Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Makalah ini disusun dengan harapan kelak pembaca khususnya kalangan
medis dapat mengetahui mengenai gangguan depresif, nyeri dan bagaimana
hubungan antara kedua hal tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Depresi
2.1.1 Definisi Gangguan Depresif
Depresi dapat diartikan sebagai gangguan berupa rasa sedih yang psikopatologis
yang persisten dan berlangsung lama. Gangguan depresif adalah suatu gangguan
mental yang ditandai dengan adanya gejala penurunan mood, kehilangan minat
terhadap sesuatu, mudah lelah dan kehilangan energi, perasaan bersalah yang dapat
mengacu kepada pikiran tentang kematian atau bunuh diri, gangguan tidur (baik sulit
tidur ataupun tidur berlebihan), perubahan nafsu makan, serta penurunan
konsentrasi.1,2,4,7
Depresi memiliki banyak faktor pemicu dan dapat menyerang siapa saja,
walaupun seseorang yang hidup dalam suasana yang dianggap kebanyakan orang lain
ideal.
akibat kehilangan seseorang, (4) kehilangan seseorang yang dicinta atau benci
kepada seseorang sehingga menimbulkan emosi yang dalam pada diri sendiri.
2. Faktor Genetik
Studi mengenai faktor genetik dalam gangguan afektif sudah banyak
dilakukan dan menunjukan hasil yang mengacu bahwa faktor genetik dapat
berpengaruh dalam ketahanan dan kemampuan seseorangan dalam menghadapi
stress. Pada individu yang memiliki riwayat keluarga mengalami depresi akan
memiliki risiko 2 sampai 3 kali lebih tinggi daripada populasi umum tanpa
riwayat keluarga dengan gangguan depresi.
Beberapa studi juga menyatakan bahwa gangguan afektif terkait pada
kromosom 4, 5, 12, 18, 21 serta kromosom X.
3. Faktor Biologis
Laporan dari banyak penelitian yang telah dilakukan menjelaskan bahwa
pasien-pasien dengan gangguan mood terutama gangguan depresif mengalami
abnormalitas biologis terkait neurotransmitter yang ditemukan dalam darah, urine,
dan cairan serebrospinal pasien dengan gangguan mood. Hal ini sejalan dengan
hipotesis yang menyatakan bahwa gangguan mood disebabkan oleh disregulasi
heterogen amin biogenik.1,2,4,6
1) Mekanisme Amin biogenik : Norepinephrin, Serotonin, Dopamin
Norepinefrin dan serotonin merupakan neurotransmitter yang paling
terkait dalam patofisiologi gangguan mood, terutama gangguan depresif.
1. Norepinefrin : Penurunan regulasi atau penurunan sensitivitas dari
reseptor 2 adrenergik dan penurunan respon terhadap antidepressan
berperan dalam terjadinya gangguan depresi.1,4,6
2. Serotonin : penurunan jumlah serotonin dapat mencetuskan terjadinya
gangguan depresif. Hasil pemeriksaan laboratorium pada beberapa
penelitian menunjukkan terjadinya penurunan jumlah serotonin pada
cairan serebrospinal pada pasien yang ingin melakukan percobaan bunuh
diri.1,4,6
3. Dopamin : Aktivitas dopamin akan berkurang pada keadaan depresi.
Keadaan ini dapat dijumpai pada pasien yang mengalami penyakit
Parkinson atau pasien yang mengonsumsi obat reserpine (Serpasil) yang
menunjukkan
menurunnya
konsentrasi
dopamine
dalam
cairan
gangguan
mood,
terutama
gangguan
depresif.
Sistem
1,4-6
Hipotalamus
I.
5) Adanya bukti objektif dari retardasi atau agitasi psikomotor yang nyata
(dijelaskan oleh orang lain).
6) Kehilangan nafsu makan secara mencolo.
7) Penurunan berat badan (sering ditentukan sebagai 5% atau lebih dari berat
badan bulan terakhir).
8) Kehilangan libido secara mencolok.7
Gejala somatik dapat ditegakkan bila ditemukan sekitar empat gejala
dari delapan gejala diatas.7 Episode depresif terbagi menjadi 3 tingkat
keparahan. Perbedaan antara episode depresif ringan, sedang, dan berat
terletak pada penilaian klinis kompleks yang meliputi jumlah, bentuk, dan
keparahan gejala yang ditemukan.7
1. (F32.0) Episode Depresif Ringan
1) Sekurang-kurangnya harus ada dua dari tiga gejala utama depresi
2)
3)
4)
5)
seperti tersebutdiatas
Ditambah sekurang-kurangnya dua dari gejala lainnya
Tidak boleh ada gejala yang berat
Lamanya seluruh episode berlangsung minimal dua minggu
Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang
biasa dilakukannya
6) Dapat dengan gejala somatik atau tanpa gejala somatik.3,7
2. (F32.1) Episode Depresif Sedang
1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti
pada episode depresi ringan (F30.0)
2) Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya.
3) Lamanya seluruh episode berlangsung minimal sekitar 2 minggu.
4) Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan dan urusan rumah tangga.
5) Dapat dengan gejala somatik atau tanpa gejala somatik.3,7
3. (F32.2) Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik
1) Semua 3 gejala utama depresi harus ada.
2) Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa di
antaranya harus berintensitas berat.
10
(F34.1) DISTIMIK
Menurut DSM-IV-TR, ciri gangguan distimik yang paling khas adalah
perasaan yang tidak adekuat, bersalah, iritabilitas, kemarahan, penarikan diri
dari masnyarakat, hilang minat dan inaktivitas serta tidak produktif. Istilah
distimia dikenalkan pada tahun 1980 yang berarti tidak menyenangkan (illhumored).1
Gangguan distimik dibedakan dengan gangguan depresif berat berdasarkan
fakta bahwa pasien mengeluh selalu merasa depresi, yang gangguan tersebut
terjadi pada masa kanak-kanak atau remaja dan saat pasien mencapai usia 20an. Gejala depresi pada gangguan distimik juga bersifat subjektif daripada
objektif. Sehingga tidak ditemukan tanda khas berupa gangguan nafsu makan,
gangguan libido, dan agitasi atau retardasi psikomotor tidak terlihat pada
gangguan distimik. Gangguan distimik dapat menetap selama beberapa waktu
sampai setidaknya dua tahun. Untuk diagnosi gangguan distimik, seorang
pasien tidak pernah memiliki gejala dari gangguan depresif berat.1 Gangguan
distimik ada dengan awitan dini atau lambat.
11
12
13
adalah
Isocarboxazid,
Tabel 2.2 Dosis Obat Selective Serotonin Reuptake Inhibitor pada Orang Dewasa
14
Jika obat yang diberikan kepada pasien tidak berespon setelah pemakaian
2 minggu atau 3 minggu maka periksa apakah obat memang benar dikonsumsi
secara teratur atau ada disposisi farmakokinetik Jika obat antidepresan
pertama telah digunakan secara adekuat dan konsentrasi plasma yang adekuat
telah dicapai tetapi tidak memberikan respon yang maksimal maka dapat
dilakukan dua pilihan, yaitu memperkuat obat dengan lithium, liothyronine
atau L-tryptophan atau mengganti agen primer alternatif . Jika pengobatan 2
atau 3 minggu pertama memiliki respon maka dokter wajib meyakinkan
pasien depresi untuk melanjutkan pengobatan minimal 6 bulan. Sarankan
pasien depresi untuk melanjutkan pengobatan paling sedikit 2 tahun untuk
pasien yang berisiko relapse. Pasien yang berisiko relapse, yaitu pasien yang
memiliki riwayat depresi lebih atau sama dengan 2 episode, pasien yang
memiliki gangguan fungsional yang berat, pasien yang memiliki riwayat
pengobatan yang lama. Terapi alternatif terhadap terapi obat, yaitu
elektrokonvulsif dan fototerapi. Terapi elektrokonvulsif biasanya digunakan
jika pasien tidak respon terhadap farmakoterapi, pasien tidak menoleransi
farmakoterapi, situasi klinis sangat parah sehingga diperlukan perbaikan cepat
yang terlihat pada elektrokonvulsif. Fototerapi adalah suatu pengobatan baru
yang telah digunakan pada pasien yang menderita gangguan mood dengan
pola musiman.6,8,9
2. Terapi Psikososial
15
16
17
2.2 Nyeri
2.2.1 Pengertian Nyeri
Menurut International Association for the Study of Pain (IASP), Nyeri
merupakan "Pengalaman yang tidak nyamanan baik berupa sensoris dan emosional
yang berhubungan dengan kerusakan atau kemungkinan kerusakan jaringan atau
mengindikasikan adanya kemungkinan tersebut". Seperti yang telah didefinisikan
tersebut persepsi nyeri dapat bersifat subjektif dan bervariasi antara banyak orang
karena melibatkan emosional dalam proses perjalanan nyeri.10, 11
Mekanisme sistem saraf untuk mendeteksi stimulus yang memiliki potensi
merusak jaringan sangat penting untuk memicu proses perilaku yang melindungi diri
dari terjadinya kerusakan atau mencegah kerusakan tersebut mengalami kerusakan
lebih lanjut.
2.2.2 Mekanisme Nyeri
Nyeri berdasarkan mekanismenya melibatkan persepsi dan respon terhadap
nyeri tersebut. Mekanisme timbulnya nyeri melibatkan empat proses, yaitu:
tranduksi/ transduction, transmisi/transmission, modulasi/modulation, dan persepsi/
perception.
18
19
komplek. Ketika impuls nyeri sampai di pusat saraf, transmisi impuls nyeri ini
akan dikontrol oleh system saraf pusat dan mentransmisikan impuls nyeri ini
kebagian lain dari system saraf seperti bagian cortex. Selanjutnya impuls nyeri
ini akan ditransmisikan melalui saraf descenden ke tulang belakang untuk
memodulasi efektor.
d. Persepsi adalah proses yang subjektif. Proses persepsi ini tidak hanya berkaitan
dengan proses fisiologis atau proses anatomis saja, akan tetapi juga meliputi
cognition (pengenalan) dan memory (mengingat). Oleh karena itu, faktor
psikologis, emosional, dan berhavioral (perilaku) juga muncul sebagai respon
dalam mempersepsikan pengalaman nyeri tersebut. Proses persepsi ini jugalah
yang
menjadikan
nyeri
tersebut
suatu
fenomena
yang
melibatkan
multidimensional.
2.2.3 Sifat-Sifat Serabut Saraf Tepi
Serabut saraf tepi dapat dibagi menjadi serabut A, A, dan
C. Studi
elektrofisiologis dan analisis molekuler dari axon saraf tepi dan badan sel di dorsal
root ganglion (DRG) menunjukan beberapa sifat-sifat yang berbeda untuk tiap kelas
serabut saraf tersebut. 10,11
Serabut A (A-Beta) : Memiliki kecepatan konduktifitas elektris dari axon yang
termielinisasi. Dapat bersifat cepat ataupun lambat. Stimulasi Serabut A pada
saraf tulang belakang akan dipersepsikan sebagai nyeri yang berakibat
hipersensitivitas pada stimulasi mekanis (allodynia taktil). Serabut A
20
21
A. Jaras Spinothalamus
Serabut saraf dari dorsal root ganglia (DRG) masuk ke saraf tulang punggu
melalui dorsal root dan mengirimkan bagian cabang 1-2 keatas dan kebawah
Medula Spinalis sebelum memasuki gray matter di tulang punggung dimana akan
membuat kontak (Innervasi) dengan sel saraf di Raxed Lamina I (zona marginal)
dan Lamina II (substansia gelatinosa). Serabut A banyak menginervasi sel-se di
substansia gelatinosa dari Medula Spinalis. Sel saraf ini secara bergantian
menginervasi sel-sel di nucleus propius (Lapisan Raxed IV, V dan VI) yang
mengirimkan serabut saraf keseluruh bagian tengah tulang punggung dan naik
melalui medula dan pons dan menginervasi sel-sel yang berlokasi di area spesifik
thalamus. Hal ini merupakan sistem transmisi spinothalamus merupakan
penyampaian informasi yang berupa stumulus nyeri dan suhu normal (<45 oC).
Disfungsi di jaras thalamus dapan menjadi sumber nyeri pada area yang
mengalami paralisis.10-11
B. Jaras Trigeminal
Stimulus nyeri dari area wajah akan ditransmisikan pada serabut saraf yang
berasal dari sel saraf di ganglion terminal dan juga nukleus kranial VII, IX, dan
X. Serabut saraf masuk kedalam batang otak dan turun menuju medulla dimana
mereka menginervasi sub-bagian kompleks nukleus trigemial. Dari sana serabut
saraf dari sel-sel ini akan menyebrangi neural midline dan naik menuju inervasi
saraf thalamus di bagian kontralateralnya.
Area thalamus yang menerima informasi nyeri dari Medula Spinalis dan
nukleus trigeminal juga merupakan area yang menerima informasi mengenai
stimulus sensoris normal seperti tekanan. Dari area ini, serabut saraf dikirimkan
ke lapisan permukaan dari otak (bagian korteks yang menangani informasi
sensoris). Oleh karena itu, dengan memiliki kedua informasi, nosiseptor dan
informasi sensoris normal, dialirkan pada daerah yang sama, informasi mengenai
22
lokasi dan intensitas nyeri dapat diproses menjadi "perasaan nyeri yang
terlokalisasi".10-11
2.2.5 Neurotransmiter Nyeri
Pada nosiseptor, neurotransmiter aferen yang paling sering digunakan adalah
glutamat sebagai neurotransmiter eksitasi cepat dimana akan memproduksi
Excitatory Post-Synaptic Potentials (EPSPs) onset cepat. Selain glutamat pada
serabut saraf kecil digunakan calcitonin gene-related peptide (CGRP) dan substansia
P yang akan melepaskan stimulus frekuensi tinggi. Neurotransmitter ini akan memicu
durasi EPSPs yang lebih lama pada neuron projeksi dan juga mempengaruhi aferen
terminal utama di saraf tulang belakang.
Di bagian medula spinalis neurotransmiter yang sering digunakan adalah
glutamat yang merupakan lanjutan saraf aferen dan eksitasi interneurons, GABA dan
glycine yang berfungsi sebagai interneuron inhibitor dibantu dengan noradrenaline
dan serotonin untuk mengatur kadar eksitasi oleh nosiseptor.
2.3 Hubungan Depresi dengan Nyeri
Nyeri sering sekali dialami oleh pasien depresi dan pada pasien depresi sering
sekali manifestasi klinisnya berupa nyeri. Berdasarkan HMO (Health Maintanance
Organization) 2003, pasien dental clinic dengan nyeri facial 100% mengalami depresi
atipikal, pasien orthopedic dengan nyeri axial dan low back pain sekitar 22-89% juga
mengalami depresi, serta pasien psychiatri dengan nyeri kronik juga mengalami
depresi sekitar 64%.
Berdasarkan review literatur yang dilakuakn Matthew et.al ditemukan 51-69%
pasien depresi mengeluhkan nyeri pada beberapa bagian (multiple pain sites), 7785% mengeluhkan nyeri kepala, 37% mengeluhkan nyeri dada. Penelitian yang
dilakukan oleh Watts pada pasien psychiatric ditemukan 100% pasien depresi
mengeluhkan nyeri pada beberapa bagian.
23
Hasil studi studi epidemiologi pada komorbiditas nyeri dan depresi pada
pelayanan
kesehatan
kecemasan dan gangguan depresi. Gejala psikologis yang muncul pada pasien nyeri
adalah energi yang rendah, gangguan tidur, cemas berlebihan disertai keluhan lain
seperi rasa bersalah, disfungsi tubuh, dan lain-lain. Data diatas menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang sangat erat antara kejadian depresi dengan munculnya nyeri
maupun kejadian nyeri yang menyebabkan depresi. Pada penderita depresi dijumpai
adanya defisit kadar serotonin dan noradrenalin di otaknya. Serotonin(5-HT) dan
norepinefrin(NE) adalah neurotransmitter yang berperan dalam proses nyeri maupun
depresi, yang mengurus mood dan depresi terletak di korteks prefrontal dan sistem
limbik, sedangkan yang mengurus pain modulating circuit terletak di amygdala,
periaquaductal gray (PAG), dorsolateral pontine tegmentum (DLPT), dan
rostroventral medulla(RVM).
Modulasi efek serotonin di otak menunjukkan efek impulsif, modulasi sexual
behaviour; appetite dan agresi. Sedang NE sistem menunjukkan modulasi waspada,
sosialisasi, energi, dan motivasi. Kalau keduanya bersamaan maka ia akan
memodulasi ansietas, iritabilitas, nyeri, mood, emosi dan fungsi kognitif. Pada
penderita depresi dijumpai adanya defisit kadar serotonin dan noradrenalin di
otaknya. 5HT adalah suatu neurotransmitter penting yang berperan dalam modulasi
nyeri secara kompleks. Yaitu sebagai antinociceptive pathway ascending maupun
descending dari brain stem ke spinal cord. Efek antinoseptif dari 5 HT dimediasi oleh
beberapa macam subtipe reseptor 5 HT J, 5-HT 2, 5-HT 3 yang diikuti oleh dengan
peninggian sensitifitas nyeri. Neurotransmitter maupun neurokimiawi lain yang
berperanan pada proses nyeri kepala maupun migren adalah jenis katekolamin seperti
misalnya noradrenalin /norepinefrin & dopamin yang terutama banyak dijumpai di
locus ceruleous. Yang berperanan sebagai media proses vasokonstriksi maupun
vasodilatasi dan pelepasan asam lemak bebas yang berguna sebagai signal kepada
platelet untuk melepaskan serotonin.
24
25
26
BAB III
KESIMPULAN
Depresi adalah sebuah gangguan berupa rasa sedih yang psikopatologis yang
persisten dan berlangsung lama. Depresi dapat mengakibatkan turunnya kadar
serotonin dan norefinefrine dalam tubuh yang pada mekanisme nyeri merupakan
neurotransmitter yang bersifat inhibitor terhadap rangsangan nyeri. Kurangnya
Serotonin dan Norefinefrin tersebut dapat berakibat menurunnya inhibisi terhadap
stimulus nosiseptor dan menurunkan ambang nyeri oleh pasien yang mengalami
gangguan depresi.
27