Professional Documents
Culture Documents
oleh
Dwi Setyo Purnomo
115070201131003
Stadium 2
Sama seperti pada stadium awal, tanda tanda seseorang berada pada
stadium 2 juga dapat tidak merasakan gejala yang aneh karena ginjal tetap
dapat berfungsi dengan baik. Kalaupun hal tersebut diketahui biasanya saat
penderita memeriksakan diri untuk penyakit lainnya seperti diabetes dan
hipertensi.
Stadium 3
Seseorang yang menderita GGK stadium 3 mengalami penurunan GFR
moderat yaitu diantara 30 s/d 59 ml/min. dengan penurunan pada tingkat ini
akumulasi sisa sisa metabolisme akan menumpuk dalam darah yang
disebut uremia. Pada stadium ini muncul komplikasi seperti tekanan darah
tinggi (hipertensi), anemia atau keluhan pada tulang. Gejala- gejala juga
terkadang mulai dirasakan seperti :
Perubahan pada urin : urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan
adanya kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami
perubahan menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur
dengan darah. Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan
terkadang penderita sering trbangun untuk buang air kecil di tengah
malam.
Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada
dapat dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal
seperti polikistik dan infeksi.
Perubahan pada urin : urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan
adanya kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami
perubahan menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur
dengan darah. Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan
terkadang penderita sering trbangun untuk buang air kecil di tengah
malam.
Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada
dapat dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal
seperti polikistik dan infeksi.
Bau mulut uremic : ureum yang menumpuk dalam darah dapat dideteksi
melalui bau pernafasan yang tidak enak.
Sulit berkonsentrasi
Nausea.
Sakit kepala.
Merasa lelah.
Gatal gatal.
Keram otot
Pengukuran nilai GFR untuk menentukan tahapan PGK yang paling
Gault. Adapun rumus dari Cockcroft-Gault dalam Ahmed & Lowder (2012)
adalah :
Rumus Cockcroft-Gault untuk laki-laki :
GFR = (140-umur) x BB
72 x serum Creatin
Sedangkan untuk wanita adalah :
GFR = (140-umur) x BB x 0,85
72 x serum Creatin
ETIOLOGI GAGAL GINJAL KRONIK
Kondisi klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan gagal ginjal kronis bisa
disebabkan dari ginjal sendiri dan dari luar ginjal (Arif Muttaqin, 2011) :
1. Penyakit dari Ginjal
Glomerulonefritis
Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis
Batu ginjal: nefrolitiasis
Kista di Ginjal: polcystis kidney
Trauma langsung pada ginjal
Keganasan pada ginjal
Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/struktur.
Penyakit tubulus primer: hiperkalemia primer, hipokalemia kronik,
obat
terlarang,
seperti
heroin
atau
kokain,
dapat
Antibiotik : aminoglikosoid,
penisilin, tetrasiklin, amfotersisin B, sulfonamida, dan lain-lainnya. Obatobat dan zat kimia lain : fenilbutazon, zat-zat anestetik, fungisida,
pestisida, dan kalsium natrium adetat. Pelarut organik : karbon
tetraklorida, etilon glikol, fenol, dan metal alkohol. Logam berat : Hg,
arsen, bismut, kadmium, emas, timah, talium, dan uranium. Pigmen
heme : Hemoglobin dan mioglobin
TANDA DAN GEJALA GAGAL GINJAL KRONIK
Gejala CKD menurut Mansjoer, dkk., 2000 antara lain dapat dilihat pada tabel
berikut.
Umum
Kulit
Mata
Kardiovaskuler
: Hipertensi,kelebihan
cairan,
gagal
jantung,
perikarditis uremik.
Pernafasan
Gastrointestinal
Kemih
Reproduksi
Saraf
Tulang
koma
Sendi
: Defisiensi vitamin D
Hematologi
defisiensi
imun,
mudah
mengalami
perdarahan
PEMERIKSAAN PENUNJANG GAGAL GINJAL KRONIK
Pemeriksaan Laboratorium
Laju endap darah: meninggi yang diperberat oleh adanya anemia dan
hipoalbuminemia
Hiponatremia: umumnya karena kelebihan cairan
menurunnya diuresis
Hipoalbuminemia dan
hipokolesterolemia:
umumnya
disebabkan
Pemeriksaan Urin
Volume : biasanya < 400-500ml/24 jam atau bahkan tidak ada urin
(anuria)
Warna : secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh zat
yang tidak terreabsorbsi maksimal atau terdiri dari pus, bakteri, lemak,
fosfat atau urat sedimen kotor, kecoklatan menunjukkan adanya darah,
Hb, mioglobin.
Berat jenis : < 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal tubular
Klirens kreatinin : mungkin menurun.
Natrium : > 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium.
Protein : derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkan
parenkim
ginjal,
anatomi
sistem
pelviokalises,
ureter
c. Foto Polos Abdomen : untuk menilai bentuk dan besar ginjal dan
apakah ada batu atau obstruksi lain. Foto polos yang disertai dengan
tomogram memberikan hasil keterangan yang lebih baik.Dehidrasi akan
memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu penderita diharapkan tidak
puasa.
Endoskopi : untuk menentukkan pelvis ginjal, batu, hematuria, dan
yang
adekuat,
medikamentosa
atau
operasi
subtotal
paratiroidektomi.
f.
Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu
pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa
hemodialisis, dialisis ginjal, transplantasi ginjal, pemasangan double lumen
a. Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala
toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu
cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal
ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan
indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu
perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan
kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi
refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg
% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8
mL/menit/1,73m,
mual,
anoreksia,
muntah,
dan
astenia
berat.
b. Dialisis Ginjal
Dialisis ginjal adalah proses penyesuaian kadar elektrolit dan air dalam
darah pada orang yang fungsi ginjalnya buruk atau rusak.pada prosedur
ini darah dilewatkan melalui suatu medium artificial yang mengandung
air dan elektrolit dengan konsentrasi yang telah ditentukan sebelumnya,
medium artificial adalah cairan dialysis.
1) CAPD (continous ambulatory peritoneal dialysis)
Pada dialysis peritoneum membrane peritoneum digunakan
sebagai sawar semipermeabel alami. Larutan dialisat yang telah
dipersiapkan
sebelumnya
dimasukkan
ke
dalam
rongga
kantong cairan dialysis 1 L. Dari pipa umum, alat tetes rangkap ada suatu
pipa tambahan yang menuju ke belakang, ini untuk mengsyphon off
cairan dari peritoneum. Seluruh pipa harus terisi dengan cairan yang
dipakai. Sebuah kantong pengumpulan steril yang besar (paling sedikit
volume 2 L) diikatkan pada pipa keluar.
Kemudian, anastesi local (lignocain 1-2%) disuntikkan ke linea alba
antara pusar atau umbilicus dan symphisis pubis, biasanya kira-kira 2/3
bagian dari pubis. Bekas luka pada dinding abdominal harus dihindari dan
kateter dapat dimasukkan sebelah lateral dari selaput otot rectus
abdominus. Anastesi local yang diberikan cukup banyak (10-15 ml) dan
yang paling penting untuk meraba peritoneum dan mengetahui bahwa telah
diinfiltrasi, bila penderita gemuk, sebuah jarum panjang (seperti jarum
cardiac atau pungsi lumbal) diperlukan untuk menganastesi peritoneum.
Suatu insisi kecil (sedikit lebih pendek dari garis tengah kanula)
dibuat di kulit dengan pisau nomor 11. Kateter
peritoneal kemudian
lancar.
Waktu
drainase
(waktu
yang
diperlukan
untuk
Memasukkan cairan
2 L cairan dialirkan pada kira-kira setiap 45-60 menit, biasanya hanya
memakan waktu 5 menit untuk mengalirkan. Cairan dialisat dialirkan ke
dalam rongga perut melalui kateter.
Waktu tinggal
Sesudah dimasukkan, cairan dialisat dibiarkan ke dalam rongga perut
selama 4-6 jam, tergantung dari anjuran dokter. Atau cairan ditinggal dalam
ruang peritoneum untuk kira-kira 20 menit dan kemudian 20 menit dibiarkan
untuk pengeluaran. Setelah itu, 2 L cairan lagi dialirkan. Hal ini diulang tiap
jam untuk 36 jam atau lebih lama bila perlu. Suatu catatan, keseimbangan
kumulatif dari cairan yang mengalir ke dalam dan keluar harus dilakukan
dengan dasar tiap 24 jam. Suatu kateter Tenchoff yang fleksibel dapat
dipakai juga dapat ditinggal secara permanen untuk CAPD dari penderita
yang mengalami gagal ginjal tahap akhir.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC
Mansjoer, Arif (2000) . Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculspius.
Price, S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology: Clinical concept of disease
processes. 4th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC; 2003 Ralp
& Rosenberg. 2003. Nursing Diagnosis: Definition & classification 20052006. Philadelphia USA
Suwitra K. 2006. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I
Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI. 581-584.
Tierney LM, et al. 2003. Gagal Ginjal Kronik. Diagnosis dan Terapi Kedokteran
Penyakit Dalam Buku 1. Jakarta: Salemba Medika