You are on page 1of 6

PRESENTASI KASUS

LARINGOMALASIA

Presentator :dr. Deoni Daniswara


Moderator : dr. Agrina Nurlisyari

Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher


Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/ RS DR.SardjitoYogyakarta
2016

1
Pada penelitian Holinger pada 219 pasien

PENDAHULUAN

dengan stridor, kelainan kongenital pada laring dan


Laringomalasia atau laring flaksid kongenital
merupakan penyebab tersering dari kelainan laring
kongenital, berupa stridor inspiratoris kronik pada
anak. Keadaan ini merupakan akibat dari flaksiditas
dan inkoordinasi kartilago supraglotik dan mukosa
aritenoid, plika ariepiglotik dan epiglotis. Biasanya,
pasien dengan keadaan ini menunjukkan gejala pada

trakea menempati urutan pertama (60,3%) dan kedua


(16%). Penyebab tersering keadaan stridor pada bayi
ialah laringomalasia dan trakeomalasia sebagai dua
kelainan kongenital yang tersering pada laring (59,8%)
dan trakea (45,7%) pada neonatus, bayi dan anak-anak.
Kejadian laringomalasia pada laki-laki dua kali lebih
banyak daripada perempuan.4

saat baru dilahirkan, dan setelah beberapa minggu


Beberapa penelitian melaporkan sebanyak 65-

pertama kehidupan secara bertahap berkembang stridor


inspiratoris dengan nada tinggi dan kadang kesulitan

75%

bayi

dengan

stridor

disebabkan

oleh

laringomalasia. Pada 10-15% kasus laringomalasia

dalam pemberian makanan.1

bersifat berat dan dibutuhkan suatu intervensi bedah


Laringomalasia merupakan penyakit yang
dapat sembuh sendiri, yang mula-mula terjadi segera
setelah kelahiran, dan memberat pada bulan keenam,
serta membaik pada umur 12-18 bulan. Terkadang

untuk penatalaksanaannya. Melissa dkk, menemukan


dari 22 anak dengan laringomalasia, 2 (9,1%)
diantaranya membutuhkan intervensi bedah karena
laringomalasia berat.4

kelainan kongenital ini dapat menjadi cukup berat


Kelainan

sehingga membutuhan penanganan bedah. Penyebab


pasti laringomalasia masih belum diketahui. Penegakan
diagnosis

didapatkan

melalui

pemeriksaan

menggunakan endoskopi fleksibel selama respirasi

kongenital

laring

pada

laringomalasia kemungkinan merupakan akibat dari


kelainan genetik atau kelainan embriologik. Walaupun
dapat terlihat pada saat kelahiran, beberapa kelainan
baru nampak secara klinis setelah beberapa bulan atau

spontan.1

tahun. Dua teori besar mengenai penyebab kelainan ini


Frekuensi tidak diketahui secara pasti, namun
laringomalasia

marupakan

penyebab

tersering

adalah bahwa kartilago imatur kekurangan struktur


kaku dari kartilago matur, sedangkan yang kedua

timbulnya stridor inspiratoris pada bayi. Insidens

mengajukan

laringomalasia

stridor

menyebabkan hipotoni. Sindrom ini banyak terjadi

inspiratoris berkisar antara 50%-75%. Tidak terdapat

pada golongan sosio ekonomi rendah, sehingga

predileksi ras ataupun jenis kelamin.2

kekurangan gizi mungkin merupakan salah satu faktor

sebagai

penyebab

dari

teori

inervasi

saraf

imatur

yang

etiologinya.5
Hawkins dan Clark (1987) yang melakukan
Laringomalasia merupakan penyebab tersering

evaluasi dengan laringoskopi fleksibel pada 453


pasien, menemukan 84 orang dengan laringomalasia
primer dan 29 orang dengan laringomalasia sekunder.
Sedangkan Nussbaum dan Maggi (1990) melaporkan
sebanyak 68% dari 297 anak dengan laringomalasia
juga mempunyai kelainan pernafasan lainnya.3

dari stridor inspiratoris kronik pada bayi. Bayi dengan


laringomalasia memiliki insidens untuk terkena refluks
gastroesophageal, diperkirakan sebagai akibat dari
tekanan

intratorakal

yang

lebih

negatif

yang

dibutuhkan untuk mengatasi obstruksi inspiratoris.


Dengan demikian, anak-anak dengan masalah refluks
seperti ini dapat memiliki perubahan patologis yang

2
sama

dengan

pembesaran

dan

laringomalasia,
pembengkakan

terutama
dari

pada

Pemeriksaan orofaring dalam batas normal. Pada

kartilago

auskultasi dibagian leher, terdengar suara stridor

aritenoid.5

inspiratoir ketika posisi bayi tidur terlentang tetapi

Laringomalasia didiagnosis banding dengan


penyebab stridor inspiratoris lain pada anak-anak.

ketika posisi tengkurap, miring kanan dan kiri suara


stridor menghilang.

Antara lain yaitu, hemangioma supraglotik, massa atau

Dari pemeriksaan endoskopi laring tampak

adanya jaringan intraluminal seperti laryngeal web dan

epiglotis tegak, plika ariepiglotik tidak memendek

kista laring, kelainan akibat trauma seperti edema dan

tampak redundancy mukosa arietenoid ke anterior,

stenosis supraglotik, maupun kelainan pada pita suara.6

pergerakan plika vokalis dalam batas normal.


Dari

LAPORAN KASUS
Pasien bayi laki-laki usia 1 minggu datang ke
Poli THT RS Sardjito bersama kedua orang tuanya
dengan keluhan utama sering mendengar suara nafas
bunyi. Keluhan dirasakan sejak 1 minggu setelah
kelahiran saat sedang posisi terlentang dan menangis.
Ketika kepala diposisikan miring kanan dan kiri,
tengkurap suara nafas bunyi hilang. Orang tua pasien
tidak pernah merasakan ada gejala kebiruan dan tidak
ada susah ketika bernafas. Ketika menyusui, pasien

hidung dan tenggorokan disangkal.

keguguran sebelumnya disangkal. Riwayat kelahiran


bayi lahir spontan normal saat usia kehamilan 38
minggu, langsung menangis, berat badan lahir 3100
gram. Riwayat penyakit keluarga belum pernah
mengalami sakit serupa.

fisik

dan

tipe 1. Terapi pada pasien ini adalah konservatif dan


orang tua pasien diberi edukasi untuk tidur miring ke
salah satu sisi, ketika makan dan minum dianjurkan
untuk pada posisi setengah duduk dan dilakukan sedikit
demi sedikit, fisioterapi dan akan dievaluasi airway 1
bulan lagi dan jika ada keadaan semakin jelek yaitu
disertai adanya kebiruan dan atau ada sesak nafas
diharapkan segera ke rumah sakit.
Masalah yang diangkat dalam kasus ini adalah
penatalaksanaan dari pasien ini.
DISKUSI

Riwayat kehamilan ibu tidak mengalami sakit


dan minum obat selain suplemen hamil, riwayat

pemeriksaan

penunjang, pasien didiagnosis dengan Laringomalasia

tidak ada keluhan suara nafas berbunyi, kebiruan salah


satu anggota badan dan tersedak. Keluhan di telinga,

anamnesa,

Diagnosis

pada

kasus

ini

ditegakkan

berdasarkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan


didukung oleh pemeriksaan penunjang. Berdasarkan
anamnesa, didapatkan suara nafas bunyi pada posisi
terlentang, pemeriksaan fisik didapatkan terdengar
suara stridor inspiratoir ketika posisi bayi tidur
terlentang, pada pemeriksaan penunjang endoskopi

Pada pemeriksaan fisik bayi terlihat tenang

laring tampak epiglotis tegak, plika ariepiglotik tidak

compos mentis. Tanda vital nadi 110 x/menit, suhu

memendek tampak redundancy mukosa arietenoid ke

36,9 0C, Pernafasan 30 x/menit, saturasi SpO2 : 99%.

anterior, pergerakan plika vokalis dalam batas normal

Pada pemeriksaan dibidang THT, aurikula


dextra dan sinistra dalam batas normal, kanalis

sehingga pasien didiagnosis dengan Laringomalasia


tipe 1.

akustikus eksterna dextra dan sinistra dalam batas

Menurut Melissa, et al., (2005) dan Manning,

normal. Membran timpani dextra dan sinistra intak.

et al., (2005) laringomalasia adalah penyebab paling

Pada rhinoskopi anterior

umum dari stridor pada bayi dan anak-anak, dan

dalam batas normal.

3
mempunyai kejadian 60% sampai 75% dari semua

berkurang pada saat dalam posisi pronasi. Baik proses

kasus anomali kongenital laring. Laringomalasia

menelan maupun aktivitas fisik dapat memperkeras

dicirikan oleh adanya stridor inspirasi yang terdeteksi

stridor.7

dalam 2 minggu pertama kehidupan dan biasanya


menghilang pada usia 2 tahun. Pada pasien ini
penegakan diagnosis baru terjadi saat usia 2 tahun dan
gejala stridor masih ada. Menurut teori tersebut
seharusnya gejala stridor sudah membaik.5,14

Berdasarkan

2 tahun. Gejala stridor inspirasi kebanyakan timbul


segera setelah lahir atau dalam usia beberapa minggu
atau bulan ke depan. Stridor dapat disertai dengan
retraksi sternum, interkostal, dan epigastrium akibat
Pada

beberapa

bayi

dari

struktur

supraglotis, Olney dkk membuat klasifikasi untuk


laringomalasia. Klasifikasinya adalah: Tipe 1, yaitu
prolaps dari mukosa kartilago arytenoid yang tumpang

Tipe 3, yaitu melekuknya epiglotis ke arah posterior.

yang dapat sembuh spontan pada 70% bayi saat usia 1-

pernafasan.

prolaps

tindih; Tipe 2, yaitu memendeknya plika ariepiglotika;

Laringomalasia merupakan suatu proses jinak

usaha

letak

tidak

menimbulkan gejala sampai anak mulai aktif (sekitar 3


bulan) atau dipicu oleh infeksi saluran nafas. Stridor
yang terjadi bersifat bervibrasi dan bernada tinggi.
Stridor akan bertambah berat sampai usia 8 bulan,

Laringoskopi

fleksibel

dapat

membantu

menyingkirkan diagnosis anomali laring lainnya


seperti kista laring, paralisis pita suara, malformasi
pembuluh darah, neoplasma, hemangioma subglotis,
gerakan pita suara paradoks, stenosis glotis dan web
glotis. Pemeriksaan laringoskopi fleksibel memiliki
beberapa

kerugian,

yaitu

risiko

terlewatkannya

diagnosis laringomalasia ringan bila pasien menangis


dan kurang akurat dalam menilai keadaan subglotis dan
trakea.5

menetap sampai usia 9 bulan dan bersifat intermitten


dan hanya timbul bila usaha bernafas bertambah seperti
saat anak aktif, menangis, makan, kepala fleksi atau
posisi supinasi. Setelah itu keadaan makin membaik.
Rata-rata stridor terjadi adalah selama 4 tahun 2 bulan.
Tidak ada korelasi antara lama berlangsungnya stridor
dengan derajat atau waktu serangan.11

Masih menjadi perdebatan di kalangan ahli


apakah setiap bayi dengan laringomalasia harus
melalui pemeriksaan laringoskopi dan bronkoskopi
meskipun pemeriksaan tersebut masih merupakan
standar baku untuk menilai obstruksi nafas, mengingat
pemeriksaan ini memiliki beberapa kelemahan bagi
kelompok umur neonatus, seperti resiko anestesi dan

Menurut Lee (2003), pemeriksaan fisik bayi


bisa tampak gembira dan berinteraksi secara wajar.
Dapat terlihat takipneu ringan. Tanda-tanda vital

instrumentasi,

alat

endoskopi

yang

khusus,

membutuhkan ahli anestesi yang handal, dan biaya


yang mahal.

normal, saturasi oksigen juga normal. Biasanya


terdengar aliran udara nasal, suara ini meningkat jika
posisi bayi terlentang. Tangisan bayi biasanya normal,
penting untuk mendengar tangisan bayi selama
pemeriksaan. Stridor murni berupa inspiratoris. Suara
terdengar lebih jelas di sekitar angulus sternalis.
Umumnya, gejala menjadi lebih berat pada saat tidur
dan beberapa variasi posisi dapat terjadi; stridor lebih
keras pada saat pasien dalam posisi supinasi dan

Pada kasus ini penatalaksanaannya adalah


dengan konservatif. Sebagian besar anak dengan
kelainan ini dapat ditangani secara konservatif. Jarang
terjadi dimana seorang anak memiliki kelainan yang
signifikan sehingga memerlukan operasi. Trakeostomi
merupakan prosedur pilihan untuk laringomalasia
berat. Supraglotoplasti dapat dilakukan pada kasuskasus yang lebih ringan. 7

4
Pada keadaan ringan, bayi diposisikan tidur

memberikan harapan yang lebih baik. Peran bedah

tengkurap, tetapi hindari tempat tidur yang terlalu

laring mikro dengan menggunakan laser CO2 telah

lunak, bantal dan selimut. Jika secara klinis terjadi

mulai digunakan sejak tahun 1970-an. Sedangkan

hipoksemia (saturasi oksigen <90%), harus diberikan

Vaugh merupakan orang pertama yang melakukan

oksigenasi. Sedangkan pada laringomalasia yang berat,

epiglotidektomi dengan laser CO2 dengan pendekatan

akan tampak gejala obstruksi nafas yang disertai

endoskopi pada tahun 1978.14,15

retraksi retraksi sternal dan interkosta, baik saat tidur


atau terbangun, sulit makan, refluks berat dan gagal
tumbuh. Anak-anak yang mengalami hal ini berisiko
mengalami serangan apnea. Keadaan hipoksia akibat
obstruksi

nafas

dapat

menyebabkan

hipertensi

pulmonal dan terjadi korpulmonal.7

Berdasarkan klasifikasi Olney, pada pasien ini


juga tidak direncanakan untuk tindakan operasi
supraglotoplasti yang memiliki sinonim epiglotoplasti
dan

ariepiglotoplasti.

Terdapat

tiga

teknik

supraglotoplasti yang dapat dilakukan. Teknik yang


dipilih tergantung pada kelainan laringomalasianya.

Olney dkk membuat kategori kandidat yang

Pada tipe 1, dimana terjadi prolaps mukosa aritenoid

sebaiknya dilakukan laringoskopi dan bronkoskopi.

pada kartilago aritenoid yang tumpang tindih,

Kriterianya adalah: 1. Bayi laringomalasia dengan

dilakukan eksisi jaringan mukosa yang berlebihan pada

gangguan pernafasan yang berat, gagal tumbuh,

bagian posterolateral dengan menggunakan pisau

mengalami fase apnea, atau pneumonia berulang. 2.

bedah atau dengan laser CO2. Laringomalasia tipe 2,

Bayi dengan gejala yang tidak sesuai dengan gambaran

dikoreksi dengan cara memotong plika ariepiglotika

laringomalasia yang ditunjukkan oleh laringoskopi

yang pendek yang menyebabkan mendekatnya struktur

fleksibel. 3. Bayi dengan lesi di laring. 4. Bayi yang

anterior dan posterior supraglotis. Laringomalasia tipe

akan dilakukan supraglotoplasti. Peran radiologi

3, ditangani dengan cara eksisi melewati ligamen

konvensional.

glosoepiglotika untuk menarik epiglotis ke depan dan

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah


dengan trakeostomi yang dilakukan bila terjadi
komplikasi obstruksi jalan nafas dari laringomalasia
yang berat. Menurut Jackson dan Jackson, 1942, pada
keadaan yang berat ini maka intervensi bedah tidak
dapat dihindari dan penatalaksanaan baku adalah
membuat jalan pintas berupa trakeostomi sampai
masalah teratasi. Namun pada anak-anak, resiko
morbiditas dan mortalitas trakeostomi berisiko tinggi.12
Pada

tahun

1922,

Iglauer

menjahitkan sebagian dari epiglotis ke dasar lidah.


RINGKASAN
Telah dilaporkan seorang bayi laki laki umur 1
minggu dengan diagnosis laringomalasia tipe1. Terapi
pada pasien ini adalah konservatif dan orang tua pasien
diberi edukasi untuk tidur miring ke salah satu sisi,
ketika makan dan minum dianjurkan untuk pada posisi
setengah duduk dan dilakukan sedikit demi sedikit,
fisioterapi dan akan dievaluasi airway 1 bulan lagi dan

mempelopori

jika ada keadaan semakin jelek yaitu disertai adanya

tindakan operasi pada laringomalasia dengan cara

kebiruan dan atau ada sesak nafas diharapkan segera ke

membuang ujung epiglotis. Di tahun 1944, Schwartz

rumah sakit.

membuang sebagian epiglotis dengan irisan berbentuk


V. Zalza dkk, 1987 melaporkan pada akhir-akhir ini
peran bedah endoskopi pada struktur supra glotis telah
menjadi

alternative

dibanding trakeostomi,

dan

5
DAFTAR PUSTAKA
1. Bailey BJ, Calhoun KH. Head and Neck Surgery
Otolaringology, Volume one, 5th Edition.
Lippincott Raven Publishers. Philadelphia, USA.
2014
2. Bye MR. Laringomalacia. Available at
http://www.medscape.com/article/100252
Accessed on December 11th 2006.
3. Ballenger JJ. Penyakit Telinga, Hidung,
Tenggorok, Kepala dan Leher, Jilid Satu, Edisi 13.
Binarupa Aksara. Jakarta. 2002
4. Melissa A. G. Avelino, Raquel Y. G. Liriano,
Reginaldo Fujita, Shirley Pignatari, Luc L. M.
Weckx, Management of laryngomalacia :
Experience With 22 Cases, Rev Bras
Otorrinolaringol. V.71, n.3, 2005, 330-334.
5. Lalwani AK. Current Diagnosis and Treatment in
Otolaringology Head and Neck Surgery. Lange
Medical Book, Mc Graw-Hill Company. New
York, USA. 2004.
6. Lee KJ. Essential Otolaringology Head and Neck
Surgery, 8th Edition. Mc Graw-Hill Medical
Publishing Division. New York, USA. 2003.
7. Luhulima JW. Anatomi III, Program Pendidikan
Dokter Jilid I, Head and Neck. Bagian Anatomi
Fakultas Kedokteran UNHAS. Makassar 2002
8. Paston F. Laringomalacia and Tracheomalacia.
Available at http: //pedclerk.bsd.uchicago.edu/
tracheomalacia. html. Accessed on December 11th
2006.
9. Texas Pediatric Surgical Associates. Stridor and
Laryngomalacia.
Available
athttp://www.pedisurg.com/ PtEducENT/ Stridor
& laryngomalacia.htm .
10. Novialdi,
Rusdi
D.,
Diagnosis
dan
Penatalaksanaan
Laringomalasia
dan
Trakeomalasia, June 2011, cited May 27th, 2012,
available
http://repository.unand.ac.id/17089/1/
Diagnosis_dan_Penatalaksanaan_Laringomalasia
_dan_Trakeomalasia_-_Copy.pdf
11. Rawring BA, Derkay CS, Chu MW. Surgical
treatment of laryngomalacia. Operative Tech in
Otolaryngol. 20: 222-8. 2009;
12. Fauroux B., Pigeot J., Polkey I.M., Roger G., Boul
M., Clment A., et,al., Chronic Stridor Caused by
Laryngomalacia in Children : Work of Breathing
and Effects of Noninvasive Ventilatory Assistance,
Am J Respir Crit Care Med. Vol 164, 2001, pp
18741878.
13. Manning C.S., Inglis F.A., Mouzakes J., Jeffrey
Carron J., Perkins A.J., Laryngeal Anatomic

Differences in Pediatric Patients With Severe


Laryngomalacia, Arch Otolaryngol Head Neck
Surg. 2005;131:340-343
14. Schwartz DS. Tracheomalacia. (Update Aug 6,
2009: cited Feb 2, 2011). Available from:
http://www.medscape.com/article/426003.
15. Olney DR, Greinwald JH, Smith RJ.
Laryngomalacia and its treatment. Laryngoscope
1999; 109: 1770-5

You might also like