You are on page 1of 12

pemeriksaan Hip Joint

1. AP (Antero Posterior)

PP (Posisi Pasien) = Pasien supine dengan kaki sedikit direnggangkan dan bila
memungkinkan tungkai bawah diputar ke dalam 30 derajat dan diimobilisasi pada posisi
ini dengan mengganjal bagian lateral ankle dengan bantal pasir.

PO (Posisi Objek) = Posisi Pelvis harus simetris dengan kedua sisi berjarak sama
terhadap meja pemeriksaan.

Ukuran kaset = 24x30cm Vertikal

CR = Tegak lurus Vertikal

CP = Pada garis tengah tubuh kurang lebih 2,5 cm diatas sympisis pubis/Columb Femuris

FFD = 90 cm

Luas lapangan = Dari Symphisis pubis sampai 1/3 Distal Femur

Marker = R/L Orientasi AP

Kriteria gambaran : Tampak tulang Pubis, Crista iliaca, ilium, Acetabulum, Femoral Head,
Greater Trochanter, Femoral Neck, Lesser Trochanter, dan Body femur.

Kriteria Evaluasi =

Tampak Tulang Pubis dan Ischi superposisi diatas sacrum dan coxigis

Kedua Foramen obturatorium harus simetris.

Ramus pubis dan ischi harus dekat dengan tengah-tengah radiograf.

Sendi paha harus masuk.

2. LATERAL

PP (Posisi Pasien) = Pasien tiduran dengan posisi recumbent seeing lateral dari femur dan
panggul menempel meja.

PO (Posisi Objek) = Sendi panggul ditempelkan ditengah meja, Lutut sedikit ditekuk
(Fleksi), Tungkai sisi yang lain diluruskan, diletakkan dibelakang tungkai sisi yang
diperiksa dan diganjal dengan bantal.

Ukuran kaset = 24x30cm Vertikal

CR = Vertikal Tegak lurus terhadap kaset

CP = Pada sendi tegak lurus pada tengah-tengah kaset.

FFD = 90 cm

Luas lapangan = dari Symphisis pubis sampai 1/3 distal femur.

Marker = R/L Orientasi AP

Kriteria gambaran = Acetabulum, Femoral Head, Femoral Neck, Lesser Trochanter, Ischial
tuberosity.

Kriteria Evaluasi =

Hip joint, Acetabulum dan head femoral harus tampak.

Femoral Neck superposisi dengan trochanter mayor lebih besar pada proyeksi ini.

Dislokasi hip joint adalah suatu kejadian/peristiwa menyakitkan di mana komponen


peluru/bola/caput humeri tulang paha keluar dari tempatnya/acetabulum. Sehingga penderita
mengalami rasa nyeri, karena caput humeri bergerak/bekerja bukan pada tempatnya lagi.
KLASIFIKASI
Dislokasi panggul ada 3 macam, yaitu dislokasi panggul posterior, dislokasi panggul anterior,
dan dislokasi panggul central.
Dislokasi Panggul Posterior
Dislokasi posterior hip joint biasa disebabkan oleh trauma. Ini terjadi pada axis longitudinal pada
femur saat femur dalam keadaan fleksi 900 dan sedikit adduksi.
Pemeriksaan pada penderita dislokasi posterior hip joint akan menunjukkan tanda yang
abnormal. Paha (pada bagian yang mengalami dislokasi) diposisikan sedikit fleksi, internal rotasi
dan adduksi. Ini merupakan posisi menyilang karena kaput femur terkunci pada bagian posterior
asetabulum. Salah satu bagian pemeriksaan adalah memeriksa kemampuan sensorik dan motorik
extremitas bawah dari bagian bawah hingga ke panggul yang mengalami dislokasi, karena
kurangnya kepekaan saraf pada panggul merupakan suatu komplikasi masalah yang tidak lazim
pada kasus dislokasi hip joint.
- Gejala klinis
Pemeriksaan pada penderita dislokasi panggul posterior akan menunjukkan tanda yang
abnormal. Paha (pada bagian yang mengalami dislokasi) diposisikan sedikit fleksi, internal rotasi
dan adduksi. Ini merupakan posisi menyilang karena kaput femur terkunci pada bagian posterior
asetabulum.

Dislokasi Panggul Posterior


Mekanisme trauma pada dislokasi posterior karena kaput femur dipaksa keluar ke belakang
asetabulum melalui suatu trauma yang dihantarkan pada diafisis femur dimana sendi panggul
dalam posisi fleksi atau semifleksi. Trauma biasanya tejadi karena kecelakaan lalu lintas dimana
lutut penumpang dalam keadaan fleksi dan menabrak dengan keras yang berada di bagian depan
lutut. Kelainan ini juga dapat juga terjadi sewaktu mengendarai motor. 50% dislokasi disertai
fraktur pada pinggir asetabulum dengan fragmen kecil atau besar.
Terdapat klasifikasi menurut Thompson Epstein (1973) yang penting untuk rencana pengobatan:
Tipe I : dislokasi tanpa fraktur atau dengan fragmen tulang yang kecil.
Tipe II : dislokasi dengan fragmen tulang yang besar pada bagian posterior asetabulum.
Tipe III : dislokasi dengan fraktur bibir asetabulum yang komunitif.
Tipe IV : dislokasi dengan fraktur dasar asetabulum.
Tipe V : dislokasi dengan fraktur kaput femur.
Pada kasus yang jelas, diagnosis mudah dilakukan : kaki pendek, adduksi, rotasi internal dan
sedikit fleksi. Tetapi kalau salah satu tulang panjang mengalami fraktur, biasanya femur, cedera
panggul dengan mudah dapat terlewat. Pedoman yang terbaik adalah memotret pelvis dengan
sinar X pada tiap kasus cedera yang berat, dan pada fraktur femur, pemeriksaan sinar X harus
mencakup panggul. Tungkai bawah harus diperiksa untuk mencari ada tidaknya tanda-tanda
cedera saraf ischiadikus.
Pada foto anteroposterior kaput femoris terlihat di luar mangkuknya dan di atas asetabulum.
Segmen atap asetabular atau kaput femoris mungkin telah patah dan bergeser; foto oblik berguna
untuk menunjukkan ukuran fragmen itu. Kalau fraktur ditemukan, fragmen tulang yang lain
(yang mungkin perlu dibuang) harus dicurigai. CT scan adalah cara terbaik untuk menunjukkan
fraktur asetabulum atau setiap fragmen tulang.
Keadaan dislokasi panggul merupakan tindakan darurat karena reposisi yang dilaksanakan segera
mungkin dapat mencegah nekrosis avaskuler kaput femur. Makin lambat reposisi dilaksanakan
makin tinggi kejadian nekrosis avaskuler. Reposisi tertutup dilakukan dengan pembiusan umum

menurut beberapa cara : metode Bigelow, metode Stimson, dan metode Allis. Metode Allis
merupakan metode yang lebih mudah.
- Pemeriksaan
Salah satu bagian pemeriksaan adalah memeriksa kemampuan sensorik dan motorik extremitas
bawah dari bagian bawah hingga ke panggul yang mengalami dislokasi, karena kurangnya
kepekaan saraf pada panggul merupakan suatu komplikasi masalah yang tidak lazim pada kasus
dislokasi panggul. Pemeriksaan penunjang dengan pembuatan X - ray foto, umumnya dengan
proyeksi AP.

X-Ray Foto Dislokasi Panggul Posterior


- Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi dislokasi panggul posterior, yaitu :
1. Lesi N. Ischiadicus
2. Nekrosis avaskuler terjadi 1 -2 tahun pasca trauma
3. Artrosis degeneratif
Komplikasi dapat berupa komplikasi dini yaitu kerusakan nervus skiatik, kerusakan pada
kaput femur, kerusakan pada pembuluh darah, dan fraktur diafisis femur. Komplikasi lanjut dapat
berupa nekrosis avaskuler, miositis osifikans, osteoartritis.
Dislokasi Panggul Anterior
Pada cedera ini pederita biasanya terjatuh dari suatu tempat tinggi dan menggeserkan kaput
femur di depan asetabulum. Pemeriksaan dislokasi anterior, kaki dibaringkan eksorotasi dan
seringkali agak fleksi. Dalam posisi adduksi tapi tidak dalam posisi menyilang. Penderita tidak
dapat bergerak fleksi secara aktif ketika dalam keadaan dislokasi. Kaput femur jelas berada di
depan triangle femur.

- Gejala klinis dan Pemeriksaan


Pemeriksaan dislokasi panggul anterior, kaki dibaringkan eksorotasi dan seringkali agak fleksi.
Dalam posisi adduksi tapi tidak dalam posisi menyilang. Penderita tidak dapat bergerak fleksi
secara aktif ketika dalam keadaan dislokasi. Kaput femur jelas berada di depan triangle femur.

X-Ray Foto Dislokasi Panggul Anterior

Dislokasi Panggul Central / Obturator


Dislokasi obturator ini sangat jarang ditemukan. Dislokasi obturator disebabkan karena gerakan
abduksi yang berlebih (hiper-abduksi) dari panggul yang normal yang disebabkan karena
trokantor mayor bergerak berlawanan dengan pelvis untuk mengungkit kaput femur keluar dari
asetabulum.
- Gejala Klinis dan pemeriksaan
Panggul akan sangat terlihat dalam posisi abduksi dan tidak dapat dibawa ke posisi normal tanpa
penyesuaian dari pelvis. Kelainan saraf sangat jarang terlihat pada kasus seperti ini.
Posisi Pasien : Posisi Posterior Oblik
Dengan pasien semisupine, dan kepala di berikan bantal dan diposisikan side up ataudown
(oblik mendekati atau menjauhi obyek yang diperiksa), tergantung anatomi yang akan
diperlihatkan.

Gambar 1 LPO Sentrasi di sebelah kanan Upside Acetabulum (Obturator View)

Gambar 2. RPO Sentrasi di sebelah kanan Downside Acetabulum ( Iliac View)

Posisi pasien :
Pasien diatur oblik posterior 45 , kedua pelvis dan thorax diatur 45 dari meja pemeriksaan,
diganjal dengan baji spon.( spon berbentuk baji).
Head femur dan acetabulum diatur pada tengah meja atau kaset.
Garis Tengah kaset secara longitudinal atau CR (central ray) setinggihead femur
Kolimasi : Kolimasi pada keempat sisi anatomi yang diperiksa
Eksposi : pada saat tahan nafas.

Gambar 3. RPO Downside Acetabulum (Iliac View)


Kriteria Radiografi :
Struktur yang diperlihatkan : pada saat downside acetabulum, Iliac View (oblik mendekati
obyek yang difoto), tampak sisi anterior acetabulum dan columna posterior ilioischial . Iliac
wing juga tampak dengan baik .(gambar.3) Pada saat upside acetabulum, Obturator View(oblik
menjauhi obyek yang difoto) tampak sisi posterior acetabulum dan columna
anterior iliopubic . foramen obturator juga tampak .(gambar .4)

Gambar 4. LPO Upside Acetabulum (Obturator View)

Posisi : derajat oblik sebenarnya dibuktikan oleh terbukanya dan keseragaman hip joint
space pada sisi acetabulum dan head femoral.Foramen obturator seharusnya terbuka
jika obliknya betul pada upside oblik. Dan tampak tertutup pada downside oblik.

Gambar . 5 RPO Downside Acetabulum (Iliac View)

Gambar.6 LPO Upside Acetabulumn (Obturator View)

Kolimasi dan CR : Acetabulum harus diatur ditengah pada IR (kaset) dan pada lapangan
penyinaran. Pada keempat sisi kolimasi harus diatur pada obyek yang difoto sehingga dapat
mengurangi dosis radiasi terhadap pasien dan radiasi hambur dan dapat mengoptimalkan kontras.

Kriteria Eksposi : Optimal eksposi harus dapat memperlihatkan batas tulang dan trabekular
marking daerah head femoral dan acetabulum.Marking harus terlihat tajam dan tanpa ada
indikasi pergerakan obyek.
Dislokasi Hip Bawaan
Beberapa anak lahir dengan masalah yang disebut dislokasi pinggul bawaan pinggul (displasia).
Kondisi ini biasanya didiagnosis segera setelah bayi lahir. Sebagian besar waktu, hal itu

mempengaruhi hip kiri dalam kelahiran anak pertama, perempuan, dan bayi yang lahir dalam
posisi sungsang.

Dislokasi Hip Kongenital


Anatomi
Dalam dislokasi pinggul, bola pada bagian atas tulang paha (femoralis kepala) tidak duduk aman
di soket (acetabulum) dari sendi pinggul. Sekitarnya ligamen juga dapat lepas dan meregang.
Bola dapat lepas dalam soket atau benar-benar luar itu.
- Penyebab
Penyebab masalah ini masih belum diketahui.
- Gejala
Pada dislokasi bawaan, tanda awal mungkin "mengklik" suara saat kaki bayi yang baru lahir
didorong terpisah. Jika kondisi itu terus terdeteksi pada tahap bayi, akhirnya kaki yang terkena
akan tampak lebih pendek dari yang lain, kulit di lipatan paha akan muncul tidak merata, dan
anak akan memiliki fleksibilitas lebih pada sisi yang terkena. Ketika ia mulai berjalan, ia
mungkin akan lemas, berjalan kaki, atau "goyangan" seperti bebek.
- Diagnosa
Diagnosis dapat ditegakkan bila terdapat gambaran :
1. Asimetri lipatan paha
2. Uji Ortolaini, Barlow dan Galeazzi positif
3. Asetabuler indeks 400 atau lebih besar
4. Disposisi lateral caput femoris pada radiogram
5. Limitasi yang menetap pada gerakan sendi panggul dengan atau tanpa gambaran radiologic
yang abnormal
6. Kombinasi dari hal-hal yang disebutkan diatas

- Pengobatan
Pada dislokasi sendi panggul bawaan diperlukan penanganan yang lebih dini dan untuk itu
diagnosis penyakit ini harus sedini mungkin, sehingga pemeriksaan ortopedi yang lengkap dap
teliti pada bayi baru lahir perlu dilakukan.
Pengobatan umumnya hanya dengan memasang bidai untuk mempertahankan sendi panggul
pada posisinya.
Sebanyak 80-90% sendi panggul pada bayi baru lahir tidak stabil sampai usia 3 bulan dan
biasanya dalam jangka waktu 23 minggu panggul akan menjadi stabil secara spontan. Bila sendi
panggul tetap tidak stabil setelah jangka waktu tersebut, sebaiknya dilakukan pengawasan yang
lebih lanjut. Dislokasi panggul pada penderita 3-18 bulan, dapat dicoba reduksi tertutup dan
tindakan operasi dipertimbangkan bila reduksi ini tidak berhasil. Bila penderita berusia 18 bulan
sampai 5 tahun maka kelainan telah bersifat irreversible sehingga tindakan operasi merupakan
satu-satunya alternative pengobatan untuk mengoreksi kelainan yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
1. Rasjad Chairuddin, 2007, Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi edisi ketiga, Jakarta: PT.Yarsif
Watampone (Anggota IKAPI).
2. Wim de Jong, Syamsuhidajat, R. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi dua. Penerbit Buku
Kedoktern EGC. Jakarta

You might also like