You are on page 1of 27

BAB I

PENDAHULUAN
I. Pendahuluan
Furunkel merupakan salah satu bentuk dari pioderma yang sering
dijumpai, dan penyakit ini sangat erat hubungannya dengan keadaan sosialekonomi. Secara umum penyebab furunkel adalah kuman gram positif, yaitu
Stafilokokus dan Streptokokus. Furunkel dapat disebabkan juga oleh kuman gram
negatif, misalnya Pseudomonas aeruginosa, Proteus vulgaris, Proteus mirabilis,
Escherichia coli, dan Klebsiella.1,2
Furunkel dapat terjadi di seluruh bagian tubuh, predileksi terbesar penyakit
ini pada wajah, leher, ketiak, pantat atau paha. Setiap orang memiliki potensi
terkena penyakit ini, namun beberapa orang dengan penyakit diabetes, sistem
imun yang lemah, jerawat atau problem kulit lainnya memiliki resiko lebih tinggi.
Gambaran klinis penyakit ini adalah timbulnya nodul kemerahan berisi pus, panas
dan nyeri. Diagnosis furunkel dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis
yang dikonfirmasi dengan pewarnaan gram dan kultur bakteri.3
Furunkel dapat menimbulkan komplikasi yang cukup serius. Masuknya
Staphylococcus aureus ke dalam aliran darah menimbulkan bakteremia.
Bakteremia Staphylococcus aureus dapat mengakibatkan infeksi pada organ lain
atau yang dikenal infeksi metastasis sep. Pada tahap akhir, mengakibatkan sepsis
yang dapat mrti osteomielitis, akut endokarditis, dan abses otak. Manipulasi pada
lesi akan mempermudah menyebarnya infeksi melalui aliran darah. Tetapi,
komplikasi tersebut jarang terjadi. 3

Penatalaksanaan furunkel meliputi pengobatan topikal, sistemik, dan


pengobatan penyakit yang mendasari. Umumnya pasien sembuh dengan terapi
adekuat tersebut, namun ada beberapa pasien yang mengalami rekurensi yang
membutuhkan evaluasi dan penanganan lebih lanjut.3
II. Definisi
Furunkel adalah peradangan pada folikel rambut dan jaringan subkutan
sekitarnya. Furunkel dapat terbentuk pada lebih dari satu tempat. Jika lebih dari
satu tempat disebut furunkulosis. Furunkulosis dapat disebabkan oleh berbagai
faktor antara lain akibat iritasi, kebersihan yang kurang, dan daya tahan tubuh
yang kurang. Infeksi dimulai dengan adanya peradangan pada folikel rambut di
kulit (folikulitis), kemudian menyebar kejaringan sekitarnya. 1,3 Karbunkel adalah
satu kelompok beberapa folikel rambut yang terinfeksi oleh Staphylococcus
aureus, yang disertai oleh keradangan daerah sekitarnya dan juga jaringan
dibawahnya termasuk lemak bawah kulit.4

Gambar 1. Furunkel. 5

Gambar 2. Furunkulosis. 6

Gambar 3. Karbunkel 3
III. Sinonim
Furunkel dapat disebut juga sebagai bisul.3
IV. Epidemiologi
Penyakit ini memiliki insidensi yang rendah. Belum terdapat data spesifik
yang menunjukkan prevalensi furunkel. Furunkel umumnya terjadi pada anakanak, remaja sampai dewasa muda frekuensi terjadinya antara pria dan wanita.2

V. Etiologi
Permukaan kulit normal atau sehat dapat dirusak oleh karena iritasi,
tekanan, gesekan, hiperhidrosis, dermatitis, dermatofitosis, dan beberapa faktor
yang lain, sehingga kerusakan dari kulit tersebut dipakai sebagai jalan masuknya
Staphylococcus aureus maupun bakteri penyebab lainnya. Penularannya dapat
melalui kontak atau auto inokulasi dari lesi pasien. Furunkulosis dapat menjadi
kelainan sistemik karena faktor predisposisi antara lain, alcohol, malnutrisi,
diskrasia darah, iatrogenic atau keadaan imunosupresi termasuk AIDS dan
diabetes mellitus.3
VI. Patogenesis
Kulit memiliki flora normal, salah satunya S.aureus yang merupakan flora
residen pada permukaan kulit dan kadang-kadang pada tenggorokan dan saluran
hidung. Predileksi terbesar penyakit ini pada wajah, leher, ketiak, pantat atau
paha. Bakteri tersebut masuk melalui luka, goresan, robekan dan iritasi pada kulit.
Selanjutnya, bakteri tersebut berkolonisasi di jaringan kulit. Respon primer host
terhadap infeksi S.aureus adalah pengerahan sel PMN ke tempat masuk kuman
tersebut untuk melawan infeksi yang terjadi. Sel PMN ini ditarik ke tempat infeksi
oleh komponen bakteri seperti formylated peptides atau peptidoglikan dan sitokin
TNF (tumor necrosis factor) dan interleukin (IL) 1 dan 6 yang dikeluarkan oleh
sel endotel dan makrofag yang teraktivasi. Hal tersebut menimbulkan inflamasi
dan pada akhirnya membentuk pus yang terdiri dari sel darah putih, bakteri dan
sel kulit yang mati. 3
Didapatkan keluhan utama dan keluhan tambahan pada perjalanan dari
penyakit furunkel. Lesi mula-mula berupa infiltrat kecil, dalam waktu singkat

membesar kemudian membentuk nodula eritematosa berbentuk kerucut.


Kemudian pada tempat rambut keluar tampak bintik-bintik putih sebagai mata
bisul. Nodus tadi akan melunak (supurasi) menjadi abses yang akan memecah
melalui lokus minoris resistensi yaitu di muara folikel, sehingga rambut menjadi
rontok atau terlepas. Jaringan nekrotik keluar sebagai pus dan terbentuk fistel.
Karena adanya mikrolesi baik karena garukan atau gesekan baju, maka kuman
masuk ke dalam kulit. Beberapa faktor eksogen yang mempengaruhi timbulnya
furunkel yaitu, musim panas (karena produksi keringat berlebih), kebersihan dan
hygiene yang kurang, lingkungan yang kurang bersih. Sedangkan faktor endogen
yang mempengaruhi timbulnya furunkel yaitu, diabetes, obesitas, hiperhidrosis,
anemia, dan stres emosional.2

Gambar 4. Klasifikasi dari infeksi bakterial pada folikel rambut


VII. Gejala Klinis
Mula-mula nodul kecil yang mengalami keradangan pada folikel rambut,
kemudian menjadi pustule dan mengalami nekrosis dan menyembuh setelah pus
keluar dengan meninggalkan sikatriks. Awal juga dapat berupa macula eritematosa

lentikular setempat, kemudian menjadi nodula lentikular setempat, kemudian


menjadi nodula lentikuler-numular berbentuk kerucut.4
Nyeri terjadi terutama pada furunkel yang akut, besar, dan lokasinya di
hidung dan lubang telinga luar. Bisa timbul gejala kostitusional yang sedang,
seperti panas badan, malaise, mual. Furunkel dapat timbul di banyak tempat dan
dapat sering kambuh. Predileksi dari furunkel yaitu pada muka, leher, lengan,
pergelangan tangan, jari-jari tangan, pantat, dan daerah anogenital.7,8

Gambar 5. Furunkel pada belakang telinga. 9


VIII. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan klinis,
pemeriksaan bakteriologi dari sekret.2
a. Anamnesa
Pasien datang dengan keluhan terdapat nodul yang nyeri. Ukuran nodul
tersebut meningkat dalam beberapa hari. Beberapa pasien mengeluh demam dan
malaise.4
b. Pemeriksaan Fisik
Terdapat nodul berwarna merah, hangat dan berisi pus. Supurasi terjadi
setelah kira-kira 5-7 hari dan pus dikeluarkan melalui saluran keluar tunggal

(single follicular orifices). Furunkel yang pecah dan kering kemudian membentuk
lubang yang kuning keabuan ireguler pada bagian tengah dan sembuh perlahan
dengan granulasi.8
c. Pemeriksaan Penunjang
Furunkel biasanya menunjukkan leukositosis. Pemeriksaan histologis dari
furunkel menunjukkan proses inflamasi dengan PMN yang banyak di dermis dan
lemak subkutan. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang
dikonfirmasi dengan pewarnaan gram dan kultur bakteri. Pewarnaan gram
S.aureus akan menunjukkan sekelompok kokus berwarna ungu (gram positif)
bergerombol seperti anggur, dan tidak bergerak. Kultur pada medium agar MSA
(Manitot Salt Agar) selektif untuk S.aureus. Bakteri ini dapat memfermentasikan
manitol sehingga terjadi perubahan medium agar dari warna merah menjadi
kuning. Kultur S. aureus pada agar darah menghasilkan koloni bakteri yang lebar
(6-8 mm), permukaan halus, sedikit cembung, dan warna kuning keemasan. Uji
sensitivitas antibiotik diperlukan untuk penggunaan antibiotik secara tepat.3

Gambar 6. Gambaran Mikroskopik S.aureus dengan Pengecatan Gram.


7

Gambar 7. Hasil Kultur S. aureus dalam Medium MSA.

Gambar 8. Hasil Kultur S.aureus dalam Medium Agar Darah

IX. Diagnosis Banding


a. Kista Epidermal
Diagnosa banding yang paling utama dari furunkel adalah kista epidermal
yang mengalami inflamasi. Kista epidermal yang mengalami inflamasi dapat
dengan tiba-tiba menjadi merah, nyeri tekan dan ukurannya bertambah dalam satu
atau beberapa hari sehingga dapat menjadi diagnosa banding furunkel. Diagnosa
banding ini dapat disingkirkan berdasarkan terdapatnya riwayat kista sebelumnya
pada tempat yang sama, terdapatnya orificium kista yang terlihat jelas dan
penekanan lesi tersebut akan mengeluarkan masa seperti keju yang berbau tidak
sedap sedangkan pada furunkel mengeluarkan material purulen.6
b. Hidradenitis Suppurativa
Hidradenitis suppurativa (apokrinitis) sering membuat salah diagnosis
furunkel. Berbeda dengan furunkel, penyakit ini ditandai oleh abses steril dan
sering berulang. Selain itu, daerah predileksinya berbeda dengan furunkel yaitu
pada aksila, lipat paha, pantat atau dibawah payudara. Adanya jaringan parut yang
lama, adanya saluran sinus serta kultur bakteri yang negatif memastikan diagnosis
penyakit ini dan juga membedakannya dengan furunkel. 6
c. Sporotrikosis
Merupakan kelainan jamur sistemik, timbul benjolan-benjolan yang
berjejer sesuai dengan aliran limfe, pada perabaan terasa kenyal dan terdapat nyeri
tekan.2
d. Blastomikosis
Didapatkan benjolan multipel dengan beberapa pustula, daerah sekitarnya
melunak. 2

e. Skrofuloderma
Biasanya berbentuk lonjong, livid, dan ditemukan jembatan-jembatan kulit
(skin bridges). 2
X. Penatalaksanaan
Pada furunkel di bibir atas pipi dan karbunkel pada orang tua sebaiknya
dirawat inapkan. Pengobatan topikal, bila lesi masih basah atau kotor dikompres
dengan solusio sodium chloride 0,9%. Bila lesi telah bersih, diberi salep natrium
fusidat atau framycetine sulfat kassa steril. 2,4
Antibiotik sistemik mempercepat resolusi penyembuhan dan wajib
diberikan pada seseorang yang beresiko mengalami bakteremia. Antibiotik
diberikan selama tujuh sampai sepuluh hari. Lebih baiknya, antibiotik diberikan
sesuai dengan hasil kultur bakteri terhadap sensitivitas antibiotik.3
Tabel 1. Antibiotik Sistemik

Antimicrobial Agent

Dosing (PO Unless Indicated), Usually


For 7 to 14 Days

Natural penicillins
Penicillin V

250500 mg tid/qid for 10 days

Penicillin G

600,0001.2 million U IM qd for 7 days

Benzathine penicillin G

600,000 U IM in children 6 years, 1.2


million units if 7 years, if compliance is a
problem

Penicillinase-resistant penicillins
Cloxacillin

250500 mg (adults) qid for 10 days

Dicloxacillin (drug of choice)

250500 mg (adults) qid for 10 days

Nafcillin

1.02.0 g IV q4h

Oxacillin

1.02.0 g IV q4h

10

Antimicrobial Agent

Dosing (PO Unless Indicated), Usually


For 7 to 14 Days

Aminopenicillins
Amoxicillin

500 mg tid or 875 mg q12h

Amoxicillin plus clavulanic acid 875/125 mg bid; 20 mg/kg per day tid for 10
(Betha-lactamase inhibitor)
Ampicillin

days
250500 mg qid for 710 days

Cephalosporins
Cephalexin (drug of choice)

250-500 mg (adults) qid for 10 days; 4050


mg/kg per day (children) for 10 days

Cephradine

250500 mg (adults) qid for 10 days; 4050


mg/kg per day (children) for 10 days

Cefaclor

250500 mg q8h

Cefprozil

250500 mg q12h

Cefuroxime axetil

125500 mg q12h

Cefixime

200400 mg q1224h

Erythromycin group
Erythromycin ethylsuccinate

250500 mg (adults) qid for 10 days; 40


mg/kg per day (children) qid for 10 days

Clarithromycin

500 mg bid for 10 days

Azithromycin

Azithromycin: 500 mg on day 1, then 250


mg qd days 25

Clindamycin

150-300 mg (adults) qid for 10 days; 15


mg/kg per day (children) qid for 10 days

Tetracylines
Minocycline

100 mg bid for 10 days

Doxycycline

100 mg bid

Tetracycline

250500 mg qid

Miscellaneous agents
Trimethoprim-sulfamethoxazole

160 mg TMP + 800 mg SMX bid

Metronidazole

500 mg qid

Ciprofloxacin

500 mg bid for 7 days

11

Bila infeksi berasal dari methicillin resistent Streptococcus aureus (MRSA)


dapat diberikan vankomisin sebesar 1 gram tiap 12 jam. Pilihan lain adalah
tetrasiklin, namun obat ini berbahaya untuk anak-anak. Terapi pilihan untuk
golongan penicilinase-resistant penicillin adalah dicloxacilin Pada pasien yang
alergi terhadap penisilin dapat dipilih golongan eritromisin. Pada orang yang
alergi terhadap -lactam antibiotic dapat diberikan vancomisin. 3
Tindakan insisi dapat dilakukan apabila telah terjadi supurasi. Higiene
kulit harus ditingkatkan. Jika masih berupa infiltrat, pengobatan topikal dapat
diberikan kompres salep iktiol 5% atau salep antibotik. Adanya penyakit yang
mendasari seperti diabetes mellitus, harus dilakukan pengobatan yang tepat dan
adekuat untuk mencegah terjadinya rekurensi.2,4
Terapi antimikrobial harus dilanjutkan sampai semua bukti inflamasi
berkurang. Lesi yang didrainase harus ditutupi untuk mencegah autoinokulasi.
Pasien dengan furunkel yang berulang memerlukan evaluasi dan penanganan lebih
komplek.2
Tabel 2. Manajemen furunkulosis atau karbunkel rekuren
Evaluasi penyebab yang mendasari dengan teliti
- Proses sistemik
- Faktor-faktor predisposisi yang terlokalisasi spesifik: paparan zat industri (zat
kimia, minyak).
- Higiene yang buruk.
- Sumber kontak Staphylococcus: infeksi piogenik dalam keluarga, olahraga
kontak seperti gulat, autoinokulasi.
- Stahphylococcus aureus dari hidung : disini tempat dimana penyebaran
organisme ke tempat tubuh yang lain.terjadi. Frekuensi dari bawaan nasal

12

bervariasi : 10%-15% pada balita 1 tahun, 38% pada mahasiswa, 50% pada
dokter RS dan siswa militer.
Perawatan kulit secara umum: tujuannya adalah mengurangi jumlah S.aureus
pada kulit. Perawatan kulit pada kedua tangan dan tubuh dengan air dan sabun
adalah penting. Sabun antimikrobial yang mengandung providone iodine atau
benzoyl peroxide atau klorheksidin 4% dapat digunakan untuk mengurangi
kolonisasi stafilokokus pada kulit.. Handuk yang terpisah harus digunakan dan
secara hati-hari dicuci dengan air panas sebelum digunakan.
Jenis Pakaian : pakaian yang menyerap keringat, ringan dan longgar harus
digunakan sesering mungkin. Sejumlah besar stafilokokus sering berada pada
seprai dan pakaian dalam pasien dengan furunkulosis atau karbunkel dan dapat
menyebabkan reinfeksi pada pasien dan infeksi pada anggota keluarganya.
Pakaian secara terpisah dicuci dalam air hangat dan diganti tiap hari.
Pertimbangan umum: beberapa pasien tetap memiliki siklus lesi rekuren.
Kadang-kadang, masalah dapat diperbaiki atau dihilangkan dengan menyuruh
pasien agar tidak melakukan pekerjaan rutin regular. Terutama pada individu
dengan stres emosional dan kelelahan fisik. Liburan selama beberapa minggu,
idealnya pada iklim sejuk atau kering akan membantu dengan cara menyediakan
istirahat dan juga menyisihkan waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan
program perawatan kulit.
Pertimbangkan hal yang bertujuan eliminasi S.aureus (yang `peka methicillin
maupun yang resisten methicillin) dari hidung (dan kulit) :
- Penggunaan salep lokal pada vestibulum nasalis mengurangi S.aureus pada
hidung dan secara sekunder mengurangi sekelompok organisme pada kulit,

13

sebuah proses yang menyebabkan furunkulosis rekuren. Pemakaian secara


intranasal dari salep mupirocin calcium 2% dalam base paraffin yang putih dan
lembut selama 5 hari dapat mengeliminasi S.aureus pada hidung sekitar 70%
pada individu yang sehat selama 3 bulan. Resistensi stafilokokus terhadap
mupirocin hanya didapatkan pada 1 dari 17 pasien. Profilaksis dengan salep
asam fusidat yang dioleskan pada hidung dua kali sehari setiap minggu keempat
pada pasien dan anggota keluarganya yang merupakan karier strain infeksius
S.aureus pada hidung (bersamaan dengan pemberian antibiotik anti-stafilokokus
peroral selama 10-14 hari pada pasien) telah terbukti dengan beberapa
keberhasilan.
- Antibiotik oral (misalnya rifampin 600 mg PO tiap hari selama 10 hari) efektif
dalam mengeradikasi S.aureus untuk kebanyakan nasal carrier selama periode
lebih dari 12 minggu. Penggunaan rifampin dalam jangka waktu tertentu untuk
mengeradikasi S.aureus pada hidung dan menghentikan siklus berkelanjutan dari
furunkulosis rekuren adalah beralasan pada pasien yang dengan pengobatan lain
gagal. Namun, strain yang resisten rifampin dapat muncul dengan cepat pada
terapi seperti itu. Penambahan obat kedua (dikloxacillin bagi S.aureus yang peka
methicillin; trimethoprim-sulfametaxole, siprofloksasin, atau minoksiklin bagi
S.aureus yang resisten methicillin) telah digunakan untuk mengurangi resistensi
rifampin dan untuk mengobati furunkulosis rekuren.
XI. Prognosis
Prognosis baik sepanjang faktor penyebab dapat dihilangkan, dan
prognosis menjadi kurang baik apabila terjadi rekurensi. Umumnya pasien
mengalami resolusi, setelah mendapatkan terapi yang tepat dan adekuat. Beberapa

14

pasien mengalami komplikasi bakteremia dan bermetastasis ke organ lain.


Beberapa pasien mengalami rekurensi, terutama pada pasien dengan penurunan
kekebalan tubuh.2

BAB II
TINJAUAN KASUS
I. Identitas pasien
- Nama

: An. NA

- Umur

: 6 tahun, BB : 22 kg

- Jenis Kelamin

: Perempuan

- Agama

: Islam

- Suku Bangsa

: Jawa

- Alamat

: Klampis Asri IV no 5

II. Anamnesis
- Keluhan Utama
Bisul di leher
- Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Kulit dan Kelamin RSU Haji Surabaya dengan
keluhan bisul kecil di hidung sejak 2 minggu yang lalu yang semakin lama
membesar dan nyeri serta kadang disertai gatal. Bisul tersebut sudah diberi salep
Gentamycin kemudian pecah mengeluarkan darah dan nanah sekitar 1 minggu
yang lalu. Tiga hari setalah bisul pertama, muncul bisul kedua yang lebih besar di
leher sebelah kanan. Bisul dirasakan semakin membesar, nyeri, dan gatal. Bisul

15

juga diolesi dengan salep yang sama. Pagi ini bisul mengeluarkan nanah dan
keluarga pasien memutuskan untuk berobat. Sebelum timbul bisul pasien sering
menggaruk leher karena gatal terutama saat suhu panas dan berkeringat. Saat ini
pasien merasa lemas. Tidak ada bisul di tempat lain.

- Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah terkena penyakit seperti ini sebelumnya
- Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit seperti ini
- Ayah : alergi seafood gatal-gatal
- Ibu : alergi (-)
- Riwayat Psikososial
Pasien mandi 2 kali sehari dengan air PDAM. Tiap anggota keluarga,
menggunakan handuk pribadi tiap selesai mandi. Bak mandi dikuras seminggu 1
kali. Pasien senang bermain di luar rumah siang hari selama 3 jam selepas
pulang sekolah dan kadang-kadang tidak memakai sandal serta lupa mencuci
tangan dan kaki. Baju yang dipakai bermain kadang dipakai lagi hingga tidur dan
digunakan lagi esok hari.
- Riwayat Alergi
Alergi obat, makanan, debu, perubahan suhu disangkal
III. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
- Keadaan umum

Baik

- Kesadaraan

Compos Mentis

16

- Vital sign

Dalam Batas Normal

-BB

22 kg

- Kepala

Lihat status dermatologis

- Leher

Dalam Batas Normal

- Thorax

Dalam Batas Normal

- Abdomen

Dalam Batas Normal

- Ekstermitas

Dalam Batas Normal

17

Status Dermatologi
Pada regio colli dextra tampak nodul eritematosa, berbatas tidak tegas, dan
di tengahnya terdapat pustula dan central necrotic plug, dengan jumlah satu
ukuran diameter 2 cm, berbentuk seperti kubah.

18

19

IV. Pemeriksaan Penunjang


Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
V. Resume
Anak perempuan 6 tahun dengan bisul di hidung sejak 2 minggu yang lalu
semakin lama membesar dan nyeri serta kadang disertai gatal, tiga hari kemudian
timbul bisul kedua di leher. Sudah diobati dengan salep Garamycin, bisul pertama
keluar nanah dan mengempis, bisul kedua tidak membaik, pagi ini keluar nanah.
Sebelum timbul bisul pasien sering menggaruk leher karena gatal terutama saat
suhu panas dan berkeringat. Tidak ada bisul di tempat lain. Saat ini pasien merasa
lemas.
Pemeriksaan fisik didapatkan pada regio colli dextra tampak nodul
eritematosa, berbatas tidak tegas, dan di tengahnya terdapat pustula dan central

20

necrotic plug, dengan jumlah satu, ukuran diameter 2 cm, berbentuk seperti
kubah.
VI. Diagnosis
Furunkel
VII. Diagnosis Banding
Tidak ada diagnosis banding
VIII. Planning
Planning
- Terapi
Sistemik : Sirup Eritromisin 4x1 sendok takar
Topikal : Salep Garamycin
-Monitoring
a) Lesi pada kulit
b) Rasa gatal dan nyeri
-Edukasi
a) Kebersihan kulit harus dijaga dan ditingkatkan
b) Hindari menggaruk di daerah lesi
IX. Prognosa
Prognosis baik bila terapi dilakukan secara adekuat dan mengatasi serta
mengeliminasi faktor predisposisi.

21

BAB III
PEMBAHASAN

IDENTITAS PASIEN
Pada kasus ini, pasien An. MZA usia 6 tahun tinggal di Surabaya. Hal ini
sesuai dengan literatur bahwa furunkel umumnya terjadi pada anak-anak, remaja,
sampai dewasa muda. Permukaan kulit normal atau sehat dapat dirusak oleh
karena iritasi, tekanan, gesekan, hiperhideosis, dermatitis, dermatofitosis, dan
beberapa faktor lain sehingga kerusakan kulit tersebut dapat menjadi jalan
masuknya Staphilococcus aureus. Penularan dapat melalui kontak atau
autoinokulasi dari lesi pasien. 2,3

22

ANAMNESIS dan PEMERIKSAAN FISIK


Pasien datang ke Poli Kulit dan Kelamin RSU Haji Surabaya dengan
keluhan bisul kecil di hidung sejak 2 minggu yang lalu yang semakin lama
membesar dan nyeri serta kadang disertai gatal. Bisul tersebut sudah diberi salep
Gentamycin kemudian pecah mengeluarkan darah dan nanah sekitar 1 minggu
yang lalu. Tiga hari setelah bisul pertama, muncul bisul kedua yang lebih besar di
leher sebelah kanan. Bisul dirasakan semakin membesar, nyeri, dan gatal. Bisul
juga diolesi dengan salep yang sama. Pagi ini bisul mengeluarkan nanah dan
keluarga pasien memutuskan untuk berobat. Sebelum timbul bisul pasien sering
menggaruk leher karena gatal terutama saat suhu panas dan berkeringat. Tidak ada
bisul di tempat lain.
Pemeriksaan fisik untuk status dermatologis didapatkan pada regio colli
dextra tampak nodul eritematosa, berbatas tidak tegas, dan di tengahnya terdapat
pustula dan central necrotic plug, dengan jumlah satu, ukuran diameter 2 cm,
berbentuk seperti kubah. Effloresensi lesi pada kulit pasien sesuai dengan
effloresensi suatu furunkel, yang berupa nodul eritematous berbentuk kerucut,
berbatas tidak tegas, dimana pada bagian tengahnya akan dijumpai adanya puncak
(core) yang biasanya berupa pustul (central necrotic).
Hal ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa predileksi
terbesar penyakit ini adalah wajah, leher, ketiak, pantat, atau paha. Perjalanan
penyakit dimulai dengan munculnya nodul dengan diameter 1-2 cm disertai rasa
nyeri yang mula-mula berupa infiltrat kecil dan dalam waktu singkat membesar
kemudian membentuk nodul eritematosa berbentuk kerucut. Nodul tadi akan
melunak (supurasi) menjadi abses. Demikian halnya dengan bisul kecil yang

23

muncul di hidung oleh kaena peradangan, kemudian menjadi pustula dan


selanjutnya mengalami nekrosis serta sembuh setelah pus keluar.2
DIAGNOSIS
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat diambil diagnosis yaitu
furunkel. Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan, meliputi:
pemeriksaan gram, darah lengkap, pemeriksaan kultur dan tes sensitivitas. Pada
pasien, tidak dikerjakan pemeriksaan penunjang karena dilakukan pada kasuskasus dengan manifestasi klinis yang berat atau kasus-kasus rekuren.
PENATALAKSANAAN
Pasien mendapat terapi medikamentosa berupa sirup Eritromisin 4x1
sendok takar dan terapi topikal salep Garamycin. Pemberian terapi ini sudah
sesuai dengan teori, dimana jika lesi kulit sudah terbentuk pus perlu diberikan
juga antibiotik sistemik untuk mempercepat resolusi penyembuhan, disamping
antibiotik topical untuk mencegah terjadinya furunkulosis sekunder. Terapi
diberikan untuk jangka waktu 5 hari, sesudah itu pasien dianjurkan untuk kontrol
kembali agar dapat dievaluasi respon pengobatannya.
Dalam kasus ini, pasien harus diberi edukasi berupa menghindari
menyentuh daerah luka terlalu sering apalagi menggaruk serta menjaga kebersihan
kulit seperti mengganti baju yang digunakan bermain, mencuci tangan dan kaki
sehabis bermain. Hal ini sesuai literatur yang mengatakan bahwa salah satu faktor
predisposisi pioderma atau infeksi bakteri adalah higiene yang kurang sehigga
pasien harus benar-benar memperhatikan kebersihan dirinya.
Masalah utama dari suatu furunkel, furunkulosis dan karbunkel adalah
risiko terjadinya bakteremia serta rekurensi. Pada pasien dapat terjadi risiko

24

rekurensi karena kurangnya menjaga higienitas sehingga ditekankan untuk lebih


menjaga kebersihan diri. Pasien sudah mendapat terapi yang adekuat agar terjadi
resolusi serta untuk mencegah berkembangnya infeksi lokal ini menjadi suatu
bacteremia. Berdasarkan analisa tersebut, prognosis penyakit pasien ini tergolong
baik.

BAB IV
KESIMPULAN
Telah dilaporkan kasus furunkel pada anak permpuan, 6 tahun. Diagnosis
ditegakkan berdasar anamnesis bisul di hidung sejak 2 minggu yang lalu semakin
lama membesar dan nyeri serta kadang disertai gatal, tiga hari kemudian timbul
bisul kedua, keduanya mengeluarkan nanah. Pemeriksaan fisik untuk status
dermatologis didapatkan pada regio colli dextra tampak nodul eritematosa,
berbatas tidak tegas, dan di tengahnya terdapat pustula dan central necrotic plug,
dengan jumlah satu, ukuran diameter 2 cm, berbentuk seperti kubah.
Pasien mendapat terapi medikamentosa sistemik untuk mempercepat
resolusi penyembuhan berupa sirup Eritromisin 4x1 sendok takar dan terapi
topikal untuk mencegah terjadinya furunkulosis sekunder salep Garamycin.

25

Pada pasien dapat terjadi risiko rekurensi karena kurangnya menjaga


higienitas sehingga ditekankan untuk lebih menjaga kebersihan diri. Pasien sudah
mendapat terapi yang adekuat agar terjadi resolusi serta untuk mencegah
berkembangnya infeksi lokal ini menjadi suatu bacteremia. Berdasarkan analisa
tersebut, prognosis penyakit pasien ini tergolong baik.
Masalah utama dari furunkel adalah bakteremia dan infeksi yang rekuren.
Lesi yang terdapat disekitar mulut dan hidung dapat menyebar ke dalam darah
melalui vena emisari angular dan fasial, yang akan bermuara ke sinus kavernosus
selanjutnya dapat menimbulkan infeksi seperti: osteomyelitis, endokarditis akut,
hingga abses otak. Tindakan memanipulasi lesi berbahaya, karena dapat
meningkatkan risiko terjadinya bakteremia. Furunkulosis yang berulang perlu
digali sejumlah faktor predisposisi, misalnya diabetes mellitus di keluarga.
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A. Pioderma. In: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2010. hal 60.
2. Abdullah, Benny. Furunkulosis. In: Dermatologi Pengetahuan Dasar dan
Kasus di Rumah Sakit. SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSU
Haji.Surabaya. 2009. hal 113-115.
3. Timothy G. Bacterial Infection. In: Fitzpatricks Dermatology in General
Medicine. 7th Edition. United States of America: The McGraw-Hill
Companies. 2008. pp 1689-1702.

26

4. Suyoso Sunarso, dkk. Furunkel. In: Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-3. Surabaya: Fakultas Kedokteran
Unair. 2005. Hal 29-32.
5. Sterry, Wolfram et al. Bacterial Desease. In: Thieme Clinical
Companions Dermatology. 5th edition. New York: Georg Thieme Veriag.
2006. pp 73-75.
6.

http://www.dermis.net/dermisroot/en/26832/image.htm

diakses

pada

tanggal 12 Juli 2014.


7. Murtiastutik Dwi (editor), dkk. Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
ke-2 Cetakan kedua. Surabaya: Dep/SMF Kulit dan Kelamin FK
UNAIR/RSUD dr.Soetomo. 2010. Hal 30-32.
8. Cohen P.R et al. Bacterial Infection. In: Harry L.A et al, editor . Andrews
Disease of The Skin: Clinical Dermatology. 10 th edition. Philadelphia: W.B.
Saunders Company. 2006. pp 253-254
9. Ray J. Bacterial Infection. In: ABC of Dermatology. Fifth Edition.
London: BMJ Publishing Group Ltd. 2008. pp 90.

27

You might also like