You are on page 1of 24

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP)

Mata Kuliah:
POLITIK HUKUM DAN KEBIJAKAN
KESEHATAN
Dosen Pengasuh:
Dr.H.IDHAM.,SH.,M.Kn
PROGRAM MAGISTER KESEHATAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2014

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP)

NO

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP)

PELAKSANAA
N
ok

1.

Pengertian Paradigma dan Politik Hukum


1.1. Pengertian Paradigma
1.2. Parameter yang terkandung dalam Paradigma
1.3. Pengertian Politik Hukum
1.4 Unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian Politk
Hukum

2.

Politik Hukum dalam Kebijakan di Bidang Kesehatan


2.1. Bidang Kesehatan merupakan Subsistem SISNAS
2.2. Paradigma Kebijakan Kesehatan di Indonesia
2.3. Implementasi Politik Hukum untuk mendesain Kebijakan
Kesehatan

3.

Format Kebijakan Kesehatan dalam Perspektif OTDA


3.1. Pengertian Otonomi Daerah
3.2. Implementasi Kebijakan Kesehatan dalam konteks OTDA
3.3. Sasaran pokok kebijakan kesehatan dalam konteks OTDA

4.

Desain Politik Hukum Anggaran di Bidang Kesehatan


4.1. Pengertian Politik Hukum Anggaran
4.2. Porsi ideal anggaran bidang Kesehatan
4.3. Pengelolaan anggaran di bidang kesehatan dalam konteks

Tdk ok

5.

Arah Kebijakan Bidang Kesehatan


5.1. Pelayanan Kesehatan Merupakan Kewajiban Negara
5.2. Kebijakan Bidang Kesehatan Subsistem Kebijakan Publik
5.3. Format Kebijakan Bidang Kesehatan

Daftar Bacaan:
1. Johermansyah Djohan, Kebijakan Otonomi Daerah 1999, Jakarta, Yasrif Watampoene 2003;
2. Idham , Paradigma Pembentukan Undang-undang, Yogyakarta, Mitra Kebijakan Tanah di
Indonesia 2005;
3. M.Solly Lubis, Sistem Nasional Sebuah Pengantar, Studi Dengan Pendekatan Sistem dan
Pandangan
Konseptual Strategis, Medan, USU Pers 1998;
4. ---------------, Serba-serbi Politik dan Hukum, Bandung, Mandar Maju 1989;
5. ---------------, Dimensi-dimensi Manajemen Pembangunan, Bandung, Mandar Maju 1996;
6. ---------------, Politik dan Hukum di Era Reformasi, Bandung, Mandar Maju 2000;
7. ---------------, Sistem Nasional, Bandung, Mandar Maju 2002;
8. Kuntara Magnar, Pokok-Pokok Pemerintah Daerah Otonom dan Wilayah Administratif,
Bandung, ARMICO
1994;
9. Hessel Nogi S, Tangkilisan, Implementasi Kebijakan Publik, Yogyakarta, Yayasan Pembaruan
Administrasi Publik Indonesia-2003;
10. H.Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kebijakan dan Evaluation Research Integrasi
Penelitian, Kebijakan dan Perencanaan, Yogyakarta, Rake Sarasin-2003;
11. ................., Filsafat Ilmu Positivisme, PostPositivisme, dan PostModernisme, Yogyakarta,
Rake Sarasin-2001;
11. Propenas 2000-2004,Jakarta,Sinar Grafika-2003;
12. Mahmud Thoha,Globalisasi, Krisis Ekonomi dan Kebangkitan Ekonomi Kerakyatan, Jakarta,
Pusta Quantum-2002;
13. Ahmad Yani, Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia,
Jakarta, RajaGrafindo Persada-2002;
14. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta,UI-PRESS-1986;
15. L.J. van Apeldoorn,Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta,Pradnya Paramita-2001;
16. Nota Keuangan dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2008.

1 . Pengertian Paradigma dan Politik


Hukum

1.1. Pengertian Paradigma

- Paradigma berasal dari bahasa latin; paradiegma


(Thomas S. Kunt-1940).
- Mengandung arti pola, yang menunjukan dua pengertian:
Sebagai totalitas konstelasi pemikiran (keyakinan, nilai,
persepsi dan teknik yang dianut oleh akademisi maupun
praktisi disiplin ilmu tertentu yang mempengaruhi cara
pandang suatu realitas.)
Sebagai upaya manusia untuk memecahkan rahasia
ilmu pengetahuan yang mampu menjungkirbalikan
semua asumsi maupun aturan yang ada.

1.2. Parameter yang terkandung dalam


Paradigma
I. Totalitas konstelasi pemikiran:
a. Keyakinan;
b. Nilai;
c. Persepsi;
d. Teknik yang dianut oleh akademisi maupun
praktisi
disiplin
ilmu
tertentu
yang
mempengaruhi cara pandang suatu realitas.
II.Upaya manusia untuk memecahkan rahasia ilmu
pengetahuan yang mampu menjungkirbalikan
semua asumsi maupun aturan yang ada.

1.3. Pengertian Politik Hukum


Politik Hukum :
Suatu rangkaian tindakan, analisis
yang
bersifat
sistematik
untuk
mengamati
kebijakan hukum apa yang diberlakukan /
yang dipakai oleh suatu negara.
Bagi
Indonesia
Politik
Hukum
itu
pemberlakukannya berpedoman kepada tiga
titik tumpu yang sangat paradigmatik, yaitu:

1. Titik tumpu pertama, berdasarkan paradigmatik konstitusional, artinya


segala kebijakan publik yang dibuat dalam peraturan perundanganundangan wajib berpedoman kepada seluruh ketentuan yang telah
diamanatkan dalam konstitusi Negara Indonesia, yaitu Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Titik tumpu kedua, berdasarkan paradigmatik polisofis, artinya segala
kebijakan publik yang dibuat dalam peraturan perundangan-undangan
wajib berpedoman kepada seluruh ketentuan yang terkandung didalam
pandangan hidup bangsa, jiwa dan kepribadian bangsa serta Dasar Negara
yaitu Pancasila;
3. Titik tumpu ketiga, berdasarkan paradigmatik yuridis, artinya segala
kebijakan publik yang dibuat dalam peraturan perundangan-undangan
wajib berpedoman kepada seluruh ketentuan yang telah diamanatkan
dalam konstitusi Negara Indonesia, yaitu Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya ketentuan pasal 1 ayat (3),
yaitu Indonesia adalah Negara Hukum. Ada dua bangunan pilar terpenting
yang wajib dipedomani:
a. Prinsif Negara Hukum, yaitu: 1). Subfreme Of Law; 2). Equality Before the
law; 3). Due Proces of Law.
b. Ciri Negara Hukum, yaitu: 1). Pelaksanaan HAM; 2). Pengadilan dan Hakim
yang merdeka; 3). Pemberlakuan Asas legalitas.

1.4

1.

2.

Unsur-unsur yang terkandung dalam


pengertian Politk Hukum
Dengan berpedoman kepada pengertian
Politik Hukum, unsur-unsur yang terkandung
dalam pengertian politik Hukum itu:
Adanya rangkaian tindakan dan analisis untuk
mengamati kebijakan hukum apa yang
dipakai oleh suatu negara.
Ada tiga titik tumpu ditinjau dari persepsi
perberlakuannya (praktis operasional) yaitu:
a. berdasarkan paradigmatik konstitusional; b.
berdasarkan
paradigmatik
filosofis;
c.
berdasarkan paradigmatik Yuridis.

2. Politik Hukum dalam Kebijakan di


Bidang Kesehatan

2.1. Bidang Kesehatan merupakan Subsistem SISNAS.


SISNAS adalah: merupakan sistem kehidupan Nasional.
Sistem kehidupan Nasioanl itu meliputi:
1). Bidang Ideologi dan Politik;
2). Bidang ekonomi;
3). Bidang Sosial dan Budaya;
4). Bidang Pertahanan dan Keamanan.
Dalam menyelenggarakan serta mengelola SISNAS
dimaksud, terutama
dalam praktik penyelenggaraan
kebijakan publik dan pemerintahan, wajib dilaksanakan
dengan mengedepankan pendekatan sistem ( aproach
system ).

Demikian juga dalam menjalankan


kebijakan kesehatan, yang merupakan
Sub-sistem SISNAS wajib dilaksanakan
secara utuh dan terpadu (terintegrasi)
dalam SISNAS itu sendiri.
Kebijakan kesehatan dalam SISNAS,
masuk di dalam bidang kehidupan
sosial budaya, artinya kebijakan
kesehatan itu adalah merupakan subsistem dari bidang kehidupan sosial
dan budaya.

Kebijakan kesehatan yang merupakan subsistem bidang kehidupan sosial dan budaya,
wajib dilaksanakan dengan menggunakan
pendekatan sistem. Artinya kebijakan kesehatan
itu tidak boleh dilaksanakan secara parsial,
menyimpang dan tidak terintegrasi dalam
melaksanakan kebijakan di bidang kehidupan
sosial dan budaya di Indonesia.
Demikian pula dalam ruang lingkup yang lebih
luas kebijakan kesehatan itu wajib pula
terintegrasi dalam bingkai SISNAS yang meliputi
bidang idiologi dan politik, ekonomi dan
pertahanan
keamanan,
dengan
tetap
menggunakan pendekatan sistem (aproach
system).

2.2. Paradigma Kebijakan Kesehatan di Indonesia


Berdasarkan acuan paradigmatik konstitusional, diperoleh konklusi
bahwa paradigma kebijakan kesehatan di Indonesia wajib bertumpu
pada semua kaidah dan segala ketentuan yang termaktub didalam
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945.
Paradigma kebijakan kesehatan di Indonesia lebih tegas secara
mendasar didalam pembukaan Undang-Undang 1945 khususnya
alinea ke empat ditegaskan yaitu:
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia
yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan,perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar
Negara Indonesia, yang berbentuk dalam suatu susunan Negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusian yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan
Kerakyatan
yang
dipimpin
oleh
Hikmat
Kebijakasanaan
dalam
Permusyawaratan / Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan
Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dengan menelisik acuan mendasar tentang paradigma kebijakan kesehatan Indonesia sebagai
mana termaktub dalam alinea keempat pembukaan UUD NRI Tahun 45 tersebut, maka dalam
menjalankan kebijakan publik dibidang kesehatan di Indonesia, pelaksanaannya wajib
menderivasi dari segala ketentuan yang telah diamantkan secara tegas dalam alinea keempat
pembukaan UUD NRI Tahun 1945 sebagaimana dimaksud.
Pendekatan yang digunakan dalam menjalankan kebijakan publik dibidang kesehatan itu, wajib
pula dilaksanakan dengan mengendapankan prinsip pendekatan sistem. Dan seluruh
rangkaian kebijakan kesehatan itu wajib teranyam menyatu dan terintegrasi dalam SISNAS di
Indonesia.
Terkait dengan hal ini isue global yang tertuang dalam MDGs (Millenium Devoplepment Goals)
yang menghangat saat ini, sebenarnya bagi Indonesia hal itu bukanlah merupakan hal yang
baru, tetapi dalam pendekatan analisis paradigmatik konstitusional hal itu sudah diamanatkan
dalam pembukaan UUD NRI Tahun 1945. rincian MDGs sebagaimana dimaksud dapat
dikristalisasi delapan butir kebijakan yaitu:
1.Upaya pengentasan kemiskinan dan kelaparan yang ekstrim, targetnya untuk tahun 2015
adalah mengurangi setengah dari penduduk dunia yang berpenghasilan kurang dari satu dollar
AS sehari dan mengurangi ancaman kelaparan;
2.Pemerataan pendidikan dasar; targetnya untuk tahun 2015, memastikan bahwa setiap anak,
baik laki-laki maupun perempuan wajib mendapatkan dan menyelesaikan tahap pendidikan
dasar;
3.Mendukung adanya persamaan gender dan pemberdayaan perempuan, targetnya 2005
2015 mengurangi perbedaan dan diskriminasi gender dalam pendidikan dasar dan menengah
terutama untuk tahun 2005, dan untuk semua tingkatan tahun 2015;
4.Mengurangi tingkat kematian anak, targetnya Tahun 2015 mengurangi dua pertiga tingkat
kematian anak-anak usia dibawah 5 tahun;
5.Meningkatkan kesehatan Ibu, targetnya Tahun 2015 mengurangi dua pertiga rasio kematian
Ibu dalam proses melahirkan;

6. Perlawanan terhadap HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainnya, target 2015; menghentikan dan
memulai pencegahan penyebaran HIV/AIDS, Malaria dan penyakit lainnya;
7. Mencamin daya dukung lingkungan hidup. Sasaran targetnya ada 3, yaitu:
a. Mengintegrasikan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan dalam kebijakan setiap
negara dan program serta mengurangi hilangnya sumber daya lingkungan;
b. Pada tahun 2015 mendatang diharapkan mengurangi setengah dari jumlah orang yang tidak
memiliki akses air minum yang sehat;
c. Pada tahun 2020 mendatang diharapkan dapat mencapai pengembangan yang signifikan dalam
kehidupan untuk sedikitnya seratus juta orang yang tinggal didaerah kumuh.
8. Mengembangkan kemitraan global untuk kegiatan pembangunan. Sasaran targetnya ada 7 yaitu:
a. Mengembangkan lebih jauh lagi perdagangan terbuka dan sistem keuangan yang berdasarkan
aturan, dapat diterka dan tidak ada diskriminasi. Termasuk komitmen terhadap pemerintahan
yang baik, pembangunan dan pengurangan tingkat kemiskinan secara Nasional dan
International;
b. Membantu kebutuhan-kebutuhan khusus bagi negara-negara kurang berkembang dan kebutuhan
khusus terhadap negara-negara terpencil dan negara kepulauan kepelauan kecil. Hal ini
termasuk pembebasan tarif dan kuota untuk eksport mereka, meningkatkan pembebasan
hutang untuk negara miskin yang berhutang besar; pembatalan hutang bilateral resmi; dan
penambahan bantuan pembangunan resmi untuk negara yang berkomitmen mengurangi
kemiskinan;
c. Secara komprehensif mengusahakan persetujuan mengenai masalah utang negara-negara
berkembang;
d. Menghadapi secara komprehensif dengan negara berkembang terhadap masalah hutang melalui
pertimbangan nasional dan international untuk membuat hutang lebih dapat ditanggung dalam
jangka panjang;
e. Mengembangkan usaha produktif yang layak dijalankan untuk kaum muda;
f. Mengembangkan kerjasama dengan pihak pharmaceutical, untuk menyediakan akses obat
penting yang terjangkau dalam negara berkembang;
g. Mengembangkan kerjasama dengan pihak swasta, membangun terciptanya penyerapan
keuntungan dari teknologi-teknologi baru terutama teknologi informasi dan komunikasi.

2.3. Implementasi Politik Hukum untuk Mendesain Kebijakan


Kesehatan
Acuan dalam mengimplementasikan politik hukum untuk mendesain
kebijakan kesehatan Indonesia parameternya adalah:
1.Secara paradigmatik konstitusional, bahwa seluruh rincian dan
turunan kebijakan kesehatan itu wajib mempedomani dari semua
kaidah dan ketentuan sebagaimana ditegaskan dalam UUD NRI Tahun
1945;
2.Secara paradigmatik filosofis, bahwa seluruh rincian dan turunan
kebijakan kesehatan di Indonesia wajib menjabarkan secara konkrit
dan fokus dari semua prinsip-prinsip, asas-asas yang telah ditegaskan
dalam jiwa dan kepribadian bangsa, pandangan hidup bangsa,
falsafah negara dan dasar negara yaitu Pancasila;
3.Secara paradigmatik yuridis, bahwa seluruh rincian dan turunan
kebijakan kesehatan Indonesia, wajib menjabarkan secara tegas pasal
1 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945, yang menegaskan bahwa Indonesia
adalah negara hukum. Dalam hal ini prinsip dan ciri negara hukum
harus diimplementasikan secara konkrit dan fokus
dari seluruh
rangkaian kebijakan publik dibidang kesehatan di Indonesia.

3. Format Kebijakan Kesehatan


dalam Perspektif OTDA

3.1. Pengertian Otonomi Daerah


Berdasarkan pasal 1 angka 5, Undang-undang No. 32 Tahun 2004,
tentang Pemerintahan Daerah, bahwa pengertian OTDA adalah hak,
wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan daerah otonom,
selanjutnya disebut daerah, ialah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
dalam sistem negara kesatuan Republik Indonesia.(pasal 1 angka 6).
Atas dasar pengertian diatas, konstruksi norma hukum yang
dirumuskan dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004 dimaksud,
secara paradigmatik adalah untuk mesinergikan peneguhan paham
kedaulatan rakyat dengan paham kebangsaan (nasionalisme), dengan
komitmen tetap utuhnya NKRI.

3.2. Implementasi Kebijakan Kesehatan dalam


konteks OTDA
Parameter kebijakan tersebut wajib berpedoman
kepada landasan yang sifatnya paradigmatik,
meliputi pendekatan paradigmatik konstitusional,
filosofis dan yuridis. Pada sisi lain dalam
pendekatan yang sifatnya praktis operasional
kebijakan itu wajib disesuaikan dengan isue
global terkait dengan MDGs.
Untuk memenuhi pelaksanaan OTDA sesuai
dengan tujuannya yaitu untuk memberikan
percepatan
peningkatan
kesejahteraan
masyarakat
secara
menyeluruh
di
NKRI,
kebijakan kesehatan tersebut harus memberikan
jaminan
otonomi
yang
utuh
kepada
pemerintahan Kabupaten/Kota.

3.3.

Sasaran pokok kebijakan kesehatan dalam konteks OTDA

Paling tidak ada tiga sasaran pokok pelaksanaan kebijakan publik


terutama dibidang kesehatan dalam konteks pelaksanaan OTDA, yaitu:
a. Pengentasan kemiskinan.
Kemiskinan merupakan sumber masalah pokok untuk menciptakan
manusia yang sehat dan sejahtera. Untuk itu pemerintah diwajibkan
memberikan alokasi anggaran belanja publik yang seimbang dan
berkeadilan terutama kepada masyarakat kurang mampu.
b. Penurunan pengangguran.
Pengangguran juga merupakan salah satu faktor penyebab sulitnya untuk
menciptkan manusia yang sehat dan sejahtera. Oleh karena itu
pemerintah diwajibkan mengalokasikan anggaran yang cukup untuk
belanja publik guna menciptakan lapangan pekerjaan terutama ditujukan
kepada generasi muda.
c. Penyediaan sarana dan prasarana kesehatan.
Pemerintah wajib mengalokasikan belanja publik/ belanja modal, guna
membangun infrastuktur kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas,
klinik keliling, pengadaan alat-alat kesehatan (ALKES) yang berteknologi
tinggi dan penyediaan segala macam obat yang bermutu dan murah.
Pada sisi lain pemerintah juga harus menyediakan tenaga medis dan
paramedis yang cukup, handal dan profesional untuk memenuhi
kebutuhan layanan kesehatan yang cukup dan tersebar di seluruh NKRI.

4. Desain Politik Hukum Anggaran


di Bidang Kesehatan
4.1. Pengertian Politik Hukum Anggaran.
Politik hukum anggaran : adalah suatu kegiatan yang menganalisis hukum apa
yang dipakai oleh suatu negara, terkait dengan pelaksanaan anggaran negara
untuk mewujudkan cita-cita nasional.
Bagi Indonesia politik hukum anggaran itu wajib berpedoman pada landasan
paradigmatik konstitusional yaitu UUD NRI Tahun 1945, khususnya pasal 23.
Dalam pasal 23 itu, politik anggaran dimaksud ditegaskan dalam terminologi
APBN, yang mengandung arti yaitu: Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara sebagai wujud pengelolaan keuangan negara ditetapkan


setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara
terbuka
dan
bertanggungjawab
untuk
sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat (vide pasal 23 UUD NRI Tahun 1945).
Memahami APBN dimaksud sangat berkaitan erat dengan
keuangan negara. Keuangan Negara adalah, semua hak dan
kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala
sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat
dijadikan miliki negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan
kewajiban tersebut.

Ada tiga pilar program penting yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah
kesehatan,
yaitu pengentasan
pengurangan pengangguran
4.2. dibidang
Porsi Ideal
Anggaran
Bidang kemiskinan,
Kesehatan
dan pemenuhan sarana dan prasarana alat kesehatan serta penyiapan tenaga
kesehatan yang profesional dan handal tersebar merata diseluruh pelosok NKRI.
Untuk melaksanakan kebijakan kesehatan sebagaimana dimaksud sangat
diperlukan dukungan anggaran belanja modal/belanja publik dalam APBN dan
APBD yang ideal, berkeseimbangan dan berkeadilan.
Dengan melihat kenyataan emperik dilapangan bahwa masalah kemiskinan,
pengangguran dan penyediaan ALKES dimaksud sangat memprihatinkan, maka
perlu adanya terobosan keputusan politik untuk mengalokasikan anggran belanja
modal /belanja publik yang memadai.
Porsi ideal anggaran untuk bidang kesehatan untuk di alokasikan didalam APBN
maupun APBD kisarannya antara 5% -10% dari total APBN dan APBD. Saat ini di
Indonesia anggaran bidang kesehatan untuk; Tahun 2010 sebesar 2,1%; tahun
2011 sebesar 2.6%. Padahal standar WHO anggaran bidang kesehatan itu
minimal 5% dari APBN. Dengan kondisi seperti itu Indonesia menempati ringking
ke enam WHO dari isis penyediaan dukungan anggran di bidang kesehatan.
Penyediaan anggaran yang cukup untuk bidang kesehatan itu memang bagi
Indonesia sudah merupakan suatu keniscayaan, karena Indonesia dalam
melaksanakan kebijakan kesehatan dalam pendekatan praktis operasional juga
wajib melaksanakan program MDGs ( Mellenium Development Goals)

4.3. Pengelolaan Anggaran di bidang Kesehatan dalam


Konteks OTDA

Berdasarkan perintah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang


Pemerintahan Daerah, bahwa untuk pemerintah Kabupaten /Kota telah
diberikan kewenangan seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri, termasuk urusan di bidang kesehatan.
Memperhatikan ketentuan diatas, dan mengingat secara paradigmatik
konstitusional bahwa menciptakan manusia yang sehat dan sejahtera
adalah merupakan kewajiban negara dalam upaya mewujudkan cita-cita
nasional, maka dalam konteks Otonomi daerah pelaksanaan kebijakan
publik di bidang kesehatan harus merupakan kebijakan yang prioritas untuk
dilaksanakan secara konkrit dan terpokus oleh pemerintah Kabupaten /
Kota.
Pengelolaan anggaran di bidang kesehatan terutama dalam pelaksanaan
OTDA kepada pemerintah Kabupaten
/Kota wajib
mengupayakan
teralokasinya anggaran yang cukup (5%-10%) dalam APBD, yang
pengelolaannya wajib mengikuti standar dan prosedur yang ditetapkan
dalam berbagai peraturan perundangan-undangan tentang pegelolaan
keuangan negara, satu diantaranya mempedomani ketentuan yang
termaktub dalam Undang-undang Nomor
17 Tahun 2003, tentang
Pengelolaan dan Pertanggung Jawaban Keuangan Negara dan Undangundang Nomor 33 Tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan
Keuangan Daerah serta peraturan perundangan-perundangan lainnya yang
berkaitan dengan itu.

5. Arah Kebijakan Bidang Kesehatan

5.1. Pelayanan Kesehatan Merupakan Kewajiban Negara


Dalam pendekatan paradigmatik konstitusional, filosofis dan yuridis
dapat diambil suatu kesimpulan bahwa pelayanan di bidang
kesehatan adalah merupakan salah satu kewajiban negara .
Kewajiban konstitusional tersebut dalam pelaksanaan kebijakan dan
pelayanan dibidang kesehatan tidak bisa dilaksanakan secara parsial, tetapi
pelaksanaannya harus secara terus-menerus, berkelanjutan, sistemik dan
holistik serta terintegrasi dari seluruh bidang kehidupan bangsa/SISNAS
(Ideologi dan Politik, Ekonomi, Sosial Budaya dan Pertahanan Keamanan)
dengan tetap mengedepankan prinsip pendekatan sistem (aproach system ) .
Oleh karena pelaksanaan kebijakan publik di bidang kesehatan tersebut
adalah merupakan salah satu parameter untuk mencapai tujuan nasional
yaitu masyarakat yang adil dan makmur dan berkesejahteraan atau
terciptanya negara yang berkesejahteraan (welfare state) maka kepada
pemerintah diwajibkan untuk membuat program pelayanan di bidang
kesehatan
yang
prioritas
dengan
memberikan
perhatian
khusus
mengalokasikan anggaran belanja modal/belanja publik yang cukup dan
berkeadilan.

Dalam perspektif pengelolaan kebijakan publik dikaitan kan dengan


sistem
manajemenSubsistem
pembangunan
nasional,Publik
bahwa
5.2. penyelenggaraan
Kebijakan Bidang
Kesehatan
Kebijakan
kebijakan di bidang kesehatan adalah merupakan sub sistem atau
bagian dari kebijakan publik. Bagi Indonesia penyelengaran sistem
manajemen pembangunan nasional itu terangkum dalam lingkaran
besar utuh dan terpadu yang disebut SISNAS (bidang kehidupan
nasional yang meliputi : bidang Ideologi dan Politik, Ekonomi, Sosial
Budaya, dan Pertahanan Keamanan). Dengan memperhatikan hal
diatas, dapat disimpulkan bahwa kebijakan di bidang kesehatan juga
merupakan sub sistem dari kebijakan publik.
Kebijakan di bidang kesehatan yang merupakan sub sistem kebijakan
publik itu tidak dapat dilaksanakan oleh pemerintah secara parsial,
namun dalam pelaksanaannya harus terintegrasi dalam bingkai besar
yang utuh dan terpadu dari SISNAS dan kebijakan publik itu sendiri.
Terkait dengan hal itu dapat di kemukakan suatu contoh mengenai
pembangunan rumah sakit di kabupaten / Kota. Dari aspek
perencanaan pembangunan rumah sakit ini harus memberikan jaminan
pada masyarakat dari aspek keserasian lingkungan, mudahnya askses
transportasi, terjaminnya penyediaan lingkungan hidup yang sehat, dan
terciptanya lingkungan yang aman, tentram dan menyejukan kehidupan
bagi masyarakat.

5.3.

Minimal ada tiga aspek yang harus diperhatikan guna memformat kebijakan
kesehatan
Indonesia, yaitu
:
FormatdiKebijakan
Bidang
Kesehatan
a.Aspek perencanaan; Dalam aspek ini segala kebijakan publik di bidang kesehatan
wajib berpedoman kepada rencana tata ruang yang telah ditetapkan oleh
pemerintah Kabupaten / Kota setempat. Sebagai contoh, ketika suatu pemerintah
Kabupaten Kota ingin membangun fasilitas kesehatan dan rumah sakit, pemilihan
lokasi pembangunannya wajib mempedomani tata letak / lokasi yang telah
ditetapkan dalam Perda Tata Ruang Kabupaten/ Kota;
b.Aspek pelaksanaan; Pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan itu, wajib
memberikan jaminan kepada seluruh masyarakat untuk mampu menciptakan
manusia hidup menjadi sehat bukan sebaliknya. Oleh karena itu dalam
operasionalnya seluruh infrastruktur suprastruktur layanan di bidang kesehatan
harus disiapkan secara profesional dan handal untuk melayani kebutuhan
masyarakat di bidang kesehatan. Contoh hal ini dapat dikemukan bahwa sampai
saat ini Undang-undang tentang Keperawatan di Indonesia belum ada. Berdasarkan
hasil konfirmasi di Badan Legislasi DPR RI saat ini sedang diproses dalam Program
Legislasi Nasional (PROLEGNAS), berdasarkan kajian Naskah Akademik (NA) yang
diajukan oleh pemerintah Qq. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
c. Aspek pengawasan; Kegiatan pengawasan penting dilaksanakan agar pelayanan
di bidang kesehatan mutunya dapat terjamin dan memberikan kepuasaan bagi
seluruh masyarakat. Agar efektif dalam pelaksanaannya kegiatan pengawasan wajib
menggunakan pendekatan partisipatip seluruh masyarakat, dengan menggunakan
pendekatan budaya dan kearifan lokal yang hidup dan berkembang dalam strata
sosial kehidupan masyarakat.

You might also like