang terjadi, vaksin berhasil jika timbul benjolan di
kulit dengan kulit kelihatan pucat dan pori-pori tampak jelas.
Imunisasi Hepatitis B
Lebih dari 100 negara memasukkan vaksinasi ini dalam program
nasionalnya. Apalagi Indonesia yang termasuk Negara endemis tinggi
penyakit hepatitis. Jika menyerang anak, penyakit yang disebabkan
virus ini sulit disembuhkan. Bila sejak lahir telah terinfeksi virus
hepatitis B (VHB), dapat menyebabkan kelainan-kelainan yang
dibawanya terus hingga dewasa. Sangat mungkin terjadi sirosis atau
pengerutan hati (kerusakan sel hati yang berat). Bahkan yang lebih
buruk bisa mengakibatkan kanker hati.
Usia Pemberian :
Sekurang-kurangnya 12 jam setelah lahir. Dengan syarat, kondisi bayi
stabil, tak ada gangguan pada paru-paru dan jantung. Dilanjutkan pada
usia 1 bulan, dan usia antara 3-6 bulan. Khusus bayi yang lahir dari ibu
pengidap VHB, selain imunisasi yang dilakukan kurang dari 12 jam
setelah lahir, juga diberikan imunisasi tambahan dengan imunoglobin
antihepatitis B dalam waktu sebelum berusia 24 jam.
Jumlah Pemberian
Sebanyak 3 kali, dengan interval 1 bulan antara suntikan pertama dan
kedua, kemudian 5 bulan antara suntikan kedua dan ketiga.
Kontra Indikasi :
Hipersensitif terhadap komponen vaksin. Dan tidak dapat diberikan
pada anak yang menderita sakit berat.
Efek Samping :
Umumnya tidak terjadi. Jikapun ada (kasusnya sangat jarang), berupa
keluhan nyeri pada bekas suntikan, yang disusul demam ringan dan
pembengkakan. Namun reaksi ini akan menghilang dalam waktu dua
hari.
Cara Pemberian :
Pada anak di lengan dengan cara intramuskuler. Sedangkan pada bayi
dipaha lewat anterolateral (antero = otot-otot di bagian depan; lateral =
otot bagian luar). Penyuntikan di bokong tidak dianjurkan karena bisa
mengurangi efektivitas vaksin.
Alat dan bahan :
1.
2.
3.
4.
Prosedur :
1.
Cuci tangan
2.
3.
4.
5.
Atur posisi bayi (bayi dipangku ibunya, tangan kiri ibu merangkul
bayi, menyangga kepala, bahu, dan memegang sisi luar tangan kiri
bayi, tangan kanan bayi melingkar kebadan ibu dan tangan kanan
ibu memegang kaki bayi dengan kuat).
6.
7.
8.
9.
Cuci tangan
Imunisasi Polio
Belum ada pengobatan efektif untuk membasmi polio. Penyakit yang
dapat menyebabkan kelumpuhan ini, disebabkan virus poliomyelitis
yang sangat menular. Penularannya bisa lewat makanan/minuman
yang tercemar virus polio. Bisa juga lewat percikan ludah/air liur
penderita polio yang masuk kemulut orang sehat.
Masa inkubasi virus antara 6-10 hari. Setelah demam 2-5 hari,
umumnya akan mengalami kelumpuhan mendadak pada salah satu
anggota gerak. Namun tidak semua orang yang terkena virus polio
akan mengalami kelumpuhan, tergantung keganasan virus polio yang
menyerang dan daya tahan tubuh si anak. Imunisasi polio akan
memberikan kekebalan terhadap serangan virus polio.
Di Indonesia dipakai vaksin sabin yang diberikan melalui mulut
dengan dosis 2 tetes. Imunisasi dasar diberikan sejak anak baru lahir
atau berumur beberapa hari, dan selanjutnya setiap 4-6 minggu.
Vaksin polio dilakukan sampai 4 kali. Pemberian vaksin polio dapat
dilakukan bersamaan dengan BCG, vaksin hepatitis B, dan DPT. Bagi
bayi yang sedang meneteki maka ASI diberikan seperti biasa karena
ASI tidak berpengaruh terhadap vaksin polio. Imunisasi ulangan
diberikan bersamaan dengan imunisasi ulang DPT dengan interval 2
jam.
Imunisasi ulang masih diperlukan walaupun seorang anak pernah
terjangit polio. Alasannya adalah mungkin anak yang menderita polio
itu hanya terjangkit oleh virus polio tipe 1. Artinya bila penyakitnya
telah menyembuh, ia hanya mempunyai kekebalan terhadap virus
polio tipe 1, tetapi tidak mempunyai kekebalan terhadap jenis virus
polio tipe II dan III.
Usia Pemberian :
Saat lahir (0 bulan), dan berikutnya di usia 2, 4, 6 bulan. Dilanjutkan
pada usia 18 bulan dan 5 tahun. Kecuali saat lahir, pemberian vaksin
DPT.
Kontra Indikasi :
Tidak dapat diberikan pada anak yang menderita penyakit akut atau
demam tinggi (di atas 38 derajat Celsius), muntah atau diare, penyakit
kanker atau keganasan, HIV/AIDS, sedang menjalani pengobatan
2.
Pipet plastic
Prosedur:
1.
Cuci tangan
2.
3.
4.
biarkan alat tetes menyentuh bayi, buka mulut bayi secara hati-hati, baik
dengan ibu jari pada dagu (untuk bayi kecil) atau dengan menekan pipi bayi
dengan jari-jari.
6.
Cuci tangan
7.
Imunisasi Campak.
Sebenarnya, bayi sudah mendapat kekebalan campak dari ibunya. Namun
seiring bertambahnya usia, antibody dari ibunya semakin menurun sehingga
butuh antibody tambahan lewat pemberian vaksin campak. Apalagi penyakit
campak mudah menular, dan mereka yang daya tahan tubuhnya lemah
gampang sekali terserang penyakit yang disebabkan virus mobili ini.
Untungnya, campak hanya diderita sekali seumur hidup. Jadi, sekali terkena
campak, setelah itu biasanya tak akan terkena lagi.
Penularan campak terjadi lewat udara atau butiran halus air ludah (droplet)
penderita yang tertiup melalui hidung atau mulut. Pada masa inkubasi yang
berlangsung sekitar 10-12 hari, gejalanya sulit dideteksi. Setelah itu barulah
muncul gejala flu (batuk, pilek, demam), mata kemerahan-merahan, berair
dan merasa silau saat melihat cahaya. Kemudian, di sebelah dalam mulut
muncul bintik-bintik putih yang akan bertahan 3-4 hari. Beberapa anak juga
mengalami diare. Satu-dua hari kemudian timbul demam tinggi yang turun
naik, berkisar 38-40 derajat celcius. Seiring dengan itu, barulah keluar
bercak-bercak merah yang merupakan cirri khas penyakit ini. Ukurannya
tidak terlalu kecil.
Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Setiap dosis
(0,5 ml) mengandung tidak kurang dari 1000 infective unit virus strain CAM
70 dan tidak lebih dari 100 mcg residu kanamycin dan 30 mcg residu
erythromycin. (vademecum Bio Farma Jan 2002).
Usia dan Jumlah Pemberian :
Sebanyak 2 kali; 1 kali di usia 9-11 bulan, dan ulangan (booster) 1 kali di usia
6-7 tahun. Dianjurkan, pemberian campak ke-1 sesuai jadwal. Selain karena
antibody dari ibu sudah menurun di usia 9 bulan, penyakit campak umumnya
menyerang anak usia balita. Jika sampai 12 bulan belum mendapatkan
imunisasi campak, maka pada usia 12 bulan harus diimunisasi MMR
(Measles Mumps Rubella).
Efek Samping :
Umumnya tidak ada. Pada beberapa anak, bias menyebabkan demam dan
diare, namun kasusnya sangat kecil. Biasanya demam berlangsung seminggu.
Kadang juga terdapat efek kemerahan mirip campak selama 3 hari.
Kontra Indikasi :
Anak yang mengidap penyakit immune deficiency atau yang diduga
menderita gangguan respon imun karena leukemia, limfoma.
Cara pemberian :
2.
3.
4.
Sarung tangan.
Prosedur :
1.
Cuci tangan.
2.
3.
4.
5.
Atur posisi bayi (bayi dipangku ibunya, lengan kanan bayi dilepat
diketiak ibunya. Ibu menopang kepala bayi, tangan kiri ibu memegang tangan
kiri bayi)
6.
7.
8.
9.
dengan kapas.
Vaksin difteri terbuat dari toksin kuman difteri yang telah dilemahkan
(toksoid). Biasanya diolah dan dikemas bersama dengan vaksin tetanus
dalam bentuk vaksin DT, atau dengan vaksin tetanus dan pertusis (DPT).
2.
3.
1.
Imunisasi ulang pertama dilakukan pada usia 1,5 2 tahun atau pada usia
Diulang lagi dengan vaksin DT pada usia 5-6 tahun (kelas 1) vaksin
pertusis tidak dianjurkan untuk anak berusia lebih dari 5 tahun karena reaksi
yang timbul dapat lebih hebat selain itu perjalanan penyakit pada usia > 5 tahun
tidak parah.
4.
Diulang lagi pada usia 12 tahun (menjelang tamat SD). Anak yang
mendapat DPT pada waktu bayi diberikan DT 1 kali saja dengan dosis 0,5 cc
dengan cara IM, dan yang tidak mendapatkan DPT pada waktu bayi diberikan
DT sebanyak 2 kali dengan interval 4 minggu dengan dosis 0,5 cc secara IM,
apabila hal ini meragukan tentang vaksinasi yang didapat pada waktu bayi
maka tetap diberikan 2 kali suntikan. Bila bayi mempunyai riwayat kejang
sebaiknya DPT diganti dengan DT dengan cara yang sama dengan DPT.
Pengulangan imunisasi DPT diperlukan untuk memperbaiki daya tahan tubuh
yang mungkin menurun setelah sekian lama. Karena itu mestii diperkuat lagi
dengan pengulangan pemberian vaksin (booster). Kalau sudah dilakukan 5 kali
suntikan DPT, maka biasanya dianggap sudah cukup. Namun di usia 12 tahun,
seorang anak biasanya mendapat lagi suntikan DT atau TT (tanpa P/Pertusis) di
sekolahnya. Di atas usia 5 tahun, penyakit pertusis jarang sekali terjadi dan
dianggap bukan masalah.
Kontra Indikasi :
Tidak dapat diberikan kepada meraka yang kejangnya di sebabkan suatu
penyakit seperti epilepsy, menderita kelainan saraf yang betul-betul berat atau
habis di rawat karena infeksi otak, dan yang alergi terhadap DPT. Mereka
hanya boleh menerima vaksin DT tanpa P karena antigen P inilah yang
menyebabkan panas.
Efek Samping :
Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti : lemas, demam, pembengkakan,
dan atau kemerahan pada bekas penyuntikan. Kadang-kadang terjadi gejala
berat seperti demam tinggi, iritabilitas, dan meracau yang biasanya terjadi 24
jam setelah imunisasi. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang
setelah 2 hari.
Cara pemberian :
2.
3.
4.
Sarung tangan
Prosedur :
1.
Cuci tangan.
2.
3.
4.
5.
Atur posisi bayi ( bayi dipangkuan ibunya, tangan kiri ibu merangkul
bayi, menyangga kepala, bahu dan memegang sisi luar tangn bayi. Tangan
kanan bayi melingkar ke badan ibu dan tangan kanan ibu memegang kaki
bayi dengan kuat.
6.
Lakukan desinfeksi di 1/3 tengah paha bagian luar yang akan diinjeksi
8.
femur
9.
metabolik.
Sedang menjalani terapi antibiotik seperti terapi steroid topikal
(terapi kulit atau mata).
Riwayat kuning pada masa neonatus atau beberapa hari setelah lahir.
Berat badan lahir rendah.
diberikan
imunisasi
BCG
akan
terjadi
2.
3.
4.
6.
reaksi lainnya. Pada umumnya makin cepat terjadi KIPI makin berat
gejalanya.
Baku keamanan suatu vaksin dituntut lebih tinggi daripada obat. Hal ini
disebabkan oleh karena pada umumnya produk farmasi diperuntukkan
orang sakit sedangkan vaksin untuk orang sehat terutama bayi. Karena itu
toleransi terhadap efek samping vaksin harus lebih kecil daripada obatobatan untuk orang sakit. Mengingat tidak ada satupun jenis vaksin yang
aman tanpa efek samping, maka apabila seorang anak telah mendapat
imunisasi perlu diobservasi beberapa saat, sehingga dipastikan bahwa
tidak terjadi KIPI (reaksi cepat). Berapa lama observasi sebenarnya sulit
ditentukan, tetapi pada umumnya setelah pemberian setiap jenis imunisasi
harus dilakukan observasi selam 15 menit.
Tabel Gejala KIPI
Reaksi
Gejala KIPI
Lokal
SSP
Kelumpuhan akut
Ensefalopati
Ensefalitis
Meningitis
Kejang
Lain-lain
6.
Dosis
Cara Pemberian
BCG
0,05 cc
DPT
0,5 cc
Polio
2 tetes
0,5 cc
0,5 cc
Hepatitis
B
Campak