Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita
2.1.1. Organ Genitalia Eksterna
Menurut Manuaba (1998) organ genitalia eksterna terdiri dari :
1. Mons veneris (mons pubis) : disebut juga gunung venus,
merupakan bagian yang menonjol di bagian depan simfisis, terdiri
dari jaringan lemak dan sedikit jaringan ikat. Setelah dewasa
tertutup oleh rambut yang bentuknya segitiga
2. Labia mayora : merupakan kelanjutan dari mons venseris,
berbentuk lonjong. Kedua bibir ini di bagian bawah bertemu
membentuk perineum, permukaan ini terdiri dari :
a) Bagian luar; tertutup rambut, yang merupakan kelanjutan
dari rambut padamons veneris
b) Bagian dalam; tanpa rambut, merupakan selaput yang
mengadung kelenjar sebasea (lemak)
3. Labia minora : merupakan lipatan di bagian dalam labia mayora,
tanpa rambut. Dibagian atas klitoris, labia minora bertemu
membentuk prepusium klitoris dan di bagian bawahnya bertemu
membentuk prenulum klitoris, labia minora ini mengelilingi
orifisium vagina
4. Klitoris : merupakan bagian penting alat reproduksi luar yang
bersifat erektil, mengandung banyak pembuluh darah dan serat
saraf sensoris sehingga sangat sensitif dan analog dengan penis
pada laki-laki
5. Vestibulum : merupakan alat reproduksi bagian luar yang dibatasi
oleh kedua bibir kecil, bagian atas klitoris, dan bagian belakang
pertemuan kedua labia minora. Pada vestibulum terdapat muara
urethra, dan lubang saluran kelenjar Bartholini dan dua lubang
saluran kelenjar Skene.
A. Ovarium
latum.
Masing-masing
tuba
menghubungkan
cavitas
mendarahi cervix dan vagina. Vena uterina mengikuti arteri uterina dan
bermuara ke dalam vena iliaca interna.
Uterus dipersarafi oleh saraf simpatis dan oarasimpatis yang berassal
dari plexus hypogastricus inferior. Uterus terutama disokong oleh tonus
musculus levator ani dan kondensasi fascia pelvis yang membentuk tiga
ligamentum
penting
yaitu
Ligamentum
Transversum
Cervicis,
10
11
2.2.3. Etiologi
Sekitar 60% blighted ovum disebabkan kelainan kromosom dalam
proses pembuahan sel telur dan sperma. Infeksi TORCH, rubella dan
streptokokus, penyakit kencing manis (diabetes mellitus) yang tidak
terkontrol, rendahnya kadar beta-hCG serta faktor imunologis seperti
adanya antibodi terhadap janin juga dapat menyebabkan blighted ovum.
Risiko juga meningkat bila usia suami atau istri semakin tua karena
kualitas sperma atau ovum menjadi turun.
Teori lain menunjukkan bahwa blighted ovum disebabkan sel telur
yang normal dibuahi sperma yang abnormal. Penyebab terjadinya blighted
ovum ini sulit dipisahkan dengan penyebab abortus pada umumnya, karena
faktor-faktor penyebab gagalnya perkembangan hasil konsepsi ini dapat
mengarah ke gagalnya mempertahankan kehamilan (Schorge, 2008; Porter,
2009).
a. Faktor Genetik
Abnormalitas kromosom orang tua dan beberapa faktor imunologi
berhubungan dengan blighted ovum dan abortus secara umum telah
diteliti. Pada tahun 1981 Granat dkk mendeskripsikan adanya translokasi
22/22 pada pria yang istrinya mengalami 6 kali abortus secara berurutan,.
Pada tahun 1990, Smith dan Gaha menemukan insiden yang cukup
besar dari carrier translokasi kromosom pada suatu penelitian terhadap
keluarga abortus habitualis dan didapatkan 15 balanced reciprocal
translocations dan 9 fusi robertsonian pada populasi ini. Kelainan
12
13
c. Kelainan Hormonal
Faktorfaktor endokrinologi yang berhubungan dengan abortus dan
blighted ovum termasuk insufisiensi fase luteal dengan atau tanpa kelainan
dimana luteinizing hormone (LH) hipersekresi, diabetes mellitus, dan
penyakit tiroid. Perkembangan pada kehamilan awal tergantung pada
produksi
estrogen
yang
dihasilkan
oleh
korpus
luteum
sampai
14
15
16
respon imun seluler oleh sitokin T helper 1, IFN- dan TNF yang
ditunjukkan dengan menghambat pertumbuhan embrio in vitro dan
perkembangan serta fungsi dari trofoblast. Kadar TNF dan interleukin 2
yang tinggi didapatkan di serum perifer pada wanita-wanita yang
mengalami abortus dibandingkan dengan wanita hamil normal, tetapi
mekanisme dari hubungan ini belum dapat dijelaskan.
Mekanisme imun seluler lain yang berperan dalam abortus seperti
defisiensi sel supresor dan aktivasi makrofag berhubungan dengan
kematian janin, meskipun mekanismenya belum bisa dipaparkan. Ekspresi
antigen golongan II MHC yang abnormal atau ekspresi Golingan I MHC
yang tinggi
klinis
antifosfolipid
antibodi
dihubungkan
dengan
17
f. Faktor Lain
Faktor lain yang berhubungan dengan keguguran berulang termasuk
juga zat-zat racun pada lingkungan, terutama logam berat dan paparan
yang lama terhadap pelarut organik, obat-obatan seperti antiprogestogen,
obat antineoplasma, anestesi, nikotin dan alkohol, demikian juga radiasi.
Latihan yang berat juga belum dapat dibuktikan secara pasti menyebabkan
terjadinya keguguran berulang.
18
2.2.4. Patofisiologi
Pada saat konsepsi, sel telur (ovum) yang matang bertemu sperma.
Namun akibat berbagai faktor maka sel telur yang telah dibuahi sperma
tidak dapat berkembang sempurna, dan hanya terbentuk plasenta yang
berisi cairan. Meskipun demikian plasenta tersebut tetap tertanam di dalam
rahim.
Plasenta
menghasilkan
hormon
HCG
(human
chorionic
19
3. Meskipun tidak ada perkembangan embrio, tetapi kadar HCG akan terus
diproduksi oleh trofoblas di kantong.
4. Keluar bercak perdarahan dari vagina.
2.2.6. Diagnosis
Abortus harus diduga bila ada seorang wanita dalam masa reproduksi
mengeluh tentang perdarahan pervaginam setelah mengalami keterlambatan
haid. Kecurigaan tersebut diperkuat dengan ditentukannya kehamilan muda
pada pemeriksaan bimanual dan dengan tes kehamilan secara biologis atau
imunologik bilamana hal itu dikerjakan.
Harus diperhatikan macam dan banyaknya perdarahan; pembukaan
servika dan adanya jaringan dalam kavum uteri atau vagina. Wanita dengan
Blighted Ovum sebagian besar secara klinis datang sebagai suatu abortus
imminens.
a. Abortus Imminens
Abortus imminens ialah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus
pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam
uterus dan tanpa adanya dilatasi serviks (Winkjosastro, 1999; Cunningham,
2010).
Diagnosis abortus imminens ditentukan karena pada wanita hamil terjadi
perdarahan melalui ostium uteri eksternum, disertai mules sedikit atau tidak
sama sekali, uterus membesar sebesar tuanya kehamilan, serviks belum
membuka dan tes kehamilan positif. Pada beberapa wanita hamil dapat terjadi
perdarahan sedikit pada saat haid yang semestinya datang jika terjadi
pembuahan. Hal ini disebabkan oleh pembuahan villi koriales ke dalam
desidua, pada saat implantasi ovum. Perdarahan implantasi biasanya sedikit,
warnanya
merah,
(Winkjosastro, 1999).
cepat
berhenti
dan
tidak
disertai
mules-mules
20
b. Blighted Ovum
Blighted Ovum dapat segera terdeteksi segera pada pemeriksaan
ultrasonografi pada minggu 6, karena tidak tampaknya fetus. Pada usia 7
minggu dipastikan tidak ada fetus. Pencitraan USG dapat dilakukan
transabdominal maupun transvaginal, namun cara yang kedua lebih akurat
pada usia kehamilan yang sangat dini.
Pada usia 8 dan 9 minggu, jika perhitungan HPHT tepat, detak jantung
bayi atau pulsasi sudah dapat terdeteksi. Kantung gestasi mulai tampak pada
pertengahan minggu ke 4, dan yolk sac normalnya tampak pada minggu 5.
Sehingga, embrio dapat terlihat jelas mulai pertengahan minggu 5 pada
pemeriksaan USG tranvaginal.
21
setelah konsepsi, dan pada tes urin pada hari ke 12-14 hari. Produksi
hormone ini akan menjadi 2 kali lipat tiap 72 jam. Kadarnya akan
mencapai jumlah tertinggi pada kehamilan usia 8-11 minggu lalu
menurun. Jika penurunan kadar beta-hCG ini terjadi lebih dini, dapat
dicurigai terjadinya blighted ovum (Cunningham, 2010).
2.2.7. Penatalaksanaan
Jika telah didiagnosis blighted ovum, maka tindakan selanjutnya
adalah mengeluarkan hasil konsepsi dari rahim (kuretase). Hasil
kuretase akan dianalisis untuk memastikan apa penyebab blighted
ovum lalu mengatasi penyebabnya. Jika karena infeksi maka dapat
diobati sehingga kejadian ini tidak berulang. Jika penyebabnya
antibodi maka dapat dilakukan program imunoterapi sehingga kelak
dapat hamil sungguhan. Untuk mencegah terjadinya blighted ovum,
maka dapat dilakukan beberapa tindakan pencegahan seperti
pemeriksaan TORCH, imunisasi rubella pada wanita yang hendak
hamil, bila menderita penyakit disembuhkan dulu, dikontrol gula
darahnya, melakukan pemeriksaan kromosom terutama bila usia di
atas 35 tahun, menghentikan kebiasaan merokok agar kualitas
sperma/ovum baik, memeriksakan kehamilan yang rutin dan
membiasakan pola hidup sehat.
Beberapa peneliti menyatakan riwayat blighted ovum tidak
memberikan risiko keguguran selanjutnya, dan 80-85% kehamilan
selanjutnya pada berlangsung hingga aterm. Namun, berbagai
penelitian menggambarkan 25-50% wanita dengan riwayat keguguran
dapat mengalami keguguran ulang. Hal ini sangat berhubungan
dengan etiologi dari keguguran, sehingga deteksi penyebab dan
penatalaksanaan yang tepat perlu dilakukan. Apabila, tindakan
evakuasi dilakukan untuk mengeluarkan sisa hasil konsepsi, penting
untuk untuk diperiksa apakah terdapat kelainan pada uterus seperti
22
Pada
yang
sebaiknya
dilakukan
rutin
apabila
23
8. Pemeriksaan sperma.
Hal-hal yang perlu diperiksa pada sediaan sperma antara lain
volume, waktu mencairnya, jumlah sel sperma per mililiter, gerakan
sperma, PH, jumlah sel darah putih dan kadar fruktosanya. Sebelum
dilakukan pengambilan sampel sperma (semen) harus melakukan
abstinen/tidak mengeluarkan sperma/ ejakulasi 2 - 5 hari sebelumnya.
Hal ini bertujuan agar sperma dalam kondisi paling baik.
Tabel 2.1. Komponen Analisis Sperma
Volume
Jumlah sperma
sperma
pH
Normal : pH of 7.18.0
Abnormal : pH yang tinggi atau lebih rendah dapat mengganggu
penetrasi
Sel darah putih Normal : Tidak ada sel darah putih atau bakteri.
Abnormal : Bakteri dan sel darah putih yg banyak menunjukkan
24
adanya infeksi.
Kadar fruktosa
abnormalitas,
perlu
dilakukan
pemeriksaan
lanjutan
seperti
Perlu
pemeriksaan
yang
dapat
digunakan
ialah
25
keadaan
adhesi
intrauterin
(Sindroma
Asherman),
26
27
i. Imunologik
Pemeriksaan anticardiolipin harus dilakukan pada semua wanita
dengan riwayat abortus berulang.
Pengobatan dengan
aspirin dosis rendah (75 mg/hari) atau heparin dosis rendah (500010000 unit tiap 12 jam) telah dilakukan dan menunjukkan adanya
perbaikan pada kehamilan baik itu dipergunakan sebagai obat tunggal
atau kombinasi. Tetapi pemakaian obat-obatan ini memiliki risiko.
Heparin jangka panjang diketahui dapat menyebabkan osteoporosis,
dan aspirin dapat menimbulkan perdarahan gastrointestinal (Byrne,
1994).
2.2.8. Prognosis
Blighted ovum tidak berpegaruh terhadap rahim ibu atau
terhadap masalah kesuburan. Seseorang yang pernah mengalami
blighted ovum dapat kembali hamil normal. Namun jika ibu
mengalami blighted ovum berulang, baiknya dilakukan pemeriksaan
dan pengobatan yang intensif, karena dikhawatirkan adanya kelainan
kromosom yang menetap pada diri ibu atau suami.
Dengan adanya fasilitas diagnosis dini (USG), transfusi darah,
teknik anestesi dan operasi yang baik dengan indikasi kuretase yang
pasti, maka prognosis ibu cukup baik.
2.2.10. Komplikasi Blighted Ovum
Komplikasi yang dapat terjadi pada Blighted Ovum adalah karena
tindakan dilatasi dan kuretase yang dapat menyebabkan perforasi
dinding uterus, hal ini dapat menjurus ke rongga peritoneum, ke
ligamentum latum, atau ke kandung kencing. Oleh sebab itu, letak
uterus harus ditetapkan lebih dahulu dengan seksama pada awal
tindakan, dan pada dilatasi serviks tidak boleh digunakan tekanan
berlebihan. Bahaya perforasi ialah perdarahan dan peritonitis. Dengan
28
sakit.
Pada
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Nomor
29
penelitian kesehatan.
Kerangka Teori
Riwayat abortus
Faktorkronis
Maternal
Riwayat penyakit
Infeksi
Penyakit kronis ibu
Obat- obatan dan pengaruh lingkungan
Faktor-faktor hematoimunologis
Faktor Janin:
1. Kelainan kariotip
2. Kelainan jumlah
kromosom
3. Kelainan struktur
kromosom
Kelainan anatomik
Faktor Paternal:
Usia ibu
Status Gravida
Paritas
Jarak kehamilan
BLIGHTED OVUM
1. Abnormalitas
kromosom pada
sperma
2. Penyakitpenyakit ayah