Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industrialisasi akan selalu diikuti oleh penerapan teknologi tinggi, penggunaan bahan
serta peralatan yang lebih kompleks, namun seringkali berakibat buruk terhadap manusia
maupun lingkungan. Ditempat kerja terdapat beberapa bahaya yang mempengaruhi lingkungan
kerja seperti faktor fisika, kimia, biologi, ergonomic serta psikologi.
Kebisingan merupakan
sumber bahaya dari faktor fisika ditempat kerja, yang sumber bahaya tersebut perlu
dikembalikan agar tercipta lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan produktif bagi
tenaga kerja.
Gangguan pendengaran akibat bising ( noise induced hearing loss / NIHL adalah
tuli akibat terpapar oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama
dan biasanya diakibatkan oleh bising di lingkungan kerja, yang salah satu faktor
penyebabnya adalah kemalasan dari tenaga kerja memakai alat pelindung telinga dari
bising. Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan. Bising yang
intensitasnya 85 desibel ( dB ) atau lebih dapat menyebabkan kerusakan reseptor
pendengaran Corti pada telinga dalam. Sifat ketuliannya adalah tuli saraf koklea dan
biasanya terjadi pada kedua telinga.
Banyak hal yang mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpapar bising
antara lain intensitas bising yang lebih tinggi, berfrekwensi tinggi, lebih lama terpapar
bising, kepekaan individu dan faktor lain yang dapat menimbulkan ketulian. Bising
industri sudah lama merupakan masalah yang sampai sekarang belum bisa
ditanggulangi secara baik sehingga dapat menjadi ancaman serius bagi pendengaran
para pekerja, karena dapat menyebabkan kehilangan pendengaran yang sifatnya
permanen. Sedangkan bagi pihak industri, bising dapat menyebabkan kerugian
ekonomi karena biaya ganti rugi. Oleh karena itu untuk mencegahnya diperlukan
pengawasan terhadap pabrik dan pemeriksaan terhadap pendengaran para pekerja
secara berkala.
Di Indonesia penelitian tentang gangguan pendengaran akibat bising telah
banyak dilakukan sejak lama. Survai yang dilakukan oleh Hendarmin dalam tahun yang
sama pada Manufacturing Plant Pertamina dan dua pabrik es di Jakarta mendapatkan
1
hasil terdapat gangguan pendengaran pada 50% jumlah karyawan disertai peningkatan
ambang dengar sementara sebesar 5-10 dB pada karyawan yang telah bekerja terusmenerus selama 5-10 tahun karena kurang penggunaan APT.
Sundari pada penelitiannya di pabrik peleburan besi baja di Jakarta,
mendapatkan 31,55 % pekerja menderita tuli akibat bising, dengan intensitas bising
antara
85-105
DB
dengan
masa
kerja
rata-rata
8,99
tahun.
BAB II
ISI
2.1 Pengertian Alat Pelindung Telinga (APT)
Alat pelindung telinga adalah alat untuk menyumbat telinga atau penutup telinga
yang digunakan atau dipakai dengan tujuan melindungi, mengurangi paparan
kebisingan masuk kedalam telinga. Fungsinya adalah menurunkan intensitas
kebisingan yang mencapai alat pendengaran.
2.2 Jenis Alat Pelindung Telinga (APT)
a. Sumbat Telinga (Ear Plug)
Ukuran, bentuk, dan posisi saluran telinga untuk tiap-tiap individu berbeda-beda
dan bahkan antar kedua telinga dari individu yang sama berlainan. Oleh karena itu
sumbat telinga harus dipilih sesuai dengan ukuran, bentuk, posisi saluran telinga
pemakainya. Diameter saluran telinga berkisar antara 3-14 mm, tetapi paling banyak 511 mm. Umumnya bentuk saluran telinga manusia tidak lurus, walaupun sebagian kecil
ada yang lurus. Sumbat telinga dapat mengurangi bising sampai dengan 30 dB.
Sumbat telinga dapat terbuat dari kapas (wax), plastik karet alamai dan sintetik,
menurut cara penggunannya, di bedakan menjadi disposible ear plug, yaitu sumbat
telinga yang digunkan untuk sekali pakai saja kemudian dibuang, misalnya sumbat
telinga dari kapas, kemudian cara pengguanan yang lain yaitu, non dispossible ear
plug yang digunakan waktu yang lama terbuat dari karet atau plastik cetak.
Dalam
pemakaiannya
sumbat
telinga
mempunyai
keuntungan
dan
kerugian.
terjadi pada frekwensi 4000 Hz. Gangguan ini paling banyak ditemukan dan
bersifatpermanen, tidak dapat disembuhkan . Kenaikan ambang pendengaran
yang menetap dapat terjadi setelah 3,5 sampai 20 tahun terjadi pemaparan, ada
yang mengatakan baru setelah 10-15 tahun setelah terjadi pemaparan.
Penderita mungkin tidak menyadari bahwa pendengarannya telah berkurang dan
baru
diketahui
setelah
dilakukan
pemeriksaan
audiogram.Hilangnya
Gangguan ini berupa peningkatan tekanan darah, nadi dan dapat menyebabkan
pucat dan gangguan sensoris.
2. Gangguan psikologis
Gangguan psikologis berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, emosi, dll.
3. Gangguan komunikasi
Gangguan komunikasi dapat menyebabkan terganggunya pekerjaan, bahkan
bisa berakibat kepada kecelakaan karena tidak dapat mendengar isyarat
ataupun tanda bahaya.
4. Gangguan pada pendengaran (ketulian)
Merupakan
gangguan
yang
paling
serius
karena
pengaruhnya
dapat
Pekerja lupa peralatan safety apa saja yang harus akan dipakainya pada kondisi
lingkungan kerja yang akan dihadapinya.
Merasa malu karena bentuk dari APD terkesan aneh bagi pekerja yang belum
pernah melihat dan memakai sebelumnya.
Tidak ada training yang dilakukan oleh perusahaan tentang pemahaman kapan
pekerja harus menggunakannya.
Tidak ada jeda waktu saat pekejaan di area lingkungan yang satu dengan
berlanjut ke area yang lain. Misalnya pekerja mula-mula bekerja diarea yang
mengharuskan menggunakan safety belt dan tali pengaman kemudian dia
langsung
melanjutkan
pekerjaan
yang
lain
di
area
yang
diharuskan
menggunakan safety helmet dan ear plugs tanpa ada waktu jeda sehingga
pekerja tidak menyempatkan diri untuk memakainya.
e. Merasa Tidak akan celaka
Alasan tersebut bisa disebabkan karena :
Pekerja merasa sangat yakin bahwa tanpa APT akan tetap aman. Hal tersebut
karena beranggapan bahwa apa yang akan dilakukannya aman dan tidak
menimbulkan resiko kecelakaan da bahaya bagi kesehatan.
2.5. Contoh Kasus Prilaku Pekerja yang Tidak Menggunakan Alat Pelindung
Telinga.
Sundari melakukan penelitian pada pabrik peleburan besi baja di Jakarta,
mendapatkan 31,55 % pekerja menderita tuli akibat bising, dengan intensitas bising
antara
85-105
DB
dengan
masa
kerja
rata-rata
8,99
tahun.
10
Gambar 1
Transteoretical Model Kasus Pemakaian Alat Pelindung Telinga (APT)
Maintenance
(Mempertahank
an prilaku
selalu memakai
APT)
Action (Memakai
APT saat bekerja)
Preparation
(berniat untuk
memakai APT)
Contemplation
(mulai sadar
Tidak memakai
APT)
Precontemplation
(Tidak sadar Tidak
memakai APT
berbahaya)
d. action
12
masalah.
mendukungnya
Tindakan
membutuhkan
mengubah
suatu
perilaku
komitmen
dan
terhadap
faktor-faktor
waktu
dan
yang
energi.
menggunakan
dukungan
sosial
untuk
perubahan
perilaku
sehat;
counterconditioning, yaitu mengganti perilaku dan pemikiran yang tidak sehat dengan
perilaku alternatif yang mendukung perubahan peri-laku; dan stimulus control, yaitu
membuang pengingat yang dapat mengarahkan individu untuk terlibat dalam perilaku
yang tidak sehat dan menambahkan pengingat yang mengarahkan pada perilaku sehat.
e. Maintenance
Maintenance yaitu tahap ketika individu menjaga perubahan perilaku dari
kemungkinan relapse (kembali ke perilaku yang telah ditinggalkan). Para pekerja
membandingkan keuntungan-keuntungan yang telah mereka peroleh dari memakai alat
pelindung telinga dengan sebuah keinginan untuk kembali tidak memakai alat pelindung
telinga (APT).
BAB III
13
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
a. Dampak dari pekerja yang tidak menggunakan Alat Pelindung Telinga (APT)
adalah : Gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi dan
gangguan pada pendengaran (ketulian).
b. Terdapat beberapa alasan pekerja malas menggunakan Alat Pelindung Telinga
adalah: lupa karena terburu-buru, tidak nyaman dipakai, kurang paham dalam
cara memakainya, dan tidak punya waktu untuk memakainya.
c. Transteoritical model merupakan suatu metode perubahan prilaku pekerja dari
yang tidak memakai alat penutup telinga menjadi pekerja yang mau menutup
telinga yang terdiri dari 5 tahapan yaitu precontemplation, contemplation,
preparation, action dan maintenance.
3.2 Saran
a. Diharapkan para manajer suatu industri dapat terus melakukan pengawasan
terhadap pekerja yang tidak menggunakan APT.
b. Diharapkan agar adanya sanksi dari pihak perusahaan kepada para pekerja
yang lalai tidak menggunakan APT.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Abidin, Z. 2002. Analisis Eksistensial Untuk Psikologi dan Psikiatri. Bandung: PT
Refika Aditama.
2. ProchaskaJO, Velicer WF. The transtheoretical model of health behavior change.
American Journal of Health Promotion. 1997; 12: 38-48.
3. Chaplin, J.P. 2002. Kamus Lengkap Psikologi, (Alih Bahasa Kartini Kartono). Jakarta:
Rajawali Pers.
4. Soetirto I, Bashiruddin J. Gangguan pendengaran akibat bising. Disampaikan pada
Simposium Penyakit THT Akibat Hubungan Kerja & Cacat Akibat Kecelakaan
Kerja, Jakarta, 2 Juni, 2001.
5. http// kebisingan://pabrikindustrial/2012
15
16