You are on page 1of 19

Nama Batuan : Rijang

Petrogenesa : Dari hasil pengamatan batuan ini merupakan batuan sediment non
karbonat (sediment silika) dengan nama batuan rijang dengan tekstur non klastik ,
warna arbsorbsi orange dan warna interferensi keabu-abuan batuan ini tersusun atas
material berupa cangkang radiolarian, kuarsa dan semen silika. Rijang adalah batuan
sedimen silikaan berbutir halus. Batuan keras, kompak yang terbentuk oleh kristal
kuarsa berukuran lanau (mikrokuarsa) dan kalsedon, sebuah bentuk silika yang terbuat
dari serat memancar dengan panjang beberapa puluh hingga ratusan mikrometer.
Di atas lantai laut dan danau, kerangka silikaan dari organisme mikroskopik
terakumulasi membentuk ooze silikaan. Organisme ini adalah diatom, terdapat di danau
dan mungkin juga terakumulasi dalam kondisi laut, meskipun radiolaria lebih umum
sebagai komponen utama ooze silikaan di laut. Radiolaria adalah zooplankton (hewan
mikroskopik dengan gaya hidup planktonik) dan diatom adalah fitoplankton (tanaman
mengambang bebas dan alga). Kemudian menstabil dan terekristalisasi membentuk
silika calsedon. Rijang yang terbentuk dari ooze sering berlapis tipis dengan lapisan
yang disebabkan oleh variasi jumlah material semen berukuran lempung. Rijang ini
sangat umum dalam lingkungan laut dalam.
Beberapa rijang adalah hasil diagenesis , terbentuk oleh penggantian mineral lain oleh
air kaya silika yang mengalir melalui batuan. Umumnya mengganti batugamping (contoh
sebagai batuapi / flint dalam kapur). Batuan ini berasosiasi dengan endapan geosiklin
(subduction Zone) serpih dan bijih besi. Batuan biasanya digunakan sebagai koleksi dan
batuan hiasan

Rijang

Rijang atau batu api (Bahasa Inggris: flint atau flintstone) adalah batuan
endapan silikat kriptokristalin dengan permukaan licin (glassy). Disebut "batu api" karena jika diadu
dengan baja atau batu lain akan memercikkan bunga api yang dapat membakar bahan kering.
Rijang biasanya berwarna kelabu tua, biru, hitam, atau coklat tua. Rijang terutama ditemukan dalam
bentuk nodul pada batuan endapan seperti kapuratau gamping. Sejak Zaman Batu, rijang banyak
dipergunakan untuk membuat senjata dan peralatan seperti pedang, mata anak panah, pisau, kapak, dll.
Proses pembentukan rijang belum jelas atau disepakati, tapi secara umum dianggap bahwa batuan ini
terbentuk sebagai hasil perubahan kimiawi pada pembentukan batuan endapan terkompresi, pada
proses diagenesis. Ada teori yang menyebutkan bahwa bahan serupa gelatin yang mengisi rongga pada

sedimen, misalnya lubang yang digali oleh mollusca, yang kemudian akan berubah menjadi silikat. Teori ini
dapat menjelaskan bentuk kompleks yang ditemukan pada rijang.

Mengenal Batubara
Latar Belakang
Batubara merupakan salah satu sumber energi primer yang memiliki riwayat pemanfaatan yang
sangat panjang. Beberapa ahli sejarah yakin bahwa batubara pertama kali digunakan secara
komersial di Cina. Ada laporan yang menyatakan bahwa suatu tambang di timur laut Cina
menyediakan batu bara untuk mencairkan tembaga dan untuk mencetak uang logam sekitar tahun
1000 SM. Bahkan petunjuk paling awal tentang batubara ternyata berasal dari filsuf dan ilmuwan
Yunani yaitu Aristoteles, yang menyebutkan adanya arang seperti batu. Abu batu bara yang
ditemukan di reruntuhan bangunan bangsa Romawi di Inggris juga menunjukkan bahwa batubara
telah digunakan oleh bangsa Romawi pada tahun 400 SM. Catatan sejarah dari Abad Pertengahan
memberikan bukti pertama penambangan batu bara di Eropa, bahkan suatu perdagangan
internasional batu bara laut dari lapisan batu bara yang tersingkap di pantai Inggris dikumpulkan dan
diekspor ke Belgia. Selama Revolusi Industri pada abad 18 dan 19, kebutuhan akan batubara amat
mendesak. Penemuan revolusional mesin uap oleh James Watt, yang dipatenkan pada tahun 1769,
sangat berperan dalam pertumbuhan penggunaan batu bara. Oleh karena itu, riwayat penambangan
dan penggunaan batu bara tidak dapat dilepaskan dari sejarah Revolusi Industri, terutama terkait
dengan produksi besi dan baja, transportasi kereta api dan kapal uap.
Namun tingkat penggunaan batubara sebagai sumber energi primer mulai berkurang seiring dengan
semakin meningkatnya pemakaian minyak. Dan akhirnya, sejak tahun 1960 minyak menempati posisi
paling atas sebagai sumber energi primer menggantikan batubara. Meskipun demikian, bukan berarti
bahwa batubara akhirnya tidak berperan sama sekali sebagai salah satu sumber energi primer. Krisis
minyak pada tahun 1973 menyadarkan banyak pihak bahwa ketergantungan yang berlebihan pada
salah satu sumber energi primer, dalam hal ini minyak, akan menyulitkan upaya pemenuhan pasokan
energi yang kontinyu. Selain itu, labilnya kondisi keamanan di Timur Tengah yang merupakan
produsen minyak terbesar juga sangat berpengaruh pada fluktuasi harga maupun stabilitas pasokan.
Keadaan inilah yang kemudian mengembalikan pamor batubara sebagai alternatif sumber energi
primer, disamping faktor faktor berikut ini:
1.

Cadangan batubara sangat banyak dan tersebar luas. Diperkirakan terdapat lebih dari 984
milyar ton cadangan batubara terbukti (proven coal reserves) di seluruh dunia yang tersebar
di lebih dari 70 negara. Dengan asumsi tingkat produksi pada tahun 2004 yaitu sekitar 4.63
milyar ton per tahun untuk produksi batubara keras (hard coal) dan 879 juta ton per tahun
untuk batubara muda (brown coal), maka cadangan batubara diperkirakan dapat bertahan
hingga 164 tahun. Sebaliknya, dengan tingkat produksi pada saat ini, minyak diperkirakan
akan habis dalam waktu 41 tahun, sedangkan gas adalah 67 tahun. Disamping itu, sebaran

cadangannya pun terbatas, dimana 68% cadangan minyak dan 67% cadangan gas dunia
terkonsentrasi di Timur Tengah dan Rusia.
2.

Negara negara maju dan negara negara berkembang terkemuka memiliki banyak
cadangan batubara. Berdasarkan data dari BP Statistical Review of Energy 2004, pada
tahun 2003, 8 besar negara negara dengan cadangan batubara terbanyak adalah Amerika
Serikat, Rusia, China, India, Australia, Jerman, Afrika Selatan, dan Ukraina.

3.

Batubara dapat diperoleh dari banyak sumber di pasar dunia dengan pasokan yang
stabil.

4.

Harga batubara yang murah dibandingkan dengan minyak dan gas.

5.

Batubara aman untuk ditransportasikan dan disimpan.

6.

Batubara dapat ditumpuk di sekitar tambang, pembangkit listrik, atau lokasi


sementara.

7.

Teknologi pembangkit listrik tenaga uap batubara sudah teruji dan handal.

8.

Kualitas batubara tidak banyak terpengaruh oleh cuaca maupun hujan.

9.

Pengaruh pemanfaatan batubara terhadap perubahan lingkungan sudah dipahami dan


dipelajari secara luas, sehingga teknologi batubara bersih (clean coal technology)
dapat dikembangkan dan diaplikasikan.

Melihat pemaparan di atas, dapat dimengerti bahwa peranan batubara dalam penyediaan kebutuhan
energi sangatlah penting. Disini penulis tidak akan membahas lebih jauh tentang hal tersebut, tapi
akan mengenalkan tentang batubara dan parameter umum yang menjadi penilaian kualitas batubara.
Pembentukan Batubara
Batubara adalah mineral organik yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba yang
mengendap yang selanjutnya berubah bentuk akibat proses fisika dan kimia yang berlangsung
selama jutaan tahun. Oleh karena itu, batubara termasuk dalam kategori bahan bakar fosil. Adapun
proses yang mengubah tumbuhan menjadi batubara tadi disebut dengan pembatubaraan
(coalification).
Faktor tumbuhan purba yang jenisnya berbeda beda sesuai dengan jaman geologi dan lokasi
tempat tumbuh dan berkembangnya, ditambah dengan lokasi pengendapan (sedimentasi) tumbuhan,
pengaruh tekanan batuan dan panas bumi serta perubahan geologi yang berlangsung kemudian,
akan menyebabkan terbentuknya batubara yang jenisnya bermacam macam. Oleh karena itu,
karakteristik batubara berbeda beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field) dan lapisannya
(coal seam).

Gambar 1. Proses Terbentuknya Batubara


(Sumber: Kuri-n ni Riyou Sareru Sekitan, 2004)
Pembentukan batubara dimulai sejak periode pembentukan Karbon (Carboniferous Period) dikenal
sebagai zaman batu bara pertama yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang
lalu. Kualitas dari setiap endapan batu bara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu
pembentukan, yang disebut sebagai maturitas organik. Proses awalnya, endapan tumbuhan
berubah menjadi gambut (peat), yang selanjutnya berubah menjadi batu bara muda (lignite) atau
disebut pula batu bara coklat (brown coal). Batubara muda adalah batu bara dengan jenis maturitas
organik rendah. Setelah mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan
tahun, maka batu bara muda akan mengalami perubahan yang secara bertahap menambah maturitas
organiknya dan mengubah batubara muda menjadi batu bara sub-bituminus (sub-bituminous).
Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batu bara menjadi lebih keras dan warnanya
lebih hitam sehingga membentuk bituminus (bituminous) atau antrasit (anthracite). Dalam kondisi
yang tepat, peningkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus berlangsung hingga membentuk
antrasit.
Dalam proses pembatubaraan, maturitas organik sebenarnya menggambarkan perubahan
konsentrasi dari setiap unsur utama pembentuk batubara. Berikut ini ditunjukkan contoh analisis dari
masing masing unsur yang terdapat dalam setiap tahapan pembatubaraan.
Tabel 1. Contoh Analisis Batubara (daf based)

(Sumber: Sekitan no Kiso Chishiki)

Data data di atas apabila ditampilkan dalam bentuk grafik hasilnya adalah sebagai berikut:

Gambar 2. Hubungan Tingkat Pembatubaraan Kadar Unsur Utama


Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa semakin tinggi tingkat pembatubaraan, maka kadar karbon
akan meningkat, sedangkan hidrogen dan oksigen akan berkurang. Karena tingkat pembatubaraan
secara umum dapat diasosiasikan dengan mutu atau kualitas batubara, maka batubara dengan
tingkat pembatubaraan rendah disebut pula batubara bermutu rendah seperti lignite dan sub-

bituminus biasanya lebih lembut dengan materi yang rapuh dan berwarna suram seperti tanah,
memiliki tingkat kelembaban (moisture) yang tinggi dan kadar karbon yang rendah, sehingga
kandungan energinya juga rendah. Semakin tinggi mutu batubara, umumnya akan semakin keras dan
kompak, serta warnanya akan semakin hitam mengkilat. Selain itu, kelembabannya pun akan
berkurang sedangkan kadar karbonnya akan meningkat, sehingga kandungan energinya juga
semakin besar.
Pemanfaatan Batubara
Klasifikasi batubara berdasarkan tingkat pembatubaraan biasanya menjadi indikator umum untuk
menentukan tujuan pengggunaannya. Misalnya, batubara ketel uap atau batubara termal (steam coal)
banyak digunakan untuk bahan bakar pembangkit listrik, pembakaran umum seperti pada industri
bata atau genteng, dan industri semen, sedangkan batubara metalurgi (metallurgical coal atau coking
coal) digunakan untuk keperluan industri besi dan baja serta industri kimia. Kedua jenis batubara tadi
termasuk dalam batubara bituminus. Adapun batubara antrasit digunakan untuk proses sintering bijih
mineral, proses pembuatan elektroda listrik, pembakaran batu gamping, dan untuk pembuatan briket
tanpa asap.

Gambar 3. Jenis jenis Batubara dan Pemanfaatannya


(Sumber: The Coal Resource, 2004)

Kualitas Batubara
Dalam pemanfaatannya, batubara harus diketahui terlebih dulu kualitasnya. Hal ini dimaksudkan agar
spesifikasi mesin atau peralatan yang memanfaatkan batubara sebagai bahan bakarnya sesuai
dengan mutu batubara yang akan digunakan, sehingga mesin mesin tersebut dapat berfungsi
optimal dan tahan lama. Secara umum, parameter kualitas batubara yang lazim digunakan adalah
kalori, kadar kelembaban, kandungan zat terbang, kadar abu, kadar karbon, kadar sulfur, ukuran, dan
tingkat ketergerusan, disamping parameter lain seperti analisis unsur yang terdapat dalam abu (SiO 2,
Al2O3, P2O5,Fe2O3, dll), analisis komposisi sulfur (pyritic sulfur, sulfate sulfur, organic sulfur), dan titik
leleh abu (ash fusion temperature).
Mengambil contoh pembangkit listrik tenaga uap batubara, pengaruh pengaruh parameter di atas
terhadap peralatan pembangkitan listrik adalah sebagai berikut:
1. Kalori (Calorific Value atau CV, satuan cal/gr atau kcal/kg)
CV sangat berpengaruh terhadap pengoperasian pulveriser/mill, pipa batubara dan windbox, serta
burner. Semakin tinggi CV maka aliran batubara setiap jam-nya semakin rendah sehingga
kecepatan coal feeder harus disesuaikan. Untuk batubara dengan kadar kelembaban dan tingkat
ketergerusan yang sama, maka dengan CV yang tinggi menyebabkan pulveriser akan beroperasi di
bawah kapasitas normalnya (menurut desain), atau dengan kata lainoperating ratio-nya menjadi
lebih rendah.

Gambar 4. Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batubara


(Sumber: The Coal Resource, 2004)
2. Kadar kelembaban (Moisture, satuan %)

Hasil analisis untuk kelembaban terbagi menjadi free moisture (FM) dan inherent moisture (IM).
Adapun jumlah dari keduanya disebut dengan total moisture(TM). Kadar kelembaban
mempengaruhi jumlah pemakaian udara primernya. Batubara berkadar kelembaban tinggi akan
membutuhkan udara primer lebih banyak untuk mengeringkan batubara tersebut pada suhu yang
ditetapkan oleh output pulveriser.
3. Zat terbang (Volatile Matter atau VM, satuan %)
Kandungan VM mempengaruhi kesempurnaan pembakaran dan intensitas api. Penilaian tersebut
didasarkan pada perbandingan antara kandungan karbon (fixed carbon) dengan zat terbang, yang
disebut dengan rasio bahan bakar (fuel ratio).
Fuel Ratio = Fixed Carbon / Volatile Matter
Semakin tinggi nilai fuel ratio maka jumlah karbon di dalam batubara yang tidak terbakar juga
semakin banyak. Kemudian bila perbandingan tersebut nilainya lebih dari 1.2, pengapian akan
kurang bagus sehingga mengakibatkan kecepatan pembakaran menurun.
4. Kadar abu (Ash content, satuan %)
Kandungan abu akan terbawa bersama gas pembakaran melalui ruang bakar dan daerah konversi
dalam bentuk abu terbang (fly ash) yang jumlahnya mencapai 80% , dan abu dasar sebanyak 20%.
Semakin tinggi kadar abu, secara umum akan mempengaruhi tingkat pengotoran (fouling),
keausan, dan korosi peralatan yang dilalui.
5. Kadar karbon (Fixed Carbon atau FC, satuan %)
Nilai kadar karbon diperoleh melalui pengurangan angka 100 dengan jumlah kadar air (kelembaban),
kadar abu, dan jumlah zat terbang. Nilai ini semakin bertambah seiring dengan tingkat
pembatubaraan. Kadar karbon dan jumlah zat terbang digunakan sebagai perhitungan untuk
menilai kualitas bahan bakar, yaitu berupa nilai fuel ratio sebagaimana dijelaskan di atas.
6. Kadar sulfur (Sulfur content, satuan %)
Kandungan sulfur dalam batubara terbagi dalam pyritic sulfur, sulfate sulfur, dan organic sulfur.
Namun secara umum, penilaian kandungan sulfur dalam batubara dinyatakan dalam Total Sulfur
(TS). Kandungan sulfur berpengaruh terhadap tingkat korosi sisi dingin yang terjadi pada elemen
pemanas udara, terutama apabila suhu kerja lebih rendah dari pada titik embun sulfur, disamping
berpengaruh terhadap efektivitas penangkapan abu pada peralatan electrostatic precipitator.
7. Ukuran (Coal size)

Ukuran butir batubara dibatasi pada rentang butir halus (pulverized coal atau dust coal) dan butir
kasar (lump coal). Butir paling halus untuk ukuran maksimum 3mm, sedangkan butir paling kasar
sampai dengan ukuran 50mm.
8. Tingkat ketergerusan (Hardgrove Grindability Index atau HGI)
Kinerja pulveriser atau mill dirancang pada nilai HGI tertentu. Untuk HGI lebih rendah, kapasitasnya
harus beroperasi lebih rendah dari nilai standarnya pula untuk menghasilkan tingkat kehalusan
(fineness) yang sama.

Batu bara
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Untuk kegunaan lain, lihat Batubara (disambiguasi)

Contoh batu bara

Batu bara atau batubara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan
sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan
dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri
dari karbon,hidrogen dan oksigen.
Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang
dapat ditemui dalam berbagai bentuk.
Analisis unsur memberikan rumus formula empiris seperti C 137H97O9NS untuk bituminus dan
C240H90O4NS untuk antrasit.

Batu bara secara umum


Umur batu bara
Pembentukan batu bara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada era-era tertentu
sepanjang sejarah geologi. Zaman Karbon, kira-kira 340 juta tahun yang lalu (jtl), adalah masa
pembentukan batu bara yang paling produktif dimana hampir seluruh deposit batu bara (black coal)
yang ekonomis di belahan bumi bagian utara terbentuk.
Pada Zaman Permian, kira-kira 270 jtl, juga terbentuk endapan-endapan batu bara yang ekonomis di
belahan bumi bagian selatan, seperti Australia, dan berlangsung terus hingga ke Zaman Tersier (70 13 jtl) di berbagai belahan bumi lain.

Materi pembentuk batu bara


Hampir seluruh pembentuk batu bara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan pembentuk batu
bara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:

Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat sedikit endapan
batu bara dari perioda ini.

Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit endapan
batu bara dari perioda ini.

Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama pembentuk batu bara berumur
Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan
spora dan tumbuh di iklim hangat.

Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah. Tumbuhan
heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi.
Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batu bara
Permian seperti di Australia, India dan Afrika.

Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah yang menutupi
biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding gimnospermae sehingga,
secara umum, kurang dapat terawetkan.

Penambangan

Tambang batu bara di Bihar, India.

Penambangan batu bara adalah penambangan batu bara dari bumi. Batu bara digunakan
sebagai bahan bakar. Batu bara juga dapat digunakan untuk membuat coke untuk pembuatan baja.[1]
Tambang batu bara tertua terletak di Tower Colliery di Inggris.

Kelas dan jenis batu bara


Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu, batu
bara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut.

Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster) metalik,
mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%.

Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari beratnya. Kelas
batu bara yang paling banyak ditambang di Australia.

Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber
panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.

Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang mengandung air 35-75%
dari beratnya.

Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling rendah.

Pembentukan batu bara


Proses perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut hingga batu bara disebut dengan istilah
pembatu baraan (coalification). Secara ringkas ada 2 tahap proses yang terjadi, yakni:

Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman terdeposisi hingga lignit
terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini adalah kadar air, tingkat
oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi)
dan kompaksi material organik serta membentuk gambut.

Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi bituminus dan
akhirnya antrasit.

Batu bara di Indonesia


Di Indonesia, endapan batu bara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan Tersier, yang terletak di
bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan Kalimantan), pada umumnya endapan
batu bara ekonomis tersebut dapat dikelompokkan sebagai batu bara berumur Eosen atau sekitar
Tersier Bawah, kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau sekitar Tersier Atas, kira-kira 20 juta
tahun yang lalu menurut Skala waktu geologi.
Batu bara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar khatulistiwa yang mirip dengan
kondisi kini. Beberapa diantaranya tegolong kubah gambut yang terbentuk di atas muka air tanah ratarata pada iklim basah sepanjang tahun. Dengan kata lain, kubah gambut ini terbentuk pada kondisi
dimana mineral-mineral anorganik yang terbawa air dapat masuk ke dalam sistem dan membentuk
lapisan batu bara yang berkadar abu dan sulfur rendah dan menebal secara lokal. Hal ini sangat
umum dijumpai pada batu bara Miosen. Sebaliknya, endapan batu bara Eosen umumnya lebih tipis,
berkadar abu dan sulfur tinggi. Kedua umur endapan batu bara ini terbentuk pada lingkungan
lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip dengan daerah pembentukan gambut yang terjadi saat ini di
daerah timur Sumatera dan sebagian besar Kalimantan.[2]

Endapan batu bara Eosen


Endapan ini terbentuk pada tatanan tektonik ekstensional yang dimulai sekitar Tersier Bawah atau
Paleogen pada cekungan-cekungan sedimen di Sumatera dan Kalimantan.
Ekstensi berumur Eosen ini terjadi sepanjang tepian Paparan Sunda, dari sebelah barat Sulawesi,
Kalimantan bagian timur, Laut Jawa hingga Sumatera. Dari batuan sedimen yang pernah ditemukan
dapat diketahui bahwa pengendapan berlangsung mulai terjadi pada Eosen Tengah. Pemekaran
Tersier Bawah yang terjadi pada Paparan Sunda ini ditafsirkan berada pada tatanan busur dalam,
yang disebabkan terutama oleh gerak penunjaman Lempeng Indo-Australia.[3] Lingkungan
pengendapan mula-mula pada saat Paleogen itu non-marin, terutama fluviatil, kipas aluvial dan
endapan danau yang dangkal.
Di Kalimantan bagian tenggara, pengendapan batu bara terjadi sekitar Eosen Tengah - Atas namun di
Sumatera umurnya lebih muda, yakni Eosen Atas hingga Oligosen Bawah. Di Sumatera bagian

tengah, endapan fluvial yang terjadi pada fase awal kemudian ditutupi oleh endapan danau (nonmarin).[3] Berbeda dengan yang terjadi di Kalimantan bagian tenggara dimana endapan fluvial
kemudian ditutupi oleh lapisan batu bara yang terjadi pada dataran pantai yang kemudian ditutupi di
atasnya secara transgresif oleh sedimen marin berumur Eosen Atas. [4]
Endapan batu bara Eosen yang telah umum dikenal terjadi pada cekungan berikut: Pasir dan Asamasam (Kalimantan Selatan dan Timur), Barito (Kalimantan Selatan), Kutai Atas (Kalimantan
Tengah dan Timur), Melawi dan Ketungau (Kalimantan Barat), Tarakan (Kalimantan Timur), Ombilin
(Sumatera Barat) dan Sumatera Tengah (Riau).
Dibawah ini adalah kualitas rata-rata dari beberapa endapan batu bara Eosen di Indonesia.

Cekung Perusaha
Tambang
an
an

Kadar Kadar Kada


Zat
Belera
air
air
r abu terban
ng
total inheren (%ad
g
(%ad)
(%ar) (%ad)
)
(%ad)

Nilai
energi
(kkal/kg)
(ad)

Satui

Asamasam

PT Arutmin
10.00
Indonesia

7.00

8.00

41.50

0.80

6800

Senakin

Pasir

PT Arutmin
9.00
Indonesia

4.00

15.00 39.50

0.70

6400

Petangis

Pasir

PT BHP
Kendilo
Coal

11.00

4.40

12.00 40.50

0.80

6700

Ombilin

Ombilin

PT Bukit
Asam

12.00

6.50

<8.00 36.50

0.50 0.60

6900

4.00

10.00 37.30
(ar)
(ar)

0.50
(ar)

6900 (ar)

Parambah
PT Allied
Ombilin
an
Indo Coal

(ar) - as received, (ad) - air dried, Sumber: Indonesian Coal Mining Association, 1998

Endapan batu bara Miosen


Pada Miosen Awal, pemekaran regional Tersier Bawah - Tengah pada Paparan Sunda telah berakhir.
Pada Kala Oligosen hingga Awal Miosen ini terjadi transgresi marin pada kawasan yang luas dimana

terendapkan sedimen marin klastik yang tebal dan perselingan sekuen batugamping. Pengangkatan
dan kompresi adalah kenampakan yang umum pada tektonik Neogen di Kalimantan maupun
Sumatera. Endapan batu bara Miosen yang ekonomis terutama terdapat di Cekungan Kutai bagian
bawah (Kalimantan Timur), Cekungan Barito (Kalimantan Selatan) dan Cekungan Sumatera bagian
selatan. Batu bara Miosen juga secara ekonomis ditambang di Cekungan Bengkulu.
Batu bara ini umumnya terdeposisi pada lingkungan fluvial, delta dan dataran pantai yang mirip
dengan daerah pembentukan gambut saat ini di Sumatera bagian timur. Ciri utama lainnya adalah
kadar abu dan belerang yang rendah. Namun kebanyakan sumberdaya batu bara Miosen ini tergolong
sub-bituminus atau lignit sehingga kurang ekonomis kecuali jika sangat tebal (PT Adaro) atau lokasi
geografisnya menguntungkan. Namun batu bara Miosen di beberapa lokasi juga tergolong kelas yang
tinggi seperti pada Cebakan Pinang dan Prima (PT KPC), endapan batu bara di sekitar hilir Sungai
Mahakam, Kalimantan Timur dan beberapa lokasi di dekat Tanjungenim, Cekungan Sumatera bagian
selatan.
Tabel dibawah ini menunjukan kualitas rata-rata dari beberapa endapan batu bara Miosen di
Indonesia.

Tamba Cekunga Perusaha


ng
n
an

Kadar Kadar Kada


Zat
Belera
air
air
r abu terban
ng
total inheren (%ad
g
(%ad)
(%ar) (%ad)
)
(%ad)

Nilai
energi
(kkal/kg)
(ad)

Prima

Kutai

PT Kaltim
9.00
Prima Coal

4.00

39.00

0.50

6800 (ar)

Pinang

Kutai

PT Kaltim
13.00
Prima Coal

7.00

37.50

0.40

6200 (ar)

Roto
South

Pasir

PT Kideco
24.00
Jaya Agung

3.00

40.00

0.20

5200 (ar)

Binung
an

Tarakan

PT Berau
Coal

18.00

14.00

4.20

40.10

0.50

6100 (ad)

Lati

Tarakan

PT Berau
Coal

24.60

16.00

4.30

37.80

0.90

5800 (ad)

24.00

5.30

34.60

0.49

5300 (ad)

Air Laya Sumatera PT Bukit

bagian
selatan

Paringin Barito

Asam

PT Adaro

24.00

18.00

4.00

40.00

0.10

5950 (ad)

(ar) - as received, (ad) - air dried, Sumber: Indonesian Coal Mining Association, 1998

Sumberdaya batu bara

Pengisian batu bara ke dalam kapal tongkang.

Potensi sumberdaya batu bara di Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau Kalimantan dan
Pulau Sumatera, sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batu bara walaupun dalam jumlah kecil
dan belum dapat ditentukan keekonomisannya, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua,
danSulawesi.
Di Indonesia, batu bara merupakan bahan bakar utama selain solar (diesel fuel) yang telah umum
digunakan pada banyak industri, dari segi ekonomis batu bara jauh lebih hemat dibandingkan solar,
dengan perbandingan sebagai berikut: Solar Rp 0,74/kilokalori sedangkan batu bara hanya Rp
0,09/kilokalori, (berdasarkan harga solar industri Rp. 6.200/liter).
Dari segi kuantitas batu bara termasuk cadangan energi fosil terpenting bagi Indonesia. Jumlahnya
sangat berlimpah, mencapai puluhan milyar ton. Jumlah ini sebenarnya cukup untuk memasok
kebutuhan energi listrik hingga ratusan tahun ke depan. Sayangnya, Indonesia tidak mungkin
membakar habis batu bara dan mengubahnya menjadi energis listrik melalui PLTU. Selain mengotori
lingkungan melalui polutan CO2, SO2, NOx dan CxHy cara ini dinilai kurang efisien dan kurang memberi
nilai tambah tinggi.

Batu bara sebaiknya tidak langsung dibakar, akan lebih bermakna dan efisien jika dikonversi menjadi
migas sintetis, atau bahan petrokimia lain yang bernilai ekonomi tinggi. Dua cara yang
dipertimbangkan dalam hal ini adalah likuifikasi (pencairan) dan gasifikasi (penyubliman) batu bara.
Membakar batu bara secara langsung (direct burning) telah dikembangkan teknologinya secara
continue, yang bertujuan untuk mencapai efisiensi pembakaran yang maksimum, cara-cara
pembakaran langsung seperti: fixed grate, chain grate, fluidized bed, pulverized, dan lain-lain, masingmasing mempunyai kelebihan dan kelemahannya.

Gasifikasi batu bara


Coal gasification adalah sebuah proses untuk mengubah batu bara padat menjadi gas batu bara yang
mudah terbakar (combustible gases), setelah proses pemurnian gas-gas ini karbon
monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), hidrogen (H), metan (CH4), dan nitrogen (N2) dapat
digunakan sebagai bahan bakar. hanya menggunakan udara dan uap air sebagai reacting-gas
kemudian menghasilkan water gas atau coal gas, gasifikasi secara nyata mempunyai tingkat emisi
udara, kotoran padat dan limbah terendah.
Tetapi, batu bara bukanlah bahan bakar yang sempurna. Terikat di dalamnya adalah sulfur dan
nitrogen, bila batu bara ini terbakar kotoran-kotoran ini akan dilepaskan ke udara, bila mengapung di
udara zat kimia ini dapat menggabung dengan uap air (seperti contoh kabut) dan tetesan yang jatuh
ke tanah seburuk bentuk asam sulfurik dan nitrit, disebut sebagai "hujan asam" acid rain. Disini juga
ada noda mineral kecil, termasuk kotoran yang umum tercampur dengan batu bara, partikel kecil ini
tidak terbakar dan membuat debu yang tertinggal di coal combustor, beberapa partikel kecil ini juga
tertangkap di putaran combustion gases bersama dengan uap air, dari asap yang keluar dari cerobong
beberapa partikel kecil ini adalah sangat kecil setara dengan rambut manusia.

Bagaimana membuat batu bara bersih


Ada beberapa cara. Contoh sulfur, sulfur adalah zat kimia kekuningan yang ada sedikit di batu bara,
pada beberapa batu bara yang ditemukan di Ohio, Pennsylvania, West Virginia dan eastern states
lainnya, sulfur terdiri dari 3 sampai 10 % dari berat batu bara, beberapa batu bara yang ditemukan di
Wyoming, Montana dan negara-negara bagian sebelah barat lainnya sulfur hanya sekitar 1/100ths
(lebih kecil dari 1%) dari berat batu bara. Penting bahwa sebagian besar sulfur ini dibuang sbelum
mencapai cerobong asap.
Satu cara untuk membersihkan batu bara adalah dengan cara mudah memecah batu bara ke
bongkahan yang lebih kecil dan mencucinya. Beberapa sulfur yang ada sebagai bintik kecil di batu

bara disebut sebagai "pyritic sulfur " karena ini dikombinasikan dengan besi menjadi bentuk iron pyrite,
selain itu dikenal sebagai "fool's gold dapat dipisahkan dari batu bara. Secara khusus pada proses
satu kali, bongkahan batu bara dimasukkan ke dalam tangki besar yang terisi air , batu bara
mengambang ke permukaan ketika kotoran sulfur tenggelam. Fasilitas pencucian ini dinamakan "coal
preparation plants" yang membersihkan batu bara dari pengotor-pengotornya.
Tidak semua sulfur bisa dibersihkan dengan cara ini, bagaimanapun sulfur pada batu bara adalah
secara kimia benar-benar terikat dengan molekul karbonnya, tipe sulfur ini disebut "organic sulfur," dan
pencucian tak akan menghilangkannya. Beberapa proses telah dicoba untuk mencampur batu bara
dengan bahan kimia yang membebaskan sulfur pergi dari molekul batu bara, tetapi kebanyakan
proses ini sudah terbukti terlalu mahal, ilmuan masih bekerja untuk mengurangi biaya dari prose
pencucian kimia ini.
Kebanyakan pembangkit tenaga listrik modern dan semua fasilitas yang dibangun setelah 1978
telah diwajibkan untuk mempunyai alat khusus yang dipasang untuk membuang sulfur dari gas hasil
pembakaran batu bara sebelum gas ini naik menuju cerobong asap. Alat ini sebenarnya adalah "flue
gas desulfurization units," tetapi banyak orang menyebutnya "scrubbers" karena mereka men-scrub
(menggosok) sulfur keluar dari asap yang dikeluarkan oleh tungku pembakar batu bara.

Membuang NOx dari batu bara


Nitrogen secara umum adalah bagian yang besar dari pada udara yang dihirup, pada kenyataannya
80% dari udara adalah nitrogen, secara normal atom-atom nitrogen mengambang terikat satu sama
lainnya seperti pasangan kimia, tetapi ketika udara dipanaskan seperti pada nyala api boiler (3000
F=1648 C), atom nitrogen ini terpecah dan terikat dengan oksigen, bentuk ini sebagai nitrogen oksida
atau kadang kala itu disebut sebagai NOx. NOx juga dapat dibentuk dari atom nitrogen yang terjebak
di dalam batu bara.
Di udara, NOx adalah polutan yang dapat menyebabkan kabut coklat yang kabur yang kadang kala
terlihat di seputar kota besar, juga sebagai polusi yang membentuk acid rain (hujan asam), dan dapat
membantu terbentuknya sesuatu yang disebut ground level ozone, tipe lain dari pada polusi yang
dapat membuat kotornya udara.
Salah satu cara terbaik untuk mengurangi NOx adalah menghindari dari bentukan asalnya, beberapa
cara telah ditemukan untuk membakar batubara di pemabakar dimana ada lebih banyak bahan bakar
dari pada udara di ruang pembakaran yang terpanas. Di bawah kondisi ini kebanyakan oksigen
terkombinasikan dengan bahan bakar daripada dengan nitrogen. Campuran pembakaran kemudian
dikirim ke ruang pembakaran yang kedua dimana terdapat proses yang mirip berulang-ulang sampai
semua bahan bakar habis terbakar. Konsep ini disebut "staged combustion" karena batu bara dibakar
secara bertahap. Kadang disebut juga sebagai "low-NOx burners" dan telah dikembangkan sehingga

dapat mengurangi kangdungan Nox yang terlepas di uadara lebih dari separuh. Ada juga teknologi
baru yang bekerja seperti "scubbers" yang membersihkan NOX dari flue gases (asap) dari boiler batu
bara. Beberapa dari alat ini menggunakan bahan kimia khusus yang disebut katalis yang mengurai
bagian NOx menjadi gas yang tidak berpolusi, walaupun alat ini lebih mahal dari "low-NOx burners,"
namun dapat menekan lebih dari 90% polusi Nox.

Cadangan batu bara dunia

Daerah batu bara di Amerika Serikat

Pada tahun 1996 diestimasikan terdapat sekitar satu exagram (1 1015 kg atau 1 trilyun ton) total batu
bara yang dapat ditambang menggunakan teknologi tambang saat ini, diperkirakan setengahnya
merupakan batu bara keras. Nilai energi dari semua batu bara dunia adalah 290 zettajoules. [5] Dengan
konsumsi global saat ini adalah 15 terawatt,[6] terdapat cukup batu bara untuk menyediakan energi
bagi seluruh dunia untuk 600 tahun.
British Petroleum, pada Laporan Tahunan 2006, memperkirakan pada akhir 2005, terdapat 909.064
juta ton cadangan batu bara dunia yang terbukti (9,236 10 14 kg), atau cukup untuk 155 tahun
(cadangan ke rasio produksi). Angka ini hanya cadangan yang diklasifikasikan terbukti, program bor
eksplorasi oleh perusahaan tambang, terutama sekali daerah yang di bawah eksplorasi, terus
memberikan cadangan baru.

Bauksit merupakan bahan yang heterogen, yang mempunyai mineral dengan susunan terutama
dari oksida aluminium, yaitu berupa mineral buhmit (Al2O3H2O) dan mineral gibsit (Al2O3 .
3H2O). Secara umum bauksit mengandung Al2O3 sebanyak 45 65%, SiO2 1 12%, Fe2O3 2
25%, TiO2 >3%, dan H2O 14 36%.

Bijih bauksit terjadi di daerah tropika dan subtropika dengan memungkinkan pelapukan sangat
kuat. Bauksit terbentuk dari batuan sedimen yang mempunyai kadar Al nisbi tinggi, kadar Fe
rendah dan kadar kuarsa (SiO2) bebasnya sedikit atau bahkan tidak mengandung sama sekali.
Batuan tersebut (misalnya sienit dan nefelin yang berasal dari batuan beku, batu lempung,
lempung dan serpih. Batuan-batuan tersebut akan mengalami proses lateritisasi, yang kemudian
oleh proses dehidrasi akan mengeras menjadi bauksit.
Bauksit dapat ditemukan dalam lapisan mendatar tetapi kedudukannya di kedalaman tertentu.
Potensi dan cadangan endapan bauksit terdapat di Pulau Bintan, Kepulauan Riau, Pulau
Bangka, dan Pulau Kalimantan.

You might also like