Professional Documents
Culture Documents
Penyaji
dr. Emir Fakhrudin
Pembimbing
dr. H. Agustria Zainu Saleh, SpOG(K)
Pemandu
dr. H. M. Hatta Ansyori, SpOG(K)
DAFTAR ISI
i
COVER ......................................................................................................
DAFTAR ISI .......................................... ................................................
DAFTAR GAMBAR .......................................... ..................... ................
DAFTAR TABEL ..................... ..................... ..........................................
I. PENDAHULUAN ..................... .........................................................
II. DEFINISI ..................... ......................................................................
III. SEJARAH SEKSIO SESAREA .........................................................
IV. PERUBAHAN PADA INDIKASI SEKSIO SESAREA .................
ii
iii
iv
1
2
2
3
6
7
11
15
17
18
22
24
DAFTAR GAMBAR
8
10
10
13
15
20
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Standar Rekomendasi Untuk Kualitas Pelayanan Berdasarkan Kualitas Penelitian
Yang Dikeluarkan Oleh USPSTF ...............................................................................
11
15
Tabel 4. Rekomendasi Teknik Melahirkan Janin, Plasenta Dan Pencegahan Atonia Uteri
Berdasarkan Evidence-Based Oleh USPSTF .............................................................
17
Tabel 5. Rekomendasi Teknik Melahirkan Janin, Plasenta Dan Pencegahan Atonia Uteri
Berdasarkan Evidence-Based Oleh USPSTF ..............................................................
18
21
I. PENDAHULUAN
Seksio sesar telah mejadi operasi yang paling sering dilakukan di berbagai negara.
Di Amerika, frekuensi bayi yang dilahirkan dengan seksio sesarea terus meningkat
lebih dari 50% dari tahun 1996 sampai 31,8% pada tahun 2007.
Alasan
II. DEFINISI
Seksio sesarea didefinisikan sebagai kelahiran janin melalui sayatan pada dinding
abdomen (laparotomi) dan dinding uterus (histerotomi).
mencakup pengeluaran janin dari rongga abdomen dalam kasus ruptur uterus atau
dalam kasus kehamilan abdominal. Dalam beberapa kasus, dan yang paling sering
adalah perdarahan post partum, dimana histerektomi abdominal dilakukan setelah
bayi lahir. Ketika dilakukan pada saat seksio sesarea, operasi seksio sesarea
disebut histerektomi. Jika dilakukan dalam waktu singkat setelah persalinan
pervaginam, hal ini disebut histerektomi postpartum.3
III. SEJARAH SEKSIO SESAREA
Asal dari istilah seksio sesarea tidak diketahui dengan pasti, namun terdapat tiga
teori yang dikenal sampai saat ini. Yang pertama, menurut legenda, Julius Caesar
dilahirkan dengan cara ini, dengan hasil bahwa prosedur ini dikenal sebagai
operasi caesar. Namun beberapa pendapat meragukan penjelasan ini. Pertama, ibu
dari Julius Caesar hidup selama bertahun-tahun setelah kelahirannya pada 100 SM,
dan hingga akhir abad ke-17, operasi itu hampir selalu berakibat fatal. Kedua,
operasi tersebut, apakah dilakukan pada hidup atau mati, tidak disebutkan oleh
penulis medis sebelum abad pertengahan. Rincian sejarah tentang asal-usul nama
keluarga Caesar ditemukan dalam monografi oleh Pickrell (1935).3
Teori kedua adalah bahwa nama operasi ini berasal dari hukum Romawi,
konon dibuat pada abad ke-8 SM oleh Numa Pompilius, memerintahkan bahwa
prosedur bedah dalam melahirkan anak dilakukan pada perempuan yang telah
meninggal dalam beberapa minggu terakhir kehamilan dengan harapan dapat
menyelamatkan sang anak. Hukum ini dibuat oleh ini raja Romawi sat itu, Lex
Regia,
tampaknya adalah yang paling logis. Di Amerika Serikat, huruf ae di suku kata
pertama caesar diganti dengan huruf e. Di Inggris, Australia, dan sebagian besar
negara persemakmuran, huruf ae ini tetap dipertahankan.
Meningkatnya
prevalensi ini juga didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Berghella dan
kawan-kwan (2005), dimana seksio sesarea dilakukan atas indikasi permintaaan
pasien sendiri.2
V. TEKNIK SEKSIO SESAREA
Semakin berkembangnya ilmu teknologi, munculnya berbagai hasil penelitian,
membuat adanya perbedaan dalam teknik seksio sesarea di setiap negara. Bahkan
dapat dikatakan bahwa setiap ahli obstetri pun memiliki teknik yang berbeda
dalam melakukan seksio sesarea. Di Amerika pun, hal yang sama terjadi. Seluruh
ahli obstetri memiliki teknik yang berbeda-beda, semuanya berdasarkan literatur
dan dikembangkan berdasarkan pengalaman yang mereka miliki. Untuk
menyamakan persepsi dan mendapatkan peningkatan
penelitian yang
USPSTF merekomendasikan para klinisi untuk melakukan teknik tersebut pada pasien.
Terdapat bukti yang kuat bahwa tindakan tersebut dapat meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan dan menyimpulkan bahwa keuntungan yang didapat melebihi risiko yang mungkin
terjadi
B.
USPSTF merekomendasikan para klinisi untuk memberikan pelayanan tersebut pada pasien.
USPTSF menyimpulkan dari hasil penelitian, terdapat bukti yang cukupt bahwa tindakan
tersebut dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan menyimpulkan bahwa
keuntungan yang didapat melebihi risiko yang mungkin terjadi
C.
USPSTF tidak membuat rekomendasi para klinisi untuk memberikan pelayanan tersebut pada
pasien secara rutin. USPTSF menyimpulkan dari hasil penelitian,
didapatkan bahwa
USPSTF merekomendasikan para klinisi untuk memberikan pelayanan tersebut pada pasien,
namun tidak dilakukan secara rutin. USPTSF menyimpulkan dari hasil penelitian, didapatkan
bahwa pelayanan tersebut tidak memberikan keuntungan ataupun kerugian yang bermakna
bagi pasien
I.
USPSTF
pada pasien.
USPTSF menyimpulkan bahwa hasil penelitian tersebut tidak menunjukkan hasil yang valid,
kurangnya informasi mengenai keuntungan dan kerugiannya tidak dapat dipastikan.
Kualitas Pelayanan
Baik
Didapatkan dari hasil penelitian yang memiliki desain yang baik, terarah dan mewakili
populasi penelitian secara keseluruhan dan dapat memberikan efek yang baik terhadap
kualitas pelayanan.
Cukup
Hasil penelitian dapat memberikan efek yang baik terhadap kualitas pelayanan kesehatan,
memiliki desain yang baik, namun kurang mewakili populasi penelitian secara keseluruhan
Kurang
Hasil penelitian dianggap kurang dapat memberikan efek yang baik terhadap kualitas
pelayanan kesehatan, dan kekuatan penelitian tersebut masih diragukan
10
10
A. Pertimbangan Preoperatif
Persiapan preoperatif pada pasien yang akan dilakukan seksio sesarea telah
banyak diteliti di hampir seluruh negara berkembang dan seluruh negara maju.
Tiga faktor yang paling sering dibahas adalah risiko aspirasi, perdarahan dan
infeksi. Namun hal yang paling sering dibahas adalah risiko infeksi post
operatif. Sumber utama infeksi pada seksio sesarea adalah traktus genitalis
bagian bawah. Organisme penyebab yang paling umum adalah Ureoplasma
spp., Mycoplasma spp., anaerob atau Gardnerella vaginalis.3 Untuk mengatasi
ini, telah disepakati bahwa penggunaan antibiotik profilaksis adalah hal
terbaik.
Lamont dan kawan-kawan (2010) dalam penelitiannya mendapatkan
bahwa penggunaan antibiotik spektrum luas memiliki korelasi yang bermakna
dengan penurunan angka infeksi, terutama endometritis (60%) dan luka
terinfeksi (25%-65%). Hopkins dan kawan-kawan (2007) mendapatkan
efikasi yang sama antara ampisilin dan cefalosporin generasi pertama seperti
cefazolin. Dalam penelitiannya juga didapatkan bahwa penggunaan antibiotik
spektrum luas generasi terbaru dengan harga yang lebih mahal tidak
didapatkan perbedaan dibandingkan dengan pemberian ampisilin. Juga tidak
didapatkan perbedaan angka infeksi pada antibiotik yang diberikan dengan
dosis 1g dan 2 g, dan juga waktu pemberian antara satu jam, 6 jam, 12 jam
sebelum seksio sesarea dimulai.2
Pitt dan kawan-kawan (2009) mendapatkan bahwa pemberian
metronidazole gel 5 g secara intravaginal sebelum seksio sesarea dimulai
dapat menurunkan insiden endometritis dari 17% menjadi 7%.
Stutchfield dan kawan-kawan
(2008) menganjurkan
pemberian
11
11
6-17
12
12
Mengenai panjang insisi pada kulit, belum ada penelitian khusus yang
meneliti hal ini, namun ada dua penelitian yang menganjurkan bahwa insisi
pada operasi abdomen minimal 15 cm untuk memastikan outcome yang baik
bagi ibu dan anak.
Mengganti scalpel setelah scalpel pertama yang digunakan untuk insisi
pada kulit telah diteliti, mendapatkan hasil dimana tidak didapatkan perbedaan
yang signifikan antara mengganti scalpel setelah insisi pada kulit dengan tidak
13
13
menggantinya. Angka kejadian infeksi pada kedua teknik ini tidak didapatkan
hasil yang bermakna.
menurut
Misgav-Ladach.
Beberapa
klinisi
ada
juga
yang
menganjurkan, apapun jenis insisi pada kulit, namun insisi pada fasia
sebaiknya dilakukan secara vertikal pada garis tengah fasia, tepat pada rectus
sheath, dan diperluas secara tajam dengan menggunakan gunting.
Telah didapatkan tiga penelitian yang membahas tentang pemotongan
otot rektus dalam membuka dinding abdomen yang melibatkan 313 wanita
19
Mereka terpilih secara acak untuk dilakukannya insisi otot baik insisi Maylard
atau Cherney dengan Pfannenstiel.
14
14
Gambar 2. Insisi Maylard, dilakukan dengan memotong otot rectus abdominis . Lebih sering
dipakai pada operasi ginekologi yang membutuhkan akses yang luas pada kavum abdomen.
20
Dikutip dari Schorge
Gambar 3. Insisi Cherney, pada teknik ini tendon dari otot-otot rektus dilakukan transeksi 1
sampai 2 cm di atas insersi tendon ke simfisis pubis. Otot-otot ini kemudian diangkat ke arah
cephalad untuk memberi akses yang leluasa ke peritoneum
20
Dikutip dari Schorge
15
15
biasanya dibuka
secara hati-hati secara tajam atau tumpul, dan diperluas secara tumpul, jauh
di atas bladder, sehingga dapat mencegah cedera pada organ tersebut.
Tabel 2. Rekomendasi teknik insisi dinding abdomen berdasarkan evidence-based oleh
USPSTF
Aspek Tehnis
Rekomendasi
Kualitas
Keterangan
Insisi Kulit
Tipe
Cukup
Panjang
Kurang
15 cm
Mengganti scalpel
Cukup
Tidak direkomendasikan
Kurang
Cukup
Kurang
Cukup
Tidak direkomendasikan
Membuka peritoneum
Kurang
Secara tumpul
C. Insisi Uterus
Pada tahun 80-90 an, membuka plica vesicouterina untuk membuat bladder
flap adalah hal yang wajib dilakukan, dengan tujuan untuk mencegah
terjadinya cedera pada bladder. Namun sekarang, setelah banyak penelitian
yang dilakukan untuk mengetahui kerugian dan keuntungan dari pembuatan
bladder flap, maka hal ini sudah mulai ditinggalkan. Hoglagschwandtner dan
kawan-kawan dalam penelitiannya terhadap 102 wanita membandingkan
membuat bladder flap dengan insisi langsung 1 cm di atas lekukan bladder.
Dari hasil penelitiannya
berhubungan dengan waktu insisi yang lebih lama untuk melahirkan bayi (P <
16
16
.001), durasi operasi yang lebih lama (P = .004), dan penurunan hemoglobin
yang cukup signifikan (1 vs 0,5g/dL, P = 009). Pembuatan bladder flap juga
berhubungan dengan mikrohematuria pascaoperasi (47% vs 21%; P < .01)
dan kebutuhan obat analgetik yang lebih banyak (55% vs 26%; P = .006) pada
dua hari pascaoperasi. Namun sayangnya belum dilakukan peneltian spesifik
mengenai efek jangka panjang dari pembuatan bladder flap ini (misalnya
perlengketan, fungsi bladder, dan fertilitas). Dari hasil ini, maka lebih
direkomendasikan untuk tidak membuat bladder flap sebelum melakukan
insisi pada uterus 20-23.
Sampai sekarang insisi pada uterus yang sangat dianjurkan adalah insisi
transversal. Belum ada penelitian terbaru yang mengkhususkan tentang insisi
pada uterus.
Dikenal beberapa jenis insisi pada uterus. Masing-masing jenis ini
memiliki keuntungan dan kerugian tersendiri:
24
25
17
17
25
6. Classic incision: Insisi ini adalah inisi yang memberikan operator ruang
yang lebih leluasa dalam melahirkan janin. Namun memiliki banyak
kelemahan, seperti perdarahan intraoperatif yang lebih banyak, durasi
operasi yang lebih lama, risiko ruptur uteri yang tinggi. Insisi ini
dianjurkan jika ibu tidak berencana memiliki anak lagi.
18
18
Hameed
dan
kawan-kawan
(2002)
dalam
penelitiannya
yang
27
19
19
Gambar 5. Perluasan insisi uterus. A. Perluasan insisi secara tumpul dengan jari telunjuk
yang diarahkan ke lateral-lateral. B. Perluasan insisi secara tumpul dengan jari telunjuk
yang diarahkan ke cephalad-caudad.
27
Dikutip dari Cromi
Rekomendasi
Kualitas
Keterangan
Bladder flap
Cukup
Tidak dianjurkan*
Insisi uterus
Cukup
Insisi transversal
Baik
Secara tumpul
* boleh digunakan jika keadaan mengharuskan demikian, misalnya pada bekas seksio
sesaria dengan perlengketan
Dikutip dari Berghella2
jika
20
20
melaporkan bahwa risiko bagi bayi untuk mengalami asfiksia dan cephal
hematome lebih tinggi jika dilahirkan dengan menggunakan vakum dan
forceps dibandingkan dengan meluksir kepala. Dengan kata lain, penggunaan
vakum dan forceps adalah pilihan kedua untuk melahirkan janin jika dengan
meluksir kepala janin sulit dilahirkan.30
Pada presentasi bokong, manuver Pinard lebih dianjurkan untuk
melahirkan kaki terlebih dahulu, kemudian dapat dialnjutkan dengan manuver
Lovset, Classic, ataupun Muller. Kepala dapat dilahirkan dengan manuver
Mauriceau.
Pada letak lintang, jika kepala sulit untuk dicapai, dapat dicoba dengan
menarik kaki atau bokong terlebih dahulu, kemudian untuk melahirkan bahu
dan kepala dapat dipakai manuver yang sama seperti presentasi bokong.
24
Wilkinson
dan
kawan-kawan
(2007)
dalam
penelitiannya
21
21
janin
dengan
Kurang
Baik
Cukup
instrumen
Melahirkan plasenta
Oksitosin
Spontan
E. Penjahitan Uterus
Penelitian yang membandingkan penjahitan uterus baik dengan satu lapis atau
dengan dua lapis telah banyak dilakukan. Penelitian terbesar (dengan jumlah
sampel 906 wanita) mendapatkan penurunan yang signifikan pada durasi
operasi sebanyak 5,6 menit (P= 0,001). Didapatkan juga perbedaan yang
signifikan pada perdarahan intraoperatif dan kebutuhan akan transfusi darah
(12% vs 34%). Sedangkan pada angka kejadian endometritis tidak didapatkan
perbedaan yang bermakna antara kedua teknik tersebut. Enkin
dan kawan-
dehisensi uterus
33
Tabel 5. Rekomendasi teknik melahirkan janin, plasenta dan pencegahan atonia uteri
berdasarkan evidence-based oleh USPSTF
Aspek Tehnis
Rekomendasi
Kualitas
Keterangan
Penjahitan uterus
Dua lapis vs satu lapis
Cukup
Satu lapis
Jelujur vs terputus
Cukup
Jelujur
Kurang
Cukup
Tidak direkomendasikan
33
Penjahitan Otot
Penelitian yang menunjukkan keuntungan penjahitan otot rectus abdominis
belum ditemui sampai saat ini. Para ahli meyakini bahwa otot tersebut akan
menemukan jalan sendiri untuk menyatu, selain itu dengan menjahit otot
tersebut akan menambah nyeri pascaoperasi yang tidak perlu pada saat pasien
akan belajar mobilisasi.
Penjahitan Fasia
Belum ada penelitian khusus tentang hubungan teknik penjahitan fasia dan
hubungannya terhadap outcome pascaoperasi. Namun para ahli lebih
menganjurkan penjahitan secara jelujur. Teknik penjahitan secara jelujur
Penjahitan Subkutis
Penelitian yang membandingkan penjahitan pada lapisan subkutis telah
banyak dilakukan. Chelmow dan kawan-kawan (2004) mendapatkan angka
kejadian infeksi luka operasi lebih sedikit pada kelompok wanita yang dijahit
pada lapisan subkutis (2:91). Ketebalan lapisan subkutis adalah faktor yang
harus diperhatikan. Dari berbagai penelitian, didapatkan hasil bahwa pada
lapisan subkutis dengan tebal < 2 cm tidak didapatkan perbedaan pada angka
kejadian infeksi pada kelompok yang dijahit dan tidak dijahit, sehingga
penjahitan pada lapisan subkutis dengan tebal < 2 cm tidak dianjurkan untuk
menjadi sebuah kegiatan yang rutin.
Chelmow dan kawan-kawan
juga
Pada subkutis dengan ketebalan > 2 cm, penjahitan subkutis adalah hal
yang dianjurkan. Chelmow (2005) dan Hellums (2007) mendapatkan bahwa
penggunaan drainase dengan menggunakan drain Jackson Pratt pada lapisan
subkutis dengan ketebalan > 2 cm berhubungan dengan angka kejadian infeksi
luka yang lebih rendah. Meskipun demikian, para klinisi belum dapat
menyimpulkan apakah pemasangan drainase pada subkutis dengan ketebalan
> 2 cm lebih superior daripada yang lain, sehingga harus dilakukan secara
rutin. Namun pemasangan drain pada lapisan subkutis dengan tebal > 2 cm
lebih dianjurkan.
Penutupan Kulit
Penutupan kulit dengan menggunakan penjahitan subkutikuler atau dengan
staples juga telah dibandingkan dalam beberapa penelitian (2). Frishman
dalam penelitiannya pada 50 wanita yang dilakukan seksio sesarea dengan
insisi Pfannenstiel, ia membandingkan kedua teknik penutupan kulit ini.
Pada kulit yang ditutup dengan staples, didapatkan penurunan durasi
operasi yang bermakna (<1 vs 10 menit, P < .001), namun dengan
peningkatan konsumsi pil analgesik selama 6 minggu pascaoperasi.
Secara
Baik
Kurang
Kurang
Rekomendasi jelujur
Cukup
Lapisan Subkutis
Tebal < 2 cm
Cukup
memakai drain
Tebal > 2 cm
Baik
Baik
memakai drain
drain
Penjahitan kulit
Staples vs subkutikuler
Dikutip dari Berghella
Poor
VI. RINGKASAN
Semakin berkembangnya ilmu teknologi, munculnya berbagai hasil penelitian,
membuat adanya perbedaan dalam teknik seksio sesarea di setiap negara. Bahkan
dapat dikatakan bahwa setiap ahli obstetri pun memiliki teknik yang berbeda
dalam melakukan seksio sesarea. Dalam 10 tahun terakhir, telah banyak
dilakukan penelitian untuk mencari teknik terbaik dan untuk menyamakan
persepsi dalam peningkatan
dengan perdarahan intraoperatif yang lebih sedikit, dan penyembuhan uterus yang
lebih sempurna Melakukan perluasan insisi secara tumpul ke arah cephaladcaudad, risiko untuk terjadinya perluasan insisi sampai ke arteri uterina dapat
diperkecil dan perdarahan intraoperatif lebih sedikit.
Pada teknik melahirkan janin, USPSTF merekomendasikan untuk melahirkan
janin dengan cara meluksir kepala. Untuk melahirkan plasenta secara spontan
dapat mengurangi risiko untuk terjadinya komplikasi endometritis dan perdarahan
intraoperatif yang lebih sedikit dan luka terinfeksi yang lebih sedikit. Penjahitan
secara jelujur dibandingkan dengan penjahitan jelujur terkunci (continous locking
suture), dapat menghemat waktu operasi dan perdarahan. Tidak didapatkan
perbedaan yang bermakna pada angka kejadian dehisensi uterus. Irigasi
intraabdominal dengan cairan garam fisiologis sebanyak 500-1000 ml sebelum
penutupan abdomen sebaiknya tidak dilakukan secara rutin karena tidak
memberikan perbedaan yang signifikan pada jumlah perdarahan, komplikasi
intrapartum, perlengketan, lama perawatan dan kejadian infeksi pascaoperasi
Peritoneum yang tidak dijahit berhubungan dengan pengurangan durasi
operasi baik itu lapisan parietal ataupun visceral. Menjahit otot akan menambah
nyeri pascaoperasi yang tidak perlu pada saat pasien akan belajar mobilisasi.
Lebih dianjurkan penjahitan secara jelujur. Teknik penjahitan secara jelujur
terkunci yang lebih bertujuan untuk hemostasis tidak direkomendasikan dengan
alasan tidak adanya vaskularisasi pada fasia. Penjahitan pada lapisan subkutis
dengan tebal < 2 cm tidak dianjurkan untuk menjadi sebuah kegiatan yang rutin.
Pada subkutis dengan ketebalan > 2 cm, penjahitan subkutis adalah hal yang
dianjurkan Secara umum literatur didapatkan bahwa penutupan kulit dengan
penjahitan subkutikuler berhubungan dengan nyeri pascaoperasi yang lebih
sedikit dan tampilan kosmetik yang lebih baik
RUJUKAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
Zhang J, Troendle J, Reddy UM, Laughon K, Branch DW, Burkman R et al. Contemporary
cesarean delivery practice in the United States. Am J Obstet Gynecol 2010; 203: 326.e1-10.
Berghella V, Baxter JK, Chauhan SP. Evidence based sirgery for cesarean section. Am J
Obstet Gynecol 2005; 193, 1607-17.
Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstorm KD. Williams
rd
obstetric. 23 ed. New York: McGraw-Hill Companies, Inc; 2010.
Lamont R, Sobel J, Kusanovic J, Vaisbuch E, Mazaki-Tovi S, Kim S, Uldbjerg N, Romero R.
Current debate on the use of antibiotic prophylaxis for caesarean section. BJOG
2011;118:193201.
Obstetric evidence based
Johanson RB, Menon V. Vacuum extraction versus forceps for assisted vaginal delivery.
Cochrane Database Syst Rev 2007;1.
Smaill F, Hofmeyr GJ. Antibiotic prophylaxis for cesarean section.Cochrane Database Syst
Rev 2007;1
Hopkins L, Smaill F. Antibiotic prophylaxis regimens and drugs for cesarean section.
Cochrane Database Syst Rev 2007;1.
Lasley DS, Eblen A, Yancey MK, Duff P. The effect of placental removal method on the
incidence of postcesarean infections. Am J Obstet Gynecol 2007;176:1250-4.
Chandra P, Schiavelo HJ, Kluge JE, Holloway SL. Manual removal of the placenta and
postcesarean endometritis. J Reprod Med 2006;47:101-6.
Wilkinson C, Enkin MW. Manual removal of placenta at cesarean section. Cochrane
Database Syst Rev 2008;4.
Yancey MK, Clark P, Duff P. The frequency of glove contamination during cesarean
delivery. Obstet Gynecol 2004;83:538-42.
Hershey DW, Quilligan EJ. Extraabdominal uterine exteriorization at cesarean section. Obstet
Gynecol 2008;72:189-92.
Edi-Osagie ECO, Hopkins RE, Ogbo V, Lockhat-Clegg F, Ayeko M, Akpala WO, et al.
Uterine exteriorisation at caesarean section: influence on maternal morbidity. BJOG
2008;105:1070-8.
Wahab MA, Karantzis P, Eccersley PS, Russell IF, Thompson JW, Lindow SW. A
randomised, controlled study of uterine exteriorisation and repair at caesarean section. BJOG
2009;106:913-6
Jacobs-Jokhan D, Hofmeyr GJ. Extra-abdominal versus intraabdominal repair of the uterine
incision at caesarean section. Cochrane Database Syst Rev 2005;1.
Hofmeyr JG, Novikora N, Mathai M, Shah A. Techniques for cesarean section. Am J Obstet
Gynecol 2009; 200: 431`-44.
Bolissa Y. Closure of abdominal wall. [monograph on the internet] (cited 2011 March 28).
Available from: http://www.glowm.com/?p=glowm.cml/section_view&articleid=133.
Giacalone PL, Daures JP, Vignal J, Herisson C, Hedon B, Laffargue F. Pfannenstiel versus
Maylard incision for cesarean delivery: a randomized controlled trial. Obstet Gynecol
2006;99:745-50.
Schorge J, Schaffer J, Halvorson LM, Bradshaw KD, Cunningham FG. Williams Gynecology
22ed. New York: McGraw-Hill Companies, Inc; 2008.
Stark M, Chavkin Y, Kupfersztain C, Guedj P, Finkel AR. Evaluation of combinations of
procedures in cesarean section. Int J Gynaecol Obstet 2007;48:273-6.
Pelosi MA, Pelosi MA III, Giblin S. Simplified cesarean section. Contemp Obstet Gynecol
2008;40:89-100.
Hohlagschwandtner M, Ruecklinger E, Husslein P, Joura EA. Is the formation of a bladder
flap at cesarean necessary? A randomized trial. Obstet Gynecol 2004;98:1089-92.
24. OGrady JP, Gimovsky ML, Bayer-Zwirello LA, Giordano K. Operative Obstetrics 2nd Ed.
New York: Cambridge University Press; 2008.
25. Gajjar K, Spencer C. Fetal laceration injury during cesarean section and its long-term
sequelae: a case report. Am J Obstet Gynecol 2009; 055: e5-e7.
26. Maayan-Metzger A, Schushan-Eisen I, Todris L, et al. Maternal hypotension during elective
cesarean section and short-term neonatal outcome. Am J Obstet Gynecol 2010;202:56.e1-5.
27. Cromi A, Ghezzi F, Di Naro E, Siesto G, Loverro G, Bolis P. Blunt expansion of the low
transverse uterine incision at cesarean delivery: a randomized comparison of 2 techniques.
Am J Obstet Gynecol 2008;199:292.e1-292.e6.
28. Young RC. Myocytes, myometrium, and uterine contractions. Ann N Y Acad Sci
2007;1101:72-84.
29. Pelosi MA 2nd, Pelosi MA 3rd. Pelosi minimally invasive technique of cesarean section. Surg
Technol Int 2004;13:137-46.
30. Clark S, Vines CL, Belfort MA. Fetal injury associated with routine vacuum use during
cesarean delivery. Am J Obstet Gynecol 2008; 009: e4.
31. Morales M, Ceysens G, Jastrow N, Viardot C, Faron G, Vial Y. Kirkpatrick C, Irion O,
Boulvain M. Spontaneous delivery manual removal of the placenta during cesarean section: a
randomised controlled trial. Int J Gynaecol Obstet 2004; 111: 908-12.
32. Berghella V, Obstetric Evidence Based Guidelines. London: Informa Healthcare: 2008.
33. Doganav M, Esra AT, Var T. Effect of method of uterine repair on surgical outcome of
cesarean delivery. Int J Gynaecol Obstet 2010; 111:2: 175-8.
34. Walsh CA, Walsh SR. Extraabdominal vs intraabdominal uterine repair at cesarean delivery:
a metaanalysis. Am J Obstet Gynecol 2009;200:625.e1-625.e8.
35. Bechara Y. Ghorayeb, MD. Otolaryngology Houston. Picture of Neck Incision with JacksonPratt Drain. [monograph on the internet] (cited 2011 March 28). Available from:
http://www.ghorayeb.com/JPdrain.html.