You are on page 1of 36

LAPORAN KASUS

I.

II.

IDENTITAS PASIEN
a. Nama

: Tn. T

b. Umur

: 61 tahun

c. Jeniskelamin

: Laki-laki

d. Alamat

: Sidomulyo 1/3, Cepiring

e. Agama

: Islam

f. Pekerjaan

: Pensiunan

ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada
tanggal 12 Januari 2016 pukul 15.00 WIB di RSI Kendal.
a. Keluhan utama
Pasien mengeluh muntah darah sejak 1 hari yang lalu.
b. Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang ke IGD RSI Kendal dengan keluhan muntah darah


sebanyak 3 x sejak 1 hari yang lalu. Muntahan berupa cairan berwarna
merah kecoklatan, bercampur makanan (+), buih (-). Badan pasien
terasa lemas. Dada terasa nyeri (+), menjalar (-), terasa panas seperti
terbakar (+), tenggorokan sering terasa pahit dan asam (+), nyeri ulu
hati (+).
Selain itu pasien juga mengeluhkan BAB berwarna hitam sejak 1
bulan yang lalu, konsistensi lembek (+), darah segar (-).
Mual (+) , lemas (+), pusing (-), demam (-).
c. Riwayat penyakit dahulu :
1. Riwayat keluhan seperti ini

: diakui, 8 bulan yang lalu.

Pasien dirawat inap dengan sakit yang sama. Pulang dengan


keadaan membaik, muntah (-) dan BAB sudah normal.
2. Riwayat darah tinggi

: disangkal

3. Riwayat sakit gula

: disangkal
1

4. Riwayat sakit maag

diakui,

pasien

sering

mengelu perutnya nyeri dan kembung.


5. Riwayat tranfusi darah

: disangkal

6. Riwayat operasi dan mondok RS

: diakui

7. Riwayat alergi makanan atau obat

: disangkal

8. Riwayat hepatitis

: disangkal

d. Riwayat penyakit keluarga


1

Keluarga atau orang serumah dengan keluhan serupa

disangkal
2

Riwayat darah tinggi

: disangkal

Riwayat sakit gula

: disangkal

Riwayat alergi makanan atau obat

: disangkal

e. Riwayat pribadi :
1. Riwayat obat tradisional

: diakui

2. Riwayat konsumsi obat anti nyeri

: diakui, pasien sering

nyeri sendi dan mengkonsumsi anti nyeri dari apotek.


3. Riwayat minum alkohol dan merokok

: disangkal

4. Riwayat minum obat jangka lama

: disangkal

f. Riwayat social ekonomi :


Pasien tinggal di rumah pribadi bersama istrinya. Penghaslian dari
gaji pensiunan. Biaya pengobatan ditanggung BPJS.
ANAMNESIS SISTEM

Keluhan utama

muntah darah dan BAB hitam

Kepala :

Sakit kepala (-), pusing (-),

nggliyer (-), jejas (-), leher kaku (-)

Mata :

Penglihatan kabur (-), pandangan ganda (-),


pandangan berputar (-), berkunang-kunang (-).
2

Hidung

Pilek (-), mimisan (-), tersumbat (-)

Telinga

Pendengaran berkurang (-), berdenging (-),


keluar cairan (-), darah (-).

Mulut

Sariawan (-), luka pada sudut

bibir (-), bibir pecah-pecah (-), gusi berdarah


(-), mulut kering (-).

Tenggorokan

Sakit menelan (-), suara serak (-).

Sistem respirasi

Sesak nafas (-), batuk

(-),
tidur mendengkur (-)

Sistem kardiovaskuler

Sesak nafas saat beraktivitas (-), nyeri dada


(-), berdebar-debar (-), keringat dingin (-)

Sistem gastrointestinal :

Mual

(+),

muntah (+), perut mules (-), diare (-), nyeri


ulu hati (-), nafsu makan menurun (-), BAB
hitam (+)

Sistem muskuloskeletal :

Nyeri otot (-),

nyeri sendi (-), kaku otot (-)

Sistem genitourinaria

kencing

berkurang dan sedikit sedikit (-), nyeri saat


kencing (-),
keluar darah (-), berpasir (-), kencing nanah (-),
sulit memulai kencing (-), warna kencing
kuning jernih, anyang-anyangan (-), berwarna
seperti teh (-).

Ekstremitas: Atas :

Luka

(-),

kesemutan(-), bengkak (-), sakit sendi (-),


panas (-), berkeringat (-),warna merah pada
telapak tangan (-)
Bawah

Luka (-), gemetar (-), ujung jari dingin (-),


3

kesemutan di

kaki (-), terasa tebal (-), bengkak (-) kaki

kanan

Sistem neuropsikiatri

Kejang

(-),

gelisah (-), kesemutan (-), mengigau (-), emosi


tidak stabil (-)

Sistem Integumentum

Kulit

kuning

(-), pucat (-), gatal (-), bercak merah kehitaman


di bagian dada, punggung, dan tangan (-),
kemerahan (-)
III.

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 12 Januari 2016, Pukul15.15
WIB
a. Keadaan umum

: Tampak lemah, sakit ringan

b. Kesadaran

: Compos Mentis

c. Vital sign
1. TD

: 110/70 mmHg

2. Nadi

: 70x/menit , reguler, isi dan tegangan cukup

3. RR

: 20 x/menit, reguler, tipe torakoabdominal

4. Suhu

: 37 0C

d. Status Gizi
1. TB

: 155 cm

2. BB

: 52 kg

3. BMI

:21,6

4. Kesan

: cukup

e. Status generalisata
1. Kulit : sawo matang, turgor kulit turun (-), ikterik (-),
petekie (-), spider naevi (-)
2. Kepala

: kesan mesochepal, rambut lurus dan tidak rapuh.


3. Mata

: konjugtiva anemis (+),

sklera ikterik (-),

pupil:reflek direk (+/+) normal, indirek (+) normal,


4

berbentuk bulat, sentral, ukuran 3 mm, isokor, konjungtiva


suffution (-)
4. Hidung

: deformitas (-), sekret (-), mukosa hiperemis

(-), nafas cuping hidung (-)


5. Telinga:

deformitas (-), keluar serumen (-), nyeri

tekan tragus (-), nyeri ketok mastoid (-)


6. Mulut :

pucat (-), kering (-), sianosis (-) missing gigi

(-), faring hiperemis (-), lidah kotor (-), tonsil ( T1-T1)


7. Leher : pembesaran

kelenjar tiroid (-), pembesaran

kelenjar limfe (-)


8. Thorax :
a. Paru

Inspeksi
Statis

Paru depan
Kanan dan kiri

Paru belakang
Kanan dan kiri

Normochest,

Normochest, simetris, kelainan

simetris,
kulit

kelainan kulit (-/-)

(-/-),

sudut

arcus costa dalam


batas normal, ICS
dalam batas normal
Dinamis

Palpasi

Normal
Simetris
Nyeri
ICS

pernapasan

paru normal

Pengembangan
pernafasan

Pengembangan

paru
(N/N), Simetris (N/N), Nyeri tekan

tekan
dalam

normal,

(-/-), (-/-), ICS dalam batas normal,


batas taktil fremitus dalam batas
taktil normal

fremitus dalam batas


Perkusi

normal
Sonor seluruh lapang Sonor seluruh lapang paru

paru
Batas paru-hati pada Peranjakan paru 2 cm
ICS 6
Auskultasi
Suara dasar nafas
Tambahan

Vesicular
Ronki

Vesicular
(-/-), Ronki (-/-), Wheezing (-/-)

Wheezing (-/-)
Tampak anterior paru

SD :vesikuler

Tampak posterior paru

SD : vesikuler

ST :ronki (-), wheezing (-)

ST : ronki (-), wheezing (-)

b. Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi

ictus cordis tidak tampak


Ictus cordis tidak kuat angkat
Batas kanan bawah : ICS 5 parasternal dekstra
Batas Kiri Bawah : ICS 5 2cm medial midclav
Pinggang jantung : ICS 3 linea parasternal sinistra
Batas atas jantung: ICS 2 linea parasternal sinistra

Kesan
Auskultasi

Konfigurasi jantung dalam batas normal


Suara jantung I dan II : reguler
Suara tambahan : (-)

9. Abdomen
Inspeksi

Bentuk dinding perut datar, warna kulit normal,


simetris, spider naevi (-), jejas (-), venectasi (-),
cullens sign (-), caput medusa (-)

Auskultasi

Bising usus normal 18 kali/menit, bruit aorta (-), bruit

Perkusi

hepar (-), bruit A. Renalis (-/-), bruit A. Iliaca (-/-)


Timpani seluruh lapang abdomen , Liver span: 11 cm,
nyeri ketok ginjal (-), pekak sisi (+) normal, pekak

Palpasi

alih (-), area traub timpani.


Supel, nyeri tekan (+) di regio epigastrika,
Splenomegali (-), ginjal tidak teraba, test undulasi (-)

Ekstremitas

IV.

Akral dingin

Superior
-/-

Infereior
-/-

Capilary refill

<2/<2

<2/<2

Edema

-/-

-/-

Sianosis

-/-

-/-

Gerak

+/+

+/+

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Darah Rutin
Hasil laboratorium terakhir tanggal 13 Januari 2016
Pemeriksaan
Lekosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
RDW
Eosinofil
Basofil
Neutrofil
Limfosit
Monosit

Hasil
H 12,74
L 3.69
L 7.6
L 30%
88
27
34
298
16.20
L 0.30
0.10
60
30
3.70

Kimia Klinik (Serum)

Satuan
10^3/ul
10^3/ul
g/dl
%
Fl
Pg
g/dl
10^3/ul
%
%
%
%
%
%

Nilai Normal
3,8 10,6
4,4 5,9
13,2 17,3
40 52
80 100
26 34
32 36
150 440
11,5 14,5
24
01
50 70
25 40
2 8

13 Januari 2016
Pemeriksaan
GDS
Ureum
Kreatinin
SGOT
SGPT

V.

Hasil
123
12
0.79
30
12

Satuan
Mg/dL
Mg/dL
Mg/dL
U/L
U/L

Harga normal
< 125
10,00 50,00
0,70 1,10
0-35
0-35

RESUME
Dari anamnesis didapatkan hemetemesis sebanyak 3 x sejak 1 hari
yang lalu. Warna merah kecoklatan, bercampur makanan (+). Dada terasa
nyeri (+), menjalar (-), heart burn (+), tenggorokan sering terasa pahit dan
asam (+), nyeri ulu hati (+), mual (+) , lemas (+).
Melena (+) sejak 1 bulan yang lalu, warna hitam (+), konsistensi
lembek (+). Riwayat yang sama diakui, 8 bulan yang lalu. riwayat sakit
maag diakui, riwayat konsumsi obat anti nyeri dan obat tradisional diakui.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis (+), nyeri
tekan regio epigastrika (+).
Dari

pemeriksaan

penunjang

didapatkan

Leukosit

12.74,

Hemoglobin 7.6.
VI.

DIAGNOSIS BANDING
Hematemesis melena e.c perdarahan saluran cerna bagian atas

VII.

Non variceal

: Ulkus Peptik, Ulkus Duodenum, Ulkus Esofagus

variceal

: sirosis

DIAGNOSIS
Hematemesis-melena e.c susp gastritis ulceratif

VIII.

RENCANA PEMECAHAN MASALAH


Initial Plan
Ip. Dx

Lab : DR, SGOT-SGPT, BUN kreatinin, CT, BT, goldar ; USG;


endoskopi
Ip Tx
Rawat inap
Bed rest
Puasa 8 jam s/d bebas perdarahan
Infus RL 20 tpm
Inj Omeprazole 2x40 mg
Inj. Vit K 1X1 mg
Inj. Cefotaxim 2X1 gr
p/o : sucralfat 3x1 C
Diit cair dingin setelah perdarahan berhenti
Ip Mx
KU TV
Perbaikan KU
Perdarahan (hematemesis-melena)
Ip Ex
Istirahat yang cukup
Puasa 8 jam sampai perdarahan berhenti
Berhenti mengkonsumsi kopi dan makanan pedas
Makan dengan tekstur halus dan mudah dicerna

IX.

PROGRESS NOTE

Tanggal
S

Rabu, 13 Januari 2016


Mual (+), muntah (+) 1X, BAB hitam (+)

KU : baik
Kesadaran : CM
TD 110/80 mmHg
HR : 88 x/menit
RR : 21 x/menit
T : 36,5 oC
Kepala : mesocephal
Mata : Conjungtiva anemis (+/+)
Thorak : Cor BJ I-II regular, konfigurasi jantung normal
Pulmo SDV +/+, ST -/Abdomen : cembung, pekak sisi (+), BU (+)N, supel, nyeri tekan epigastrium (+)
Ekstremitas : oedem, sianosis, akral dingin

Hematemesis-melena e.c gastritis ulceratif


A

Puasa 8 jam s/d bebas perdarahan


Infus RL 20 tpm
Inj Omeprazole 2x1
Inj. Cefotaxim 2X1 gr
p/o : sucralfat 3x1
Diit cair dingin setelah perdarahan berhenti
Transfusi PRC 3 fl, premed diphenhidramin 1 amp.

Tanggal
S

Jumat, 15 Januari 2016


Mual (-), muntah (-), BAB hitam (+) berkurang

KU : baik
Kesadaran : CM
TD 110/80 mmHg
HR : 83 x/m
RR : 23 x/m
T : 36,8C
Kepala : mesocephal
Mata : Conjungtiva anemis (+/+)
Thorak : Cor BJ I-II regular, konfigurasi jantung normal
Pulmo SDV +/+, ST -/Abdomen : cembung, pekak sisi (+), BU (+)N, supel, nyeri tekan epigastrium (+)
Ekstremitas : oedem, sianosis, akral dingin

Hb 9.5
A

Hematemesis-melena e.c gastritis ulceratif

Terapi lanjut

Tanggal
S

Minggu, 17 Januari 2016


TAK, BAB hitam (-)

KU : baik
Kesadaran : CM
TD 115/70 mmHg
HR : 83 x/m
RR : 23 x/m
T : 36,8C
Kepala : mesocephal
Mata : Conjungtiva anemis (-/-)
Thorak : Cor BJ I-II regular, konfigurasi jantung normal
Pulmo SDV +/+, ST -/Abdomen : cembung, pekak sisi (+), BU (+)N, supel, nyeri tekan epigastrium (-)

10

Ekstremitas : oedem, sianosis, akral dingin

Hematemesis-melena e.c gastritis ulceratif

Pasien pulang

TINJAUAN PUSTAKA
HEMATEMESIS MELENA
I. Definisi
Hematemesis adalah muntah darah berwarna hitam seperti bubuk kopi.
Melena adalah buang air besar berwarna hitam seperti ter atau aspal.
Hematemesis menandakan perdarahan saluran cerna bagian atas (di atas
ligamen Treitz).

Melena menandakan darah telah berada dalam saluran

cerna selama minimal 14 jam. Sehingga lebih proksimal lokasi perdarahan,


lebih mungkin terjadi melena. Tanda lain dari perdarahan saluran cerna
adalah hematochezia yaitu buang air besar berwarna merah marun dan
tanda-tanda kehilangan darah atau anemia, seperti sinkope. Hematochezia
biasanya menandakan perdarahan saluran cerna bagian bawah, meskipun
dapat ditemui pula pada lesi SCBA yang berdarah masif dimana transit time
dalam usus yang pendek.

11

Hematemesis melena merupakan keadaan gawat darurat yang sering


dijumpai di tiap rumah sakit di seluruh dunia termasuk Indonesia.
Pendarahan dapat terjadi karena pecahnya varises esofagus, gastritis erosif
atau ulkus peptikum.4
II. Epidemiologi
Penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas yang terbanyak dijumpai
di Indonesia adalah pecahnya varises esofagus dengan rata-rata 45-50 %
seluruh perdarahan saluran cerna bagian atas, kemudian menyusul gastritis
hemoragika dengan 20 - 25%. ulkus peptikum dengan 15 - 20%, sisanya
oleh keganasan, uremia dan sebagainya.4
III. Etiologi

Traumatik

Kelainan esofagus: varises, esofagitis, keganasan.

Kelainan lambung dan duodenum: tukak lambung dan duodenum,


keganasan dan lain-lain.

Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular coagulation),


purpura trombositopenia dan lain-lain.
Varises Esofagus
Perdarahan varises esophagus merupakan proses yang panjang dimulai
dari peningkatan tekanan vena portal, pembentukan kolateral yang kemudian
menjadi varises, dilatasi progresif dari varises, dan berakhir dengan rupture
dan pendarahan. Pembentukan varises memerlukan waktu yang lama,
dengan insiden varises baru per tahun sebesar 5%.
Fakta-fakta diatas memberikan kesimpulan bahwa pengelolaan PVO
merupakan bagian yang terintegrasi dari penanganan penyakit sirosis dengan
hipertensi portal. Penanganan PVO meliputi pengenalan dini terhadap
varises esophagus yang baru terbentuk, pencegahan primer terhadap
serangan perdarahan pertama, mengatasi perdarahan aktif, dan prevensi

12

perdarahan ulang setelah perdarahan pertama terjadi.


Ada beberapa klasifikasi varises esophagus yang dibuat untuk
menentukan keparahan varises yang terjadi dan memprediksi kemungkinan
timbulnya perdarahan di kemudian hari. Palmer dan Brick mengusulkan
penggolongan varises menjadi ringan, sedang, dan berat berdasarkan bentuk,
warna, tekanan, dan panjang varises. Sementara itu Baker mengusulkan
untuk membagi varises menjadi 0, 1+, 2+, dan 3+. Akan tetapi kedua
klasifikasi diatas dibuat dengan menggunakan endoskopi kaku, sehingga
dibuatlah klasifikasi baru oleh Omed dengan menggunakan endoskopi fiber
optic. Klasifikasi ini didasarkan pada pengamatan besar dan bentuk varises.
Bahkan persatuan peneliti hipertensi portal di Jepang menambahkan variable
warna, red color sign, lokasi, dan ada tidaknya erosi. Untuk kemudahan
penggolongan varises, konsensus Inggris dan Beveno I-III menganjurkan
penggunaan klasifikasi seperti berikut
o Tingkat 1 : varises yang kolaps pada saat inflasi esophagus oleh
udara
o Tingkat 2 : varises antara tingkat 1 dan 3
o Tingkat 3 : varises yang cukup untuk menutup lumen esophagus
Gambaran perdarahan pada endoskopi dapat berupa oozing atau
spurting, dimana perdarahan terlihat nyata, atau dapat juga terlihat white
nipple sebagai tanda perdarahan baru. Batasan perdarahan varises adalah
perdarahan dari varises esophagus atau lambung yang tampak pada saat
endoskopi, atau ditemukan adanya varises yang besar dengan darah di
lambung tanpa ditemukan sumber perdarahan lain. Perdarahan dikatakan
bermakna bila membutuhkan transfusi 2 unit dalam 24 jam disertai tekanan
darah dibawah 100 mmHg, atau penurunan tekanan darah > 20 mmHg
dengan perubahan posisi, atau nadi > dari 100 x/mnt.
Gastritis Erosif
Gastritis yaitu peradangan lokal atau menyebar pada mukosa lambung
yang berkembang bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri
13

atau bahan iritan lain.


Lapisan lambung menahan iritasi dan biasanya tahan terhadap asam
yang kuat. Tetapi lapisan lambung dapat mengalami iritasi dan peradangan
karena beberapa penyebab. Gastritis bakterialis biasanya merupakan akibat
dari infeksi oleh Helicobacter pylori (bakteri yang tumbuh di dalam sel
penghasil lendir di lapisan lambung). Tidak ada bakteri lainnya yang dalam
keadaan normal tumbuh di dalam lambung yang bersifat asam, tetapi jika
lambung tidak menghasilkan asam, berbagai bakteri bisa tumbuh di
lambung. Bakteri ini bisa menyebabkan gastritis menetap atau gastritis
sementara.
Gastritis karena stres akut, merupakan jenis gastritis yang paling berat,
yang disebabkan oleh penyakit berat atau trauma (cedera) yang terjadi
secara tiba-tiba. Cederanya sendiri mungkin tidak mengenai lambung,
seperti yang terjadi pada luka bakar yang luas, operasi besar, gagal ginjal,
gagal nafas, penyakit hari yang berat, septicemia atau cedera yang
menyebabkan perdarahan hebat. Gambaran yang sama tentang gasstritis ini
disebut gastritis akut erosif. Kira-kira 90% pasien yang dirawat di ruang
intensif menderita gastritis akut erosif ini.
Gastritis erosif kronis bisa merupakan akibat dari bahan iritan seperti
obat-obatan, terutama aspirin dan obat anti peradangan non-steroid lainnya,
penyakit Crohn, serta infeksi virus dan bakteri. Gastritis ini terjadi secara
perlahan pada orang-orang yang sehat, bisa disertai dengan perdarahan atau
pembentukan ulkus (borok, luka terbuka). Gastritis ini paling sering terjadi
pada alkoholis.
Biasanya penderita gastritis mengalami gangguan pencernaan (indigesti)
dan rasa tidak nyaman di perut sebelah atas. Pada gastritis karena stres akut,
penyebabnya (misalnya penyakit berat, luka bakar atau cedera) biasanya
menutupi gejala-gejala lambung; tetapi perut sebelah atas terasa tidak enak.
Segera setelah cedera, timbul memar kecil di dalam lapisan lambung.
Dalam beberapa jam, memar ini bisa berubah menjadi ulkus. Ulkus dan
gastritis bisa menghilang bila penderita sembuh dengan cepat dari

14

cederanya. Bila penderita tetap sakit, ulkus bisa membesar dan mulai
mengalami perdarahan, biasanya dalam waktu 2-5 hari setelah terjadinya
cedera. Perdarahan menyebabkan tinja berwarna kehitaman seperti aspal,
cairan lambung menjadi kemerahan dan jika sangat berat, tekanan darah bisa
turun. Perdarahan bisa meluas dan berakibat fatal. Pada sebagian besar
kasus, gejalanya amat ringan bahkan asimptomatis. Keluhan itu misalnya
nyeri pada ulu hati yang biasanya ringan.
Gejala dari gastritis erosif kronis berupa mual ringan dan nyeri di perut
sebelah atas. Tetapi banyak penderita (misalnya pemakai aspirin jangka
panjang) tidak merasakan nyeri. Penderita lainnya merasakan gejala yang
mirip ulkus, yaitu nyeri ketika perut kosong. Jika gastritis menyebabkan
perdarahan dari ulkus lambung, gejalanya bisa berupa tinja berwarna
kehitaman seperti aspal (melena), serta muntah darah (hematemesis) atau
makanan yang sebagian sudah dicerna, yang menyerupai endapan kopi.
Gejala lainnya dari gastritis kronik adalah anoreksia, mual-muntah, diare,
sakit epigastrik dan demam. Perdarahan saluran cerna yang tak terasa sakit
dapat terjadi setelah penggunaan aspirin.
Diet pada gastritis
Diet pada penderita gastritis adalah diet lambung. Prinsip diet pada
penyakit lambung bersifat ad libitum, yang artinya adalah bahwa diet
lambung

dilaksanakan

berdasarkan

kehendak

pasien.

Prinsip

diet

diantaranya pasien dianjurkan untuk makan secara teratur, tidak terlalu


kenyang dan tidak boleh berpuasa. Makanan yang dikonsumsi harus
mengandung cukup kalori dan protein (TKTP) namun kandungan
lemak/minyak, khususnya yang jenuh harus dikurangi. Makanan pada diet
lambung harus mudah dicernakan dan mengandung serat makanan yang
halus (soluble dietary fiber). Makanan tidak boleh mengandung bahan yang
merangsang, menimbulkan gas, bersifat asam, mengandung minyak/ lemak
secara berlebihan, dan yang bersifat melekat. Selain itu, makanan tidak
boleh terlalu panas atau dingin.

15

Beberapa makanan
yang

berpotensi

menyebabkan

gastritis

antara

garam,

lain

alkohol, rokok, kafein


yang

dapat

16

ditemukan dalam kopi, teh hitam, teh hijau, beberapa minuman ringan (soft
drinks), dan coklat. Beberapa macam jenis obat juga dapat memicu
terjadinya gastritis. Garam dapat mengiritasi lapisan lambung. Beberapa
penelitian menduga bahwa makanan begaram meningkatkan resiko
pertumbuhan infeksi Helicobacter pylori. Gastritis juga biasa terjadi pada
alkoholik. Perokok berat dan mengkonsumsi alkohol berlebihan diketahui
menyebabkan gastritis akut. Makanan yang diketahui sebagai iritan, korosif,
makanan yang bersifat asam dan kopi juga dapat mengiritasi mukosa
labung.
Tukak Peptik
Tukak peptik adalah suatu penyakit terkait asam lambung yang dapat
menyebabkan luka hingga bagian muskularis mukosa lambung atau
duodenum.
ETIOLOGI
Ada beberapa penyebab terjadinya tukak peptik, yaitu:
1. Infeksi Helicobacter pylori (HP)
2. Penggunaan NSAID
3. Hipersekresi Asam Lambung
4. Kondisi Stress-Related Erosive Syndrome (SRES)
FAKTOR RESIKO
1. Pasien dengan sejarah penyakit tukak peptik, pendarahan GI bagian atas,
komplikasi akibat NSAID, atau penggunaan ulcerogenic medications
(seperti kortikosteroid) atau antikoagulan yang meningkatkan risiko
pendarahan (seperti warfarin dan clopidogrel) berisiko besar menyebabkan
tukak peptik.

17

2. Usia, kebiasaan merokok, alkohol, dan penyakit kardiovaskular dapat


meningkatkan risiko komplikasi GI dengan NSAID.
3. Beberapa makanan seperti kopi, teh, soda, minuman beralkohol, susu, dan
makanan

rempah

dapat

menaikkan

sekresi

asam

lambung

dan

menyebabkan dispepsia.
4. Faktor genetik dapat berisiko menyebabkan tukak peptik, namun belum
diketahui secara jelas.
5. Penderita Zollinger-Ellisons syndrome (ZES)
PATOFISIOLOGI
Tukak petik terjadi akibat ketidakseimbangan faktor penyerang (asam lambung
dan pepsin) dan mekanisme yang menjaga integritas mukosa (pertahanan dan
perbaikan mukosa).
Asam lambung (HCl) dihasilkan oleh sel-sel parietal. Sel ini memiliki reseptor
histamin, gastrin, dan asetilkolin (ACh). Sekresi asam diukur dalam beberapa
parameter: basal acid output (BAO), maximal acid output (MAO), dan sekresi
sebagai respon dari adanya makanan. Rasio BAO:MAO merepresentasikan
kelebihan sekresi asam lambung. Pepsinogen, yang disekresi oleh chief cell,
diaktifkan menjadi pepsin oleh produksi asam (pH 1,8 3,5). Pepsin memiliki
aktivitas proteolitik yang dapat mengakibatkan tukak.
Pertahanan mukosa meliputi sekresi mukus dan bikarbonat, pertahanan sel epitel
intrinsik, dan mucosal blood flow. Mukosa mengalami perbaikan setelah terjadi
luka dengan cara regenerasi. Kedua proses tersebut dibantu oleh prostaglandin
(PG).
HP adalah bakteri aerofilik yang menempati ruang antara lapisan mukus dan
permukaan sel epitel. HP memproduksi urease dalam jumlah besar, yang
menghidrolisis urea menjadi amonia dan CO2 dalam lambung. Infeksi HP
menigkatkan sekresi asam lambung melalui mekanisme yang melibatkan sitokin
(seperti TNF-).

18

NSAID menyebabkan kerusakan mukosa saluran cerna melalui dua mekanisme:


iritasi topikal, dan inhibisi sistemik sintesis PG. Siklooksigenase (COX) berperan
dalam pembentukan PG. COX terdapat dalam dua bentuk: COX-1 dan COX-2.
COX-1 menghasilkan PG yang dapat melindungi mukosa saluran cerna,
sedangkan COX-2 merupakan enzim yang merespon stimulus inflamasi dan
menghasilkan PG yang berhubungan dengan inflamasi. Penghambatan COX-1
dapat menyebabkan penurunan agregasi platelet dan terjadinya pendarahan
mukosa saluran cerna.
Komplikasi yang dapat terjadi dari tukak peptik adalah pendarahan akibat erosi
bagian ulkus hingga ke arteri, perforasi, penetrasi hingga ke struktur sekitar
saluran cerna (pankreas, empedu, hati), dan obstruksi akibat luka atau udem.
TANDA DAN GEJALA
Tanda-tanda dan gejala tukak peptik bervariasi, tergantung tingkat keparahan dan
komplikasi yang terjadi. Secara umum gejalanya berupa rasa sakit epigastrik, dan
dapat juga terjadi komplikasi akut pada saluran cerna bagian atas. Pada tukak
duodenal, rasa sakit dapat terjadi 1 hingga 3 jam setelah makan. Sedangkan pada
tukak gastrik, rasa sakit langsung terasa ketika makanan masuk. Dapat juga terjadi
nyeri abdominal dan dyspepsia.
Untuk tukak peptik kronis, tanda dan gejalanya yaitu:
1. Penurunan berat badan disertai mual, muntah, dan anoreksia.
2. Komplikasi meliputi pendarahan, perforasi, penetrasi, atau obstruksi.
3. Sakit abdominal (umumnya epigastrik) disertai perasaan terbakar, perut
terasa penuh, kram.
4. Sakit nokturnal yang dapat membangunkan penderita sekitar pukul 24.00
03.00
5. Periode ketidaknyamanan biasanya terjadi selama seminggu hingga
beberapa minggu, diikuti dengan periode bebas sakit (dapat bertahan

19

berminggu-minggu hingga bertahun-tahun). Tingkat keparahan rasa sakit


tukak bervariasi pada setiap individu, dan dapat terjadi musiman.
6. Perubahan karakteristik sakit yang dapat timbul akibat komplikasi.
7. Heartburn, sendawa, dan bloating saat sakit.
DIAGNOSIS
Diagnosis tukak peptik terdiri atas uji endoskopik dan non-endoskopik. Diagnosis
infeksi HP dapat dilakukan dengan beberapa pengujian, sedangkan untuk tukak
peptik selain akibat infeksi HP lebih sederhana.
Pengujian untuk HP, dapat dilakukan secara endoskopik maupun
nonendoskopik.
Pada pengujian endoskopik, sampel jaringan diambil dari tiga lokasi dari lambung
untuk uji histologi, kultur, dan menganalisis aktivitas urease. Uji histologi
dilakukan untuk mengetahui klasifikasi keparahan gastritis, sedangkan kultur
dilakukan untuk menentukan terapi yang sesuai dan atau adanya resistensi
antibiotik, dan uji aktivitas urease dilakukan untuk mendeteksi adanya HP.
Pengujian non endoskopik meliputi uji deteksi antibodi serologi, urea breath test
(UBT), dan stool antigen test. Uji serologi mendeteksi antibodi yang dihasilkan
akibat infeksi HP. UBT didasarkan pada aktivitas urease dari HP, dimana pasien
akan menghirup urea yang kemudian diuraikan menjadi amonia dan bikarbonat.
Bikarbonat yang dihasilkan akan terabsorpsi ke dalam darah dan diekskresikan
melalui nafas. Jumlah bikarbonat yang dihasilkan kemudian dihitung. Stool
antigen test dilakukan untuk mendeteksi antigen HP pada feses.
Radiologi dan Endoskopi
Diagnosis tukak peptik dengan cara visualisasi luka tukak dapat dilakukan dengan
radiografi atau endoskopi. Radiografi digunakan sebagai prosedur diagnostik awal
pada pasien yang suspek tukak peptik karena metode ini lebih murah dan lebih
aman. Tetapi, jika terjadi komplikasi atau jika diinginkan diagnosis yang akurat,
dapat dilakukan endoskopi bagian atas.
Uji laboratorium

20

Uji laboratorium dapat mendukung diagnosis tukak peptik. Pengujian ini antara
lain studi sekresi asam lambung, konsentrasi gastrin serum puasa, nilai hematokrit
dan hemoglobin (umumnya rendah).
TERAPI NON FARMAKOLOGI
Pengaturan pola makan dan pola hidup
Langkah awal adalah dengan mengkonsumsi sedikit makanan tetapi berulang
(sering). Tukak dapat dicegah dengan mengkonsumsi makanan secara teratur.
Pasien juga harus menghindari makanan dan minuman yang menyebabkan
dispepsia atau dapat merangsang terjadinya tukak, misalnya makanan pedas,
asam, kafein, dan alkohol. Pasien dianjurkan cukup istirahat dan menghindari atau
mengurangi stress.
Menghindari merokok
Merokok dapat memicu pengeluaran asetilkolin yang dapat mempengaruhi
pelepasan histamin di sel parietal sehingga meningkatkan sekresi asam lambung.
Pembedahan
Penderita yang tidak memberikan respon terhadap terapi medik atau mengalami
komplikasi lain seperti perforasi perdarahan atau obstruksi diobati secara
pembedahan.
TERAPI FARMAKOLOGI
Pengobatan Akibat HP
Tujuan utama terapi HP adalah sepenuhnya membasmi organisme menggunakan
antibiotik yang efektif dengan beberapa regimen terapi. Umumnya menggunakan
terapi kombinasi, yaitu:
Regimen 2 obat: Klaritromisin + PPI / RBC (Ranitidin Bismuth Citrate), atau
Amoksisilin + PPI
Regimen 3 obat: 2 Antibiotik + PPI atau 2 Antibiotik + RBC
Regimen 4 obat: 2 Antibiotik + BSS (Bismuth Subsalisilat) + PPI / H2RA.
Pengobatan Akibat Induksi NSAID
Sasaran terapi adalah menghilangkan nyeri tukak, mengobati ulkus, mencegah
kekambuhan dan mengurangi komplikasi yang berkaitan dengan tukak.
Obat-obatan yang digunakan dalam terapi tukak peptik yaitu H2RA, PPI, kelator

21

dan senyawa kompleks, analog PG, antimuskarinik, dan antibiotik.


1. Antagonis Reseptor H2 (H2RA H2 Reseptor Antagonist)
Terapi menggunakan antagonis reseptor histamin H2 merupakan terapi yang
digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung berlebih. Mekanisme aksi
obat golongan antagonis reseptor histamin H2 yaitu dengan cara mem-blok kerja
dari histamin atau berkompetisi dengan histamin untuk berikatan dengan reseptor
H2 pada sel parietal sehingga mengurangi sekresi asam lambung.
Ada 4 antagonis reseptor histamin H2 yang sering digunakan dalam pengobatan
tukak peptik, yaitu simetidin, ranitidin, famotidin, dan nizatidin.
2. Penghambat pompa Proton (PPI Proton Pump Inhibitor)
Penghambat pompa proton mengurangi sekresi asam dengan jalan menghambat
enzim adenosin trifosfat hidrogen kalium (pompa proton) secara efektif dalam selsel parietal lambung. Penghambat pompa proton merupakan pengobatan jangka
pendek yang efektif untuk tukak lambung dan duodenum. Selain itu penghambat
pompa proton juga digunakan dalam kombinasi dengan antibiotik untuk eradikasi
HP.
Contoh obat golongan PPI adalah omeprazol, lansoprazol, pantoprazol,
rabeprazol, dan esomeprazol.
3. Kelator dan senyawa kompleks
Sucralfat merupakan obat lain untuk tukak lambung dan usus. Mekanisme
kerjanya melindungi mukosa dari serangan pepsin asam. Senyawa ini merupakan
kompleks alumunium hidroksida dan sukrosa sulfat.
4. Analog Prostaglandin
Misoprostol merupakan suatu analog PG sintetik yang memiliki sifat antisekresi
dan proteksi, mempercepat penyembuhan tukak lambung dan duodenum.
Senyawa ini dapat mencegah terjadinya tukak karena NSAID. Penggunaanya
sesuai untuk pasien lemah atau lanjut usia, dimana penggunaan NSAID tidak
dapat dihentikan.
5. Antimuskarinik
ACh dapat mempengaruhi pelepasan histamin di sel parietal sehingga
meningkatkan

sekresi

asam

lambung.

22

Pirenzepin

adalah

suatu

obat

antimuskarinik yang selektif yang telah digunakan untuk mengobati tukak


lambunng dan tukak duodenum. Pirenzepin akan menghambat aktivitas asetilkolin
yakni menghambat meningkatkan sekresi asam lambung.
6. Antibiotik
Amoksisilin
Amoksisilin merupakan bakterisid turunan penisilin yang memiliki efek spektrum
luas. Mekanisme kerjanya yakni menghambat sintesis dinding sel bakteri. Sintesa
dinding sel terganggu sehingga dinding sel yang terbentuk kurang sempurna dan
tidak tahan terhadap tekanan osmotik dari plasma (dalam sel) sehingga akibatnya
sel pecah dan bakteri akan mati.
Tetrasiklin
Tetrasiklin merupakan bakteriotatik yang bekerja menghambat sintesa protein
dengan berikatan pada ribosomal subunit 30S sehingga menghambat ikatan
aminoasil-tRNA ke sisi A pada kompleks ribosomal. Hambatan ikatan ini
menyebabkan hambatan sintesis ikatan peptida.
Klaritromisin
Klaritromisin merupakam antibiotik golongan makrolida. Mekanisme kerjanya
menghambat sintesa protein pada subunit 50S ribosom.
Metronidazol
Metronidazol merupakan antimikroba yang memiliki aktivitas yang sangat baik
terhadap bakteri anaerob dan protozoa. Mekanisme kerjanya yakni berinteraksi
dengan DNA bakteri menyebabkan perubahan struktur heliks DNA dan putusnya
rantai sehingga sintesa protein dihambat dan mengakibatkan kematian sel.
ALGORITMA

23

IV. Patofisiologi

Varises esofagus
terjadi jika aliran darah menuju hati terhalang(pada sirosis hepatis
Aliran tersebut akan mencari jalanataupun gagal jantung kongestif)
ke pembuluh darah di esofagus, lambung, atau rektum yang lebihlain
kecil dan lebih mudah pecah. Tidak imbangnya antara tekanan aliran
darah

dengan

kemampuan

pembuluh

darah

mengakibatkan

pembesaran pembuluh darah (varises).

gastritis
inflamasi (pembengkakan) dari mukosa lambung termasuk gastritis
erosiva yang disebabkan oleh iritasi, refluks cairan kandung empedu
dan pankreas, haemorrhagic gastritis, infectious gastritis, dan atrofi
mukosa lambung. Inflamasi ini mengakibatkan sel darah putih menuju
ke dinding lambung sebagai respon terjadinya kelainan pada bagian

24

tersebut. Mekanisme kerusakan mukosa pada gastritis diakibatkan oleh


ketidakseimbangan antara faktor-faktor pencernaan, seperti asam
lambung dan pepsin dengan produksi mukous, bikarbonat dan aliran
darah. Banyak hal yang dapat menjadi penyebab gasttritis. Beberapa
penyebab utama dari gastritis adalah Infeksi, iritasi dan reaksi
autoimun.
V. Diagnosis
Anamnesis
Dilakukan anmnesis yang teliti dan bila keadaan umum penderita lemah atau
kesadaran menurun maka dapat diambil aloanamnesis. Perlu ditanyakan riwayat
penyakit hati kronis, riwayat dispepsia, riwayat konsumsi NSAID, obat
rematik, jamu, alkohol, obat untuk penyakit jantung, stroke. Kemudian
ditanya riwayat penyakit ginjal, riwayat penyakit paru dan adanya
perdarahan di tempat lainnya. Riwayat muntah-muntah sebelum terjadinya
hematemesis sangat mendukung kemungkinan sindroma Mallory-Weiss.
Biasanya pada perdarahan saluran cerna bagian atas yang disebabkan pecahnya varises
esofagus tidak dijumpai adanya keluhan rasa nyeri atau pedih di daerah epigastrium
dan gejala hematemesis timbul secara mendadak. Dari hasil anamnesis sudah
dapat diperkirakan jumlah perdarahan yang keluar dengan memakai takaran yang praktis
seperti berapa gelas, berapa kaleng dan lain-lain
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik penderita perdarahan saluran cerna bagian atas yang perlu
diperhatikan adalah keadaan umum, kesadaran, nadi, tekanan darah, tandatanda anemia dan gejala-gejala hipovolemik agar dengan segera diketahui keadaan yang
lebih serius seperti adanya rejatan atau kegagalan fungsi hati. Disamping itu
dicari tanda-tanda hipertensi portal dan sirosis hepatis, seperti spider naevi,
ginekomasti,eritema

palmaris,

caput

medusae,

hepatosplenomegali dan edema tungkai.


Perdarahan
<8%

Hemodinamik
Stabil

25

adanya

kolateral,

asites,

8 15 %
Hipotensi ortostatik
15 25 %
Shock
25 40 %
Shock + penurunan kesadaran
> 40 %
Moribund
Pemeriksaan fisik lain yang penting yaitu mencari stigmata penyakit hati
kronis (ikterus, spider naevi, asites, splenomegali, eritema palmaris, edema
tungkai), massa abdomen, nyeri abdomen, rangsangan peritoneum, penyakit
paru, penyakit jantung, rematik, dll. Colok dubur untuk menilai warna feses
memiliki nilai prognostik.
Warna aspirat NGT dapat membantu memprediksi mortalitas pasien.
Aspirat putih keruh meandakan perdarahan tidak aktif, aspirat merah marun
menandakan perdarahan masif, sangat mungkin perdarahan arteri. Namun
sekitar 30 % perdarahan tukak duodeni menunjukkan aspirat jernih pada
NGT.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium seperti kadar hemoglobin, hematokrit,
leukosit,sediaan darah hapus, golongan darah dan uji fungsi hati segera dilakukan secara
berkala untuk dapat mengikuti perkembangan penderita.
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan dengan pemeriksaan esofagogram
untuk daerah esofagus dan diteruskan dengan pemeriksaan double contrast pada
lambung dan duodenum. Pemeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi
terutama pada daerah 1/3 distal esofagus, kardia dan fundus lambung
untuk mencari ada/tidaknya varises. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan
dianjurkan pemeriksaan radiologik ini sedini mungkin, dan sebaiknya segera setelah
hematemesis berhenti.
Pemeriksaan endoskopik
Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendoskop, maka pemeriksaan secara
endoskopik menjadi sangat penting untuk menentukan dengan tepat tempat asal
dan sumber perdarahan. Keuntungan lain dari pemeriksaan endoskopik
adalah dapat dilakukan pengambilan foto untuk dokumentasi, aspirasi

26

cairan, dan biopsi untuk pemeriksaan sitopatologik. Pemeriksaan


endoskopi selain merupakan prosedur diagnostik dapat dipakai juga
untuk terapi, dan merupakan gold standard untuk diagnostik perdarahan
SCBA. Prosedur ini bukan prosedur emergensi, dapat dilakukan dalam
12-24 jam setelah pasien masuk dan hemodinamik stabil.
Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati
Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat mendeteksi
penyakit hati kronik seperti sirosis hati yang mungkin sebagai penyebab perdarahan
saluran cerna bagian atas. Pemeriksaan ini memerlukan peralatandan
tenaga khusus yang sampai sekarang hanya terdapat dikota besar saja.
VI. Diagnosis Banding
Hemoptoe, hematoskezia
VII. Terapi
Tindakan umum :
Penilaian dan resusitasi ABC jika perlu. Untuk pasien risiko tinggi :
-

IV line minimal 2, dengan kateter besar minimal no 18. Hal ini untuk
kepentingan transfusi.

Pemasangan CVP

Oksigen sungkup/kanul. Bila perlu intubasi.

Monitor intake-output dengan kateter urine.

Monitor tekanan darah, nadi, saturasi oksigen dan keadaan lain sesuai
komorbid.

Bilas lambung untuk mempermudah tindakan endoskopi.

Transfusi untuk mempertahankan hematokrit > 25%

Vitamin K

Obat penekan sintesa asam lambung (PPI)

Terapi lain sesuai komorbid

Pemasangan pipa naso-gastrik

27

Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan


lambung, lavage (kumbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-obatan.
Pemberian air pada kumbah lambung akan menyebabkan vasokontriksi lokal sehingga
diharapkan terjadi penurunan aliran darah di mukosa lambung, dengan
demikian

perdarahan

akan

berhenti.

Kumbah

lambung

ini

akan

dilakukanberulang kali memakai air sebanyak 100- 150 ml sampai cairan aspirasi
berwarna jernih dan bila perlu tindakan ini dapat diulang setiap 1-2
jam.Pemeriksaan endoskopi dapat segera dilakukan setelah cairan aspirasi
lambung sudah jernih
Pemberian pitresin (vasopresin)
Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per
infusakan mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga
menurunkan tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan perdarahan varises dapat
berhenti. Perlu diingat bahwa pitresin dapat menrangsang ototpolos sehingga
dapat terjadi vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-hati dengan
pemakaian obat tersebut terutama pada penderita penyakit jantung iskemik. Karena itu
perlu pemeriksaan elektrokardiogram dan anamnesis terhadap kemungkinan
adanya penyakit jantung koroner/iskemik
Pemasangan balon SB Tube
Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan akibat
pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah penderita tenang
dan kooperatif, sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan makna
pemakaian alat tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan kerja ikutan yang dapat
timbul pada waktu dan selama pemasangan..
Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan pemakaian SB tube inidalam
menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas akibat pecahnyavarises esofagus.
Komplikasi pemasangan SB tube yang berat seperti laserasidan ruptur esofagus,
obstruksi jalan napas tidak pernah dijumpai.

28

Pemakaian bahan sklerotik


Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 %sebanyak 3
ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikandipermukaan varises
kemudian ditekan dengan balon SB tube. Tindakan initidak memerlukan narkose
umum dan dapat diulang beberapa kali. Carapengobatan ini sudah mulai
populer dan merupakan salah satu pengobatanyang baru dalam menanggulangi
perdarahan saluran makan bagian atas yangdisebabkan pecahnya varises esofagus
Tindakan operasi
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami kegagalandan
perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan operasi .Tindakan operasi
yang basa dilakukan adalah : ligasi varises esofagus,transeksi esofagus, pintasan
porto-kaval. Operasi efektif dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan
berhenti dan fungsi hati membaik.
Varises Esofagus
Sama halnya dengan kasus kegawatan lainnya, hal yang pertama
dilakukan dalam menangani pasien PVO adalah memastikan patensi jalan
nafas, mencegah aspirasi, dan resusitasi cairan termasuk transfusi bila
diperlukan. Perlu diingat overtransfusi pada kasus PVO dapat meningkatkan
tekanan porta dan perburukan control perdarahan, sehingga transfusi harus
dievaluasi secara cermat. Pemberian antibiotic berspektrum luas ternyata
secara bermakna mengurangi resiko infeksi dan menurunkan mortalitas. Jika
memungkinkan, dapat dilakukan endoskopi segera untuk menentukan
sumber perdarahan dan memberikan terapi secara tepat. Apabila perdarahan
masih berlangsung dan besar kecurigaan adanya hipertensi portal, dapat
diberikan obat vasopressin IV dalam dosis 0,1-1 U/menit ditambah
nittrogliserin IV 0,3 mg/mnt untuk mengurangi efek konstriksi pada
jantung dan pembuluh darah perifer. Octeotrid, suatu analog somatostatin,
dapat menurunkan tekanan portal tanpa menimbulkan efek samping seperti
vasopressin. Obat ini diberikan secara bolus IV 50-100 mcg dilanjutkan

29

dengan drip 25-200 mcg/jam.


Penatalaksanaan definitive yang
utama adalah dengan ligasi varises
secara endoskopik (LVE). Apabila
LVE

sulit

dilakukan

karena

perdarahan yang massif dan terus


berlangsung, atau teknik yang tidak
memungkinkan,

maka

dapat

dilakukan skleroterapi endoskopik (STE). STE adalah menyuntikan zat


sklerosan (1,5% sodium tetradecyl sulfate atau 5% ethanolamine oleat) ke
daerah varises dengan harapan pembuluh darah yang melebar tersebut
tertutup dan perdarahan berhenti. Kondisi akan semakin sulit bila pada
endoskopi juga ditemukan varises gaster.
Apabila

endoskopi

tidak

memungkinkan,

maka

obat-obat

vasokonstriktor seperti dijelaskan sebelumnya atau pemasangan balon


tamponade (Sangestaken-Blakemore tube) dapat dikerjakan sampai terapi
definitive dapat dilakukan.
Balloning
Pada kasus-kasus dimana endoskopi
tidak dapat menghentikan perdarahan,
jalan terakhir adalah dilakukan tindakan
bedah

Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunt (TIPS).

30

Tindakan ini hampir pasti dapat


mengatasi perdarahan,
namun

pada

penderita
penyakit
dan

dengan
hati

lanjut

kegagalan multiorgan dapat


menimbulkan bahaya ensefalopati
sampai kematian

PROFILAKSIS PRIMER (MENCEGAH PERDARAHAN PERTAMA)


Pencegahan perdarahan varises merupakan tujuan utama pengelolaan
sirosis, seiring dengan data yang memperlihatkan peningkatan mortalitas
karena perdarahan aktif dan menurunnya survival secara progresif sesuai
dengan indeks perdarahan.
Apabila pada pasien sirosis ditemukan varises tingkat 3, pasien harus
mendapatkan profilaksis primer tanpa melihat beratnya gangguan faal hati.
Pasien dengan varises tingkat 2 pun perlu mendapatkan profilaksis primer
jika gangguan faal hatinya Child kelas B atau C.
Kategori
1
2
Ensefalopati
I/II
III/IV
Asites
Ringan-sedang
Berat
Bilirubin (mMol/l) < 34
34-51
>51
Albumin (g/l)
>35
28-35
<28
INR
<1,3
1,3-1,5
>1,5
Skor Child-Pugh. Kelas A= <6, Kelas B= 7-9, Kelas C= >10

Profilaksis primer dapat dilakukan dengan medikamentosa berupa beta


bloker (propranolol, atenolol, atau nadolol). Propranolol bekerja sebagai
vasokonstriktor arteriol mesenterika sehingga diharapkan dapat menurunkan
31

tekanan portal. Dosis dimulai dengan 2 x 40 mg/hari, kemudian dinaikan


menjadi 2 x 80 mg. penggunaan beta bloker long acting dapat memperbaiki
ketaatan. Pada kasus dimana beta bloker menjadi kontraindikasi, LVE
menjadi pilihan utama. Apabila beta bloker dan LVE tidak dapat digunakan,
maka dapat diberikan isosorbide mononitrat sebagai pilihan utama dengan
dosis 2 x 20 mg. terapi kombinasi antara beta bloker dengan isosorbide
mononitrate secara bermakna dapat menekan perdarahan lebih baik
dibandingkan dengan beta bloker tunggal, tetapi tidak berbeda dalam angka
mortalitas.
PROFILAKSIS SEKUNDER (MENCEGAH PERDARAHAN ULANG)
Terapi endoskopi (LVE dan STE) secara berkala dapat mengeradikasi
varises, menekan perdarahan ulang, dan memperbaiki survival pasien
sirosis, tetapi terbatas pada pasien dengan Child score A dan B. sementara
pasien dengan Child score C, saat ini belum ada pilihan pengobatan yang
dapat memperbaiki survival. Beberapa modalitas yang dapat digunakan
sebagai profilaksis sekunder adalah LVE, STE, beta bloker, isosorbide
mononitrat,

dan

terakhir

adalah

TIPS.

Kombinasi

terapi

antara

medikamentosa dengan endoskopi, dalam beberapa penelitian terakhir,


dikatakan lebih baik daripada terapi tunggal. Tentunya pemilihan modalitasmodalitas diatas tetap mempertimbangkan tersedianya sarana, tenaga ahli,
dan kondisi pasien secara keseluruhan.
Gastritis Erosif
Gastritis erosif kronis bisa diobati dengan antasid. Penderita sebaiknya
menghindari obat tertentu (misalnya aspirin atau obat anti peradangan nonsteroid lainnya) dan makanan yang menyebabkan iritasi lambung.
Misoprostol mungkin bisa mengurangi resiko terbentuknya ulkus karena
obat anti peradangan non-steroid. Untuk meringankan penyumbatan di
saluran keluar lambung pada gastritis eosinofilik, bisa diberikan
kortikosteroid atau dilakukan pembedahan.

32

Untuk memprediksi perdarahan ulang serta mortalitas :


Variable
Age (y)
<60
60-79
>80
Shock
None
Tachycardia
Hypotension (SBP <100mmHg)
Comorbidity
None
CAD, CHF, other major
Renal failure, liver failure, malignancy
Diagnosis
Mallory-Weiss or no lesion observed
All other diagnoses
Malignant lesions
Stigmas of recent hemorrhage
None or spot in ulcer base
Blood in GIT, clot, visible or spurting vessel in ulcer base
Untuk pasien dengan skor >4 harus dilakukan penanganan secara tim
melibatkan IPD, Bedah, ICU, Radiologi dan laboratorium.
Pencegahan perdarahan ulang
1. Varises esofagus
-

Terapi medikamentosa dengan betabloker nonselektif

Terapi endoskopi dengan skleroterapi atau ligasi

2. Tukak peptik
-

Tukak gaster PPI selama 8-12 minggu dan tukak duodeni PPI 6-8
minggu

Eradikasi helicobacter pylori

Bila pasien perlu NSAID ganti dulu dengan analgetik, kemudian


pilih NSAID selektif + PPI atau misoprostol

Realimentasi tergantung hasil endoskopi. Pasien bukan risiko tinggi


dapat diet segera setelah endoskopi, pasien dengan risiko tinggi puasa antara

33

Score
0
1
2
0
1
2
0
2
3
0
1
2
0
2

24-48 jam, kemudian diberikan makanan secara bertahap.


Sebagian besar pasien pulang pada hari ke 1-4 perawatan. Bila tidak ada
komplikasi, perdarahan telah berhenti dan hemodinamik stabil serta risiko
perdarahan ulang rendah pasien dapat dipulangkan. Perlu ditambahkan
preparat Fe bila pasien pulang dalam keadaan anemis.
VIII. Komplikasi
Syok hipovolemik, aspirasi pneumonia, gagal ginjal akut. sindrom
hepatorenal koma hepatikum, anemia karena perdarahan.
IX. Prognosis
Pada umumnya penderita dengan perdarahan saluran cerna bagian atas yang
disebabkan pecahnya varises esofagus mempunyai faal hati yang buruk/terganggu
sehingga setiap perdarahan baik besar maupun kecil mengakibatkan kegagalan hati yang
berat. Banyak faktor yang mempengaruhi prognosis penderita seperti faktor umur,
kadar Hb, tekanan darah selama perawatan, dan lain-lain. Hasil penelitian
menunjukan bahwa angka kematian penderita dengan perdarahan saluran makan
bagian atas dipengaruhi oleh faktor kadar Hb waktu dirawat, terjadi/tidaknya
perdarahan ulang, keadaan hati, seperti ikterus, ensefalopati dan golongan
menurut kriteria Child. Mengingat tingginya angka kematian dan sukarnya dalam
menanggulangi perdarahan sakuran makan bagian atas maka perlu dipertimbangkan
tindakanyang bersifat preventif terutama untuk mencegah terjadinya sirosis hati.

34

Daftar Pustaka
1. Adi, Pangestu. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Pengelolaan
Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM. 2007. hal 289-292
2. Banez, VP. Upper Gastrointestinal Bleeding. In : Ong WT, Ong ALR,
Nicolasora NP. Medicine Blue Book 5th Edition. Mandaluyong City :
Cacho Hermanos Inc 2001. p 63-65.
3. Djumhana, HA. Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian Atas. In : Course
on Medical Emergencies and Treatment. Bandung : Pusat Informasi Ilmiah
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK Unpad/RSHS 2007. p 71-80.
4. Laine, L. Gastrointestinal Bleeding. In : Kasper DL, Braunwald E, et al.
Harrisons Principles of Internal Medicine 16th Edition. New York :
McGraw-Hill 2005. p 235-238.
5. PAPDI. Panduan Pelayanan Medik, Hematemesis Melena. Jakarta : Interna
Publishing. 2009. hal 305-306
6. Perngaraben, Tarigan. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Pengelolaan
Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM. 2007. hal 338-344

35

LAPORAN KASUS
SEORANG LAKI-LAKI 61 TAHUN DENGAN HEMATEMESISMELENA
Untuk memenuhi tugas Stase Komprehensif
di RSI Muhammadiyah Kendal

Disusun Oleh :
Fitria Wijayanti
H2A010019
Pembimbing :
dr. Fatimah Azzahra

STASE KOMPREHENSIF
RSI MUHAMMADIYAH KENDAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SEMARANG
2016

36

You might also like