Professional Documents
Culture Documents
b.
c.
PREEKLAMPSIA / EKLAMPSIA
Insidens
Insidens preeklampsia dan eklamsia berkisar antara 4-9 % pada wanita hamil, 3-7 %
terjadi pada nullipara, dan 0,8-5 % pada multipara. Angka kejadian PE di Indonesia
berkisar antara 3-10 %. Penelitian terakhir di Medan oleh Girsang ES (2004),
melaporkan angka kejadian PEB di RSUP. H. Adam Malik dan RSU. Dr. Pirngadi
Medan periode 2000-2003 adalah 5,94%, sedangkan eklamsia 1,07%.
Etiologi / Patogenesis
Etiologi dan patogenesis preeklampsia sampai saat ini masih belum sepenuhnya
difahami, masih banyak ditemukan kontroversi, itulah sebabnya penyakit ini sering
disebut the desease of theories. Pada saat ini hipotesis utama yang dapat diterima
untuk menerangkan terjadinya preeklampsia adalah : faktor imunologi, genetik,
penyakit pembuluh darah dan keadaan dimana jumlah trophoblast yang berlebihan
dan dapat mengakibatkan ketidakmampuan invasi trofoblast terhadap arteri spiralis
pada awal trimester satu dan trimester dua. Hal ini akan menyebabkan arteri spiralis
tidak dapat berdilatasi dengan sempurna dan mengakibatkan turunnya aliran darah di
plasenta. Berikutnya akan terjadi stress oksidasi, peningkatan radikal bebas, disfungsi
endotel, agregasi dan penumpukan trombosit yang dapat terjadi diberbagai organ.
Faktor Predisposisi Terjadinya Preeklampsia.
Primigravida, kehamilan ganda, diabetes melitus, hipertensi essensial kronik, mola
hidatidosa, hidrops fetalis, bayi besar, obesitas, riwayat pernah menderita
preeklampsia atau eklamsia, riwayat keluarga pernah menderita preeklampsia atau
eklamsia, lebih sering dijumpai pada penderita preeklampsia.
PENANGANAN
Pada dasarnya penanganan yang terbaik pada preeklampsia adalah segera melahirkan
janin, tetapi disamping itu usia kehamilan, keadaan ibu dan keadaan janin harus
diawasi dengan baik, dan menjadi pertimbangan untuk melakukan terminasi
kehamilan
PE RINGAN
Penanganan yang optimal pada usia kehamialn <37 minggu adalah dirawat di rumah
sakit karena cara ini dapat meningkatkan ketahanan hidup bayi dan menurunkan
progresifitas penyakit. Jika rawat jalan, pastikan pasien kontrol secara teratur. Selama
dirawat pasien mendapatkan diet yang teratur tanpa restriksi garam dan tanpa
pembatasan aktifitas fisik.
1.
Antihipertensi, antidiuretik, dan sedatif tidak diberikan.
2.
Dilakukan evaluasi kesehatan ibu:
Tekanan darah dimonitor setiap 4 jam
Berat badan diukur setiap hari
PE RINGAN
TD diastolik
Proteinuria
Sakit kepala
Gangguan penglihatan
Nyeri perut bagian atas
Oliguria
Kejang (eklamsia)
Kreatinin serum
Trombositopenia
Peningkatan enzim hati
Restriksi pertumbuhan janin
Edema pulmonum
PE BERAT .
110 mmHg
persisten +2
+
+
+
+
+
meningkat
+
nyata
+
+.
PREEKLAMPSIA BERAT
A. Pengobatan Medisinal
1.
Tirah Baring
2.
Oksigen
3.
Kateter menetap
4.
IVFD : Ringer Asetat, Ringer Laktat, Kolloid
Jumlah input cairan : 2000 ml/24 jam, berpedoman pada diuresis, insensible
water loss dan CVP. Awasi balans cairan.
5.
Magnesium Sulfat
Initial dose :
- Loading dose : 4 gr magnesium sulfat 20% IV (4-5 menit)
- 8 gr MS 40% IM, 4 gr bokong kanan, 4 gr bokong kiri.
Maintenance dose : 4 gr magnesium sulfat 40% IM setiap 4 jam
magnesium sulfat maintenance dapat juga diberikan secara intravenus.
6.
Antihipertensi diberikan jika tekanan darah diastole > 110 mmHg. Dapat
diberikan nifedipin sublingual 10 mg. Setelah 1 jam, jika tekanan darah masih
tinggi dapat diberikan nifedipin ulangan 5-10 mg sublingual atau oral dengan
interval 1 jam, 2 jam atau 3 jam sesuai kebutuhan. Penurunan tekanan darah
tidak boleh terlalu agresif. Tekanan darah diastol jangan kurang dari 90 mmHg,
penurunan tekanan darah maksimal 30%.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
B.
EKLAMPSIA
A. Pengobatan Medisinal
1.
MgSO4 :
Cara pemberian sama dengan pasien preeklampsia berat.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Bila kejang berulang diberikan MgSO4 20 % 2 gr IV, diberikan sekurangkurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir.Bila setelah diberikan dosis
tambahan masih tetap kejang dapat diberikan amobarbital 3-5 mg/ kg BB IV
perlahan-lahan.
Infus Ringer Asetat atau Ringer Laktat. Jumlah cairan dalam 24 jam
sekitar 2000 ml, berpedoman kepada diuresis, insensible water loss dan CVP .
Perawatan pada serangan kejang :
Dirawat di kamar isolasi yang cukup tenang.
Masukkan sudip lidah ( tong spatel ) kedalam mulut penderita.
Kepala direndahkan , lendir diisap dari daerah orofarynx.
Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendor guna menghindari fraktur.
Pemberian oksigen.
Dipasang kateter menetap ( foley kateter ).
Perawatan pada penderita koma :
Monitoring kesadaran dan dalamnya koma memakai Glasgow Pittsburg
Coma Scale .
Perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan penderita.
Pada koma yang lama ( > 24 jam ), makanan melalui hidung ( NGT = Naso
Gastric Tube : Neus Sonde Voeding ).
Diuretikum dan anti hipertensi sama seperti Pre Eklamsia Berat.
Kardiotonikum ( cedilanid ) jika ada indikasi.
Tidak ada respon terhadap penanganan konservatif pertimbangkan seksio
sesarea.
B. Pengobatan Obstetrik :
1.Semua kehamilan dengan eklamsia harus diakhiri tanpa memandang umur
kehamilan dan keadaan janin.
2.Terminasi kehamilan
Sikap dasar : bila sudah stabilisasi ( pemulihan ) hemodinamika dan
metabolisme ibu , yaitu 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan dibawah
ini :
Setelah pemberian obat anti kejang terakhir.
Setelah kejang terakhir.
Setelah pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir.
Penderita mulai sadar ( responsif dan orientasi ).
3.Bila anak hidup sc dapat dipertimbangkan.
Perawatan Pasca Persalinan
Bila persalinan terjadi pervaginam, monitoring tanda-tanda vital dilakukan
sebagaimana lazimnya.
Pemeriksaan laboratorium dikerjakan setelah 1x24 jam persalinan.
Biasanya perbaikan segera terjadi setelah 24-48 jam pasca persalinan.
SINDROMA HELLP
Sindroma HELLP yang merupakan singkatan dari Hemolysis, Elevated Liver
Enzymes dan Low Platelet counts pertama sekali dilaporkan oleh Louis Weinstein
tahun 1982 pada penderita preeklampsia berat.
Sindroma ini merupakan kumpulan gejala multisistem pada penderita
preeklampsia berat dan eklampsia yang terutama ditandai dengan adanya hemolisis,
peningkatan kadar enzym hepar dan penurunan jumlah trombosit (trombositopenia).
perdarahan dapat terlihat dengan MRI. Pada kasus yang berat dapat dijumpai adanya
perdarahan intrahepatik dan hematom subkapsular atau ruptur hepar.
Penurunan jumlah platelet pada sindroma HELLP disebabkan oleh
meningkatnya konsumsi atau destruksi platelet. Meningkatnya konsumsi platelet
terjadi kerena agregasi platelet yang diakibatkan karena kerusakan sel endotel,
penurunan produksi prostasiklin, proses imunologis maupun peningkatan jumlah
radikal bebas.
Beberapa peneliti beranggapan bahwa DIC merupakan proses primer yang
terjadi pada sindroma HELLP. Walaupun gambaran histologis mikrotrombi yang
mirip antara sindroma HELLP dan DIC tetapi pada sindroma HELLP tidak dijumpai
koagulopati intravaskular. Pada sindroma HELLP terjadi mikroangiopati dengan
kadar fibrinogen yang normal.
KLASIFIKASI
Kontrol terhadap tekanan darah yang tinggi perlu segera dilakukan, terutama
bila dijumpai tanda-tanda iritabilitas syaraf pusat dan kegagalan ginjal.
Seperti penanganan preeklampsia, pemberian sulfas magnesikus masih
merupakan pilihan utama. Transfusi dan pemberian trombosit sering diperlukan untuk
membrantas anemi ataupun koagulopati, tetapi pemberian transfusi darah harus hatihati dengan memperhitungkan keseimbangan cairan, apalagi pada penderita dengan
gangguan fungsi ginjal. Pemberian trombosit dapat dipertimbangkan apabila kadar
trombosit kurang dari 50.000 /mm3, apalagi jika seksio sesarea akan dilakukan.
Kadang-kadang hasil pemeriksaan laboratorium tidak menggambarkan
jauhnya kerusakan yang terjadi pada jaringan hepar, jumlah penumpukan fibrin,
perdarahan dan lobular nekrosis. Itulah sebabnya beberapa peneliti seperti Weinstein
kurang menyetujui penanganan konservatif dan lebih menganjurkan untuk segera
melakukan terminasi kehamilan.
Tabel II. Penatalaksanaan Sindroma HELLP
1. Penilaian dan stabilisasi kondisi ibu :
a. Bila DIC (+), koreksi faktor pembekuan
b. Pemberian profilaksis anti kejang dengan Sulfas Magnesikus
c. Penanganan hipertensi berat
d. Rujuk ke fasilitas kesehatan yang memadai
e. CT- scan dan USG abdomen juga dicurigai adanya hematom subcapsular hepar
2. Evaluasi kesejahteraan janin:
a. Non Stress test
b. Prifil biofisik
c. Ultrasonografi biometri
3. Evaluasi kematangan paru, jika usia kehamilan < 35 minggu
a. Jika paru-paru telah matang, segera lahirkan
b. Jika paru-paru belum matang, beri kortikosteroid, kemudian lahirkan
Jika usia kehamilan 35 minggu, setelah kondisi ibu stabil, segera lahirkan
Angka morbiditas dan mortalitas pada anak berkisar 10 60% tergantung dari
keparahan penyakit ibu. Anak yang ibunya menderita sindroma HELLP mengalami
perkembangan janin terhambat (IUGR) dan sindroma kegagalan pernafasan.