You are on page 1of 14

GASTROENTERITIS AKUT

PENDAHULUAN
Diare merupakan keluhan yang sering ditemukan pada dewasa. Diperkirakan pada orang
dewasa tiap tahunnya mengalami diare akut ( Gastroenteritis akut ) sebanyak 99.000.000
kasus. Di Amerika Serikat, diperkirakan 8.000.000 pasien berobat ke dokter dan lebih dari
250.000 pasien dirawat di rumah sakit tiap tahun ( 1,5% merupakan pasien dewasa ) karena
gastroentritis. Kematian yang terjadi, kebanyakan berhubungan dengan kejadian diare pada
anak anak atau usia lanjut usia, dimana kesehatan pada usia pasien tersebut rentan terhadap
dehidrasi sedang berat. Frekuensi kejadian diare npada negara negara berkembang termasuk
Indonesia lebih banyak 2 3 kali dibandingkan negara maju.

DEFINISI
Diare adalah buang air besar ( defaksi ) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair
( setengah padat ), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau
200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih
dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.
Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan menurut
World Gastroenterology Organisation global guidelines 2005, diare akut didefinisikan
sebagai pasase tinja yang cair/lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung
kurang dari 14 hari.
Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari. Sebenarnya para pakar
di dunia telah mengajukan beberapa kriteria mengenai batasan kronik pada kasus diare
tersebut, ada yang 15 hari, 3 minggu, 1 bulan, dan 3 bulan, tetapi di Indonesia dipilih waktu
lebih dari 15 hari agar dokter tidak lengah, dapat lebih cepat menginvestigasi penyebab diare
dengan lebih tepat.
Diare persisten merupakan istilah yang dipakai di luar negri yang menyatakan diare
yang berlangsung 15 30 hari yang merupakan kelanjutan dari diare akut ( peralihan antara
diare akut dan kronik, dimana lama diare kronik yang dianut yaitu yang berlangsung lebih
dari 30 hari).
Diare infektif adalah bila penyebabnya infeksi. Sedangkan diare non infektif bila tidak
ditemukan infeksi sebagai penyebab pada kasus tersebut.
Diare organik adalah bila ditemukan penyebab anatomik, bakteriologik, hormonal,
atau toksikologik. Diare fungsional bila tidak dapat ditemukan penyebab organik.

KLASIFIKASI
Dare dapat diklasifikasikan berdasarkan:
1.
2.
3.
4.
5.

Lama waktu diare: akut atau kronik,


Mekanisme patofisiologis: osmotik atau sekretorik,dll
Berat ringan diare: kecil atau besar,
Penyebab infeksi atau tidak: infektif atau non-infektif,dan
Penyebab organik atau tidak: organik atau fungsional.

ETIOLOGI
Diare akut disebabkan oleh banyak penyebab antara lain infeksi (bakteri, parasit, virus),
keracunan makanan, efek obat-obat dan lain-lain. (Tabel 1)

Menurut World Gastroenterology Organisation global guidelines 2005, etiologi diare


akut dibagi atas empat penyebab: bakteri, virus, parasit, dan non-infeksi.

KEADAAN RISIKO DAN KELOMPOK RISIKO TINGGI YANG


MUNGKIN MENGALAMI DIARE INFEKSI
1. Baru saja bepergian/melancong : ke negara berkembang, daerah tropis, kelompok
perdamaian dan pekerja sukarela, orang yang sering berkemah (dasar berair)
2. Makanan atau keadaan makanan yang tidak biasa: makanan laut dan shell fish,
terutama yang mentah, Restoran dan rumah makan cepat saji (fast food), banket,
piknik
3. Homoseksual, pekerja seks, pengguna obat intravena, risiko infeksi HIV, sindrom
ususs homoseks (Gay bowel Syndrome) sindrome defisiensi kekebalan didapat
(Acquired immune deficiency syndrome)
4. Baru saja menggunakan obat antimikroba pada institusi: intitusi kejiwaan/mental,
rumah-rumah perawatan, rumah sakit.

EPIDEMIOLOGI
Pada penelitian diare akut pada 123 pasien di RS.persahabatan dari 1 Nopember 1993 s.d 30
April 1994 Hendarwanto, Setiawan B dkk. Mendapatkan etiologi infeksi seperti pada Tabel
2.
World Gastroenterology Organisation gloabal guidelines 2005 membuat daftar
epidemiologi penyebab yang berhubungan dengan vihicle dan gejala klinik (Tabel 3 dan
Tabel 4).

PATOFISIOLOGI/PATOMEKANISME
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi/patomekanisme sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Osmolaritas intraluminal yang meninggi, disebut diare osmotik;


Sekresi cairan dan elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik;
Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak;
Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit;
Motilitas dan waktu transit usus abnormal;
Gangguan permeabilitas usus;
Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik;
Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi.

Diare osmotik: diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotik intralimen dari
usus halus yang disebabkan oleh obat-obat/zat kimia yang hiperosmotik (a.l.MgSO4,
Mg(OH)2),malabsorpsi umum dan defek dalam absopsi mukosa usus misal pada
defisiensi disararidase, malabsorpsi glukosa/galaktosa.
Diare sekretorik: diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit
dari usus, menurunnya absorpsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis ditemukan
diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung
walaupun dilakukan puasa makan/minum. Penyebab dari diare tipe ini antara lain karena
4

efek enterotoksin pada infeksi Vibrio cholerae, atau Escherichia coli, penyakit yang
menghasilkan hormon (VIPoma), reseksi ileum (gangguan absorpsi garam empedu), dan
efek obat laksatif dioctyl sodium sulfosuksinat dll).
Malabsorpsi asam empedu, malabsorbsi lemak: Diare tipe ini didapatkan pada gangguan
pembentukan/produksi micelle empedu dan penyakit-penyakit sala\uran bilier dan hati.
Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit: diare tipe ini
disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif Na+K+ATP ase di enterosit dan
abrsorpsi Na+ dan air yang abnormal.
Motilitas dan waktu transit usus abnormal: diare tioe ini disebabkan hipermotilitas dan
iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorpsi yang abnormal di usus halus.
Penyebab gangguan motilitas antara lain: diabetes melitus, pasca vagotomi, hipertiroid.
Gangguan permeabilitas usus: diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang abnormal
disebabkan adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus halus.
Inflamasi dinding usus (diare inflamatorik): diare tipe ini disebabkan adanya kerusakan
mukosa usus karena proses inflamasi, sehingga terjadi produksi mukus yang berlebihan
dan eksudasi air dan elektrolit kedalam lumen, gangguan absorpsi air-elektrolit. Inflamasi
mukosa usus halus dapat dapat disebabkan infeksi (disentri Shigella) atau non infeksi
(kolitis ulseratif dan penyakit Crohn)
Diare infeksi: infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari sudut
kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non-invasif (tidak merusak mukosa) invasif
(merusak mukosa). Bakteri non-invasif menyebabkan ndiare karena toksin yang disekresi
oleh bakteri tersebut, yang disebut diare toksigenik. Contoh diare toksigenik a.1. kolera
(Eltor). Enterotoksin yang dihasilkan kuman Vibrio cholare/eltor merupakan protein yang
dapat menempel pada epitel usus, yang lalu membentuk adenosin monofosfat siklik
(AMF siklik) di dinding usus dan menyebabkan sekresi aktif anion klorida yang diikuti
air, ion bikarbonat, kation natrium, dan kalium. Mekanisme absorpsi ion natrium melalui
mekanisme pompa natrium tidak terganggu karena itu keluarnya ion klorida (diikuti ion
bikarbonat, air, natrium, ion kalium) dapat di kompensasi oleh meningginya absorpsi ion
natrium (diiringi oleh air, ion kalium, ion bikarbonat, klorida). Kompensasi ini dapat
dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang diabsorpsi secara aktif oleh dinding sel
usus.

PATOGENESIS
Yang berperan pada terjadinya diarekut terutama karena infeksi yaitu faktor kausal
(agent) dan faktor penjamu(host). Faltor penjamu adalah kemampuan tubuh untuk
mempertahankan diri terhadap organisme yang menimbulkan diare akut, terdiri dari
faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan internal saluran cerna antara lain: keasaman
lambung, molaritas usus, imunitas dan juga lingkungan mikroflora usus. Faktor kausal
yaitu daya penetrasi yang dapat merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin
5

yang mempengaruhi sekresi cairan usus halus serta daya lekat kuman. Patogenesis diare
karena infekti bakteriparasit terdiri atas:
Diare karena bakteri non-invasif (enterotoksigenik).
Bakteri yang tidak merusak mukosa misal V.cholerae Eltor, Enterotoxigenic E.coli
(ETEC) dan C. Perfringens. V. Cholerae eltor mengeluarkan toksin yang terikatpada
mukosa usus halus 15-30 menit sesudah diproduksi vibrio. Enterotoksin ini menyebabkan
kegiatan berlebihan nikotinamid adenin dinukleotid pada dinding sel usus, sehingga
meningkatkan kadar adenosisn 3,5-siklik monofosfat (siklik AMP) dalam sel yang
menyebabkan sekresi aktif anion klorida kedalam lumen usus yang diikuti oleh air, ion
bikarbonat, kation natrium, dan kalium.
Diare karena bakteri/parasit invasif (enterovasif).
Bakteri yang merusak (invasif) antara lain Enteroinvasive E. coli (EIEC), Shalmonella,
yersinia, C. Perfringens tipe C. Diare disebabkan oleh kerusakan dinding usus berupa
nekrosis dan ulserasi. Sifat diarenya sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat tercampur
lendir dan darah. Walau demikian infeksi kuman-kuman ini dapat juga bermanifestasi
sebagai diare koleriformis. Kuman Salmonella yang sering menyebabkan diare yaitu S.
Paratyphi B, Styphimurium, S enterriditis, S choleraesuis. Penyebab parasit yang sering
yaitu E. Histolitika dan G. Lamblia.

DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
Anamnesis
Pasien dengan diare akut datang dengan berbagai gejala klinik tergantung penyebab
penyakit dasarnya. Keluhan diarenya berlangsung kurang dari 15 hari. Diare karena
penyakit usus halus biasanya berjumlah banyak, diare air, dan sering berhubungan dengan
malabsorpsi, dan dehidrasi sering didapatkan. Diare karena kelainan kolon seringkali
berhubungan dengan tinja berjumlah kecil tetapi sering, bercampur darah dan sensasi
ingin ke belakang. Pasien dengan diare akut infektif datang dengan keluhan khas yaitu
nausea, muntah, nyeri abdomen, demam, dan tinja yang sering, bisa air, malabsorptif, atau
berdarah tergantung bakteri patogen yang spesifik. Secara umum, patogen usus halus
tidak invasif, dan patogen ileokolon lebih mengarah keinvasif. Pasien yang memakan
toksin atau pasien yang mengalami infeksi toksigenik secara khas mengalami nausea dan
muntah sebagai gejala prominen bersamaan dengan diare air tetapi jarang mengalami
demam. Muntah yang mulai beberapa jam dari masuknya makanan mengarahkan kita
pada keracunan makanan karena toksin yang dihasilkan. Parasit yang tidak menginvasi
mukosa usus, seperti Giardia lamblia dan Cryptosporidium, biasanya menyebabkan rasa
6

tidak nyaman di abdomen yang ringan. Giardiasis mungkin berhubungan dengan


steatorea ringan, perut bergas dan kembung.
Bakteri invasif seperti Campylobacter, Salmonella, dan Shigella, dan organisme yang
menghasilkan sitotoksin seperti Clostridium difficile dan Enterohemorrhagic E coli
(serotipe O 157: H7) menyebabkan inflamasi usus yang berat. Organisme Yersinia
seringkali menginfeksi ileum terminal dan caecum dan memiliki gejala nyeri perut
kuadran kanan bawah, menyerupai apendisitas akut. Infeksi Campylobacter jejuni sering
bermanifestasi sebagai diare, demam dan kadang kala kelumpuhan anggota badan dan
badan(sindrom Guillain-Barre). Keluhan lumpu pada infeksi usus ini sering disalah tafsir
sebagai malpraktek dokter karena ketidaktahuan masyarakat. Diare air merupakan gejala
tipikal dari organisme yang menginvasi epitel usus dengan inflamasi minimal, seperti
virus enterik, atau organisme yang menempel tetapi tidak menghancurkan epitel, seperti
enteropathogenic E coli, protozoa, helminths. Beberapa organisme seperti Campylobacter,
Aeromonas, Shigella, dan Vibrio species (misal, V parahemolyticus) menhasilkan
enterotoksin dan juga menginvasi mukosa usus pasien, karena itu menunjukkan gejala
diare air diikuti diare berdarah dalam beberapa jam atau hari. Sindrom Hemolitik-uremik
dan purpura trombositopenik trombotik (TTP) dapat timbul pada infeksi denagan bakteri
E coli enterohemorrhagic dan Shigella, terutama anak kecil dan orang tua. Infeksi
Yersinia dan bakteri enterik lain dapat disertai sindrom Reiter (artritis, uretritis, dan
konjungtivitis), tiroiditis, perikarditis atau glomerulonefritis. Demam enterik, disebabkan
Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi, merupakan penyakit sistemik yang berat
yang bermanifestasi sebagai demam tinggi yang lama, prostrasi, bingung dan gejala
respiratorik, diikuti nyeri tekan abdomen, diare dan kemerahan (rash).
Dehidrasi dapat timbul jika diare dan asupan oral terbatas karena nausea dan muntah,
terutama pada anak kecil dan lanjut usia. Dehidrasi bermanifestasi sebagai rasa haus yang
meningkat, berkurangnya jumlah buang air kecil ndengan warna urine gelap, tidak
mampu berkeringat, dan perubahan ortostatik. Pada keadaan berat, dapat mengarah ke
gagal ginjal akut dan perubahan status jiwa seperti kebingungan dan pusing kepala.
Dehidrasi menurut keadaan klinisnya dibagi atas 3 tingkatan:
Dehidrasi Ringan (hilang cairan 2-5% BB):
Gambaran klinisnya tugor kurang, suara serak (vox cholerica), pasien belum jatuh dalam
presyok.
Dehidrasi Sedang (hilang cairan 5-8%BB):
Turgor buruk, suara serak, pasien jatuh dalam presyok atau syok, nadi cepat, napas cepat
dan dalam.
Dehidrasi Berat (hilang cairan 8-10% BB):
Dehidrasi sedang ditambah kesadaran menurun (apatis sampai koma), otot-otot kaku,
sianosis.
7

Pemeriksaan Fisis
Kelainan-kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik sangat berguna dalam
menentukan beratnya diare daripada menentukan penyebab diare. Status volume dinilai
dengan memperhatikan perubahan ortostatik pada tekanan darah dan nadi, temperatur
tubuh dan tanda toksisitas. Pemeriksaan abdomen yang seksama merupaka hal yang
penting. Adanya dan kualitas bunyi usus dan adanya atau tidak adanya distensi abdomen
dan nyeri tekan merupakan clue bagi penentu etilogi.
Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien yang mengalami dehidrasi atau toksisitaas berat atau diare berlangsung lebih
dari beberapa hari, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan tersebut
a.1. pemeriksaan darah tepi lengkap (hemoglobin, hematokrit, leukosit, hitung jenis
leukosit), kadar elektrolit serum, Ureum dan kreatinin, pemeriksaan tinja dan
pemeriksaan Enzym-linked immunosorbent assay (ELISA) mendeteksi diargiarsis dan
test serologic amebiasis,dan foto x-ray abdomen. (Gambar 1)
Pasiendengan diare karena virus, biasanya memiliki jumlah dan hitung jenis leukosit yang
normal atau limfositosis. Pasien denganinfeksi bakteri terutama pada infeksi baketri yang
invasif ke mukosa, memiliki leukositosis dengan kelebihan darah putih muda.
Neutropenia dapat timbul pada salmonellosis.
Ureum dan kreatinin diperiksa untuk memeriksa adanya kekurangan volume cairan dan
mineral tubuh. Pemeriksaan tinja dilakukan untuk melihat adanya leukosit dalam tinja
uang menunjukan adanya infeksi bakteri, adanya telur cacing dan dewasa.
Pasien yang telah mendadapt pengobatan antibiotik dalam 3 bulan sebelumnya atau yang
mengalami diare di rumah sakit sebaiknya diperiksa tinja untuk pengukuran toksin
Clostridium difficile.
Rektoskopi atau sigmoidoskopi perlu dipertimbangkan pada pasien-pasien yang toksik,
pasien dengan diare berdarah, atau pasien dengan diare akut persisten. Pada sebagian
besar pasien, sigmoidoskopi mungkin adekuat sebagai pemeriksaan awal. Pada pasien
dengan AIDS yang mengalami diare, kolonoskopi dipertimbangkan karena kemungkinan
penyebab infeksi atau limfoma didaerah kolon kanan. Biopsi mukosa sebaiknya
dilakukan jika mukosa terlihat inflamasi berat.

PENENTUAN DERAJAT DEHIDRASI


Derajat dehidrasi dapat ditentukan berdasarkan:
1. Keadaan klinis: ringan, sedang dan berat (telah dibicarakan diatas)
2. Berat Jenis Plasma: Pada dehidrasi BJ plasma meningkat
a) Dehidrasi berat: BJ plasma 1,032-1,040
b) Dehidrasi sedang: BJ plasma 1,028-1,032
c) Dehodrasi ringan: BJ plasma 1,025-1,028
3. Pengukuran Central Venous Pressure (CVP): Bila CVP +4s/d+11cm H2): normal
Syok atau dehidrasi maka CVP kurang dari +4cm H2O

DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding diare akut perlu dibuat sehingga kita dapat memberikan pengobatan yang
lebih baik. Pasien diare akut dapat dibagi atas daire akut yang disertai demam/tnja berdarah
dan diare akut yang tidak disertai demam/tinja berdarah.
Pasien Diare Akut Disertai Demam dan Tinja Berdarah
Observasi umum: diare sebagai akibat mikroorganisme infasif, lokasi sering di daerah kolon,
diarenya berdarah sering tapi jumlah volume sedikit, sering diawali diare air.
Patogen:
1. Shigella spp (disentri basiler, shigellosis)
2. Campylobacterjejuni
3. Salmonella spp,
Aeromonas hydrophila, V.parahaemolyticus, Plesiomonas
shigelloides, Yersinia.
9

Diagnosis:
1. Diferensiasi klinik sulit, terutama membedakan dengan penyakit usus inflamatorik
idiopatik non infeksi,
2. Banyak leukosit di tinja (patogen invasif),
3. Kultur tinja untuk Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia,
4. Darah tebal untuk malaria
Diare Akut Tanpa Demam Ataupun Darah Tinja
Observasi umum: patogen non-invasif (tinja air banyak, tidak ada leukosit tinja), sering
disertai nausea, kadang vomitus, lebih sering manifestasi dari diare turis (85% kasus), pada
kasus kolera, tinja seperti cucian bera, sering disertai muntah.
Patogen:
1.
2.
3.
4.

ETEC,penyebab tersering dari diare turis,


Giardia lamblia
Rotavirus, virus Norwalk,
Eksotoksin Preformed dari S.aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens
(tipe A),diare disebabkan toksin dikarakterisasi oleh lama inkubasi yang
pendek 6 jam,
5. Penyebab lain: Vibrio parahaemolyticus (ikan laut dan Shell fish yang tidak
cukup didinginkan), Vibrio cholerae (kolera), Bahan toksik pada makanan
(logam berat misal preservatif kaleng, nitrit, pestisida, histamin pada ikan),
jamur, kriptosporidium, Isospora belli (biasa pada pasien HIV positif
meskipun dapat terjadi juga pada manusia normal)
Diagnosis:
Tidak ada leukosit dalam tinja, kultur tinja (sangat rendah pada diare air), tes untuk
ETEC tidak biasa, tersedia pada laboratorium rutin, pemeriksaan parasit untuk tinja
segar, sering beberapa pemeriksaan ulangan dibutuhkan untuk mendeteksi Giardia
lamblia.

PENATA LAKSANA
Penatalaksanaan diare akut antara lain:
Dehidrasi: bila pasien keadaan umum baik tidak dehidrasi, asupan cairan yang
adekuat dapat dicapai dengan minuman ringan, sari buah, sup dan keripik asin. Bila
pasien kehilangan cairan yang banyak dan dehidrasi, penatalaksanaan yang agresif
seperti cairan intravena atau rehidrasi oral dengan cairan isotonik mengandung
elektrolit dan gula atau starch haarus diberikan. Terapi rehidrasi oral murah, efektif
dan lebih praktis daripada cairan intravena. Cairan oral antara lain: pedialit, oralit, dll.
Cairan diberikan 50-200 ml/kgBB/24 jam tergantung kebutuhan dan status hidrasi.
Untuk memberikan rehidrasi pada pasien perlu dinilai dulu derajat dehidrasi.
Dehidrasi terdiri dari dehidrasi ringan, sedang, dan berat. Ringan bila pasien
10

mengalami kekurangan cairan 2-5% dari Berat Badan. Sedang bila pasien kehilangan
5-8% cairan dari Berat Badan. Berat bila pasien kehilangan 8-10% dari Berat Badan.
Prinsip dari menentukan jumlah cairan yang akan diberikan yaitu sesuai dengan
jumlah cairan yang keluar dari tubuh. Macam-macam pemberian cairan:
1. BJ plasma dengan rumus:

2.

Metode

Pierce

berdasarkan klinis:
Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan = 5% X Berat Badan(kg)
Dehidrasi Sedang, kebutuhan cairan = 8 X Berat Badan(kg)
Dehidrasi Berat, kebutuhan cairan = 10 X Berat Badan(kg)
3. Metode Daldiyono berdasarkan skor klinis a.1. (Lihat Tabel 5)

Bila skor kurang dari 3 dan tidak ada syok, maka hanya diberikan cairan peroral (sebanyak
mungkin sedikit demi sedikit). Bila skor lebih atau sama 3 disertai syok diberikan cairan
perintravena. Cairan rehidrasi dapat diberikan melalui oral, enteral melalui selang nasogastrik
atau intravena. Bila dehidrasi sedang atau berat sebaiknya pasien diberikan cairan melalui
infus pembuluh darah. Sedangkan dehidrasi ringan/sedang pada pasien masih dapat diberikan
cairan per oral atau selang nasogastrik, kecuali bila ada kontra indikasi atau oral/saluran cerna
atas tak dapat dipakai. Pemberian per oral diberikan larutan oralit yang hipotonik dengan
komposisi 29 g glukosa, 3,5 g NaCl, 2,5 g Natrium Bikarbonat dan 1,5 g KCl setiap liter.
Contoh oralit generik, renalyte, pharolit dll.
Pemberian cairan dehidrasi terbagi atas:
a) Dua jam pertam ( tahap rehidrasi inisial ): jumlah total kebutuhan cairan menurut
rumus BJ plasma atau skor Daldiyono diberikan langsung dalam 2 jam ini agar
tercapai rehidrasi optimal secepat mungkin.
b) Satu jam berikut/jam ke-3 ( tahap kedua ) pemberian diberikan berdasarkan
kehilangan cairan selama 2 jam pemberian cairan rehidrasi inisial sebelumnya. Bila
tidak ada syok atau skor Daldiyono kurang dari 3 dapat diganti cairan per oral.
c) Jam berikutnya pemberian cairan diberikan berdasarkan kehilangan cairan melalui
tinja dan Insensible water loss (IWL)
Diet: Pasien diare tidak dianjurkan puasa, kecuali bila muntah-muntah hebat. Pasien
dianjurkan justru minum minuman sari buah, teh, minuman tidak bergas, makanan mudah
11

dicerna seperti pisang, nasi, keripik dan sup. Susu sapi harus dihindarkan karena adanya
defisiensi laktase transien yang disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri. Minuman berkafein
dan alkohol harus dihindari karena dapat meningkatkan motilitas dan sekresi usus.
Obat anti-diare: obat ini dapat mengurangi gejala-gejala.
a) Yang paling efektif yaitu derivat opioid misal loperamide, difenoksilat-atropin dan
tinktur opium. Loperamide paling disukai karena tidak adiktif dan memiliki efek
samping paling kecil. Bismuth subsalisilat merupakan obat lain yang dapat digunakan
tetapi kontraindikasi pada pasien HIV karena dapat menimbulkan ensefalopati
bismuth. Obat anti motilitas penggunaannya harus hati-hati pada pasien disentri yang
panas (termasuk infeksi Shigella) bila tanpa disertai anti mikroba, karena dapat
memperlama penyembuhan npenyakit.
b) Obat yang mengeraskan tinja: atapulgite 4X 2 tab/hari, smectite 3X 1 saset diberikan
tiap diare/BAB encer sampai diare berhenti.
c) Obat anti sekretorik atau anti enkephalinase: Hidrasec 3 x 1 tab/hari.
Obat anti-mikroba: karena kebanyakan pasien memilki penyakit yang ringan, self limited
disease karena virus atau bakteri non-invasif, pengobatan empirik tidak dianjurkan pada
semua pasien. Pengobatan empirik diindikasikan pada pasien-pasien yang diduga mengalami
infeksi bakteri invasif, diare turis (travelers disease) atau imunosupresif. Obat pilihan yaitu
kuinolon (misal siprofloksasin 500 mg 2x/hari selama 5-7 hari). Obat ini baik terhadap
bakteri patogen invarsif termasuk Campylobacter, Shigella, Salmonella, Yersinia, dan
Aeromonas species. Sebagai alternatif yaitu kotrimoksazol (trimetoprim/sulfametoksazol,
160/800 mg 2x/hari, atau eritromisin 250-500 mg 4x/hari). Metronidazol 250 mg 3x/hari
selama 7 hari diberikan bagi yang dicurigai giardiasis.
Untuk turis tertentu yang bepergian ke daerah risiko tinggi, kuinolon ( misal siprofloksasin
500 mg/hari) dapat dipakai sebagai profilaktik yang memberikan perlindungan sekitar 90%.
Obat profilaktik lain termasuk trimetoprim-sulfametoksazol dan bismuth subsasilat. Patogen
spesifik yang harus diobati a.1. vibrio cholerae, Clostridium difficile, parasit, travelers
diarrhea, dan infeksi karena penyakit seksual (gonorrhea, sifilis, klamidiosis, dan herpes
simpleks). Patogen yang mungkin diobati termasuk vibrio non kolera, Yersinia, dan
Campylobacter, dan gejala lebih lama pada infeksi Aeromonas, Plesiomonas, dan E coli
enteropathogenic. Obat pilihan bagi diare karena Clostridium difficile yaitu metronidazol
intravena diberikan pada pasien yang tidak dapat mentoleransi pemberian per oral.

12

13

DAFTAR PUSTAKA

1. Boediarso A. Pendekatan diagnostik-etiologik diare kronik.In : Suharyono SunotoFirmansyah . Penanganan mutakhir beberapa penyakit Gastrointestinal anak.
Pendidikan tambaha Berkala IKA ke XVI FKUI.
2. Daldiyono. Diare.Dalam : Sulaiman HA. Gastroenterologi Hepatologi.Jakarta
3. Gangarosa RE, Glass RI, Lew JF Boring JR. Hospitalization involving gastroenteritis
in the United States,1985.
4. Gartrigt WE, Archer DL, Kvenberg JE, Estimates of incidence and cost of Intestinal
Infection disease in The United States. Public Health Rep. 1998; 103 15.
5. WHO. Persistent diarrhea in children in developing countries: memorandum from a
WHO meeting. Bull World Health Organ. 1988; 66: 709-17
6. Subagyo B. Nurtjahjo NB. Diare Akut, Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H,
Arief S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajar Gastroentero-hepatologi:jilid
1. Jakarta : UKK Gastroenterohepatologi IDAI 2011; 87-120
7. Soenarto Y. Diare kronis dan diare persisten. Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari
H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajar Gastroenterohepatologi:jilid 1. Jakarta : UKK Gastroenterohepatologi IDAI 2011; 121-136
8. Pickering LK, Snyder JD. Gastroenteritis in Behrman, Kliegman, Jenson eds. Nelson
textbook of Pediatrics 17ed. Saunders. 2004 : 1272-6
9. WHO, UNICEF. Oral Rehydration Salt Production of the new ORS. Geneva. 2006
10. Bhutta ZA. Persistent diarrhea in developing countries. Ann Nestle. 2006; 64: 39-47
11. Field M. Intestinal ion transport and the pathophysiology of diarrhea. J. Clin Invest.
2003; 111(7): 931-943

14

You might also like