Professional Documents
Culture Documents
Materi
:
1. Tujuan Perkawinan
2. Pandangan terhadap lembaga perkawinan
3. Homoseksual, penyimpangan seksualualitas
4. Sikap dan peranan gereja
Pembahasan
Meskipun semua masyarakat menjunjung tinggi perkawinan sebagai lembaga
manusiawi yang diatur dalam undang-undang perkawinan, tetapi perkawinan
bukanlah temuan manusia. Ajaran Kristen tentang perkawinan dan keluarga selalu
didasari pada ajaran yang tegas bahwa perkawinan adalah gagasan Allah, kelurga
adalah lembaga ciptaan Allah.
Ajaran Theologi Ortodoks
Dengan mengikuti apa yang dinyatakan Allah di dalam kitab Kejadian, ada 3 tujuan
perkawinan. Tujuan ini diurutkan sesuai dengan urutan kitab Kejadian, tetapi bukan
urutan kepentingan.
1. Beranak cucu dan bertambah banyaklah (Kej 1:28). Pada awal dunia
dijadikan, hal ini tentu menjadi prioritas. Hal yang penting dicatat adalah
bahwa memiliki anak harus diimbangi dengan perlindungan dan pendidikan
terhadap anak
2. Tidak baik kalau manusia seorang diri saja (Kej 2:18). Perkawinan merupakan
wahana menyatakan kasih sayang timbal balik, saling memperhatikan,
menghibur, baik suka maupun duka. Hal ini akan merangsang pertumbuhan
emosi yang matang masing-masing pribadi
3. Menjadi satu daging (Kej 2:24). Perkawinan merupakan wahana timbal balik
menyatakan kasih sayang dalam wujud penyatuan seksual
Sikap yang berubah
Semakin tinggi konsep perkawinan, apabila tidak diimbangi dengan disiplin laki-laki
dan perempuan dalam perkawinan, akan menimbulkan kejatuhan dalam bentuk
perceraian. Perwakinan ditetapkan Allah sejak sebelum manusia jatuh dalam dosa.
Tetapi kejatuhan manusia ke dalam dosa membuat lembaga perkawinan ikut
merasakan akibatnya.
Survey di Inggris tahun 1980 terdapat 409 ribu perkawinan, 35% merupakan
perkawinan kedua. Terdapat 159 ribu perceraian. Sampai dengan tahun 2000,
angka perceraian meningkat 600%. Ada banyak penyebab perceraian, baik dari segi
emansipasi wanita, perubahan pola kerja, tekanan keluarga, dsb. Tetapi di atas
segalanya itu, penyebab utama perceraian adalah mundurnya iman Kristen.
George dan Nena ONeill (dalam buku Open Marriage), menyatakan bahwa
perkawinan monogami sudah kadaluarsa. Mereka mengatakan bahwa perkawinan
haruslah bebas, dinamis, jujur, spontan dan kreatif. Mereka menolak bahwa seorang
wanita harus menjadi ibu, tetapi harus menjadi pasangan yang sederajat,
independen dan tidak terkekang.
John H. Adam dan Nancy Williamson (dalam buku Divorce), menulis bahwa
perkawinan seseorang bisa menjadi usang. Wajar jika seseorang ingin berganti gaya
hidup dan pengalaman-pengalaman yang baru. Perceraian merupakan langkah
positif untuk melepaskan perkawinan yang sudah usang, bersifat menyelesaikan
masalah dan berorientasi masa depan.
Hal-hal inilah yang banyak terjadi karena gereja telah kehilangan peran di dalam
masing-masing individu yang menuntut hidup sekularisme. Akibatnya banyak sekali
orang Kristen kehilangan dimensi perkawinan.
Video Polyamory
Ajaran Perjanjian Lama
Rumusan Alkitabiah bisa dilihat di dalam Kejadian 2:24 yang juga dipakai oleh Yesus
untuk menegaskan mengenai perkawinan:
Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu
dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.
Dari ayat di atas dapat dirumuskan bahwa perkawinan adalah:
1. Kalau seorang laki-laki memisahkan diri dari orang tuanya dan menyatu
dengan istrinya. Maknanya menjadi
a. Pemisahan hubungan anak dari orang tuanya, menjadi
b. Ikatan laki-laki dengan perempuan
c. Pemisahan dan ikatan ini mengandung unsur fisik, emosianal dan
sosial
2. Seorang laki-laki... dan... istrinya. Ini adalah ikatan eksklusif dan
heteroseksual.
a. Tidak ada unsur lain yang masuk dan mengganggu ikatan ini,
termasuk anak dan orang tua masing-masing.
Sodom dan Gomora ketika Lot kedatangan tamu (malaikat) yang ingin
memakai tamu tersebut. Istilah diduga sebagai istilah perlakuan sodomi.
Jadi ketika orang berpikir bahwa alasan Sodom dan Goroma dihukum karena
dosa homoseksual tidak sepenuhnya benar. Kesalahan mereka bukan hanya
tentang perilaku seksual, namun juga perilaku yang lain
dalam pernikahan. Untuk hal itu pendeta dan gereja dapat menolong mereka
dalam konseling pranikah untuk membicarakan bukan hanya seksual, tetapi
juga tanggung jawab dalam perkawinan
3. Pelayanan khusus rekonsiliasi. Dengan alasan ketidakcocokan banyak orang
bercerai. Gereja dapat membantu mereka melakukan rekonsiliasi sebelum
perceraian terjadi dengan memberikan beberapa konseling post nikah dan
juru damai hubungan suami istri
4. Pelayanan pastoral bagi mereka yang sudah bercerai. Meski manusia sudah
bercerai, tujuan pernikahan tetaplah sama. Namun demikian bukan berarti
gereja harus membuang orang-orang yang sudah bercerai. Gereja harus
memberikan pelayanan apabila mereka ingin menikah lagi dengan dasar
perijinan sebagaimana disebutkan di dalam Alkitab mengenai pernikahan
kedua. Dalam hal ini kita harus mengamini bahwa Injil menitikberatkan
penebusan termasuk orang yang sudah bercerai