Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Solusio plasenta atau beberapa istilah yang lain yaitu abruptio placentae,
ablatio placentae dan accidental hemorrhage . Istilah atau nama lain yang lebih
deskriptif adalah premature separation of the normally implanted placenta
(pelepasan dini uri yang implantasinya normal) merupakan terlepasnya sebagian
atau seluruh permukaan maternal plasenta dari tempat implantasinya yang normal
pada lapisan desidua endometrium sebelum waktunya yakni sebelum anak lahir
(Prawirohardjo, 2008).
Solusio plasenta ditandai dengan terlepasnya plasenta normal dari desidua
basalis yang menyebabkan timbulnya pendarahan. Hemorrhage antepartum
sebagai contoh perdarahan setelah usia kehamilan 20 minggu didapatkan sekitar
25% pada semua kehamilan dan seperempat kasus kehamilan terdapat solusio
plasenta (Tikkanen, 2008). Diagnosis solusio plasenta selalu didapatkan dari
gejala klinis dan kondisi yang seharusnya didapatkan dari wanita dengan
perdarahan pervaginam atau nyeri abdomen atau keduanya, adanya riwayat
trauma dan kehamilan preterm dengan penyebab idiopatik. Gejala solusio plasenta
sangat beragam, mulai dari bentukan gejala asimptomatis yang diagnosisnya
hanya dapat di tegakkan dari inspeksi saat lahir sampai solusio masif yang
mengancam kematian janin dan ibu (Oyelese & Ananth, 2006).
2.2 Etiologi
Solusio plasenta merupakan penyakit yang bersifat multifaktor. Penyebab
utama dari solusio plasenta masih belum diketahui dengan jelas, tetapi terlepasnya
plasenta, insufisiensi plasenta, hipoksia intrauterina dan perfusi yang rendah ke
uteroplasenta merupakan kunci penyebab dari solusio plasenta. Solusio plasenta
dihasilkan dari ruptur arteri desidua ibu menyebabkan terkumpulnya darah di
ruang desidua plasenta, mengelilingi batas plasenta atau di belakang membran
plasenta (Petersen, Heller, & Joshi, 2006). Akut vasospasme dari pembuluh darah
kecil merupakan salah satu kejadian cepat yang mendahului pelepasan plasenta
dan trombosis pada pembuluh darah desidua berhubungan dengan nekrosis
desidua (Oyelese & Ananth, 2006). Pada beberapa kasus, trauma tumpul atau
dekompresi mendadak menyebabkan solusio plasenta. Meskipun demikian,
beberapa hal di bawah ini di duga merupakan faktor-faktor yang berpengaruh
pada kejadiannya,antara lain sebagai berikut :
Immunologi
Solusio plasenta dapat disebabkan oleh karena adanya defect imunologi.
Gangguan ini dapat menyebabkan respon inflamasi pada ibu dengan
meningkatnya release sitokin yang akan menghasilkan rantai kejadian
termasuk invasi trofoblas, remodeling arteri spiralis, infark plasenta dan
trombosis. Aktivasi belebihan pada sistem imun yang diakibatkan oleh
paparan dengan antigen. Pada kehamilan normal cell-mediated immunity
dihambat dan terjadi upregulasi imunitas humoral, tetapi hal ini tidak terjadi
pada ibu dengan solusio plasenta. Pada solusio plasenta, adanya kehamilan
akan memicu sistem imun yang berlebihan, aktivitas monocyte dan release
pro inflamasi. Interaksi antara sel trofoblas dengan natural killer (NK) cell
di desidua mengaktifkan reseptor human leukocyte antigens (HLA). HLA
merupakan faktor utama untuk menurunkan respon penolakan terhadap
janin, dan hal ini menurun pada ibu dengan solusio plasenta. Jumlah HLA
tinggi dibutuhkan untuk merubah profil sitokin terhadap respon Th2. Jika
sinyal antara sel trofoblas dan NK cell jelek, menyebabkan insufisiensi
trofoblas dan menurunkan efektifitas remodeling arteri spiralis. Hal ini
memicu solusio plasenta akibat kegagalan plasenta yang disebabkan respon
maternal pada janin. Aktivasi sistem imun berlebihan pada solusio plasneta
komplikasi serius dari penyakit ini masih belum bisa dijelaskan. Penyebab solusio
plasenta adalah multifaktor. Faktor risiko yang mempengaruhi solusio plasenta
antara lain sebagai berikut :
a. Merokok
Efek langsung merokok berhubungan dengan vasokonstriksi akibat nikotin
pada uterin dan arteri umbilikal seperti halnya carboxyhemoglobin yang
bercampur dengan oksigenasi. Nicotine dan carbon monoxide (CO)
bercampur dengan plasenta. Jumlah nicotine dan carbon monoxide pada
sirkulasi fetal 15% lebih tinggi di sirkulasi. Konsentrasi nikotin pada cairan
amnion dapat 88% lebih tinggi di plasma maternal. Nikotin dapat
menurunkan aliran uterin dan arteri umbilikal menyebabkan perubahan
oksigenasi fetal dan ketidakseimbangan asam-basa. Denyut jantung janin
menurun dan rata-rata terjadi peningkatan tekanan arteri. Carbon monoxide
berikatan dengan hemoglobin menjadi bentukan carboxyhemoglobin , bentuk
plasenta.
Wanita
muda
dengan
defisiensi
folat
dan
Metionin
mengalami
remetilasi
oleh
enzim
desidua
basalis
yang
mengakibatkan
iskemia
dan
hipoksia
(Prawirohardjo, 2008).
d. Korioamnionitis
Pada pasien dengan korioamnionitis, misalnya pada ketuban pecah
prematur, terjadi pelepasan lipopolisakarida dan endotoksin yang berasal
dari agen infeksiusdan menginduksi pembentukan dan penunmpukan
sitokin, dan bahan-bahan oksidan yang lain seperti superoksidan. Semua
6
NOS
(Nitric
Oxide
Synthase)
yang
berkemampuan
juga
termasuk faktor risiko dari solusio plasenta (Oyelese & Ananth, 2006).
Melihat latar belakang yang sering dianggap sebagai faktor risiko diyakini
bahwa insidensi solusio plasenta semakin menurun dengan semakin baiknya
perawatan antenatal sejalan dengan semakin menurunnya jumlah ibu hamil usia
dan paritas tinggi dan membaiknya kesadran masyarakat berperilaku lebih
higienis. Transportasi yang lebih mudah memberi peluang pasien cepat sampai ke
tujuan sehingga keterlambatan dapat dihindari dan solusio plasenta tidak smapai
menjadi berat dan mematikan bagi janin.
2.4 Klasifikasi
Klasifikasi klinis solusio plasenta berdasarkan observasi perdarahan yang
terutama terjadi di 3 tempat. Perdarahan dapat terjadi di subchorionic ( antara
miometrium dan membran plasenta), retroplasenta (antara miometrium dan
plasenta), atau preplasenta (antara plasenta dan cairan amnion).
b)
c)
Kelas 0 : asimptomatik
Diagnosis ditegakkan secara retrospektif dengan menemukan
hematoma atau daerah yang mengalami pendesakan pada
plasenta. Rupture sinus marginal juga dimasukkan dalam kategori
ini.
b)
maternal
normal,tidak
ada
koagulopati,dan
tidak
tetapi
belum
sampai
dua
pertiga
luas
stetoskop
ultrasonic,terdapat
fetal
distress,dan
plasenta
berat,plasenta
lebih
dari
dua
pertiga
keadaan
syok,dan
kemungkinan
janin
telah
10
c)
b)
terdapat
perdarahan
pervaginam,uterus
tegang
dan
b)
c)
2.5 Patofisiologi
11
Solusio plasenta merupakan hasil akhir dari suatu proses yang bermula dari
suatu keadaan yang mampu memisahkan vili-vili korealis plasenta dari tempat
implantasinya pada desidua basalis sehingga terjadi perdarahan. Oleh karena itu
patofisiologinya tergantung dari etiologinya. Dalam banyak kejadian perdarahan
berasal dari kematian sel (apoptosis) yang disebabkan oleh iskemia dan hipoksia.
Semua penyakit ibu yang dapat menyebabkan trombosis dalam pembulu darah
desidua atau dalam vaskular vili dapat berujung pada iskemia dan hipoksia
setempat yang menyebabkan kematian sejumlah sel dan mengakibatkan
perdarahan sebagai hasil akhir. Perdarahan tersebut menyebabkan desidua basalis
terlepas kecuali selapis tipis yang tetap melekat pada miometrium. Dengan
demikian, pada tingkat permulaan sekali, terbentuk hematom akibat putusnya
arteri spiralis desidua. Bila hematom luas, maka terjadi pelepasan yang lebih luas,
kompresi, dan kerusakan pada bagian plasenta yang ada didekatnya. Adanya
hematoma retroplasenta mempengaruhi penyampaian nutrii dan oksigenasi dari
sirkulasi maternal ke sirkulasi janin (Prawirohardjo, 2008).
2.6 Gejala klinis
Gejala klinis solusio plasenta bervariasi tiap orang, meski gejala nya tipikal
dan dapat dijelaskan. Gejala klasik dari solusio plasenta adalah perdarahan
pervaginam, nyeri abdomen, kontraksi uterus dan perasaan tegang. Setiap gejala
tidak semanya ada pada satu pasien, dan gejala asimptomatis bukan berarti pasien
bukan solusio plasenta. Gejala yang muncul tergantung dari jenis lokasi, apakah
perdarahan keluar melalui serviks ke vagina (revealed hemorrhage), atau
perdarahan terperangkap di dalam uterus (concealed hemorrhage). Perdarahan
pervaginam ditemukan pada 70-80% kasus dan jika terjadi ruptur membran,
maka darah akan bercampur dengan cairan amnion keluar ke vagina. Nyeri dan
kaku pada uterus ditemukan sekitar 66% kasus dan kontraksi tonik uterin
sebanyak 34%. Munculnya nyeri merupakan indikasi adanya ekstravasasi darah
ke dalam miometrium. Nyeri abdomen biasanya terjadi bila perdarahan pada
posterior plasenta (Oyelese & Ananth, 2006).
2.7 Diagnosis
12
a. Anamnesis
Dalam banyak hal diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda
klinis yaitu perdarahan melalui vagina, nyeri pada uterus, kontraksi tetanik pada
uterus, dan pada solusio plasenta yang berat terdapat kelainan denyut jantung
janin pada pemeriksaan KTG. Namun, ada kalanya pasien datang dengan gejala
mirip persalinan prematur ataupun datang dengan perdarahan yang tidak banyak
dengan perut tegang, tetapi janin telah meninggal. Diagnosis definitif hanya bisa
ditegakkan secara retrospektif yaitu setelah partus dengan melihat adanya
hematoma retroplasenta (Prawirohardjo, 2008).
b. Pemeriksaan fisik
Empat tingkatan pada solusio plasenta, dengan kasus terberat terjadi pada
0,2 % kehamilan.
Tabel 1. Grading of placental abruption
13
(Prawirohardjo, 2008). Solusio plasenta kecil atau akut solusio plasenta tidak
dapat di deteksi dengan USG. Ketika hematoma dihasilkan, maka akan terlihat
gambaran hipoekoik dalam 1 minggu dan sonolucent dalam 2 minggu. Meski
USG tidak terlalu akurat dalam penegakan diagnosis solusio plasenta, tetap harus
dilakukan monitoring untuk mencegah perburukan dari solusio plasenta (Oyelese
& Ananth, 2006).
Pada beberapa kasus berat didapatkan adanya denyut jantung janin yang
abnormal.
Pemeriksaan
dengan
fetal
cardiotocographic
(CTG)
dapat
14
transfusi darah dan kristaloid . umumnya kehamilan diakhiri dengan induksi atau
stimulasi partus pada kasus yang ringan atau janin telah mati.
2.9 Komplikasi
Komplikasi bisa terjadi pada ibu maupun pada janin yang dikandungnya dengan
kriteria :
a. Komplikasi pada ibu
15
Utero renal reflex
Ruptur uteri
b. Komplikasi pada janin
Asfiksia ringan sampai berat dan kematian janin,karena perdarahan yang
tertimbun dibelakang plasenta yang mengganggu sirkulasi dan nutrisi
kearah janin. Rintangan kejadian asfiksia sampai kematian janin dalam
rahim tergantung pada beberapa sebagian placenta telah lepas dari
2.10 Prognosis
Solusio plasenta mempunyai prognosis yang buruk baik bagi ibu hami dan
lebih buruk lagi bagi janin jika dibandingkan dengan plasenta previa. Solusio
plasenta yang ringan masih memiliki prognosis yang baik karena tidak ada
kematian dan morbiditas rendah. Solusio plasenta sedang memiliki prognosis
yang lebih buruk, sednagkan solusio plasenta berat mempunyai prognosis paling
paling buruk baik terhadap ibu dan janin. Transfusi darah yang banyak dengan
segera dan terminasi kehamilan tepat waktu sangat menurunkan morbiditas dan
mortalitas maternal dan perinatal (Oyelese & Ananth, 2006).
16