Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Embriologi
2.1.1. Fertilisasi
Fertilisasi adalah proses penyatuan gamet pria dan wanita, yang terjadi di
daerah ampulla tuba fallopii. Spermatozoa bergerak dengan cepat dari vagina ke
rahim dan selanjutnya masuk kedalam saluran telur. Pergerakan naik ini
disebabkan oleh kontraksi otot-otot uterus dan tuba. Sebelum spermatozoa dapat
membuahi oosit, mereka harus mengalami proses kapasitasi dan reaksi akrosom
(Langman, 1994).
Kapasitasi adalah suatu masa penyesuaian di dalam saluran reproduksi
wanita, yang pada manusia berlangsung kira-kira 7 jam. Selama waktu ini, suatu
selubung dari glikoprotein dari protein-protein plasma segmen dibuang dari
selaput plasma, yang membungkus daerah akrosom spermatozoa. Hanya sperma
yang menjalani kapasitasi yang dapat melewati sel korona dan mengalami reaksi
akrosom (Langman, 1994).
Reaksi akrosom terjadi setelah penempelan ke zona pelusida dan diinduksi
oleh protein-protein zona. Reaksi ini berpuncak pada pelepasan enzim-enzim yang
diperlukan untuk menembus zona pelusida, antara lain akrosin dan zat-zat serupa
tripsin (Langman, 1994).
Fase fertilisasi mencakup 3 fase:
1. Penembusan korona radiata.
Spermatozoa-spermatozoa yang mengalami kapasitasi tidak akan
sulit untuk menembusnya (Langman, 1994).
pelusida
adalah
sebuah
perisai
glikoprotein
yang
Kira kira 24 jam setelah fertilisasi, oosit yang telah dibuahi memulai
pembelahan pertamanya. Setelah zigot mencapai tingkat dua sel, ia menjalani
serangkaian pembelahan mitosis yang mengakibatkan bertambahnya jumlah sel
dengan cepat. Sel ini dikenal sebagai blastomer yang akan berbentuk seperti
gumpalan yang padat (Langman, 1994).
Kira-kira setelah 3 hari setelah pembuahan, sel-sel embrio yang
termampatkan tersebut, membelah lagi membentuk morula (Langman, 1994).
Morula adalah, kumpulan dari 16-30 sel blastomere. Karena sel-sel ini muncul
dari pembelahan (cleavage) dari zigot dan semua terdapat pada zona pelusida
yang tidak bisa membesar, jadi pertumbuhannya tidak banyak terlihat. Setiap sel
yang baru besarnya sama dengan sel awal dan nama morula berarti mulberry,
karena mirip seperti kumpulan sel-sel setengah bulat. Sel-sel bagian dari morula
merupakan massa sel dalam, sedangkan sel-sel di sekitar membentuk massa sel
luar. Massa sel dalam akan membentuk jaringan jaringan embrio yang
sebenarnya, sementara massa sel luar akan membentuk trofoblast, yang kemudian
ikut membentuk plasenta (Langman,1994).
2.1.3 Pembentukan Blastokista, Embrioblast dan Rongga Amnion.
Pada hari ke-4 setelah inseminasi, sel terluar dari morula yang masih
diselubungi dengan zona pelucida mulai berkumpul membentuk suatu pemadatan.
Sebuah rongga terbentuk pada di interior blastokista dan kira kira pada waktu
morula memasuki rongga rahim, cairan mulai menembus zona pelusida masuk ke
dalam ruang antar sel yang ada di massa sel dalam (inner cell mass). Sel-sel
embrio berkembang dari inner cell mass yang sekarang disebut embrioblast.
Sedangkan sel-sel di massa sel luar atau trofoblast, menipis dan membentuk
dinding epitel untuk blastokista. Zona pelusida kini sekarang sudah menghilang,
sehingga implantasi bisa dimulai (Langman, 1994).
Pada akhir hari ke-5 embrio melepaskan diri dari zona pelusida yang
membungkusnya. Melalui serangkaian siklus pengembangan-kontraksi embrio
menembus selimut pelusida. Hal ini didukung oleh enzim yang dapat melarutkan
zona pelusida pada kutub embrionik. Pelepasan embrio ini dinamakan hatching.
Pada hari ke-11 dan 12, blastokista telah tertanam sepenuhnya di dalam
stroma endometrium. Trofoblast yang ditandai dengan lacuna dan sinsitium akan
membentuk sebuah jalinan yang saling berhubungan, Sel-sel sinsitiotrofoblast
menembus lebih dalam ke stroma dan merusak lapisan endotel pembuluhpembuluh kapiler ibu. Pembuluh-pembuluh rambut ini tersumbat dan melebar dan
dikenal sebagai sinusoid. Lakuna sinsitium kemudian berhubungan dengan
sinusoid, dan darah ibu mulai mengalir melalui system trofoblast, sehingga
terjadilah sirkulasi utero-plasenta (Langman, 1994).
Semetara itu, sekelompok sel baru muncul di antara permukaan dalam
sitotrofoblast dan permukaan luar rongga eksoselom. Sel-sel ini berasal dari
kantong kuning telur dan akan membentuk suatu jaringan penyambung yang
disebut mesoderm ekstraembrional; di mana pada akhirnya akan mengisi semua
ruang antara trofoblastt di sebelah luar dan amnion beserta selaput eksoselom di
sebelah dalam (Langman, 1994).
Segera setelah terbentuk rongga-ronga besar di dalam mesoderm
ekstraembrional, dan ketika rongga-rongga ini menyatu, terbentuklah sebuah
rongga baru, yang dikenal dengan nama rongga khorion. Rongga khorion ini
terbentuk dari sel-sel fibroblast mesodermal yang tumbuh disekitar embrio dan
yang melapisi trofoblast sebelah dalam (Prawiroharjo, 1976). Rongga ini
mengelilingi kantung kuning telur primitive dan rongga amnion kecuali pada
tempat cakram mudigah berhubungan dengan trofoblast melalui tangkai
peghubung (Langman,1994).
10
primitive) pada permukaan epiblast (Langman, 1994). Selama periode ini embrio
mengalami perubahan-perubahan yang cukup menonjol.
Sel-sel epiblast berpindah mengikuti garis primitive untuk membentuk
mesoderm dan entoderm intraembrional. Setelah tiba di daerah garis tersebut, selsel ini menjadi bentuk seperti botol, memisahkan diri dari epiblast dan endoderm
yang baru saja terbentuk untuk membentuk mesoderm. Sel-sel yang tetap berada
di epiblast kemudian membentuk ectoderm. Dengan demikian epiblast, walaupun
terjadi proses gastrulasi, merupakan sumber dari semua lapisan germinal pada
embrio (yaitu, ektoderm, mesoderm, dan endoderm) (Langman, 1994).
Sel-sel prenotokord yang bergerak masuk ke dalam lubang primitif,
bergerak ke depan hingga mencapai lempeng prekordal. Mereka menempatkan
diri dalam endoderm sebagai lempeng notokord. Pada perkembangan selanjutnya,
lempeng ini mengelupas dari endoderm, dan terbentuklah sebuah tali padat,
notokord. Notokord akan menentukan Sumbu tengah dari embrio yang akan
menentukan situasi ke depan mengenai dasar tulang belakang dan dapat
menyebabkan diferensiasi dari ektoblast untuk membetuk neural plate. Karena itu,
pada akhir minggu ke-3, terbentuklah 3 lapisan mudigah yang terdiri dari
ectoderm, mesoderm, dan endoderm dan berdiferensiasi menjadi jaringan dan
organ-organ (Langman,1994).
11
12
kepala dan ekor. Cakram ini juga melipat dengan arah lintang, sehingga terdapat
bentuk tubuh yang bulat. Hubungan dengan kantung kuning telur dan plasenta
dipertahankan masing-masing melalui duktus vitellinus dan tali pusat.
13
estrogen
yang
dihasilkan
oleh
korpus
luteum
sampai
14
15
16
17
klinis
antifosfolipid
antibodi
dihubungkan
dengan
18
19
Plasenta
menghasilkan
hormon
HCG
(human
chorionic
20
2.2.6. Diagnosis
Abortus harus diduga bila ada seorang wanita dalam masa reproduksi
mengeluh tentang perdarahan pervaginam setelah mengalami keterlambatan
haid. Kecurigaan tersebut diperkuat dengan ditentukannya kehamilan muda
pada pemeriksaan bimanual dan dengan tes kehamilan secara biologis atau
imunologik bilamana hal itu dikerjakan.
Harus diperhatikan macam dan banyaknya perdarahan; pembukaan
servika dan adanya jaringan dalam kavum uteri atau vagina. Wanita dengan
Blighted Ovum sebagian besar secara klinis datang sebagai suatu abortus
imminens.
a. Abortus Imminens
Abortus imminens ialah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus
pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam
uterus dan tanpa adanya dilatasi serviks (Winkjosastro, 1999; Cunningham,
2010).
Diagnosis abortus imminens ditentukan karena pada wanita hamil terjadi
perdarahan melalui ostium uteri eksternum, disertai mules sedikit atau tidak
sama sekali, uterus membesar sebesar tuanya kehamilan, serviks belum
membuka dan tes kehamilan positif. Pada beberapa wanita hamil dapat terjadi
perdarahan sedikit pada saat haid yang semestinya datang jika terjadi
pembuahan. Hal ini disebabkan oleh pembuahan villi koriales ke dalam
desidua, pada saat implantasi ovum. Perdarahan implantasi biasanya sedikit,
warnanya
merah,
(Winkjosastro, 1999).
cepat
berhenti
dan
tidak
disertai
mules-mules
21
b. Blighted Ovum
Blighted Ovum dapat segera terdeteksi segera pada pemeriksaan
ultrasonografi pada minggu 6, karena tidak tampaknya fetus. Pada usia 7
minggu dipastikan tidak ada fetus. Pencitraan USG dapat dilakukan
transabdominal maupun transvaginal, namun cara yang kedua lebih akurat
pada usia kehamilan yang sangat dini.
Pada usia 8 dan 9 minggu, jika perhitungan HPHT tepat, detak jantung
bayi atau pulsasi sudah dapat terdeteksi. Kantung gestasi mulai tampak pada
pertengahan minggu ke 4, dan yolk sac normalnya tampak pada minggu 5.
Sehingga, embrio dapat terlihat jelas mulai pertengahan minggu 5 pada
pemeriksaan USG tranvaginal.
22
setelah konsepsi, dan pada tes urin pada hari ke 12-14 hari. Produksi
hormone ini akan menjadi 2 kali lipat tiap 72 jam. Kadarnya akan
mencapai jumlah tertinggi pada kehamilan usia 8-11 minggu lalu
menurun. Jika penurunan kadar beta-hCG ini terjadi lebih dini, dapat
dicurigai terjadinya Blighted Ovum (Cunningham, 2010).
2.2.7. Penatalaksanaan
Jika telah didiagnosis Blighted Ovum, maka tindakan selanjutnya
adalah mengeluarkan hasil konsepsi dari rahim (kuretase). Hasil
kuretase akan dianalisis untuk memastikan apa penyebab Blighted
Ovum lalu mengatasi penyebabnya. Jika karena infeksi maka dapat
diobati sehingga kejadian ini tidak berulang. Jika penyebabnya
antibodi maka dapat dilakukan program imunoterapi sehingga kelak
dapat hamil sungguhan. Untuk mencegah terjadinya Blighted Ovum,
maka dapat dilakukan beberapa tindakan pencegahan seperti
pemeriksaan TORCH, imunisasi rubella pada wanita yang hendak
hamil, bila menderita penyakit disembuhkan dulu, dikontrol gula
darahnya, melakukan pemeriksaan kromosom terutama bila usia di
atas 35 tahun, menghentikan kebiasaan merokok agar kualitas
sperma/ovum baik, memeriksakan kehamilan yang rutin dan
membiasakan pola hidup sehat.
Beberapa peneliti menyatakan riwayat Blighted Ovum tidak
memberikan risiko keguguran selanjutnya, dan 80-85% kehamilan
selanjutnya pada berlangsung hingga aterm. Namun, berbagai
penelitian menggambarkan 25-50% wanita dengan riwayat keguguran
dapat mengalami keguguran ulang. Hal ini sangat berhubungan
dengan etiologi dari keguguran, sehingga deteksi penyebab dan
penatalaksanaan yang tepat perlu dilakukan. Apabila, tindakan
evakuasi dilakukan untuk mengeluarkan sisa hasil konsepsi, penting
23
yang
sebaiknya
dilakukan
rutin
apabila
24
Perlu
pemeriksaan
yang
dapat
digunakan
ialah
25
keadaan
adhesi
intrauterin
(Sindroma
Asherman),
26
berturut-turut.
Pengobatan dengan
27
aspirin dosis rendah (75 mg/hari) atau heparin dosis rendah (500010000 unit tiap 12 jam) telah dilakukan dan menunjukkan adanya
perbaikan pada kehamilan baik itu dipergunakan sebagai obat tunggal
atau kombinasi.
Tetapi pemakaian obat-obatan ini memiliki risiko.
Heparin
28
pasien
Sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum
Bahan untuk kepentingan penelitian
Sebagai dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan dan
Sebagai bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan
29
satu
mekanisme
yang
penelitian kesehatan.
Kerangka TeoriRiwayat penyakit kronis
Infeksi
Faktor Maternal
Obat- obatan dan pengaruh lingkungan
Faktor-faktor hematoimunologis
Faktor Janin:
1. Kelainan kariotip
2. Kelainan jumlah
kromosom
3. Kelainan struktur
kromosom
Faktor Paternal:
Usia ibu
Paritas
Komplikasi
Prognosis : :
Jarak kehamilan
Tidak
Perforasi
berdampak
dindingpada
uterus
akibat
Tatalaksana
:kehamilan
BLIGHTED
OVUM
tindakan
selanjutnya
Dilatasi
dankuretase
Kuretase
1. Abnormalitas
kromosom pada
sperma
2. Penyakitpenyakit ayah